Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN TUGAS MANDIRI

ILMU DASAR KEPERAWATAN

NAMA

: IMAN MUHAMAD FIRMANSYAH

NPM

: 1406649795

KELAS

: A EKSTENSI

Nama
NPM
Kelas

: Iman Muhamad Firmansyah


: 1406649795
: A Ekstensi
DEHIDRASI

A. Pengertian
Dehidrasi atau ketidakseimbangan hiperosmolar, merupakan hilangnya cairan dalam
tubuh tanpa diikuti oleh kehilangan elektrolit yang signifikan. Karena air hilang, sementara
elektrolit, terutama natrium ditahan dalam dalam tubuh. Pada saat kehilangan cairan, terjadi
peningkatan osmolalitas dan level serum sodium. Air masuk ke dalam intravaskuler dari
intertsisial dan intra sel menyebabkan terjadinya dehidrasi seluler (Kozier, 2010). Dengan
kata lain dehidrasi melibatkan pengurangan cairan intra dan ekstrasel secara bersamaan
dimana 40% dari cairan yang hilang berasal dari ekstrasel dan 60% berasal dari intrasel.
Pada keadaan dehidrasi akan terjadi hipernatremia karena cairan yang keluar atau
hilang adalah cairan yang hipotonik. Atau dapat terjadi bila cairan ekstrasel masuk ke intrasel
secara berlebihan pada kejang hebat atau setelah melakukan latihan berat, dan dapat terjadi
bila asupan cairan natrium hipertonik yang berlebihan (Sudoyo, dll., 2009)
B. Etiologi
Penyebab tersering dehidrasi adalah diare.
Secara garis besar dikenal 3 macam kehilangan cairan badan:
1. Kehilangan cairan sebagai akibat kehilangan air dari badan baik karena kekurangan
pemasukan air atau kehilangan air yang berlebih melalui paru, kulit, ginjal, atau saluran
makan. Keadaan ini sering disebut dengan pure dehydration atau dehydration
hypetonicity atau water deficit atau water deficiency atau pure water depletion.
Kehilangan cairan tipe ini dapat terjadi karena:
a. Kehilangan cairan karena pemasukan air tidak mencukupi, misal: orang-orang yang
kehabisan air minum di kapal yang rusak di tengan laut, kesukaran atau tidak bisa
menelan, hilangnya rangsangan haus.
b. Kehilangan cairan karena pengeluaran melalui ginjal berlebihan: pada ginjal yang
normal, misal: Diabetes Insipidus, kelebihan elektrolit atau hiperosmolar dan pada
pemasukan air yang berlebih. Pada gangguan fungsi ginjal yang disebut nephrogenik
diabetes insipidus, misal: pada polinefritis akut, penyumpatan sebagian saluran kemih,
glumerulonefritis, , ginjal polikistik, fase dieresis pada kegagalan ginjal akut,
hipokalemia, aldosterone primer.
c. Kehilangan cairan karena sebab-sebab lain seperti: pengeluaran air berlebih dari paruparu, , orang yang kontak dengan sinar matahari lama tanpa minum, pada

hiperventilasi dan demam, pengeluaran air berlebih melalui kulit, misal pada luka
bakar terbuka, pengeluaran air melalui saluran makanan/gastroenteritis akut.
2. Kehilangan cairan karena kelebihan elektrolit. Kadang-kadang disebut Solute loading
Hypertonicity. Disini terjadi kehilangan cairan karena aksresi urin yang mengandung
banyak elektrolit seperti natrium, kalium, serta anion dan kation, atau bahan-bahan lain
yang bukan ion seperti dekstrosa, fruktosa atau urea, asam amino, dan benda-benda
nitrogen lainnya.
Kehilangan cairan didapat, bisa karena:
a. Pemberian makanan melalui pipa lambung yang mengandung banyak garam,
dekstrosa, protein dan substansi lain dengan air yang tidak mencukupi pada pasienpasien koma.
b. Pemberian makanan yang mengandung susu dan krim tanpa air pada pasien dengan
perdarahan lambung.
c. Pemberian makanan dengan karbohidrat tinggi pada orang yang baru sembuh dari
luka bakar yang berat.
d. Pasien dengan asidosis diabetic berat yang tidak diobati.
e. Keadaan lainnya yang berhubungan dengan hiperosmolaritas.
3. Kehilangan cairan karena hiperosmolalitas. Kehilangan cairan terjadi bila cairan-cairan
ekstraseluler karena suatu sebab menjadi hiperosmolar, misal hiperosmolar hiperglikemik,
koma diabetic non ketoasidotik atau hiperosmolaritas yang terjadi karena pemberian
substansi baik per parenteral maupun per rektal yang dapat menaikkan osmolalitas darah;
koma hiperglikemik hiperosmolar juga dapat terjadi pada dialisis peritoneal.
Cairan di dalam tubuh terdiri dari unsur-unsur cairan ekstraselular, cairan intrasel dan cairan
intertsisial. Jumlah air pada tubuh orang dewasa dengan rata-rata berat 70 kg mendekati 40
liter, rata-rata 52% dari berat badan. Pada bayi yang baru lahir, mungkin mencapai 75% dari
berat badan, tetapi kemudian menurun secara progresif dari lahir sampai ke tua. Kebanyakan
penurunan terjadi dalam 10 tahun awal kehidupan.

Tabel kehilangan air perhari (ml)

Insesible Loss:
Kulit
Saluran napas
Urin

Suhu normal

Cuaca panas

Sesudah latihan
berat dan lama

350
350
1400

350
250
1200

350
650
500

Keringat
100
Feses
100
Total
2300
Guyton (1991) dalam Sudoyo A.W. dkk. (2009)

1400
100
3300

5000
100
6500

Hilangnya air oleh difusi lewat kulit dan oleh evaporasi dari respirasi dikenal dengan
insensible water loss sebab kita tidak mengerti dengan pasti hilangnya air dari tubuh manusia.
Rata-rata hilangnya air oleh difusi melalui kulit mendekati 300-400 ml/hari.
C. Homeostasis dan patofisiologi
Untuk

keseimbangan

cairan

tubuh

dan

elektrolitnya.

Mekanisme

homeostasis

diselenggarakan oleh:
1.
2.
3.
4.

Ginjal, dengan mekanisme Renin-Angiotensin mempengaruhi tekanan darah


Kelenjar anak ginjal, dengan mekanisme aldosteron akan mempengaruhi retensi natrium
Kelenjar hipofisis, dengan mekanisme ADH akan mempengaruhi reabsorbsi air
Paru-paru, dengan mekanisme asidosis alkalosis untuk menjaga keseimbangan asam basa

D. Klasifikasi
Pada beberapa literatur dikatakan dilihat dari penyebabnya ditemukan bahwa
dehidrasi dapat digolongkan menjadi :
1. Dehidrasi primer / kehilangan air
Pada prinsipnya semua gangguan atau penyakit yang mengakibatkan terbatasnya
masukan air akibat seperti penyakit mental yang disertai dengan menolak / ketakutan air (
hidrofobia ), penyakit berat yang menjadikan penderita sangat lemah, tidak dapat minum
air lagi, koma yang terus menerus, dapat menimbulkan kekurangan cairan. Olah raga
berat disertai pengeluaran keringat sangat banyak, panas terik dipadang pasir atau pada
orang yang berhari hari terapung ditengah laut tanpa mendapat penggantian air, juga
merupakan penyebab dehidrasi primer. Rasa haus muncul karena air keluar dari sel
sehingga terjadi dehidrasi intraseluler. Sementara itu oliguria terjadi akibat perangsangan
pada hipofisis yang kemudian melepaskan hormon antidiuretik.
2. Dehidrasi sekunder / kehilangan natrium
Dehidrasi jenis ini terjadi karena tubuh kehilangan cairan tubuh yang mengandung
elektrolit. Kehilangan natrium sering terjadi akibat keluarnya cairan melalui saluran
pencernaan pada keadaan muntah muntah dan diare yang berat. Hilangnya natrium
berlebihan melalui air kemih merupakan kejadian yang tidak biasa, tetapi dalam keadaan
tertentu dapat juga terjadi addison, asidosis yang terjadi akibat diabetes dan penyakit
ginjal tertentu. Sering pada penyakit penyakit ini hilangnya natrium diperberat oleh
muntah muntah.

Akibat kehilangan natrium terjadi hipotoni ekstraseluler sehingga tekanan osmotik


menurun. Hal ini menghambat dikeluarkannya hormon antidiuretik sehingga ginjal
mengeluarkan air, agar tercapai konsentrasi cairan ekstraseluler yang normal. Selain itu
karena terdapat hipotoni ekstraseluler, air akan masuk kedalam sel. Perlu diperhatikan
adanya perbedaan antara hidrasi seluler ini dengan keluarnya air dari sel yang terjadi pada
dehidrasi akibat kehilangan air. Pada keadaan yang pertama tidak timbul rasa haus karena
adanya hipotoni intraseluler.
Pada dehidrasi sekunder terjadi penurunan voloume darah. Akibatnya volume curah
jantung juga menurun, sehingga tekanan juga ikut menurun dan sering menyebabkan
pingsan kalau berdiri lama. Air kemih biasanya tidak mengandung natrium klorida, terjadi
gangguan keseimbangan asam basa dan hemokonsentrasi dan filtrasi glomerulus menurun
sehingga, terjadi penimbunan nitrogen. Akibat fatal berupa kematian akan terjadi bila
aliran perifer gagal mencukupi pasok yang diperlukan tubuh.
Derajat dehidrasi seseorang berdasarkan defisit berat badan, dapat digolongkan
menjadi:
1. Dehidrasi ringan (defisit kurang dari 5% berat badan)
2. Dehidrasi sedang (defisit 5-8% berat badan)
3. Dehidrasi berat (defisit dari 8-10% atau lebih berat badan)
E. Manifestasi klinis
1. Dehidrasi ringan:
Keadaan umum sadar baik, rasa haus, mulut kering, suara serak, frekuensi nadi masih
normal, tonus/turgor biasa, pasien belum jatuh pada keadaan presyok.
2. Dehidrasi sedang
Gelisah, haus, takikardi, pernapasan agak cepat dan dalam, mata cekung, tonus/turgor
kulit berkurang, urin sedikit, pasien jatuh dalam keadaan presyok atau syok.
3. Dehidrasi berat
Keadaan umum apatis atau sampai koma, takikardi, Napas kusmaul, mata cekung,
sianosis, otot-otot kaku, tonus/turgor buruk, tidak ada urin.
pada bayi yang mengalami dehidrasi ubun-ubun tampak cekung dan air matanya
berkurang.
F. Pemeriksaan Fisik
Status volume cairan dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada
tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh, dan tanda toksisitas. Pemeriksaan Head to Toe
perlu dilakukan untuk menentukan derajat dehidrasi yang dialami klien, derajat dehidrasi
ringan, sedang, atau berat dinilai dari tanda dan gejala yang terdapat pada klien.
G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksan laboratorium yang menunjukkan kelainan (Pemeriksaan ini dilakukan pada kasus
dehidrasi karena diare akut ) antara lain:
1. Hematokrit, meningkat akibat hemokonsentrasi
2. Peningkatan berat jenis plasma
3. Peningkatan protein total
4. Kelainan pada pemeriksaan gas darah (asidosis metabolic)
5. Sel darah putih meningkat (pada kasus diare karena infeksi bakteri)
6. Ureum dan kreatinin cenderung meningkat
7. Fosfatase alkali meningkat
H. Komplikasi
Komplikasi dehidrasi karena bakteri patogen noninvasif biasanya ringan. Tetapi bila
kondisi pasien jelek dan tanpa memperoleh rehidrasi atau terapi yang adekuat dapat menjadi
nekrosis tubular akut dan dapat meninggal karena syok hipovolemik.
Dehidrasi akibat bakteri patogen invasive biasanya lebih berat dibanding noninvasif
dan komplikasinya semakin beraet bila penanganannya tidak adekuat.
Dehidrasi akibat virus komplikasinya hampir sama dengan yang disebabkan bakteri.
Sedangkan dehidrasi yang disebabkan protozoa sifatnya dapat akut ataupun kronik tergantung
banyak maupun virulensi protozoa tersebut. Bila jumlahnya banyak dan virulensinya tinggi
selain komplikasinya seperti yang disebabkan bakteri, juga dapat mengakibatkan perforasi
usus, peritonitis maupun terjadinya abses

secara emboli pada organ yang kebetulan

terserang.

Daftar Pustaka
Kozier B., Glenora ERB., Audrey B., Shirlee JS. (2010). Fundamental keperawatan Konsep,
Proses, dan Praktik. alih bahasa oleh : Wahyuningsih E., Yulianti D., Yuningsih E,
Lusiyana A. Jakarta : EGC
Pringgoutomo, S., Himawan, S., Tjarta, A. (2002). Buku Ajar patologi I ( UMUM ). Edisi 1.
Jakarta : Sagung Seto
Sudoyo A.W., Dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan IPDFKUI

Anda mungkin juga menyukai