Anda di halaman 1dari 23

ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

Analisis Artikel Perumahsakitan

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah administrasi rumah sakit


semester VI (enam)

Disusun Oleh :
Khairun Nisa

25010111130128

BAGIAN ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. bahwa penulis telah
menyelesaikan Makalah Administrasi Rumah Sakit dengan membahas mengenai
Analisis Artikel Perumahsakitan.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah
ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan,
khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Semarang, Juli 2014

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................ i
Kata Pengantar ........................................................................................... ii
Daftar Isi ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................... 1
C. Manfaat ............................................................................................. 1
BAB II ISI
A. Gambaran Kasus ............................................................................... 2
B. Dasar Teori ........................................................................................ 6
C. Pembahasan ....................................................................................... 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 20
B. Saran ................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 21

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam fenomena manajemen dunia perumah sakitan saat sekarang ini
telah menumbuhkan polemik baru dari segi filosofis, yaitu apakah rumah sakit
dimungkinkan dikelola secara bisnis dalam arti menjadi suatu instansi yang
profit

marking.

Polemik

ini

sudah

tentu

menyangkut

landasan

kenegaraan/falsafah kenegaraan kita, yaitu Pancasila dan UUD 1945.


Meskiupun demikian, dalam perkembangan dewasa ini, rumah sakit tidak
mungkin dikelola semata-mata sosial. Dalam keadaan sekarang seluruh rumah
sakit swasta menghadapi realita kehidupan yang semakin meterialistis. Rumah
sakit harus membayar teknologi kedokteran, listrik, air, dapur, dan bahkan
imbalan jasa dokter dan paramedis dengan mengikuti harga pasar.
Dalam keadaan inilah, dari segi manajemen rumah sakit seolah-olah
ketinggalan kereta. Tidak terlepas dalam hubungan ini adalah rumah sakit
pemerintah dimana meskipun seluruh biaya eksploitasi/personel/gedung dan
lain sebagainya ditanggung oleh pemerintah (secara teoretis), keperluan
mengelola rumah sakit sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen adalah
mutlak.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu sebagai sarana pengaplikasian
materi administrasi rumah sakit yang telah diberikan selama perkuliahan
dengan mengkritisi kasus yang ada pada artikel dikaitkan dengan teori yang
ada.
C. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu dapat diterapkannya teori-teori
administrasi rumah sakit dikaitkan dengan kasus yang ada pada artikel.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Gambaran Berita
Buruknya Pelayanan Rumah Sakit Di INDONESIA
Pelayanan Rumah Sakit dan dokter di indonesia termasuk paling buruk
sedunia. Buruk dalam artian rendahanyaa kualitas media dan moral
Para dokter dan RS di Indonesia belum memandang pasien sbg manusia
melainkan hanya sebagai objek medis yang bisa diperlakukan sesuka hati. Kita
mulai dari pelayanan Rumah Sakit. Meski sudah ada UU No.44/2009,
mayoritas Rumah sakit belum melaksanakan UU tersebut secara utuh.
Hampir semua RS di Indonesia bersifat komersial dan bisnis oriented, cari
untung yang sebesar2nya dengan memanfaatkan kelemahan pasien. Sesuai UU
No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, pasien dan/atau keluarganya berhak atas
semua informasi terkait dengan penyakit si pasien. Pasien/keluarga pasien
berhak tahu tentang rencana tindakan medis yang akan dilakukan oleh
RS/dokter, estimasi biayanya & persetujuan pasien/keluarga. Jika
pasien/keluarga pasien tidak diberitahu tentang rencana tindakan medis,
estimasi biaya& tidak ada persetujuan, maka Rmh Sakit/dokter dapat dituntut,
Atau setidak-tidaknya, keluarga pasien/pasien tidak wajib membayar biaya
perobatan selama dirawat di Rumah sakit tersebut.
Modus operandi kecurangan Rumah Sakit utamnya dilakukan melalui
pembebanan biaya rumah sakit yang sangat berlebihan alias tidak wajar.
Pembebanan biaya RS yang tidak wajar itu lebih menjadi-menjadi jika terkait
dengan perawatan pasien di ruang ICU/gawat darurat. RS sering merampok.
Dalam perawatan ICU, RS cenderung memanfaatkan posisi pasien/keluarga
pasien yang sangat lemah dan terjepit sehingga RS bebas berbuat sesuka hati.
Rata2 ruang ICU di jakarta kenakan tarif 1 juta/hari. Diluar biaya dokter, obat
dan alat kesehatan. Sehingga bisa saja per hari kena 5-10 jt. Keluarga pasien
yang diruang ICU biasanya diminta tanda tangan persetujuan agar RS/dokter
boleh lakukan tindakan medis apapun tnp pertggjwban. Artinya RS/dokter
dibebaskan dari tanggung jawab jika terjadi sesuatu hal yang buruk terhadap
pasien. Perjanjian ini tentu saja melanggar UU dan krimina.
Kita fokus pada pelayanan RS/dokter terlebih dahulu. Pasien RS di Indonesia
tidak mendapatkan pelayanan standar sebagaimana mestinya. Berbeda dengan
di ICU/UGD di luar negeri, ICU/UGD di Indonesia umumnya dijaga oleh
dokter-dokter muda non spesialis yang miskin pengalaman.
Di luar negeri, Ruang ICU/ICCU selalu ditugaskan dokter-dokter spesialis
terbaik yang memang sangat dibutuhkan pasien ICU. Di Indonesia, dokterdokter spesialis/senior merasa jatuh harga dirinya jika ditugaskan di Ruang
ICU. Mereka hanya sesekali datang jenguk pasien. Dokter-dokter di indonesia

baik di ICU ataupun ruang rawat inap hampir semuanya hanya bersedia datang
sebentar 5-10 menit untuk periksa pasien. Bahkan terhadap pasien yang
butuhkan beberapa dokter spesialis pun, RS hampir tidak pernah beri
pelayanan standar dengan kumpulkan dokter-dokter secara bersamaan.
Dokter-dokter itu jadwalnya tidak sama dan tidak pernah concern/serius bahas
penyakit dan rencana tindakan media secaraa langsung bersama-sama. Para
dokter itu menilai waktu mereka adalah emas. Cukup 5-10 menit lihat
pasien dan selanjutnya serahkan pada dokter muda /perawat. Berbeda halnya
jika kita berobat di RS luar negeri. Begitu indikasi penyakit diinformasikan,
tim dokter tersedia untuk bahas rencana tindakan. dokter-dokter di indonesia
yang meskipun sudah dibatasi maks praktek di 3 RS, tetap saja sangat sulit
dijumpai keluarga pasien untuk peroleh informasi.
Para dokter di Indonesia merasa sangat rugi jika mereka luangkan waktu
untuk berkomunikasi dan bahas kondisi pasien secaraa lengkap dan detail.
Dokter-dokter Indonesia juga sangat jarang infokan tentang rencana tindakan
medisnya, alasan-alasannya, impilikasinya apalagi biayanya kepada keluarga
pasien. Nah, jika 1 dokter hanya boleh bekerja di 3 RS, harusnya waktu dokter
yang tersedia untuk pasien cukup banyak. Tapi faktanya, dokter-dokter kayak
hantu. Tidak aneh jika banyak keluarga pasien utamanya yang dirawat di
ruang ICU, tak pernah bertemu dokter yang merawat meski sudah 1 minggu di
ruang ICU.
Dokter-dokter di Indonesia umumnya pelit bicara. Malas berbagi informasi.
Seolah-olah semua info itu hanya untuk mereka saja. Keluarga pasien
diabaikan. Dokter-dokter di indonesia juga tidak senang jika ada keluargaa
pasien yang kritis dan peduli dengan hak-haknya melalui banyak bertanya
kepada dokter.
Pengalaman saya pribadi dan teman-teman saya cukup banyak terkait dengan
pelayanan dokter-dokter indonesia yang sangat tidak profesional dan tidak
beradab. Bahkan banyak sebenarnya tindakan medis dokter yang keliru yang
sebabkan pasien bukannya sembuh setelah di rumah sakit tapi malah makin
sakit. Sebagian besar pasien yang semakin sakit ketika dibawa ke RS adalah
karena penanganan medis yang salah atau disengaja salah oleh dokter. Dokterdokter sering salah kasih obat kepada pasien yang berakibat pasien semakin
sakit dan bahkan sering fatal alias menemui kematian di rumah sakit.
Seorang senior saya misalnya. Dia membawa istrinya yang menderita sesak
bernafas ke RS Gleanegles. Disuruh rawat inap di RS tersebut. Keesokannya,
istri senior saya bukannya makin sembuh tapi malah makin sakit dan dioper ke
UGD/ICU. Setelah di ICU keadaan makin parah. Senior itu mulai curiga ada
yang tak beres terkait pelayanan medis di ICU RS Gleaneagles itu.
Pertanyaan-pertanyaannya dijawab sekedarnya oleh dokter-dokter. Akhirnya
dia putuskan untuk pindahkan istrinya ke RS Elisabeth Spore. Itu pun setelah
berdebat sengit dulu dengan pihak RS Gleneagles. Sesampai di RS Elizabeth
Spore, pasien disambut 5 dokter spesialis senior. Mereka diskusikan intensif
mengenai kondisi pasien tersebut. Ternyata ditemukan bahwa kondisi pasien

bisa menjadi semakin parah selama di RS gleneagles karena salah tindakan


medis dari dokter-dokter disana. Pemberian oksigen yang berlebihan dan tidak
tepat pada pasien menyebabkan darah pasien terkontaminasi CO2 sampai pada
tingkat 100%. Fatal!. Dokter spesialis paru-paru yang jadi pemimpin tim
segera lakukan tindakan bolongi tenggorokan pasien untuk permudah
pernapasan. Semua cairan dalam tubuh pasien yang sudah mengandung racun
dikeluarkan dan diganti dengan yang sehat. 3 hari kemudian, pasien sudah
bisa berjalan-berjalan !. Namun, efek dari keracunan CO 2 dlm darah itu tetap
fatal. Organ-organ vitalnya banyak yang sudah rusak. Harus dipulihkan secara
bertahap dan kontinu. Pada hari ke 5 pasien tersebut sudah bisa pulang ke
Jakarta meski secara berkala harus berobat untuk sembuhkan organ-organ
vitalnya yang sudah kena dampaknya.
Nah, bandingkan dengan RS di Indonesia. Jarang sekali pasien yang dirawat
di ruang ICU, 3 hari kemudian bisa sembuh. Sembuhnya lama atau mati.
Senior saya yang pejabat tinggi di depkes beberapa hari yang lalu saya telepon
dan tanyakan tentang standar pelayanan medis di ICU. Komentarnya sangat
miring. Katanya : RS di Indonesia umumnya manfaatkan Ruang ICU untuk
keruk sebesar2nya uang pasien. Semua obat dan alkes diberikan sangat
berlebihan. Ruang ICU kesempatan bagi RS untuk cetak tagihan sebesar2nya
ditengah2 kondisi pasien dan keluarga yang pasrah. Sudah kayak rampok
aja. Bahkan lucunya, banyak RS yang tidak bolehkan keluarga pasien beli obat
diluar dan tidak mau berikan resep obatnya. Alasannya : peraturan RS !.
Padahal peraturan RS yang seperti itu bertentangan dengan UU No.
44/2009 tadi. Tapi banyak keluarga pasien yang tidak tahu dan tak mengerti.
Contoh nyata adalah pada keluarga pasien yang beberapa hari ini saya kenal
selama di RS. Sehari bapaknya dirawat di ICU, dia sudah habis 11 juta.
Puluhan jenis obat, lab dan alkes diberikan pada pasien tersebut. Uang
jaminan 25 juta dinyatakan kurang dan harus ditambah 25 juta lagi. Mumet !.
Kasihan melihatnya, saya lalu sarankan dia untuk periksa semua obat yang
akan diberikan RS pada pasien (bapaknya) dan sarankan dia beli diluar. Saran
saya diikuti oleh teman tersebut. Dia minta diberikan resep jika bapaknya akan
diberi obat. Pihak RS tidak mau. Tidak setuju. Alasan RS : 1. Peraturan RS
mengharuskan tebus obat di apotek RS 2. Teman saya itu sudah tandatangan
persetujuan. Dia bingung. Lalu, teman itu saya bantu. Saya minta dia ajak saya
bertemu dengan petugas RS yang menolak tadi. Ketemu. Saya bicara sama
petugas RS. anda mau saya penjarakan atau saya tampar? tanya saya
kepada petugas RS. Dia kaget ketakutan. panggil pimpinan kamu kemari
sekarang ! ujar saya. Pimpinannya datang menemui kami. Semula masih
ngotot berlindung dibalik peraturan RS. Lalu saya bilang : peraturan RS tidak
boleh langgar UU. Saya ancam akan gugat RS dan lapor ke kemenkes dan
polisi. Lalu dia dengan terpaksa setuju buatkan resep untuk dibeli diluar RS.
Mau tau berapa bedanya? Obat dengan jumlah dan jenis yang sama yang
sebelumnya harganya 5.9 juta di RS, ternyata hanya 3.1 juta di luar RS. Gila!.
Ada lagi pengalaman lain selama 10 hari saya di RS. Ada pasien yang
diharuskan HD (cuci darah) oleh dokter RS tersebut dengan alasan kalium
pasien tinggi. Kadar kalium pasien tercatat 6.7. Setelah di CVC hanya turun jd

6.2. Masih diatas normal yang dibawah 5. Pasien diharuskan cuci darah.
Untuk cuxi darah (HD) itu keluarga pasien diminta tambah deposit 50 juta. RS
bilang harus cuci darah jika tidak mau pasien meninggal. Keluarganya panik.
Semula sudah setujui. Tapi saya sarankan untuk second opinion ke dokter lain.
Mereka punya saudara dokter yang sarankan pindah RS. Pihak RS tidak
izinkan pasien pindah apalagi bantu cari RS lain. Keluarga pasien disuruh cari
sendiri. Bahkan petugas RS ancam dan takut-takuti. Akhirnya keluarga pasien
dapat rumah sakit lain dan ngotot minta dipindahkan. Akhirnya pasien
disetujui RS pindah dan diangkut ambulans RS itu. Biaya ambulans untuk
pindahkan pasien dikenakan 3 juta untuk jarak tempuh yang ga sampai 10 KM
itu. Hampir saja keluarga pasien itu ngamuk2. Setelah pindah ke RS lain,
diperiksa dengan dokter disana, diputuskan tidak perlu HD (cuci darah).
Diberi obat saja. Besoknya Kalium turun jd 4.7.
Ada contoh lain tentang pelayanan medis RS atau dokter Indonesia yang
amburadul dan comercial oriented? Banyak!. Istri teman saya yang baru saja
keguguran, tiba-tiba mengeluh kesakitan hebat di pangkal pahanya. Dia
dilarikan ke RS Islam Kebayoran. Sampai disana, Prof. Dr yang memeriksa
bilang ini gejala usus buntu dan harus dioperasi. Minta deposit 10 juta.
Operasi dilaksanakan secepatnya. Teman saya semula setuju untuk operasi
tersebut. Kebetulan saat itu dia telepon saya. Saya anjurkan untuk second
opinion. Dia setuju. Telepon dokter lain. Oleh dokter lain, pasien diminta
untuk dibawa ke RS Fatmawati. Sampai disana diperiksa intensif. Kesimpulan
: tidak ada gejala usus buntu!!. Sakit pada pangkal paha dan perut tersebut
hanya disebabkan karena pasien terlalu banyak jalan ketika baru habis
keguguran. Dikasih obat. Sembuh.
Mau contoh yang lebih gila lagi? Teman saya tinggi badannya tidak normal.
Dia khawatir dan bawa ke dokter terkenal di kawasan Rawamangun Jaktim.
Oleh sang dokter terkenal itu disarankan untuk disuntik 50 kali hormon
pertumbuhan secara teratur. Dia awalnya setuju. Tapi kasihan dengan anaknya.
Dia sulit bayangkan anaknya akan disuntik 50 kali dalam waktu lama. Dia
batalkan. Kemudian dia bertemu dengan Dr. Pulungan. Dokter Pulungan ini
adalah Presiden asosiasi dokter ortopedi se-Asia Pasific. Teman saya cerita
tentang advis dokter yang sebelumnya. Dokter Pulungan itu kaget bukan
kepalang. Ternyata dokter yang sangat terkenal yang teman saya pernah
datangi itu bukan dokter ortopedi. Penipu. Dokter yang sangat terkenal dan
banjir pasien itu adalah dokter andrologi atau kesuburan jika saya tidak salah.
Advisnya pun keliru besar. Nah, itulah sekilas tentang pelayanan dokter-dokter
dan RS di indonesia yang tidak beradab dan jadi mafia kesehatan di Indonesia.
Korbannya bisa siapa saja.
Bahkan mantan dirut Asuransi PT. Bumiputera pernah anaknya jadi korban
mafia kesehatan. Anaknya dirawat di RS dan diberi tindakan berlebihan.
Darah anaknya setiap jam disedot dengan alasan untuk pmeriksaan
laboratorium yang sebagian besar sama sekali tidak ada kaitan dengan
penyakit si anak. RS dengan sejuta alasan manfaatkan pasien untuk pakai
semua alkes yang ada di RS agar pasien nanti bayar biayanya. Untuk percepat

tutupi investasi. Selain merampok uang pasien dengan tindakan medis yang
sangat berlebihan, juga dengan cekokan obat-obataan yang juga berlebihan.
Harganya juga selangit. Hasil dari pelayanan RS/dokter-dokter yang biadab ini
: pasien bukan semakin sembuh tapi semakin parah sakitnya bahkan mati.
RS/dokter tak peduli. Bagi RS/dokter-dokter seperti ini pasien adalah objek.
Bukan manusia, bukan orang. Diperlakukan lebih rendah daripada pasien
binatang. Mafia kesehatan di Indonesia sudah berkuasa puluhan tahun.
Kita baru 3 tahun punya UU Rumah Sakit. Belum punya UU profesi medis
lainnya. Selama pasien dan keluarga pasien tidak kritis dan cerdas, pasien dan
keluargaanya akan terus diperdaya dengan pelayanan jelek dan biaya mahal.
Harga obat-obatan yang mahal yang kandungan biaya pemasaran dan lainlainnya mencapai 80% dari harga obat yang sesungguhanyaa harus diakhiri.
Dibasmi. Praktek-praktek mafia kesehatan utamanya dalam pemberian
tindakan medis yang tidak proper, berlebihan dan ngawur harus dipidana.
Dihukum penjara. Bayangkan saja, peringkat kualitas pelayanan medis
Indonesia itu terburuk se Asia. Bahkan lebih buruk dibandingkan Bangladesh
sekalipun !.
Penutup, saya hanya sarankan, jika teman tuips ketemu dengan praktek mafia
kesehatan ini : LAWAN !! Jugan inferior berhadapan dengan dokter-dokter
dan RS2 !. Jika anda tidak sanggup atau tidak berani berhadapan dengan mafia
kesehatan di RS, minta bantuan pengacara atau aktivis YLKI kesehatan. Sudah
saatnya rakyat berperan aktif berantas mafia kesehatan. Apalagi pemerintah
kita (depkes) sekarang ini tidak berpihak pada rakyat. Jadi antek mafia.
Sumber : http://www.yaslisinstitute.org/news.php?view=136
B. Dasar Teori
1. Definisi Rumah Sakit
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang
mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan
penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan penderita yang dilakukan
secara multidisiplin oleh berbagai kelompok profesional terdidik dan
terlatih, yang menggunakan prasarana dan sarana fisik. Rumah sakit yang
memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik, dan
subspesialistik disebut rumah sakit umum.
2. Fungsi Rumah Sakit
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit memiliki 4 fungsi, yaitu:
a. Pelayanan Penderita

Pelayanan penderita yang langsung di rumah sakit terdiri atas


pelayanan medis, pelayanan farmasi dan pelayanan keperawatan. Di
samping itu, untuk mendukung pelayanan medis, rumah sakit juga
mengadakan pelayanan berbagai jenis laboratorium.
b. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan merupakan fungsi penting dari rumah sakit
modern, baik yang berafiliasi atau tidak dengan suatu universitas.
c. Penelitian
Kegiatan penelitian dalam rumah sakit mencakup merencanakan
prosedur diagnosis yang baru, melakukan percobaan laboratorium dan
klinik, pengembangan dan menyempurnakan prosedur pembedahan
yang baru, mengevaluasi obat investigasi dan penelitian formulasi obat
yang baru.
d. Kesehatan masyarakat
Tujuan utama dari fungsi rumah sakit ini adalah membantu komunitas
dalam mengurangi timbulnya kesakitan dan meningkatkan kesehatan
umum penduduk. Contoh kegiatan kesehatan masyarakat adalah
partisipasi dalam program deteksi penyakit, seperti tuberkulosis,
diabetes, hipertensi dan kanker.
3. Hak Pasien
Hak pasien dalam memperoleh pelayanan kesehatan termasuk
perawatan tercantum pada UU Kesehatan No 23 Tahun 1992 yaitu:
a. Pasal 14 mengungkapkan bahwa setiap orang berhak untuk
mendapatkan kesehatan optimal.
b. Pasal 53 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak atas informasi,
rahasia kedokteran, dan hak opini kedua.
c. Pasal 55 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti
rugi karena kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.
Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 48 disebutkan setiap orang berhak atas kesehatan, akses atas sumber daya,
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau; menentukan
sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan, lingkungan yang sehat, info
dan edukasi kesehatan yg seimbang dan bertanggungjawab, dan informasi

tentang data kesehatan dirinya. Hak-hak pasien dalam UU No. 36 tahun


2009 itu diantaranya meliputi:
a. Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan
(kecuali tak sadar, penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).
b. Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, ijin ybs,
kepentingan ybs, kepentingan masyarakat).
c. Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan
penyelamatan nyawa atau cegah cacat).
Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
khususnya pada Pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis

b.
c.
d.
e.

sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 3, yaitu


1) Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
2) Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
3) Alternatif tindakan lain dan resikonya;
4) Risiko dan komplikasi yang mukin terjadi; dan
5) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis.
Menolak tindakan medis.
Mendapatkan isi rekam medis.
Hak Pasien dalam UU No 44 / 2009 tentang Rumah Sakit (Pasal 32

UU 44/2009) menyebutkan bahwa setiap pasien mempunyai hak sebagai


berikut:
a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku
di Rumah Sakit.
b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.
c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi.
d. Memperoleh pelayanan kesehatan bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional.
e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi.
f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.
g. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di rumah sakit.

h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter


lain (second opinion) yang memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) baik di
dalam maupun di luar rumah sakit.
i. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data medisnya.
j. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
k. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.
l. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
m. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya
selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
n. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit.
o. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit
terhadap dirinya.
p. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianutnya.
q. Menggugat dan atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit itu
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik
secara perdata ataupun pidana.
r. Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4. Kewajiban Pasien
Kewajiban adalah sesuatu yang harus diperbuat atau yang harus
dilakukan oleh seseorang atau suatu badan hukum. Di bidang pelayanan
kesehatan di rumah sakit ada 3 (tiga) pelaku utama yang berperan, yang
masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. Ketiga pelaku utama
tersebut adalah pasien, dokter dan rumah sakit. Pengaturan hak dan
kewajiban tersebut, telah ditentukan dalam berbagai peraturan perundangundangan antara lain :
a. UU no. 44 Tahun 2009 : UU tentang Rumah Sakit pasal 31 dan 32
9

1) Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas


pelayanan yang diterimanya.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan
Peraturan Menteri.
b. UU no. 29 Tahun 2004 : UU tentang Praktik Kedokteran pasal 50
dan 51
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran,
mempunyai kewajiban :
1) Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya;
2) Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
3) Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan;
4) Memberikan imbalan atas pelayanan yang diterima.
c. Surat

Edaran

Direktur

Jenderal

Pelayanan

Medik

No.

YM.02.04.3.5.2504 Tahun 1997 tentang Pedoman Hak dan


Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit
1) Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala
peraturan dan tata tertib rumah sakit
2) Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dan
perawat dalam pengobatannya.
3) Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan
selengkapnya tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang
merawat.
4) Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi
semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit/dokter
5) Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal
yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.
d. UU Kesehatan no 23 tahun 1992

10

1) Memberi keterangan yang jujur tentang penyakit dan perjalanan


penyakit kepada petugas kesehatan.
2) Mematuhi nasihat dokter dan perawat
3) Harus ikut menjaga kesehatan dirinya.
4) Memenuhi imbalan jasa pelayanan.
5. Hak Rumah Sakit
Hak rumah sakit sebagaimana tercantum dalam UU No. 40 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit pasal 30, yaitu sebagai berikut:
a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai
dengan klasifikasi Rumah Sakit.
b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi,
insentif,

dan

penghargaan

perundang-undangan.
c. Melakukan kerjasama

sesuai

dengan

dengan

pihak

lain

ketentuanperaturan
dalam

rangka

mengembangkan pelayanan.
d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
e. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;
f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan.
g. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
h. Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit
yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.
6. Kewajiban Rumah Sakit
Kewajiban rumah sakit sebagaimana tercantum dalam UU No. 40
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 29, yaitu:
a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit
kepada masyarakat.
b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi,
dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit.
c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya.
d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,
sesuai dengan kemampuan pelayanannya.
e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau
miskin.
11

f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas


pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa
uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian
luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.
g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.
h. Menyelenggarakan rekam medis.
i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain
sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita
menyusui, anak-anak, lanjut usia.
C. Pembahasan
Berdasarkan berita di atas terlihat bahwa penulis melihat dari sisi pasien
yang harus dilayani secara optimal tanpa melihat dari sudut pandang lainnya.
Fungsi utama dari adanya rumah sakit yaitu memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat, sehingga pelayanan yang diberikan juga harus sesuai
dengan pasien butuhkan dan optimal. Namun untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang optimal dan sesuai dengan yang pasien tidaklah mudah, harus
didukung dengan berbagai komponen sistem pelayanan kesehatan yang
memadai, seperti SDM kesehatan, peralatan medis yang memadai dan lainnya.
Selain itu dari berita di atas juga dapat dikaitkan antara hak dan kewajiban
pasien dengan hak dan kewajiban rumah sakit.
Berita di atas, dapat ditelaah permasalahan yang dimunculkan oleh penulis
adalah sebagai berikut:
1. Biaya kesehatan yang mahal.
2. Diagnosis yang berbeda-beda antar dokter.
3. Sistem rujukan yang tidak berfungsi baik, sehingga seolah-oleh rumah
sakit menghalangi proses pemindahan perawatan pasien.
4. Dokter melalui rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan yang tidak
sesuai dengan penyakit yang diderita.
5. Rumah sakit cenderung commercial oriented, sehingga menurut penulis
sangat merugikan pasien.
6. Dokter dirasa kurang mampu berkomunikasi dengan pasien, seperti
meluangkan waktunya untuk menginformasikan penyakit yang sebenarnya
diderita oleh pasien.
7. Dokter dirasa tidak terbuka terhadap segala jenis informasi pasien, misal
informasi penyakit ataupun penanganan yang terbaik seperti apa.

12

8. Penulis mengungkapkan terjadinya penipuan gelar dokter, yang mengaku


sebagai dokter ortopedi padahal belum memiliki gelar tersebut.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dianalisis:
1. Biaya kesehatan yang mahal.
Biaya kesehatan yang mahal belum tentu sebagai pertanda bahwa rumah
sakit yang mark up biaya, namun banyak faktor yang bisa menyebabkan
hal tersebut. Consumer ignorance yakni ketidaktahuan pasien akan
penyakitnya sehingga pasien tidak tahu tindakan apa yang terbaik yang
bisa dilakukan dapat menimbulkan biaya kesehatan yang melambung
tinggi. Ketimpangan informasi ini yang menyulitkan dalam kontrol biaya
kesehatan. Boleh jadi dokter memberikan pelayanan kesehatan yang tidak
sesuai dengan clinical pathway sehingga banyak dilakukan tindakan yang
sebenarnya tidak perlu dilakukan. Tentunya hal ini juga menyebabkan
biaya pelayanan kesehatan yang semakin meningkat.
Selain itu, belum ada peraturan pemerintah yang mengatur tentang tariff
pelayanan kesehatan baik untuk rumah sakit pemerintah maupun rumah
sakit swasta, sehingga rumah sakit swasta lebih leluasa dalam
menentukkan tarif pelayanan kesehatannya.
2. Diagnosis yang berbeda-beda antar dokter.
Seperti pada teori dimensi mutu, dimensi profesi termasuk salah satu yang
sangat penting dan harus diperhatikan, terutama dimensi kemampuan
teknis dokter. Kemampuan teknis dokter sangat mempengaruhi pelayanan
kesehatan yang diberikan, keakuratan diagnosis salah satunya.
Sehingga untuk mengatasi permasalahan ini, pasien diberikan hak untuk
mendapatkan second opinion dari dokter lain. Hal ini sesuai dengan UU no
23 Tahun 1992 pasal 53 yang menyebutkan bahwa pasien berhak
mendapatkan informasi dan juga informasi second opinion. Dengan
adanya second opinion maka pasien lebih bisa menentukkan langkah
selanjutnya untuk penyembuhan kesehatannya. Dan juga second opinion
bisa menghindari consumer ignorance yang bisa meningkatkan biaya
kesehatan yang semakin mahal.
Selain itu, dengan dimensi kemampuan teknis dokter yang baik maka
dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, efisien dan efektif,
karena dokter memliki akurasi diagnosis yang baik sehingga tindakan

13

yang dilakukan akan sesuai dengan apa yang dibutuhkan pasien atau
sesuai dengan clinical pathway, yang dapat menekan biaya pengobatan seefisien mungkin namun efektif dapat menyembuhkan penyakit.
3. Sistem rujukan yang tidak berfungsi baik, sehingga seolah-oleh rumah
sakit menghalangi proses pemindahan perawatan pasien.
Sistem rujukan rumah sakit sebenarnya sudah diatur dalam UU No. 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Ditambah lagi dengan sistem BPJS saat
ini, maka semakin memperjelas sistem rujukan pelayanan kesehatan di
Indonesia. Namun dalam permasalahan ini, sistem rujukan dari salah satu
rumah sakit tidak memperbolehkan pasiennya untuk melanjutkan
perawatan di rumah sakit lain. Tentulah fenomena ini tidak sesuai dengan
UU No. 44 Tahun 2009 pasal 32 tentang hak pasien yang mana pasien
berhak menentukan pilihan terhadap tindakan yang bisa dilakukan
kepadanya, sehingga untuk meminta perawatan diluar rumah sakit juga
seharusnya diperbolehkan oleh pihak rumah sakit.
4. Dokter melalui rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan yang tidak
sesuai dengan penyakit yang diderita.
Permasalahan ini sesuai dengan permasalahan poin 2. Permasalahan ini
erat kaitannya dengan dimensi mutu kemampuan teknis dokter.
Kemampuan teknis dokter yang baik akan memberikan pelayanan
kesehatan yang efektif, efisien dan bermutu. Kemampuan teknis dokter
yang baik akan menunjukkan akurasi diagnosis yang baik, sehingga
tindakan yang dilakukan sesuai dengan penyakitnya, atau sudah sesuai
dengan clinical pathway yang tertuang dalam ICD IX dan ICD X.
Dalam berita disebutkan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan
berlebihan karena rumah sakit yang ingin meraup untung yang banyak.
Boleh jadi bukan itu penyebabnya, boleh diasumsikan karena kemampuan
teknis dokter yang kurang memadai juga consumer ignorance yang
menyebabkan pelayanan kesehatan diberikan berlebihan. Dokter yang
masih kurang pengalaman, selain itu pasien yang tidak mengetahui
penyakitnya seperti apa dan tindakan apa yang seharusnya dilakukan.
Idelanya informasi diberikan kepada kedua belah pihak, karena dalam UU
No. 44 Tahun 2009 juga disebutkan bahwa pasien berkewajiban
memberikan

informasi

yang

sebenar-benarnya

mengenai

kondisi

14

kesehatannya. Selain itu pasien juga memiliki hak untuk mendapatkan


informasi tentang penyakitnya, termasuk tindakan yang paling tepat.
Selain itu, pada UU No. 23 Tahun 1992 pasal 14 menyebutkan bahwa
pasien berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal.
5. Rumah sakit cenderung commercial oriented, sehingga menurut penulis
sangat merugikan pasien.
Bukan menjadi masalah jika rumah sakit didirikan berorientasi pada profit,
namun yang jadi permasalahan apakah rumah sakit tersebut berstatus
rumah sakit pemerintah ataukah rumah sakit swasta? Karena pada
aturannya keduanya jelas berbeda. Rumah sakit pemerintah semuanya
merupakan rumah sakit yang non-profit karena rumah sakit pemerintah
mendapatkan subsidi dari APBN ataupun APBD tergantung kepemilikkan
rumah sakit tersebut, rumah sakit pusat atau rumah sakit daerah, sehingga
tarif pelayanan kesehatannya cenderung lebih murah dibandingkan dengan
rumah sakit swasta. Sedangkan rumah sakit swasta tidak mendapatkan
subsidi dari APBN maupun APBD, sehingga untuk anggaran rumah
tangganya berasal dari tarif yang diberikan sekaligus jika rumah sakit
bermilikkan yayasan maka biasanya mendapatkan suntikan dana dari
yayasan. Sehingga untuk memenuhi pengeluarannya harus ditutupi dari
pendapatannya. Selain itu, rumah sakit swasta kebanyakan profit oriented,
sehingga boleh jadi pada berita tersebut termasuk rumah sakit swasta.
Meskipun begitu, rumah sakit swasta tetap memiliki tanggung jawab sosial
terhadap masyarakat yaitu dengan setidaknya menyediakan 30% dari
pelayanan kesehatannya untuk masyarakat miskin.
Namun memang, sebaiknya pemerintah membuat aturan tersendiri tentang
rumah sakit swasta baik itu tarif ataupun faktor lainnya. Misal seperti
menetapkan tariff maksimum yang bisa diajukan oleh rumah sakit swasta
kepada pasien yang berminat mendapatkan pelayana kesehatan di rumah
sakit swasta.
6. Dokter dirasa kurang mampu berkomunikasi dengan pasien, seperti
meluangkan waktunya untuk menginformasikan penyakit yang sebenarnya
diderita oleh pasien.
Kembali lagi kepada dimensi mutu pekayana kesehatan, salah satunya ada
dimensi hubungan antarmanusia. Dimensi ini dimensi yang penting untuk

15

menumbuhkan rasa saling percaya dan saling menghargai antara pasien


dengan dokter. Adanya rasa percaya kepada dokter akan memberikan
sugesti positif kepada pasien sehingga memberikan motivasi untuk sehat.
Namun memang kebanyakan dokter sekarang ini kurang yang memiliki
skill

komunikasi

yang

baik,

yang

memiliki

kemampuan

untuk

menginformasikan tentang diagnosis penyakitnya hingga tindakan apa


yang dirasa tepat untuk menangani penyakit tersebut.
Adanya kemampuan ini dapat menghindari adanya consumer ignorance,
sehingga pasien menjadi tahu apa yang sebenarnya ia derita, bagaimana
penyakit tersebut bisa terjadi dan bagaimana tindakan penyembuhannya,
sehingga pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan efektif.
7. Dokter dirasa tidak terbuka terhadap segala jenis informasi pasien, misal
informasi penyakit ataupun penanganan yang terbaik seperti apa.
Permasalahan ini merupakan salah satu bentuk nyata consumer ignorance.
kemampuan komunikasi dokter yang dirasa kurang juga bisa menjadi
salah satu faktor yang menyebabkan permasalahan ini.
Apa akibat dari permasalahan ini mungkin sudah dijelaskan pada poin
sebelumnya, namun pada UU No. 44 Tahun 2004 disebutkan bahwa pasien
berhak mendapatkan informasi tentang penyakitnya. Dan juga berhak atas
informed consent yang merupakan salah satu berkas yang harus ditanda
tangani oleh pasien ketika akan mendapatkan suatu tindakan medis.
8. Penulis mengungkapkan terjadinya penipuan gelar dokter, yang mengaku
sebagai dokter ortopedi padahal belum memiliki gelar tersebut.
Permasalahan penipuan ini jelas pasien yang akan dijadikan korbannya,
karena

memberikan

tindakan

medis

yang

tidak

sesuai

dengan

kepakarannya belum lagi biaya yang dikeluarkan oleh pasien untuk


berobat kepada dokter spesialis tersebut yang cukup mahal.
Hal ini bukan hanya menjadi tanggung jawab rumah sakit atau pasien saja,
namun harus ada tindakan tegas dari Kementerian Kesehatan selaku
lembaga kesehatan tertinggi di Indonesia. Surat ijin praktek yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan apakah legal atau tidak.
Pemerintah harus lebih tegas dalam menangani masalah praktik
kedokteran, agar pasien tidak dirugikan lagi dengan adanya dokter palsu.

16

Berdasarkan uraian analisis permasalahan di atas, maka dapat disimpulkan


bahwa solusi penyelesaiannya dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Harus adanya sinergisitas dalam mencapai pelayanan kesehatan yang
optimal, yaitu bukan hanya dari rumah sakit yang harus memperbaiki
pelayanan

kesehatannya,

bukan

hanya

dari

dokter

yang

harus

meningkatkan skill-nya dan berbagai keterampilan teknisnya, namun juga


harus ada kontribusi dari pasien yang mendukung pelayanan yang optimal
dan bermutu.
b. Pengapliksian manajemen mutu pelayanan kesehatan secara konsisten,
sehingga perbaikan mutu bukan hanya pada sektor saja tetapi harus
holistik. Manajemen mutu mulai dari perencanaan sampai dengan tindakan
koreksi guna mencapai mutu pelayanan yang terbaik, sehingga kepuasaan
bukan hanya milik pasien semata tetapi juga kepuasan bagi dokter ataupun
SDM kesehatan dan juga kepuasan bagi rumah sakit atau pelayanan
kesehatannya.
c. Harus ada upaya controling dari pemerintah terhadap berjalannya
pelayanan kesehatan di Indonesia. Pemerintah harus melengkapi lagi
peraturan yang mendukung pelayanan kesehatan di Indonesia, contohnya
mengenai tarif maksimum pelayanan kesehatan baik di rumah sakit
pemerintah maupun rumah sakit swasta.
Pemerintah berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009 menyebutkan bahwa
pemerintah memiliki tanggung jawab, yaitu sebagai berikut:
1) Menyediakan Rumah Sakit berdasarkan kebutuhan masyarakat.
2) Menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir
miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
3) Membina dan mengawasi penyelenggaraan Rumah Sakit.
4) Memberikan perlindungan kepada Rumah Sakit agar

dapat

memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan bertanggung


jawab.
5) Memberikan
pelayanan

perlindungan
Rumah

Sakit

kepada
sesuai

masyarakat
dengan

pengguna

ketentuan

jasa

peraturan

perundangundangan.
6) Menggerakkan peran serta masyarakat dalam pendirian Rumah Sakit
sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat.
7) Menyediakan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
17

8) Menjamin pembiayaan pelayanan kegawatdaruratan di Rumah Sakit


akibat bencana dan kejadian luar biasa.
9) Menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan.
10) Mengatur pendistribusian dan penyebaran alat kesehatan berteknologi
tinggi dan bernilai tinggi.
Sehingga pemerintah harus

terus

melakukan

pembinaan

dan

pengawasan terhadap keberjalanan pelayanan kesehatan.


d. Alokasi dana yang memadai bagi rumah sakit, baik itu rumah sakit
pemerintah yang berkepemilikkan pemerintah pusat ataupun daerah yang
bersumber dana APBN ataupun APBD.

18

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit harus memberikan
pelayanan kesehatan yang optimal, bermutu, efektif dan efisien.
2. Upaya perbaikan ataupun untuk mencapai pelayanan kesehatan yang
optimal, bermutu, efefktif dan efisien bukan hanya tanggung jawab salah
satu pihak, namun merupakan sinergisitas dari SDM kesehatan termasuk
dokter, pasien dan juga pemerintah.
3. Hak dan kewajiban pasien maupun rumah sakit sudah diatur dalam UU
secara jelas, sehingg perlu dilaksanakn dengan sebaik-baiknya agar
tercapai pelayanan kesehatan yang optimal, bermutu, efektif dan efisien.
B. Saran
1. Pemerintah harus terus mengupayakan tindakan pengawasan dan
pembinaan terhadap pelayanan kesehatan, untuk menghindari kerugian
bagi berbagai pihak, terutama masyarakat.

19

DAFTAR PUSTAKA

http://www.yaslisinstitute.org/news.php?view=136 (diakses pada 17 Juni 2014)


Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-9551, VOL. II, NO. 2, OKTOBER 2008, Hal 89106. Dari skripsi Yani1, Sri Sugiarsi2, Rohmadi2 dengan judul : Tingkat
Pengetahuan Pasien Tentang Hak Dan Kewajiban Pasien Atas Informasi
Medis Pasien Rawat Inap Kelas Iii Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah
Karanganyar.
Surat edaran DirJen Yan Medik No: YM.02.04.3.5.2504 Tentang Pedoman Hak
dan

Kewajiban

Pasien,

Dokter

dan

Rumah

Sakit,

th.1997;

UU.Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran


dan Pernyataan/SK PB. IDI
Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik No. YM.02.04.3.5.2504 Tahun
1997

tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah

Sakit
UU Kesehatan no 23 tahun 1992
UU no. 29 Tahun 2004 : UU tentang Praktik Kedokteran
UU no. 44 Tahun 2009 : UU tentang Rumah Sakit

20

Anda mungkin juga menyukai