Disusun Oleh :
Khairun Nisa
25010111130128
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. bahwa penulis telah
menyelesaikan Makalah Administrasi Rumah Sakit dengan membahas mengenai
Analisis Artikel Perumahsakitan.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah
ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan,
khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................ i
Kata Pengantar ........................................................................................... ii
Daftar Isi ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................... 1
C. Manfaat ............................................................................................. 1
BAB II ISI
A. Gambaran Kasus ............................................................................... 2
B. Dasar Teori ........................................................................................ 6
C. Pembahasan ....................................................................................... 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 20
B. Saran ................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam fenomena manajemen dunia perumah sakitan saat sekarang ini
telah menumbuhkan polemik baru dari segi filosofis, yaitu apakah rumah sakit
dimungkinkan dikelola secara bisnis dalam arti menjadi suatu instansi yang
profit
marking.
Polemik
ini
sudah
tentu
menyangkut
landasan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gambaran Berita
Buruknya Pelayanan Rumah Sakit Di INDONESIA
Pelayanan Rumah Sakit dan dokter di indonesia termasuk paling buruk
sedunia. Buruk dalam artian rendahanyaa kualitas media dan moral
Para dokter dan RS di Indonesia belum memandang pasien sbg manusia
melainkan hanya sebagai objek medis yang bisa diperlakukan sesuka hati. Kita
mulai dari pelayanan Rumah Sakit. Meski sudah ada UU No.44/2009,
mayoritas Rumah sakit belum melaksanakan UU tersebut secara utuh.
Hampir semua RS di Indonesia bersifat komersial dan bisnis oriented, cari
untung yang sebesar2nya dengan memanfaatkan kelemahan pasien. Sesuai UU
No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, pasien dan/atau keluarganya berhak atas
semua informasi terkait dengan penyakit si pasien. Pasien/keluarga pasien
berhak tahu tentang rencana tindakan medis yang akan dilakukan oleh
RS/dokter, estimasi biayanya & persetujuan pasien/keluarga. Jika
pasien/keluarga pasien tidak diberitahu tentang rencana tindakan medis,
estimasi biaya& tidak ada persetujuan, maka Rmh Sakit/dokter dapat dituntut,
Atau setidak-tidaknya, keluarga pasien/pasien tidak wajib membayar biaya
perobatan selama dirawat di Rumah sakit tersebut.
Modus operandi kecurangan Rumah Sakit utamnya dilakukan melalui
pembebanan biaya rumah sakit yang sangat berlebihan alias tidak wajar.
Pembebanan biaya RS yang tidak wajar itu lebih menjadi-menjadi jika terkait
dengan perawatan pasien di ruang ICU/gawat darurat. RS sering merampok.
Dalam perawatan ICU, RS cenderung memanfaatkan posisi pasien/keluarga
pasien yang sangat lemah dan terjepit sehingga RS bebas berbuat sesuka hati.
Rata2 ruang ICU di jakarta kenakan tarif 1 juta/hari. Diluar biaya dokter, obat
dan alat kesehatan. Sehingga bisa saja per hari kena 5-10 jt. Keluarga pasien
yang diruang ICU biasanya diminta tanda tangan persetujuan agar RS/dokter
boleh lakukan tindakan medis apapun tnp pertggjwban. Artinya RS/dokter
dibebaskan dari tanggung jawab jika terjadi sesuatu hal yang buruk terhadap
pasien. Perjanjian ini tentu saja melanggar UU dan krimina.
Kita fokus pada pelayanan RS/dokter terlebih dahulu. Pasien RS di Indonesia
tidak mendapatkan pelayanan standar sebagaimana mestinya. Berbeda dengan
di ICU/UGD di luar negeri, ICU/UGD di Indonesia umumnya dijaga oleh
dokter-dokter muda non spesialis yang miskin pengalaman.
Di luar negeri, Ruang ICU/ICCU selalu ditugaskan dokter-dokter spesialis
terbaik yang memang sangat dibutuhkan pasien ICU. Di Indonesia, dokterdokter spesialis/senior merasa jatuh harga dirinya jika ditugaskan di Ruang
ICU. Mereka hanya sesekali datang jenguk pasien. Dokter-dokter di indonesia
baik di ICU ataupun ruang rawat inap hampir semuanya hanya bersedia datang
sebentar 5-10 menit untuk periksa pasien. Bahkan terhadap pasien yang
butuhkan beberapa dokter spesialis pun, RS hampir tidak pernah beri
pelayanan standar dengan kumpulkan dokter-dokter secara bersamaan.
Dokter-dokter itu jadwalnya tidak sama dan tidak pernah concern/serius bahas
penyakit dan rencana tindakan media secaraa langsung bersama-sama. Para
dokter itu menilai waktu mereka adalah emas. Cukup 5-10 menit lihat
pasien dan selanjutnya serahkan pada dokter muda /perawat. Berbeda halnya
jika kita berobat di RS luar negeri. Begitu indikasi penyakit diinformasikan,
tim dokter tersedia untuk bahas rencana tindakan. dokter-dokter di indonesia
yang meskipun sudah dibatasi maks praktek di 3 RS, tetap saja sangat sulit
dijumpai keluarga pasien untuk peroleh informasi.
Para dokter di Indonesia merasa sangat rugi jika mereka luangkan waktu
untuk berkomunikasi dan bahas kondisi pasien secaraa lengkap dan detail.
Dokter-dokter Indonesia juga sangat jarang infokan tentang rencana tindakan
medisnya, alasan-alasannya, impilikasinya apalagi biayanya kepada keluarga
pasien. Nah, jika 1 dokter hanya boleh bekerja di 3 RS, harusnya waktu dokter
yang tersedia untuk pasien cukup banyak. Tapi faktanya, dokter-dokter kayak
hantu. Tidak aneh jika banyak keluarga pasien utamanya yang dirawat di
ruang ICU, tak pernah bertemu dokter yang merawat meski sudah 1 minggu di
ruang ICU.
Dokter-dokter di Indonesia umumnya pelit bicara. Malas berbagi informasi.
Seolah-olah semua info itu hanya untuk mereka saja. Keluarga pasien
diabaikan. Dokter-dokter di indonesia juga tidak senang jika ada keluargaa
pasien yang kritis dan peduli dengan hak-haknya melalui banyak bertanya
kepada dokter.
Pengalaman saya pribadi dan teman-teman saya cukup banyak terkait dengan
pelayanan dokter-dokter indonesia yang sangat tidak profesional dan tidak
beradab. Bahkan banyak sebenarnya tindakan medis dokter yang keliru yang
sebabkan pasien bukannya sembuh setelah di rumah sakit tapi malah makin
sakit. Sebagian besar pasien yang semakin sakit ketika dibawa ke RS adalah
karena penanganan medis yang salah atau disengaja salah oleh dokter. Dokterdokter sering salah kasih obat kepada pasien yang berakibat pasien semakin
sakit dan bahkan sering fatal alias menemui kematian di rumah sakit.
Seorang senior saya misalnya. Dia membawa istrinya yang menderita sesak
bernafas ke RS Gleanegles. Disuruh rawat inap di RS tersebut. Keesokannya,
istri senior saya bukannya makin sembuh tapi malah makin sakit dan dioper ke
UGD/ICU. Setelah di ICU keadaan makin parah. Senior itu mulai curiga ada
yang tak beres terkait pelayanan medis di ICU RS Gleaneagles itu.
Pertanyaan-pertanyaannya dijawab sekedarnya oleh dokter-dokter. Akhirnya
dia putuskan untuk pindahkan istrinya ke RS Elisabeth Spore. Itu pun setelah
berdebat sengit dulu dengan pihak RS Gleneagles. Sesampai di RS Elizabeth
Spore, pasien disambut 5 dokter spesialis senior. Mereka diskusikan intensif
mengenai kondisi pasien tersebut. Ternyata ditemukan bahwa kondisi pasien
6.2. Masih diatas normal yang dibawah 5. Pasien diharuskan cuci darah.
Untuk cuxi darah (HD) itu keluarga pasien diminta tambah deposit 50 juta. RS
bilang harus cuci darah jika tidak mau pasien meninggal. Keluarganya panik.
Semula sudah setujui. Tapi saya sarankan untuk second opinion ke dokter lain.
Mereka punya saudara dokter yang sarankan pindah RS. Pihak RS tidak
izinkan pasien pindah apalagi bantu cari RS lain. Keluarga pasien disuruh cari
sendiri. Bahkan petugas RS ancam dan takut-takuti. Akhirnya keluarga pasien
dapat rumah sakit lain dan ngotot minta dipindahkan. Akhirnya pasien
disetujui RS pindah dan diangkut ambulans RS itu. Biaya ambulans untuk
pindahkan pasien dikenakan 3 juta untuk jarak tempuh yang ga sampai 10 KM
itu. Hampir saja keluarga pasien itu ngamuk2. Setelah pindah ke RS lain,
diperiksa dengan dokter disana, diputuskan tidak perlu HD (cuci darah).
Diberi obat saja. Besoknya Kalium turun jd 4.7.
Ada contoh lain tentang pelayanan medis RS atau dokter Indonesia yang
amburadul dan comercial oriented? Banyak!. Istri teman saya yang baru saja
keguguran, tiba-tiba mengeluh kesakitan hebat di pangkal pahanya. Dia
dilarikan ke RS Islam Kebayoran. Sampai disana, Prof. Dr yang memeriksa
bilang ini gejala usus buntu dan harus dioperasi. Minta deposit 10 juta.
Operasi dilaksanakan secepatnya. Teman saya semula setuju untuk operasi
tersebut. Kebetulan saat itu dia telepon saya. Saya anjurkan untuk second
opinion. Dia setuju. Telepon dokter lain. Oleh dokter lain, pasien diminta
untuk dibawa ke RS Fatmawati. Sampai disana diperiksa intensif. Kesimpulan
: tidak ada gejala usus buntu!!. Sakit pada pangkal paha dan perut tersebut
hanya disebabkan karena pasien terlalu banyak jalan ketika baru habis
keguguran. Dikasih obat. Sembuh.
Mau contoh yang lebih gila lagi? Teman saya tinggi badannya tidak normal.
Dia khawatir dan bawa ke dokter terkenal di kawasan Rawamangun Jaktim.
Oleh sang dokter terkenal itu disarankan untuk disuntik 50 kali hormon
pertumbuhan secara teratur. Dia awalnya setuju. Tapi kasihan dengan anaknya.
Dia sulit bayangkan anaknya akan disuntik 50 kali dalam waktu lama. Dia
batalkan. Kemudian dia bertemu dengan Dr. Pulungan. Dokter Pulungan ini
adalah Presiden asosiasi dokter ortopedi se-Asia Pasific. Teman saya cerita
tentang advis dokter yang sebelumnya. Dokter Pulungan itu kaget bukan
kepalang. Ternyata dokter yang sangat terkenal yang teman saya pernah
datangi itu bukan dokter ortopedi. Penipu. Dokter yang sangat terkenal dan
banjir pasien itu adalah dokter andrologi atau kesuburan jika saya tidak salah.
Advisnya pun keliru besar. Nah, itulah sekilas tentang pelayanan dokter-dokter
dan RS di indonesia yang tidak beradab dan jadi mafia kesehatan di Indonesia.
Korbannya bisa siapa saja.
Bahkan mantan dirut Asuransi PT. Bumiputera pernah anaknya jadi korban
mafia kesehatan. Anaknya dirawat di RS dan diberi tindakan berlebihan.
Darah anaknya setiap jam disedot dengan alasan untuk pmeriksaan
laboratorium yang sebagian besar sama sekali tidak ada kaitan dengan
penyakit si anak. RS dengan sejuta alasan manfaatkan pasien untuk pakai
semua alkes yang ada di RS agar pasien nanti bayar biayanya. Untuk percepat
tutupi investasi. Selain merampok uang pasien dengan tindakan medis yang
sangat berlebihan, juga dengan cekokan obat-obataan yang juga berlebihan.
Harganya juga selangit. Hasil dari pelayanan RS/dokter-dokter yang biadab ini
: pasien bukan semakin sembuh tapi semakin parah sakitnya bahkan mati.
RS/dokter tak peduli. Bagi RS/dokter-dokter seperti ini pasien adalah objek.
Bukan manusia, bukan orang. Diperlakukan lebih rendah daripada pasien
binatang. Mafia kesehatan di Indonesia sudah berkuasa puluhan tahun.
Kita baru 3 tahun punya UU Rumah Sakit. Belum punya UU profesi medis
lainnya. Selama pasien dan keluarga pasien tidak kritis dan cerdas, pasien dan
keluargaanya akan terus diperdaya dengan pelayanan jelek dan biaya mahal.
Harga obat-obatan yang mahal yang kandungan biaya pemasaran dan lainlainnya mencapai 80% dari harga obat yang sesungguhanyaa harus diakhiri.
Dibasmi. Praktek-praktek mafia kesehatan utamanya dalam pemberian
tindakan medis yang tidak proper, berlebihan dan ngawur harus dipidana.
Dihukum penjara. Bayangkan saja, peringkat kualitas pelayanan medis
Indonesia itu terburuk se Asia. Bahkan lebih buruk dibandingkan Bangladesh
sekalipun !.
Penutup, saya hanya sarankan, jika teman tuips ketemu dengan praktek mafia
kesehatan ini : LAWAN !! Jugan inferior berhadapan dengan dokter-dokter
dan RS2 !. Jika anda tidak sanggup atau tidak berani berhadapan dengan mafia
kesehatan di RS, minta bantuan pengacara atau aktivis YLKI kesehatan. Sudah
saatnya rakyat berperan aktif berantas mafia kesehatan. Apalagi pemerintah
kita (depkes) sekarang ini tidak berpihak pada rakyat. Jadi antek mafia.
Sumber : http://www.yaslisinstitute.org/news.php?view=136
B. Dasar Teori
1. Definisi Rumah Sakit
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang
mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan
penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan penderita yang dilakukan
secara multidisiplin oleh berbagai kelompok profesional terdidik dan
terlatih, yang menggunakan prasarana dan sarana fisik. Rumah sakit yang
memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik, dan
subspesialistik disebut rumah sakit umum.
2. Fungsi Rumah Sakit
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit memiliki 4 fungsi, yaitu:
a. Pelayanan Penderita
b.
c.
d.
e.
Edaran
Direktur
Jenderal
Pelayanan
Medik
No.
10
dan
penghargaan
perundang-undangan.
c. Melakukan kerjasama
sesuai
dengan
dengan
pihak
lain
ketentuanperaturan
dalam
rangka
mengembangkan pelayanan.
d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
e. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;
f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan.
g. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
h. Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit
yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.
6. Kewajiban Rumah Sakit
Kewajiban rumah sakit sebagaimana tercantum dalam UU No. 40
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 29, yaitu:
a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit
kepada masyarakat.
b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi,
dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit.
c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya.
d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,
sesuai dengan kemampuan pelayanannya.
e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau
miskin.
11
12
13
yang dilakukan akan sesuai dengan apa yang dibutuhkan pasien atau
sesuai dengan clinical pathway, yang dapat menekan biaya pengobatan seefisien mungkin namun efektif dapat menyembuhkan penyakit.
3. Sistem rujukan yang tidak berfungsi baik, sehingga seolah-oleh rumah
sakit menghalangi proses pemindahan perawatan pasien.
Sistem rujukan rumah sakit sebenarnya sudah diatur dalam UU No. 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Ditambah lagi dengan sistem BPJS saat
ini, maka semakin memperjelas sistem rujukan pelayanan kesehatan di
Indonesia. Namun dalam permasalahan ini, sistem rujukan dari salah satu
rumah sakit tidak memperbolehkan pasiennya untuk melanjutkan
perawatan di rumah sakit lain. Tentulah fenomena ini tidak sesuai dengan
UU No. 44 Tahun 2009 pasal 32 tentang hak pasien yang mana pasien
berhak menentukan pilihan terhadap tindakan yang bisa dilakukan
kepadanya, sehingga untuk meminta perawatan diluar rumah sakit juga
seharusnya diperbolehkan oleh pihak rumah sakit.
4. Dokter melalui rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan yang tidak
sesuai dengan penyakit yang diderita.
Permasalahan ini sesuai dengan permasalahan poin 2. Permasalahan ini
erat kaitannya dengan dimensi mutu kemampuan teknis dokter.
Kemampuan teknis dokter yang baik akan memberikan pelayanan
kesehatan yang efektif, efisien dan bermutu. Kemampuan teknis dokter
yang baik akan menunjukkan akurasi diagnosis yang baik, sehingga
tindakan yang dilakukan sesuai dengan penyakitnya, atau sudah sesuai
dengan clinical pathway yang tertuang dalam ICD IX dan ICD X.
Dalam berita disebutkan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan
berlebihan karena rumah sakit yang ingin meraup untung yang banyak.
Boleh jadi bukan itu penyebabnya, boleh diasumsikan karena kemampuan
teknis dokter yang kurang memadai juga consumer ignorance yang
menyebabkan pelayanan kesehatan diberikan berlebihan. Dokter yang
masih kurang pengalaman, selain itu pasien yang tidak mengetahui
penyakitnya seperti apa dan tindakan apa yang seharusnya dilakukan.
Idelanya informasi diberikan kepada kedua belah pihak, karena dalam UU
No. 44 Tahun 2009 juga disebutkan bahwa pasien berkewajiban
memberikan
informasi
yang
sebenar-benarnya
mengenai
kondisi
14
15
komunikasi
yang
baik,
yang
memiliki
kemampuan
untuk
memberikan
tindakan
medis
yang
tidak
sesuai
dengan
16
kesehatannya,
bukan
hanya
dari
dokter
yang
harus
dapat
perlindungan
Rumah
Sakit
kepada
sesuai
masyarakat
dengan
pengguna
ketentuan
jasa
peraturan
perundangundangan.
6) Menggerakkan peran serta masyarakat dalam pendirian Rumah Sakit
sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat.
7) Menyediakan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
17
terus
melakukan
pembinaan
dan
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit harus memberikan
pelayanan kesehatan yang optimal, bermutu, efektif dan efisien.
2. Upaya perbaikan ataupun untuk mencapai pelayanan kesehatan yang
optimal, bermutu, efefktif dan efisien bukan hanya tanggung jawab salah
satu pihak, namun merupakan sinergisitas dari SDM kesehatan termasuk
dokter, pasien dan juga pemerintah.
3. Hak dan kewajiban pasien maupun rumah sakit sudah diatur dalam UU
secara jelas, sehingg perlu dilaksanakn dengan sebaik-baiknya agar
tercapai pelayanan kesehatan yang optimal, bermutu, efektif dan efisien.
B. Saran
1. Pemerintah harus terus mengupayakan tindakan pengawasan dan
pembinaan terhadap pelayanan kesehatan, untuk menghindari kerugian
bagi berbagai pihak, terutama masyarakat.
19
DAFTAR PUSTAKA
Kewajiban
Pasien,
Dokter
dan
Rumah
Sakit,
th.1997;
Sakit
UU Kesehatan no 23 tahun 1992
UU no. 29 Tahun 2004 : UU tentang Praktik Kedokteran
UU no. 44 Tahun 2009 : UU tentang Rumah Sakit
20