seperti
kondisi
ekonomi
yang
membuatnya
merasa
rendah
antar
anggota
keluarga
bisa
memicu
perilaku
negatif
pada
remaja. Pendidikan yang salah di keluarga, seperti terlalu memanjakan anak dan tidak
memberikan pendidikan agama, hal inilah yang menyebabkan terpicunya kenakalan
anak anda. Selain itu faktor pergaulan teman sebaya, lingkungan tempat tinggal,
sekolah juga dapat menjadi penyebab kenakalan remaja.
Sumber : http://belajarpsikologi.com/kenakalan-remaja-salah-siapa/
KOMENTAR
Kenakalan remaja merupakan bentuk lain dari perilaku menyimpang yang terjadi
di kalangan remaja. Kurangnya pengawasan dari orang tua dan pengaruh dari
lingkungan bisa menjadi pemicu dari kenakalan remaja. Menurut saya sejak kecil
remaja harus diberikan pendidikan agama agar kenakalan remaja dapat dihindari.
Menurut Andi Mappiare (1982) perilaku menyimpang itu juga disebut sebagai
Tingkah Laku Bermasalah. Arti tingkah laku bermasalah yang masih dianggap wajar
dan dialami oleh remaja, yaitu tingkah laku yang masih dalam batas cirri cirri
pertumbuhan dan perkembangan sebagai akubat adanya perubahan secara fisik dan
psikis.
Aichhorn (1957) berpendaat bahwa keadaan sukar-didik berhubungan dengan
bentuk Verwahlosung yang lebih mendalam dalam arti menolak apa yang dianggap
benar oleh keliling, menolak norma-norma social dan masyarakat.
Havighurts
(dalam
Gunarsa,
1986) tugas-tugas
perkembangan
pada anak bersumber pada tiga hal, yaitu : kematangan fisik, rangsangan atau tuntutan
dari masyarakat dan norma pribadi mengenai aspirasi-aspirasinya. Tugas-tugas
perkembangan tersebut adalah sebagai berikut: tugas-tugas perkembangan anak usia
0-6 tahun, meliputi belajar memfungsikan visual motoriknya secara sederhana, belajar
memakan makanan padat, belajar bahasa, kontrol badan, mengenali realita sosial atau
fisiknya, belajar melibatkan diri secara emosional dengan orang tua, saudara dan
lainnya, belajar membedakan benar atau salah serta membentuk nurani. Tugas-tugas
perkembangan anak usia 6-12 tahun adalah menggunakan kemampuan fisiknya,
belajar sosial, mengembangakan kemampuan-kemampuan dasar dalam membaca,
menulis, dan menghitung, memperoleh kebebasan pribadi, bergaul, mengembangkan
konsep-konsep yang dipadukan untuk hidup sehari-hari, mempersiapkan dirinya
sebagai jenis kelamin tertentu, mengembangkan kata nurani dan moral, menentukan
skala nilai dan mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial atau lembaga
(Havighurts dalam Gunarsa, 1986).
menimbulkan
ketidak
bahagiaan
dan
kesulitan
atau
hambatan
Sumber : http://www.duniapsikologi.com/tugas-tugas-perkembangan-anak/
dalam
KOMENTAR
Menurut saya, dalam menjalani tugas perkembangannya si anak harus terus
diawasi
oleh
orang
tuanya
agar
tidak
terjadi
perkembangannya dapat berjalan dengan baik, si anak juga harus dibiarkan bergaul
dengan teman sebayanya agar proses sosialisasi si anak menjadi baik.
Havighurst (dalam Hurlock, 1991) menyatakan perkembangan sebagai tugas
yang harus dipelajari, dijalankan dan dikuasai setiap individu dalam perjalanan
hidupnya.
Menurut Mudjiran (2007:13) mengatakan bahwa tugas perkembangan adalah
tugas yang muncul pada periode tertentu dalam kehidupan individu.
Merasa setara dengan orang lain. Pemahaman bahwa manusia dilahirkan tidak
dengan membawa pengetahuan dan kekayaan. Pengetahuan dan kekayaan
didapatkan dari proses belajar dan bekerja sepanjang hidup. Pemahaman tersebut
menyebabkan individu tidak merasa lebih atau kurang terhadap orang lain.
orang
yang
memiliki konsep
diri
yang
negatif menunjukkan
Peka terhadap kritik. Kurangnya kemampuan untuk menerima kritik dari orang
lain sebagai proses refleksi diri.
Cenderung merasa tidak disukai orang lain. Perasaan subyektif bahwa setiap
orang lain disekitarnya memandang dirinya dengan negatif.
http://www.duniapsikologi.com/konsep-diri-positif-dan-konsep-diri-negatif/
KOMENTAR
Setiap manusia itu berbeda-beda dan mereka memiliki sisi konsep diri positif dan
sisi konsep diri yang negatif. Tapi yang harus diperhatikan adalah bagaimana manusia
tersebut menyadari hal positif dan hal negative dari konsep diri tersebut dan bagaimana
cara menyikapinya.
Menurut Lauel dan Klattel (1991). Untuk membina konsep diri yang sehat,
remaja perlu menilai diri sendiri (self esteem).
Remaja cenderung menghayati diri mereka sebagaimanaorang lain memandang
mereka (Jerome, b. Dunsek, 1977)
Artikel tentang Perkembangan Emosi
CORET-CORET SERAGAM, LUAPAN EMOSI YANG SALAH
Usai mengikuti Ujian Nasional (UN), banyak siswa yang justru meluapkan
kegembiraan mereka dengan mencoret-coret seragam sekolah. Aksi ini sungguh
disesalkan berbagai pihak karena meluapan emosi dengan cara yang salah.
Aksi coret-coret itu didasari keinginan mereka mencoba dan merasakan
bagaimana meluapkan kegembiraan usai melaksanakan UN. Sayangnya cara yang
mereka ketahui itu adalah dengan mencoret-coret seragam mereka, ucap Prof Dr
Abdul Munir MPd, Dekan Psikologi Universitas Medan Area (UMA), Minggu (22/4).
Usia remaja merupakan masa transisi, banyak perilaku mereka didasari oleh
rasa ingin tahu dan mencoba hal-hal baru. Aksi coret-coret seragam sekolah bisa
menjadi model bagi siswa lainnya, sehingga menjadi sebuah tren di kalangan mereka.
Menurutnya, peran media juga ikut menyebabkan aksi coret-coret di kalangan
remaja ini terjadi. Ia berharap media memberitakan kegiatan siswa yang lebih positif,
misalnya dengan pengumpulan seragam untuk disumbangkan, doa bersama atau
kegiatan positif lain.
Jadi, dengan media memberitakan kegiatan-kegiatan positif itu akan menjadi
sajian informasi baru bagi si pelajar, kalau memang usai melaksanakan UN tidak hanya
dapat diluapkan melalui coret-coret tetapi ada kegiatan positif yang bisa dilakukan oleh
para siswa, paparnya.
Bukan hanya peran media, pihak sekolah juga perlu untuk berpartisipasi dalam
mencegah aksi coret-coret. Sosialisasi seharusnya dilakukan sebelum masa UN
berakhir, pihak sekolah bisa membuat anjuran atau usulan kegiatan positif saat UN
berakhir.
KOMENTAR
Pada dasarnya remaja labil memiliki sifat ingin tahu dan mencoba hal-hal yang
baru. Peran media juga menyebabkan terjadinya hal tersebut. Jadi, sebaiknya dekolah
dan orang tua jauh-jauh hari harus mensosialisasikan kegiatan positif pengganti hal ini
misalnya menyumbangkan baju sekolah.
Crider dan kawan-kawan (1983) emosi negatif merupakan reaksi ketidakpuasan
dan emosi positif reaksi kepuasan.
Luella Cole (1963) mengemukakan bahwa ada tiga jenis emosi yang menonjol
pada periode remaja yaitu emosi marah, emosi takut dan emosi cinta.
orang
dewasa
lainnya
maupun
teman
bermainnya,
anak mulai
menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness wujud dari tingkah laku
ini, seperti meminta, menyuruh dan mengancam atau memaksa orang lain untuk
memenuhi kebutuhan dirinya. h) Mementingkan diri sendiri (selfishness) yaitu sikap
egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. i) Simpati (Sympaty), yaitu
sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang
lain, mau mendekati atau bekerja sama dengannya. Seiring dengan bertambahnya
usia, anak mulai dapat mengurangi sikap selfish-nya dan dia mulai mengembangkan
sikap sosialnya, dalam hal ini rasa simpati terhadap orang lain.
Sedangkan menurut Hurlock (1980 : 81) perilaku sosial anak-anak pra sekolah
dapat dikategorikan menjadi dua pola yaitu pola perilaku sosial dan tidak sosial:
a) Pola Sosial. 1) Meniru. Agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan
perilaku orang yang sangat ia kagumi, 2) Persaingan. Keinginan untuk mengungguli
dan mengalahkan orang-orang lain. 3) Kerjasama. Pada akhir tahun ketiga bermain
kooperatif dan kegiatan kelompok mulai berkembang dan meningkat dengan baik
dalam frekwensi maupun lamanya berlangsung, bersamaan dengan meningkatnya
kesempatan
untuk
bermain
dengan
anak
lain,
4)
Simpati.
Karena
simpati
http://www.duniapsikologi.com/perkembangan-sosial-anak-anak/
KOMENTAR
Perkembangan sosial anak-anak dan remaja harus diawasi oleh orang tua,
masyarakat, dan guru agar tidak terjadi penyimpangan. Oreng tua harus terlebih dahulu
menempatkan anaknya pada lingkungan sosial yang positif agar perkembangan
sosialnya menjadi positif pula.
Menurut Spradly (1966) menjelaskan bahwa sosialisasi diperlukan untuk
melakukan suatu peran, sosialisasi masyarakat yang berlangsung seumur hidup.
Anak yang terlalu dibatasimempunyai dorongan ingin tahu yang rendah, kurang
kreatif dan kurang fleksibel dalam menghadapi masalah intelektual, akademis maupun
sosial (Becker, 1964; Sears, Ran & Alpert, 1965)
KOMENTAR
Orang tua harus berpandai-pandai untuk membuat anaknya menjadi kreatif,
sekedar cerdas saja tidak cukup karena menurut artikel diatas 80% kesuksesan anak
karena kreatifnya. Orang tua harus menyediakan sarana untuk membangun kreatifitas
anaknya, dan harus mengawasi dengan sebaik-baiknya.
Menurut Clark (1979) dan Rogers yang dikutip munandar (2004), untuk
mengembangkan kreativitas (dalam mengajar) perlu menciptakan rasa aman dan
kebebasan psikologis.
menjual
obatnya
lebih
murah
atau
memperbolehkannya
membayar
setengahnya kemudian. Tetapi sang apoteker berkata, Tidak, aku menemukan obat,
dan aku harus mendapatkan uang dari obat itu. Heinz menjadi nekat dan membongkar
toko obat itu untuk mencuri obat bagi istrinya.
Cerita ini adalah salah satu dari sebelas cerita yang dikembangkan oleh
Kohlberg untuk menginvestigasi hakekat pemikiran moral. Setelah membaca cerita,
anak-anak menjadi responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema
moral. Haruskah Heinz mencuri obat? Apakah mencuri obat tersebut benar atau salah?
Mengapa? Apakah tugas suami untuk mencuri obat bagi istrinya kalau ia tidak
mendapatkannya dengan cara lain? Apakah apoteker memiliki hak untuk mengenakan
harga semahal itu walaupun tidak ada suatu aturan hukum yang membatasi harga?
Mengapa atau mengapa tidak?
Berdasarkan penalaran di atas kohlberg kemudian merumuskan tiga tingkat
perkembangan moral, yang masing-masing tahap ditandai oleh dua tahap. Konsep
kunci dari teori Kohlberg, ialah internalisasi, yakni perubahan perkembangan dari
perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara
internal.
Tingkat Satu: Penalaran Prakonvensional
Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori
perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan
internalisasi nilai-nilai moral, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan
hukuman ekternal.
Tahap 1 : Orientasi hukuman dan ketaatan ialah tahap pertama dalam teori
perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini perkembangan moral didasarkan atas
hukuman. Anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat.
Tahap 2: Individualisme dan tujuan adalah tahap kedua dari teori ini. Pada tahap ini
penalaran moral didasarkan pada imbalan dan kepentingan diri sendiri. Anak-anak taat
bila mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat.
Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan
hadiah.
Tingkat Dua: Penalaran Konvensional
Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori
perkembangan moral Kohlberg. Internalisasi individu pada tahap ini adalah menengah.
Seorang mentaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati
standar-standar (internal) orang lain, seperti orangtua atau masyarakat.
Tahap 3: Norma-norma interpersonal, pada tahap ini seseorang menghargai kebenaran,
kepedulian, dan kesetiaan pada orang lain sebagai landasan pertimbanganpertimbangan moral. Anak anak sering mengadopsi standar-standar moral orangtuanya
pada tahap ini, sambil mengharapkan dihargai oelh orangtuanya sebagai seorang
perempuan yang baik atau laki-laki yang baik.
Tahap 4: Moralitas sistem sosial. Pada tahap ini, pertimbangan moral didasarkan atas
pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.
Tahap Tiga: Penalaran Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional adalah tingkat tertinggi dari teori perkembangan
moral Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak
didasarkan pada standar-standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral
alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode
moral pribadi.
Tahap 5: Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual, pada tahap ini seseorang
mengalami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar
dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang menyadari hukum penting bagi
masyarakat, tetapi nilai-nilai seperti kebebasan lebih penting dari pada hukum.
Tahap 6: Prinsip-prinsip etis universal, pada tahap ini seseorang telah mengembangkan
suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang universal. Bila
menghadapi konflik secara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati,
walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi.
http://www.psikologizone.com/teori-perkembangan-moral-kohlberg/06511736
KOMENTAR
Menurut saya perkembangan moral remaja itu ada hubungannya juga dengan
sosialisasi. Jadi, orang tua harus mengawasi sosialisasi anaknya perkembangan moral
anak tidak terganggu dan tidak terjerumus ke jalan yang salah.
Menuru Santrock dan Susan (1997) mengemukakan bahwa moral adalah
kebiasaan atau aturan yang harus dipatuhi seseorang dalam berinteraksi dengan orang
lain.
Menurut teori belajar social, perkembangan social merupaan proses yang
dipelajari selama proses interaksi sosial seseorang dengan orang lain. (Furmann, 1990)
merupakan
gangguan
psikis
yang
mampu
menyebabkan
gangguan dalam bentuk fisik. Orang yang mengeluhkan kondisi fisik, namun setelah
dilakukan pemerikasaan medis tidak ditemui penyebab fisiologis. Pemicu sebenarnya
adalah stres dan depresi yang tidak disadari.
Secara umum, sebenarnya semua penyakit adalah psikosomatis. Artinya, setiap
penyakit memiliki pendekatan psikosomatis atau sering dikenal sebagai biopsikososial,
ungkap Dr Andri, SpKJ, Pengajar Psikiatri di Fakultas Kedokteran UKRIDA, Sabtu
(31/3).
Setiap penyakit memiliki sisi biologi, psikologi dan sosial. Penderita yang pernah
mengalami penyakit stroke, rentang mengalami depresi, namun depresi itu sendiri bisa
kembali menyebabkan stroke. Siklus ini akan tetap ada sepanjang seseorang tidak bisa
mengontrol kondisi psikis.
Kasus ini sering dialami dan terjadi juga pada keluarga saya. Om saya
mengalami gejala depresi setelah kena stroke sehingga terkena stroke lagi dan
akhirnya meninggal saat kena stroke yang kedua. Jadi, kami melihat gangguan jiwa itu
sangat erat hubungannya dengan gangguan fisik, kata dr Andri.
Sampai saat ini masih belum ada dokter atau pasien yang menyadari akan
adanya pengaruh kondisi kejiwaan dengan munculnya penyakit medis.
Dr Andri bercerita pernah menangani pasien yang sudah 5 tahun mengalami
gejala psikosomatis, namun keluhan itu berpindah-pindah, dari jantung, paru-paru dan
seterusnya. Pengobatan medis dilakukan hingga ke luar negeri, namun tidak ditemui
penyebab fisiologis. Ternyata, penyebab keluhan fisik tersebut diketahui dari kondisi
kejiwaan yang terganggu.
Dasar gangguan psikosomatis itu kan depresi dan cemas. Akhirnya pasien tahu
kalau sistem otak kacau, maka pikiran, perasaan dan perilaku juga ikut ngaco. Sistem
otak kacau karena disebabkan stres, stres itu disebabkan lingkungan dan genetik.
Gangguan ini berputar-putar dan kita harus memotong siklus itu, papar dr Andri.
(dtk/mba)
http://www.psikologizone.com/psikosomatis-gangguan-psikis-pengaruhi-kesehatanfisik/065116000
KOMENTAR
Orang tua berperan penting dalam perkembangan psikis anak, jadi orang tua
harus bias menjaga perkembangan psikis si anak agar tidak mengganggu
perkembangan fisik si anak tersebut.
Menurut Hurlock (1992) ada bukti yang menunjukkan bahwa perubahan dalam
sikap dan peilaku yang terjadi padda saat ini lebih merupakan akibat dai perubahan
social daripada akibat perubahan kelenjar yang perpegaruh pada keseimbangan tubuh.
Menurut Hurlock (1992) masa puber remaja laki-laki merupakan kejadian yang
berlangsung secara bertahap. Anak laki-laki memiliki kesempatan lebih banyak untuk
menyesuaikan dirinya.
TUGAS AKHIR
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
OLEH :
NAMA
: BILLY AL HAMRA
NIM / BP
: 1101993
PRODI