Anda di halaman 1dari 22

Artikel tentang Tingkah Laku Menyimpang

KENAKALAN REMAJA, SALAH SIAPA?


Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam
menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada
masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu
singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat.
Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang
tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para
pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar
dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi
lingkungannya,

seperti

kondisi

ekonomi

yang

membuatnya

merasa

rendah

diri.Kenakalan remaja dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam


perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan
perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang
berlaku.
Secara singkat, penyebab terjadinya kenakalan remaja disebabkan oleh faktor
dari dalam diri sendiri maupun faktor yang berasal dari luar. Faktor dari diri sendiri
disebabkan karena adanya kontrol diri yang lemah. Remaja yang tidak bisa
mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak
dapat diterima akan terseret pada perilaku nakal. Begitupun bagi mereka yang telah
mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan
kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
Kemudian faktor yang berasal dari luar adalah keharmonisan keluarga
seperti perceraian orang tua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau
perselisihan

antar

anggota

keluarga

bisa

memicu

perilaku

negatif

pada

remaja. Pendidikan yang salah di keluarga, seperti terlalu memanjakan anak dan tidak
memberikan pendidikan agama, hal inilah yang menyebabkan terpicunya kenakalan

anak anda. Selain itu faktor pergaulan teman sebaya, lingkungan tempat tinggal,
sekolah juga dapat menjadi penyebab kenakalan remaja.

Sumber : http://belajarpsikologi.com/kenakalan-remaja-salah-siapa/

KOMENTAR
Kenakalan remaja merupakan bentuk lain dari perilaku menyimpang yang terjadi
di kalangan remaja. Kurangnya pengawasan dari orang tua dan pengaruh dari
lingkungan bisa menjadi pemicu dari kenakalan remaja. Menurut saya sejak kecil
remaja harus diberikan pendidikan agama agar kenakalan remaja dapat dihindari.
Menurut Andi Mappiare (1982) perilaku menyimpang itu juga disebut sebagai
Tingkah Laku Bermasalah. Arti tingkah laku bermasalah yang masih dianggap wajar
dan dialami oleh remaja, yaitu tingkah laku yang masih dalam batas cirri cirri
pertumbuhan dan perkembangan sebagai akubat adanya perubahan secara fisik dan
psikis.
Aichhorn (1957) berpendaat bahwa keadaan sukar-didik berhubungan dengan
bentuk Verwahlosung yang lebih mendalam dalam arti menolak apa yang dianggap
benar oleh keliling, menolak norma-norma social dan masyarakat.

Artikel tentang Tugas Tugas Perkembangan


Tugas-Tugas Perkembangan Anak.
Salah satu dasar untuk menentukan apakah seorang anak telah mengalami
perkembangan dengan baik adalah memulai apa yang disebut dengan tugas-tugas
perkembangan atau Development Task. Tugas perkembangan masa anak menurut
Munandar (1985) adalah belajar berjalan, belajar mengambil makanan yang padat,
belajar berbicara, toilet training, belajar membedakan jenis kelamin dan dapat kerja
kooperatif, belajar mencapai stabilitas fisiologis, pembentukan konsep-konsep yang
sederhana mengenai kenyataan sosial dan fisik, belajar untuk mengembangkan diri
sendiri secara emosional dengan orang tua, sanak saudara dan orang lain serta belajar
membedakan baik dan buruk.
Menurut

Havighurts

(dalam

Gunarsa,

1986) tugas-tugas

perkembangan

pada anak bersumber pada tiga hal, yaitu : kematangan fisik, rangsangan atau tuntutan
dari masyarakat dan norma pribadi mengenai aspirasi-aspirasinya. Tugas-tugas
perkembangan tersebut adalah sebagai berikut: tugas-tugas perkembangan anak usia
0-6 tahun, meliputi belajar memfungsikan visual motoriknya secara sederhana, belajar
memakan makanan padat, belajar bahasa, kontrol badan, mengenali realita sosial atau
fisiknya, belajar melibatkan diri secara emosional dengan orang tua, saudara dan
lainnya, belajar membedakan benar atau salah serta membentuk nurani. Tugas-tugas
perkembangan anak usia 6-12 tahun adalah menggunakan kemampuan fisiknya,
belajar sosial, mengembangakan kemampuan-kemampuan dasar dalam membaca,
menulis, dan menghitung, memperoleh kebebasan pribadi, bergaul, mengembangkan
konsep-konsep yang dipadukan untuk hidup sehari-hari, mempersiapkan dirinya
sebagai jenis kelamin tertentu, mengembangkan kata nurani dan moral, menentukan
skala nilai dan mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial atau lembaga
(Havighurts dalam Gunarsa, 1986).

Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980) tugas perkembangan pada masa


anak-anak adalah sebagai berikut: a) Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan
untuk permainan-permainan yang umum. b) Membangun sikap yang sehat mengenai
diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh. c) Belajar menyesuaikan diri dengan
teman-teman seusianya d) Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang
tepat e) Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar untuk membaca, menulis dan
berhitung f) Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan
sehari-hari g) Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata dan tingkatan
nilai h) Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembagalembaga i) Mencapai kebebasan pribadi.
Perkembangan seorang anak seperti yang telah banyak terurai di atas, tidak
hanya terbatas pada perkembangan fisik saja tetapi juga pada perkembangan
psikologisnya : mental, sosial dan emosional. Tugas-tugas pada masa setiap
perkembangan adalah satu tugas yang timbul pada suatu periode tertentu dalam hidup
seseorang, dimana keterbatasan dalam menyelesaikan tugas ini menimbulkan
perasaan bahagia serta keberhasilan pada tugas berikutnya, sedangkan kegagalan
akan

menimbulkan

ketidak

bahagiaan

dan

kesulitan

atau

hambatan

menyelesaikan tugas berikutnya.

Sumber : http://www.duniapsikologi.com/tugas-tugas-perkembangan-anak/

dalam

KOMENTAR
Menurut saya, dalam menjalani tugas perkembangannya si anak harus terus
diawasi

oleh

orang

tuanya

agar

tidak

terjadi

penyimpangan. Agar tugas

perkembangannya dapat berjalan dengan baik, si anak juga harus dibiarkan bergaul
dengan teman sebayanya agar proses sosialisasi si anak menjadi baik.
Havighurst (dalam Hurlock, 1991) menyatakan perkembangan sebagai tugas
yang harus dipelajari, dijalankan dan dikuasai setiap individu dalam perjalanan
hidupnya.
Menurut Mudjiran (2007:13) mengatakan bahwa tugas perkembangan adalah
tugas yang muncul pada periode tertentu dalam kehidupan individu.

Artikel tentang Konsep Diri


KONSEP DIRI POSITIF DAN KONSEP DIRI NEGATIF
Konsep diri merupakan faktor penting didalam berinteraksi. Hal ini disebabkan
oleh setiap individu dalam bertingkah laku sedapat mungkin disesuaikan dengan
konsep diri. Kemampuan manusia bila dibandingkan dengan mahluk lain adalah lebih
mampu menyadari siapa dirinya, mengobservasi diri dalam setiap tindakan serta
mampu mengevaluasi setiap tindakan sehingga mengerti dan memahami tingkah laku
yang dapat diterima oleh lingkungan.
Dengan demikian manusia memiliki kecenderungan untuk menetapkan nilai-nilai
pada saat mempersepsi sesuatu. Setiap individu dapat saja menyadari keadaannya
atau identitas yang dimilikinya akan tetapi yang lebih penting adalah menyadari
seberapa baik atau buruk keadaan yang dimiliki serta bagaimana harus bersikap
terhadap keadaan tersebut. Tingkah laku individu sangat bergantung pada kualitas
konsep dirinya yaitu konsep diri positif atau konsep diri negatif.
Menurut Brooks dan Emmart (1976), orang yang memiliki konsep diri positif
menunjukkan karakteristik sebagai berikut:

Merasa mampu mengatasi masalah. Pemahaman diri terhadap kemampuan


subyektif untuk mengatasi persoalan-persoalan obyektif yang dihadapi.

Merasa setara dengan orang lain. Pemahaman bahwa manusia dilahirkan tidak
dengan membawa pengetahuan dan kekayaan. Pengetahuan dan kekayaan
didapatkan dari proses belajar dan bekerja sepanjang hidup. Pemahaman tersebut
menyebabkan individu tidak merasa lebih atau kurang terhadap orang lain.

Menerima pujian tanpa rasa malu. Pemahaman terhadap pujian, atau


penghargaan layak diberikan terhadap individu berdasarkan dari hasil apa yang telah
dikerjakan sebelumnya.

Merasa mampu memperbaiki diri. Kemampuan untuk melakukan proses refleksi


diri untuk memperbaiki perilaku yang dianggap kurang.
Sedangkan

orang

yang

memiliki konsep

diri

yang

negatif menunjukkan

karakteristik sebagai berikut:

Peka terhadap kritik. Kurangnya kemampuan untuk menerima kritik dari orang
lain sebagai proses refleksi diri.

Bersikap responsif terhadap pujian. Bersikap yang berlebihan terhadap tindakan


yang telah dilakukan, sehingga merasa segala tindakannya perlu mendapat
penghargaan.

Cenderung merasa tidak disukai orang lain. Perasaan subyektif bahwa setiap
orang lain disekitarnya memandang dirinya dengan negatif.

Mempunyai sikap hiperkritik. Suka melakukan kritik negatif secara berlebihan


terhadap orang lain.

Mengalami hambatan dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya. Merasa


kurang mampu dalam berinteraksi dengan orang-orang lain.

http://www.duniapsikologi.com/konsep-diri-positif-dan-konsep-diri-negatif/

KOMENTAR
Setiap manusia itu berbeda-beda dan mereka memiliki sisi konsep diri positif dan
sisi konsep diri yang negatif. Tapi yang harus diperhatikan adalah bagaimana manusia
tersebut menyadari hal positif dan hal negative dari konsep diri tersebut dan bagaimana
cara menyikapinya.

Menurut Lauel dan Klattel (1991). Untuk membina konsep diri yang sehat,
remaja perlu menilai diri sendiri (self esteem).
Remaja cenderung menghayati diri mereka sebagaimanaorang lain memandang
mereka (Jerome, b. Dunsek, 1977)
Artikel tentang Perkembangan Emosi
CORET-CORET SERAGAM, LUAPAN EMOSI YANG SALAH
Usai mengikuti Ujian Nasional (UN), banyak siswa yang justru meluapkan
kegembiraan mereka dengan mencoret-coret seragam sekolah. Aksi ini sungguh
disesalkan berbagai pihak karena meluapan emosi dengan cara yang salah.
Aksi coret-coret itu didasari keinginan mereka mencoba dan merasakan
bagaimana meluapkan kegembiraan usai melaksanakan UN. Sayangnya cara yang
mereka ketahui itu adalah dengan mencoret-coret seragam mereka, ucap Prof Dr
Abdul Munir MPd, Dekan Psikologi Universitas Medan Area (UMA), Minggu (22/4).
Usia remaja merupakan masa transisi, banyak perilaku mereka didasari oleh
rasa ingin tahu dan mencoba hal-hal baru. Aksi coret-coret seragam sekolah bisa
menjadi model bagi siswa lainnya, sehingga menjadi sebuah tren di kalangan mereka.
Menurutnya, peran media juga ikut menyebabkan aksi coret-coret di kalangan
remaja ini terjadi. Ia berharap media memberitakan kegiatan siswa yang lebih positif,
misalnya dengan pengumpulan seragam untuk disumbangkan, doa bersama atau
kegiatan positif lain.
Jadi, dengan media memberitakan kegiatan-kegiatan positif itu akan menjadi
sajian informasi baru bagi si pelajar, kalau memang usai melaksanakan UN tidak hanya
dapat diluapkan melalui coret-coret tetapi ada kegiatan positif yang bisa dilakukan oleh
para siswa, paparnya.
Bukan hanya peran media, pihak sekolah juga perlu untuk berpartisipasi dalam
mencegah aksi coret-coret. Sosialisasi seharusnya dilakukan sebelum masa UN

berakhir, pihak sekolah bisa membuat anjuran atau usulan kegiatan positif saat UN
berakhir.

Sekolah harus aktif melakukan anjuran-anjuran kepada siswanya sebelum ujian


berakhir, sehingga paling tidak dengan anjuran itu akan membuka pemikiran bagi siswa
untuk melakukan hal positif bukan aksi coret-coretan seperti yang selama ini terjadi,
ujarnya lagi.
Prof Munir tidak setuju bila harus diberikan sanksi kepada siswa yang ikut dalam
aksi coret-coret seragam. Ia menilai sanksi yang diberikan tidak dapat digunakan
sebagai jaminan untuk menyelesaikan fenomena ini. Sanksi atau hukuman hanya akan
menimbulkan perlawanan yang berujung tindakan anarkis.
Pendekatan persuasif, baik itu melalui pemberitaan oleh media, anjuran-anjuran
dari sekolah dan keluarga setidaknya mampu mengurangi aksi coret-coret seragam
sekolah, tuturnya.
http://www.psikologizone.com/coret-coret-seragam-luapan-emosi-yangsalah/065116321

KOMENTAR
Pada dasarnya remaja labil memiliki sifat ingin tahu dan mencoba hal-hal yang
baru. Peran media juga menyebabkan terjadinya hal tersebut. Jadi, sebaiknya dekolah
dan orang tua jauh-jauh hari harus mensosialisasikan kegiatan positif pengganti hal ini
misalnya menyumbangkan baju sekolah.
Crider dan kawan-kawan (1983) emosi negatif merupakan reaksi ketidakpuasan
dan emosi positif reaksi kepuasan.

Luella Cole (1963) mengemukakan bahwa ada tiga jenis emosi yang menonjol
pada periode remaja yaitu emosi marah, emosi takut dan emosi cinta.

Artikel Tentang Perkembangan Sosial


Perkembangan Sosial Anak-Anak.
Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota
keluarga,

orang

dewasa

lainnya

maupun

teman

bermainnya,

anak mulai

mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial.


Menurut Yusus (2002), bentuk-bentuk tingkah laku sosial pada usia anak itu
adalah sebagai berikut: a) pembangkangan (negativisme), yaitu suatu bentuk tingkah
laku melawan, tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau
tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah
laku melawan merupakan salah satu bentuk dari proses perkembangan tersebut. b)
Agresi (agression), yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun
kata-kata (verbal). Agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi
(rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya) yang dialaminya.
Agresi ini mewujud dalam prilaku menyerang, seperti, memukul, mencubit, menendang,
menggigit, marah-marah dan mencaci maki. c) Berselisih atau bertengkar (quarreling),
terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap dan prilaku
anak lain, seperti diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau
mainannya. d) Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif.
Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (katakata ejekan atau cemoohan). Sehingga menimbulkan reaksi marah pada orang yang
diserangnya. e) Persaingan (rivarly), yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan
selaludidorong (distimulasi) orang lain. f) Kerja sama (cooperation), yaitu sikap mau
bekerja sama dengan kelompok. Anak yang berusia dua atau tiga tahun belum
berkembang sikap bekerjasamanya, mereka masih kuat sikap self centered-nya. g)
Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior), yaitu sejenis tingkah laku untuk

menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness wujud dari tingkah laku
ini, seperti meminta, menyuruh dan mengancam atau memaksa orang lain untuk
memenuhi kebutuhan dirinya. h) Mementingkan diri sendiri (selfishness) yaitu sikap
egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. i) Simpati (Sympaty), yaitu
sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang
lain, mau mendekati atau bekerja sama dengannya. Seiring dengan bertambahnya
usia, anak mulai dapat mengurangi sikap selfish-nya dan dia mulai mengembangkan
sikap sosialnya, dalam hal ini rasa simpati terhadap orang lain.
Sedangkan menurut Hurlock (1980 : 81) perilaku sosial anak-anak pra sekolah
dapat dikategorikan menjadi dua pola yaitu pola perilaku sosial dan tidak sosial:
a) Pola Sosial. 1) Meniru. Agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan
perilaku orang yang sangat ia kagumi, 2) Persaingan. Keinginan untuk mengungguli
dan mengalahkan orang-orang lain. 3) Kerjasama. Pada akhir tahun ketiga bermain
kooperatif dan kegiatan kelompok mulai berkembang dan meningkat dengan baik
dalam frekwensi maupun lamanya berlangsung, bersamaan dengan meningkatnya
kesempatan

untuk

bermain

dengan

anak

lain,

4)

Simpati.

Karena

simpati

menumbuhkan pengertian tentang perasaan-perasaan dan emosi orang lain. 5) Empati.


Seperti halnya simpati, empati menumbuhkan pengertian tentang perasaan dan emosi
orang lain tetapi di samping itu juga membutuhkan kemampuan untuk membayangkan
diri sendiri di tempat orang lain. 6) Dukungan Sosial. Menjelang berakhirnya awal masa
kanak-kanak, dukungan sosial dari teman menjadi lebih penting daripada persetujuan
dari orang-orang dewasa, anak beranggapan bahwa perilaku nakal dan perilaku
mengganggu merupakan cara untuk memperoleh dukungan dari teman-teman sebaya,
7) Membagi. Dari pengalaman bersama orang-orang lain, anak mengetahui bahwa
salah satu cara untuk memperoleh persetujuan sosial adalah dengan membagi miliknya
terutama mainan untuk anak-anak lain, lambat laun sifat diri sendiri berubah menjadi
sifat murah hati, Perilaku Akrab. Anak yang pada waktu bayi memperoleh kepuasan dari
hubungan yang hangat, erat dan personal dengan orang lain berangsur-angsur
memberikan kasih sayang kepada orang luar rumah, seperti guru taman indria atau
benda-benda ini disebut obyek kesayangan.

b) Pola Tidak Sosial. 1) Negativisme. Negativisme atau melawan otoritas orang


dewasa, 2) Agresif. Perilaku agresif meningkat antara usia dua atau empat tahun, 3)
Perilaku Berkuasa. Perilaku Berkuasa atau merajai mulai usia sekitar tiga tahun, 4)
Memikirkan Diri Sendiri. Karena cakrawala sosial anak terutama terbatas di rumah,
anak-anak seringkali memikirkan diri sendiri, dengan meluasnya cakrawala lambat laun
perilaku memikirkan diri sendiri berkurang tetapi perilaku murah hati masih sangat
sedikit, 5) Mementingkan Diri Sendiri. Seperti halnya perilaku memikirkan diri sendiri
lambat laun diganti oleh minat dan perhatian kepada orang-orang lain, cepatnya
perubahan ini bergantung pada banyaknya kontak orang-orang di luar rumah dan
berapa besar keinginan mereka untuk diterima teman-temannya, 6) Merusak. Ledakan
amarah sering disertai tindakan-tindakan merusak benda-benda di sekitarnya, 7)
Pertentangan Seks. Sampai empat tahun anak laki-laki dan perempuan bermain
bersama-sama dengan baik, setelah itu anak laki-laki mengalami tekanan sosial yang
tidak menghendaki aktivitas bermain yang dianggap sebagai banci banyak anak lakilaki yang berperilaku agresif yang melawan anak-anak perempuan, Prasangka.
Sebagian besar anak pra sekolah lebih suka bermain dengan teman-teman yang
berasal dari ras yang sama, tetapi mereka jarang menolak bermain dengan anak-anak
dari ras lain.
Pada usia pra sekolah (terutama mulai sampai empat tahun), perkembangan
sosial anak mulai nampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan
teman sebayanya. Menurut Yusus (2002) tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap
ini adalah : a) Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga
maupun dalam lingkungan bermain. b) Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk
pada aturan. c) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain. d) Anak mulai
dapat bermain bersama anak-anak lain atau teman sebaya (peer group)..

http://www.duniapsikologi.com/perkembangan-sosial-anak-anak/

KOMENTAR
Perkembangan sosial anak-anak dan remaja harus diawasi oleh orang tua,
masyarakat, dan guru agar tidak terjadi penyimpangan. Oreng tua harus terlebih dahulu
menempatkan anaknya pada lingkungan sosial yang positif agar perkembangan
sosialnya menjadi positif pula.
Menurut Spradly (1966) menjelaskan bahwa sosialisasi diperlukan untuk
melakukan suatu peran, sosialisasi masyarakat yang berlangsung seumur hidup.
Anak yang terlalu dibatasimempunyai dorongan ingin tahu yang rendah, kurang
kreatif dan kurang fleksibel dalam menghadapi masalah intelektual, akademis maupun
sosial (Becker, 1964; Sears, Ran & Alpert, 1965)

Artikel Tentang Kreativitas


PILIH KREATIF ATAU CERDAS
Apa jawaban Anda jika diminta memilih, anak harus tumbuh kreatif atau cerdas?
Banyak orangtua masih sulit memilih mana yang lebih baik, antara kreatif atau cerdas.
Perlu diketahui bahwa kedua pilihan tersebut jelas berbeda.
Kreativitas memang bukan anugrah yang diberikan Tuhan secara instan,
melainkan butuh proses untuk mendapatkannya. Proses ini tentu butuh campur tangan
orangtua sebagai konseptor, yang berperan penting dalam menentukan hitam putihnya
masa depan anak. Anak merupakan tanggung jawab orangtua secara utuh, dan apa
yang dibutuhkan anak, orangtualah yang seharusnya lebih tahu. Sebab tak ada yang
mengenal anak sebaik orangtuamereka sendiri. Jadi kemanapun arah focus pendidikan
anak merupakan tanggung jawab orang tua.
Banyak orangtua menganggap bahwa apa yang diajarkan kepada anak telah
benar, namun halite ternyata belum cukup. Orangtua hanya akan membuat anak cerdas
bukan kreatif. Padahal, dengan kreatif maka anak akan menadi cerdas. Terdapat
beberapa alasan utama yang melatarbelakangi mengapa sejak dini sebagai orangtua
perlu berusaha untuk mengasah kreativitas anak kita.
Saat ini, terjadi beberapa perubahan yang begitu pesat. Itulah mengapa menjadi
kreatif sangat diperlukan, selain pola berpikir cepat dan fleksibel, anak pun akan lebih
adaptif dalam menyikapi tuntutan-tuntutan yang sesuai. Berpikir dan bersikap kreatif
dapat menjadi solusinya. Alasan lain adalah dengan menyeimbangkan otak kanan dan
otak kiri dalam rangka mengoptimalkan kecerdasan anak.
Orang tua memiliki peran yang cukup besar dalam merangsang anak untuk
berkreasi. Kreativitas anak menentukan 80 persen keberhasilan anak dimasa

depannya, sementara 20 persennya ditentukan oleh intelegensi anak. Cerdas saja


belum cukup membuat anak menjadi seorang yang sukses, tetapi anak yang kreatif
berpeluang lebih besar untuk menjadi orang sukses.
http://episentrum.com/anak-2/pilih-kreatif-atau-cerdas/

KOMENTAR
Orang tua harus berpandai-pandai untuk membuat anaknya menjadi kreatif,
sekedar cerdas saja tidak cukup karena menurut artikel diatas 80% kesuksesan anak
karena kreatifnya. Orang tua harus menyediakan sarana untuk membangun kreatifitas
anaknya, dan harus mengawasi dengan sebaik-baiknya.
Menurut Clark (1979) dan Rogers yang dikutip munandar (2004), untuk
mengembangkan kreativitas (dalam mengajar) perlu menciptakan rasa aman dan
kebebasan psikologis.

Artikel tentang Perkembangan Moral


TEORI PERKEMBANGAN MORAL KOHLBERG
Lawrence Kohlberg menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan
terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Kohlberg sampai
pada pandangannya setelah 20 tahun melakukan wawancara yang unik dengan anakanak.
Dalam wawancara, anak-anak diberikan serangkaian cerita dimana tokohtokohnya menghadapi dilema-dilema moral. Bagaimana anak-anak dalam penyikapi
setiap cerita yang dilakukan oleh masing-masing tokoh dalam cerita yang disampaikan
oleh kohlberg. Berikut ini adalah salah satu cerita dilema Kohlberg yang paling populer
dalam buku Life Span Development oleh John W. Santrok pada tahun 2002:
Di Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus.
Ada suatu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah
sejenis radium yang baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama.
Biaya membuat obat ini sangat mahal, tetapi sang apoteker menetapkan harganya
sepuluh kali lipat lebih mahal dari pembuatan obat tersebut. Untuk pembuatan satu
dosis kecil obat ia membayar 200 dolar dan menjualnya 2000 dolar. Suami pasien
perempuan, Heinz, pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam uang, tetapi ia
hanya bisa mengumpulkan 1000 dolar atau hanya setengah dari harga obat tersebut. Ia
memberitahu apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan memohon agar apoteker
bersedia

menjual

obatnya

lebih

murah

atau

memperbolehkannya

membayar

setengahnya kemudian. Tetapi sang apoteker berkata, Tidak, aku menemukan obat,
dan aku harus mendapatkan uang dari obat itu. Heinz menjadi nekat dan membongkar
toko obat itu untuk mencuri obat bagi istrinya.

Cerita ini adalah salah satu dari sebelas cerita yang dikembangkan oleh
Kohlberg untuk menginvestigasi hakekat pemikiran moral. Setelah membaca cerita,
anak-anak menjadi responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema
moral. Haruskah Heinz mencuri obat? Apakah mencuri obat tersebut benar atau salah?
Mengapa? Apakah tugas suami untuk mencuri obat bagi istrinya kalau ia tidak
mendapatkannya dengan cara lain? Apakah apoteker memiliki hak untuk mengenakan
harga semahal itu walaupun tidak ada suatu aturan hukum yang membatasi harga?
Mengapa atau mengapa tidak?
Berdasarkan penalaran di atas kohlberg kemudian merumuskan tiga tingkat
perkembangan moral, yang masing-masing tahap ditandai oleh dua tahap. Konsep
kunci dari teori Kohlberg, ialah internalisasi, yakni perubahan perkembangan dari
perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara
internal.
Tingkat Satu: Penalaran Prakonvensional
Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori
perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan
internalisasi nilai-nilai moral, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan
hukuman ekternal.
Tahap 1 : Orientasi hukuman dan ketaatan ialah tahap pertama dalam teori
perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini perkembangan moral didasarkan atas
hukuman. Anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat.
Tahap 2: Individualisme dan tujuan adalah tahap kedua dari teori ini. Pada tahap ini
penalaran moral didasarkan pada imbalan dan kepentingan diri sendiri. Anak-anak taat
bila mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat.
Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan
hadiah.
Tingkat Dua: Penalaran Konvensional

Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori
perkembangan moral Kohlberg. Internalisasi individu pada tahap ini adalah menengah.
Seorang mentaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati
standar-standar (internal) orang lain, seperti orangtua atau masyarakat.
Tahap 3: Norma-norma interpersonal, pada tahap ini seseorang menghargai kebenaran,
kepedulian, dan kesetiaan pada orang lain sebagai landasan pertimbanganpertimbangan moral. Anak anak sering mengadopsi standar-standar moral orangtuanya
pada tahap ini, sambil mengharapkan dihargai oelh orangtuanya sebagai seorang
perempuan yang baik atau laki-laki yang baik.
Tahap 4: Moralitas sistem sosial. Pada tahap ini, pertimbangan moral didasarkan atas
pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.
Tahap Tiga: Penalaran Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional adalah tingkat tertinggi dari teori perkembangan
moral Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak
didasarkan pada standar-standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral
alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode
moral pribadi.
Tahap 5: Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual, pada tahap ini seseorang
mengalami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar
dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang menyadari hukum penting bagi
masyarakat, tetapi nilai-nilai seperti kebebasan lebih penting dari pada hukum.
Tahap 6: Prinsip-prinsip etis universal, pada tahap ini seseorang telah mengembangkan
suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang universal. Bila
menghadapi konflik secara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati,
walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi.

http://www.psikologizone.com/teori-perkembangan-moral-kohlberg/06511736
KOMENTAR
Menurut saya perkembangan moral remaja itu ada hubungannya juga dengan
sosialisasi. Jadi, orang tua harus mengawasi sosialisasi anaknya perkembangan moral
anak tidak terganggu dan tidak terjerumus ke jalan yang salah.
Menuru Santrock dan Susan (1997) mengemukakan bahwa moral adalah
kebiasaan atau aturan yang harus dipatuhi seseorang dalam berinteraksi dengan orang
lain.
Menurut teori belajar social, perkembangan social merupaan proses yang
dipelajari selama proses interaksi sosial seseorang dengan orang lain. (Furmann, 1990)

Artikel tentang Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik


PSIKOSOMATIS, GANGGUAN PSIKIS PENGARUHI KESEHATAN FISIK
Psikosomatis

merupakan

gangguan

psikis

yang

mampu

menyebabkan

gangguan dalam bentuk fisik. Orang yang mengeluhkan kondisi fisik, namun setelah
dilakukan pemerikasaan medis tidak ditemui penyebab fisiologis. Pemicu sebenarnya
adalah stres dan depresi yang tidak disadari.
Secara umum, sebenarnya semua penyakit adalah psikosomatis. Artinya, setiap
penyakit memiliki pendekatan psikosomatis atau sering dikenal sebagai biopsikososial,
ungkap Dr Andri, SpKJ, Pengajar Psikiatri di Fakultas Kedokteran UKRIDA, Sabtu
(31/3).
Setiap penyakit memiliki sisi biologi, psikologi dan sosial. Penderita yang pernah
mengalami penyakit stroke, rentang mengalami depresi, namun depresi itu sendiri bisa
kembali menyebabkan stroke. Siklus ini akan tetap ada sepanjang seseorang tidak bisa
mengontrol kondisi psikis.
Kasus ini sering dialami dan terjadi juga pada keluarga saya. Om saya
mengalami gejala depresi setelah kena stroke sehingga terkena stroke lagi dan
akhirnya meninggal saat kena stroke yang kedua. Jadi, kami melihat gangguan jiwa itu
sangat erat hubungannya dengan gangguan fisik, kata dr Andri.
Sampai saat ini masih belum ada dokter atau pasien yang menyadari akan
adanya pengaruh kondisi kejiwaan dengan munculnya penyakit medis.
Dr Andri bercerita pernah menangani pasien yang sudah 5 tahun mengalami
gejala psikosomatis, namun keluhan itu berpindah-pindah, dari jantung, paru-paru dan
seterusnya. Pengobatan medis dilakukan hingga ke luar negeri, namun tidak ditemui
penyebab fisiologis. Ternyata, penyebab keluhan fisik tersebut diketahui dari kondisi
kejiwaan yang terganggu.

Dasar gangguan psikosomatis itu kan depresi dan cemas. Akhirnya pasien tahu
kalau sistem otak kacau, maka pikiran, perasaan dan perilaku juga ikut ngaco. Sistem
otak kacau karena disebabkan stres, stres itu disebabkan lingkungan dan genetik.
Gangguan ini berputar-putar dan kita harus memotong siklus itu, papar dr Andri.
(dtk/mba)

http://www.psikologizone.com/psikosomatis-gangguan-psikis-pengaruhi-kesehatanfisik/065116000

KOMENTAR
Orang tua berperan penting dalam perkembangan psikis anak, jadi orang tua
harus bias menjaga perkembangan psikis si anak agar tidak mengganggu
perkembangan fisik si anak tersebut.
Menurut Hurlock (1992) ada bukti yang menunjukkan bahwa perubahan dalam
sikap dan peilaku yang terjadi padda saat ini lebih merupakan akibat dai perubahan
social daripada akibat perubahan kelenjar yang perpegaruh pada keseimbangan tubuh.
Menurut Hurlock (1992) masa puber remaja laki-laki merupakan kejadian yang
berlangsung secara bertahap. Anak laki-laki memiliki kesempatan lebih banyak untuk
menyesuaikan dirinya.

TUGAS AKHIR
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

OLEH :
NAMA

: BILLY AL HAMRA

NIM / BP

: 1101993

PRODI

: PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2012

Anda mungkin juga menyukai