Pendahuluan
Ulcerative Colitis termasuk kelompok penyakit IBD (Inflammatory Bowel Diseases) atau
penyakit radang usus dapat bersifat akut atau kronis yang terjadi pada lapisan dalam dari
colon (usus besar) sedemikian rupa sehingga terbentuk ulkus (borok). Terkadang sampai
meluas ke ujung usus halus pada perbatasan dengan usus besar (ileum terminal). Ulcerative
Colitis bila tidak ditangani dapat meluas mengenai seluruh colon hingga rectum (ujung
saluran usus kita) dan dinamai dengan istilah ulcerative proctitis. Inflamasi ini membuat
colon sering mengosongkan isinya sehingga terjadi diare. Peradangan ini menyebabkan sel
pada dinding colon mati sehingga terbentuk berdarah, bernanah, dan berlendir.
Fakta Tentang Ulcerative Colitis
Terjadi paling sering pada orang muda kelompok umur 15-30 tahun, tapi tetap
didapatkan terjadi pada orang dengan usia lebih tua hingga di atas 60 tahun.
Faktor resiko keturunan dengan penyakit yang sama dapat diturunkan. Di AS orang
Yahudi lebih banyak menderita dari pada yang lain.
4. Faktor psikologis. Walau pun tidak secara langsung mempengaruhi, tapi mereka
dengan masalah psikis sering kali memiliki pola makan yang tidak teratur sehingga
dapat mencetus ulcerative colitis.
Komplikasi Ulcerative Colitis
Bila dibiarkan dan tidak menjaga diri, maka komplikasi yang paling berbahaya adalah kanker
colon. Resiko menjadi kanker colon ada pada penyakit yang bertahan lebih dari 8 tahun dan
meningkat 1-2% setiap tahunnya. Resiko juga lebih besar pada kasus yang mengenai seluruh
bagian colon.
Gejala Ulcerative Colitis
Gejala ulcerative colitis dapat hilang timbul dan sering kambuh-kambuhan. Jarak
kekambuhan dapat dalam hitungan bulan hingga tahun.
Gejala yang paling umum adalah nyeri perut terutama bagian bawah sampai keram
perut,
Kemudian diare,
Sering terasa ingin BAB yang cendrung tidak tertahankan (tenemus) sampai kadang
tidak dapat menahan (bowel incontinence),
Hilang nafsu makan, lemah badan, turun berat badan, sampai dengan anemia,
1. Bila sudah pernah didiagnosis dokter memiliki penyakit IBS (Irritable Bowel
Syndrome), kemudian terjadi gejala seperti di atas.
2. Ditemukan darah dan atau lendir pada feses. Tidak boleh ada darah dalam feses kita.
Bisa saja sederhana seperti wasir, tapi mungkin hingga yang serius seperti kanker
pada colon.
3. Diare yang lebih dari 3 hari, atau disertai demam
4. Merasa sakit bagian perut yang tidak hilang sempurna, atau disertai dengan demam.
5. Sering merasa tidak dapat menahan keinginan untuk BAB.
Penegakan Diagnosis Ulcerative Colitis
Ada beberapa penyakit yang gejalanya mirip dengan ulcerative colitis dan yang paling sering
menjadi diagnosis bandingnya adalah Crohns Disease. Perbedaannya adalah; peradangan
pada Crohns Disease terjadi hingga ke dalam dinding colon, dan dapat pula terjadi pada
seluruh bagian pencernaan dari mulut hingga anus. Pemeriksaan penunjang yang mungkin
diperlukan sbb.:
7. Mengkonsumsi suplemen agar tidak terjadi kekurangan nutrisi karena pola makan
diperketat
8. 20% penderita sering mencari pengobatan alternatif dengan mengkonsumsi probiotic
dan minyak ikan, serta menjalani therapi akupunktur. Walau pun belum ada penelitian
yang mendukungnya.
9. Kontrol rutin ke dokter dan screening rutin untuk kanker colon.
Dilakukan Dokter
Terapi paripurna dari ulcerative colitis adalah dengan operasi membuang segmen colon yang
bermasalah. Dalam perjalanan penyakitnya, dokter akan menangani ulcerative colitis sesuai
dengan keluhan dan gejala yang dialami oleh pasien. Obat-obatan yang diberikan biasanya
golongan anti inflamasi, imunosupresif dan antibiotik. Obat dapat diberikan per oral atau
melalui infus bila pasien harus dirawat di RS.
Operasi
Tidak semua kasus dapat atau harus dilakukan tindakan bedah, hanya 25-40% kasus yang
akhirnya harus menjalani operasi. Dokter lah yang akan memutuskannya dan biasa
disarankan untuk pasien yang tidak berhasil dengan obat-obatan, pasien dengan perdarahan
yang masif, terjadi ruptur (jebol) pada colonnya, atau sudah beresiko terjadi kanker colon.
Pencegahan Ulcerative Colitis
1. Menjaga pola makan agar teratur dan tidak mengandung racun serta food additive
yang berbahaya.
2. Menjaga agar makanan yang dikonsumsi tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme.
3. Berhenti merokok dan menjauhi asap rokok orang lain.
4. Bila sudah terkena, agar terhindar dari kanker, harus rutin kontrol ke dokter dan
screening kanker colon.
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
7.
8.
1.3
Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Colitis Ulseratif adalah gangguan peradangan kronis idiopatik yang terjadi
pada usus besar, khususnya bagian kolon desenden sampai rectum.
B.
Patofisiologi
Colitis ulseratif hanya melibatkan mukosa; kondisi ini ditandai dengan
pembentukan abses dan deplesi dari sel-sel goblet. Dalam kasus yang berat,
submukosa mungkin terlibat; dalam beberapa kasus, makin dalam lapisan otot
dinding kolon juga terpengaruh.
Kolitis akut berat dapat mengakibatkan kolitis fulminan atau megakolon
toksis, yang ditandai dengan penipisan dinding tipis, pembesaran, serta dilatasi
usus-usus besar yang memungkinkan terjadinya perforasi. Penyakit kronis
dikaitkan dengan pembentukkan pseudopolip pada sekitar 15-20% dari kasus.
Pada kondisi kronis dan berat juga dihubungkan dengan resiko peningkatan
prekanker kolon, yaitu berupa karsinoma in situ atau dispalsia. Secara anatomis
sebagian besar kasus melibatkan rectum; beberapa pasien juga mengalami
mengembangkan ileitis terminal disebabkan oleh katup ileocecal yang tidak
kompeten. Dalam kasus ini, sekitar 30 cm dari ileum terminal biasanya
terpengaruh.
Selanjutnya terdapat beberapa perubahan imunologis akan terlibat, yaitu
meliputi hal-hal sebagai berikut.
1.
Akumulasi sel T di dalam lamina propia dari segmen kolon yang mengalami
peradangan. Pada pasien dengan ulseratif colitis, ini adalah sel T sitotoksik ke
epitel kolon. Perubahan ini disertai dengan peningkatan populasi sel B dan sel
plasma, dengan peningkatan produksi immunoglobulin G (IgG) dan
immunoglobulin E (IgE).
2.
Biopsi sampel kolon dari pasien dengan colitis ulseratif dapat menunjukkan
peningkatan secara signifikan tingkat platelet-activating factor (PAF). Pelepasan
PAF dirangsang oleh leukotrienes, endotoksin, atau faktor lain yang mungkin
bertanggung jawab atas peradangan mukosa, namun proses ini tidak jelas.
3. Antibody antikolonik telah terdektesi pada pasien dengan ulseratif colitis.
Respons awal colitis ulseratif adalah edema yang berlanjut pada
terbentuknya jaringan perut dan pembentukkan ulkus disertai adanya
perdarahan. Lesi berlanjut, yang terjadi secara bergiliran, satu lesi diikuti oleh
lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai pada rectum dan akhirnya dapat
mengenai saluran kolon. Pada kondisi ini, penipisan dinding usus atau ketebalan
normal, tetapi dengan adanya respons inflamasi local yaitu edema, serta
akumulasi lemak dan hipertrofi dari lapisan otot dapat memberikan kesan
dinding usus menebal sehingga memberikan manifestasi penyempitan lumen
usus dan terjadi pemendekan dari usus
Perubahan peradangan secara mikrokopis jaringan yang mengalami ulkus
segera ditutupi oleh jaringan granulasi yang selanjutnya akan merusak mukosa
dan akan terbentuk jaringan polypoidal atau yang dikenal sebagai polip atau
peradangan pseudopolip.
D. Pengkajian
Pengkajian colitis ulseratif terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan evaluasi diagnosis. Pada anamnesis keluhan utama yang lazim
didapatkan adalah nyeri abdomen, diare, tenesmus intermiten, dan pendarahan
rektal.
Keluhan nyeri biasanya bersifat kronis, yaitu berupa nyeri kram pada
kuadran periumbilikal kiri bawah. Kondisi rasa sakit bisa mendahului diare dan
mungkin sebagian pasien melaporkan perasaan nyaman setelah BAB. Diare
biasanye disertai darah. Pasien melaporkan mengeluarkan feses cair 10 20 kali
sehari. Pasien juga mengeluh saat BAB seperti ada yang menghalangi.
Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang, kondisi ringan karena colitis
ulseratif adalah penyakit mukosa yang terbatas pada kolon, gejala yang paling
umum adalah pendarahan anus, diare, dan sakit perut. Pada kondisi colitis
ulseratif berat terjadi pada sekitar 10 % dari pasien, didapat keluhan lainnya
yang menyertai, seperti peningkatan suhu tubuh, mual, muntah, anoreksia,
perasaan lemah, dan penurunan nafsu makan. Pasien dengan colitis yang parah
dapart mengalami komplikasi yang yang mengancam nyawa, termasuk
pendarahan darah, megakolon toksik atau perforasi usus.
Riwayat penyakit dahulu penting digali untuk menentukan penyakit dasar
yang menyebabkan kondisi enteritis regional. Pengkajian predisposisi seperti
genetic, lingkungan, infeksi, imunitas, makanan dan merokok perlu di
dokumentasikan. Anamnesis penyakit sistemik , seperti DM, hipertensi, dan
tuberkolosis dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian proferatif.
Pengkajian sikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan karena
nyeri abdomen dan rencana pembedahan serta perlunya pemenuhan informasi
prabedah.
Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi tergantung pada sejauh mana,
durasi, dan tingkat keparahan penyakit.pemeriksaan fisik yang di dapatkan
sesuai manifestasi klinik yang muncul. Pada colitis ulseratif berat survey umum
pasien terlihat lemah dan kesakitan, TTV mengalami perubahan sekunder dari
nyeri dan diare . suhun badan pasien akan naik 38,5 0 C dan terjadi takikardiah.
Pengkajian berat badan yang disesuaikan dengan tinggi badan dapat
menimbulkan status nutrisi.
Pada pemeriksaan fisik focus akan didapatkan :
1.
2.
3.
mata.
4. Oliguria dan anuria pada dehidrasi berat.
5.
Inspeksi
kondisi
Perkusi
: nyeri ketuk dan timpani akibat adanya flatulen.
Auskultasi : bising usus bisa normal, hi[eraktif atau hipoaktif. Nada gemerincing
6.
1.
h.
sclerosing primer ( biasanya > 3 kali batas atas dari kisaran referensi).
Pada diagnosis colitis ulseratif kronis, pemeriksaan feses yang cermat dilakukan
untuk membedakan dengan disentri yang disebabkan oleh organisme usus
umum, khususnya Entamoeba histolytica. Feses positif terhadap darah.
2.
a.
Pemeriksaan radioaktif
Foto polos abdomen
Sinar rontgen mungkin menunjukkan dilatasi kolon, dalam kasus yang parah bisa
mengakolon toksik. Selain itu, bukti perforasi, atau ileus juga dapat diamati
(Khan, 2009)
b. Studi kontras barium
barium enema dapat dilakukan dengan aman dalam kasus ringan. Dengan
barium enema dapat dilihat adalanya mengakolon toksik, kondisi ulkus, dan
1.
Terapi farmakologi
Tujuan terapi farmakologi adalah untuk mengurangi morbiditas dan untuk
a.
b.
c.
kekebalan tubuh
Antibiotic, antibiotic belum belum terbukti memberikan keuntungan yang
konsisten dari beberapa uji coba terkontrol untuk pengobatan colitis ulseratif
aktif. Akan tetapi biasanya diberikan pada dasar empiris pada pasien dengan
colitis yang parah dan dapat membantu menghindari suatu infeksi yang
mengancam jiwa.
d. Kortikosteroid. Digunakan dalam moderat hingga berat kasus aktif untuk induksi
remisi. Agen ini tidak memiliki manfaat dalam mencegah remisi; pengunaan
jangka panjang dapat menyebakan efek samping.
2.
Terapi bedah
Bedah memainkan peran integral dalam pengobatan colitis ulseratif untuk
mengontrol dan mengobati gejala komplikasi. Pembedahan dilakukan sesuai
dengan kondisi klinik individu. Bebrapa jenis pembedahan pada colitis ulseratif,
meliputi : subtotal colectomy with ileotomy and harmanns pouch, total
proctocolectomy with litomy, total abdominal colectomy with ideal rectal
anastomosi , total proctocoltomy with continent (Kock) pouch, total
proctocolectomy with ileal pouch anal anastomosis, anal transitions zone
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
F.
Diagnosis keperawatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
dan diare.
Risiko injuri b.d. pasca prosedur bedah kolektomy atau ilestomy.
Actual / risiko ketidakefektifan kebersihan jalan nafas b.d. kemapuan batuk
8.
9.
G. RENCANA KEPERAWATAN
Rencana keperawatan disusun sesuai dengan tingkat toleransi individu.
Pada pasien colitis ulseratif, intervensi pada masalah keperawatan actual / risiko
ketidak efektifan kebersihan jalan nafas dan disesuaikan dengan intervensi pada
pasien dengan pascabedah grastrektomy (lihat kembali asuhan keperawatan
pasien ulkus peptikum atau kanker lambung). Untuk intervensi masalah
kecemasan dan pemenuhan informasi dapat disesuaikan dengan intervensi pada
pasien diverticulitis untuk masalah keperawatan risiko injuri dan risiko tinggi
Crohns disease
Merupakan inflamasi kronis pada ketebalan dinding usus, kebanyakan terjadi pada
bagian terendah dari usus halus (ileum) dan usus besar, namun dapat terjadi pada bagian
manapun dari saluran pencernaan. Biasanya disebut juga enteritis regional/ ileitis
granulomatosa/ ileokolitis.
Gejala klinis biasanya terdapat diare menahun, nyeri kram perut, nafsu makan
berkurang, penurunan berat badan. Secara intra oral dapat terlihat adanya hipertropi dan
pembengkakkan bibir, pembengkakkan jaringan lunak gingiva, gambaran cobblestone,
ulserasi seperti aphtous, lesi polipoid taglike pyostomatitis vegetan, dan lesi snail-track.
Manifestasi oral terdapat orofacial granulomatosa, granuloma cheilitis, gingival
invlovment, cobblestone pada lidah dan angular cheilitis. Orofacial granulomatosa terjadi
pembengkakkan di daerah orofacial terutama di bibir, proses sekunder di suatu underlying
granulomatosa. Terapinya penggunaan obat kumur dengan kortikosteroid dan injeksi
triamcinoloneintralesi untuk mengurangi gejala lesi oral. Granuloma cheilitis dapat terjadi
setelah, saat bersamaan atau mengawali terjadinya crohns disease. Gingival involvement
biasanya terdapat gusi yang berdarah dan bengkak, tidak ada lesi pada kulit, konjungtiva,
genital. Ulser pustular putih kekuningan 1-3 mm. Terapinya menggunakan topikal steroid
(clobetasol propionate 0,05% dicampur dengan benzocaine).
ULCERATIVE COLITIS
Author: Dr Sandro Ardizzone1
Creation date: September 2003
Scientific Editor: Prof Gabriele Bianchi Porro
1Chair of Gastroenterology , L. Sacco University Hospital, Via GB Grassi, 74 20157 Milan, Italy.
samari1@tin.it
Epidemiology
Kolitis ulserativa biasanya dikaitkan dengan serangan berulang dengan remisi lengkap gejala
sementara. Penyakit ini lebih sering terjadi pada ras Kaukasia dibandingkan orang kulit hitam
atau orang Timur dengan peningkatan kejadian (3-6 kali lipat) di Yahudi. Kedua jenis
kelamin sama-sama terpengaruh. Di Eropa Barat dan Amerika Serikat, UC memiliki kejadian
sekitar 6 sampai 8 kasus per 100.000 penduduk dan prevalensi diperkirakan sekitar 70-150
per 100.000 penduduk. Sementara terjadinya puncak kedua penyakit (UC dan CD) adalah
antara usia 15 dan 35, telah dilaporkan dalam setiap dekade kehidupan. Sebuah insiden
familial IBD saat ini tercatat
.
Etiology
Penyebab UC tidak diketahui. Meskipun kurang jelas daripada di CD, jelas dari studi
kembar yang latar belakang genetik juga hadir di UC. Memang, hubungan yang lebih
kuat ada antara gen dari wilayah leukosit antigen manusia - yang terlibat dalam
mengatur respon kekebalan - dan UC. Meskipun efek jelas karena asal etnis dan
heterogenitas penyakit, asosiasi ini adalah terkuat pada pasien dengan luas UC;
hubungan positif dengan DR2 (khususnya, DRB1 * 1502 subtipe) dan alel langka
DRB1 * 0103 dan DRB1 * 12, dan hubungan negatif dengan DR4 dan Drw6 telah
dilaporkan. Namun, gen yang terkait dengan kerentanan terhadap UC mungkin tidak
dalam leukosit manusia wilayah antigen, dan studi pemindaian genome telah
menunjukkan hubungan antara UC dan daerah kromosom 3, 7, dan 12. Selain itu,
ada gen yang muncul untuk mempengaruhi keparahan dan luasnya penyakit, respon
steroid, steroid persyaratan, dan ekstra - manifestasi usus. Akhirnya, polimorfisme
dari antagonis reseptor IL-1 yang mungkin mempengaruhi keparahan dan luasnya
penyakit telah dilaporkan, khususnya pada pasien yang positif untuk pANCA, serta
untuk MUC3, gen yang mengkode mucins usus yang mungkin juga dapat dikaitkan
dengan
patogenesis
UC
.
Di antara banyak teka-teki tentang IBD etiologi, salah satu yang paling sedikit
dipahami dan, mungkin, yang paling sulit untuk mengatasi, saat ini, peran faktor
lingkungan
dalam
penampilan
dan
perkembangan
CD
dan
UC.
Pengaruh merokok atau efek kebalikan dari faktor ini pada hasil dari setiap bentuk
IBD merupakan hubungan yang paling menarik antara faktor lingkungan dan IBD.
Kebanyakan laporan telah menunjukkan bahwa non-merokok adalah fitur pasien
dengan UC, sedangkan merokok adalah fitur pasien dengan CD. Merokok
merupakan faktor risiko independen untuk klinis, bedah, dan endoskopi kekambuhan
pada CD tapi mempengaruhi aktivitas penyakit setelah operasi. Sebaliknya, risiko
relatif berkembang UC di mantan perokok berat, semua mantan perokok, nonperokok, perokok dan telah dievaluasi untuk menjadi masing-masing 4,4, 2,5, 1,0
dan 0,6. Nikotin mungkin adalah bahan aktif utama dalam asosiasi ini, tetapi
mekanisme tetap tidak diketahui. Merokok telah terbukti mempengaruhi imunitas
seluler dan humoral, dan meningkatkan produksi lendir usus; merokok dan nikotin
telah terbukti mengurangi motilitas kolon. Akhirnya, hasil dari penelitian in vivo telah
menunjukkan bahwa nikotin juga memiliki efek penghambatan pada T-helper-2 sel
(Th2) fungsi, yang dominan di UC, namun tidak berpengaruh pada Th-1 sel,
dominan
di
CD.
Data epidemiologis menunjukkan bahwa obat anti-inflamasi non-steroid dapat
memicu eksaserbasi UC dan bahkan, kadang-kadang, menyebabkan de novo
penyakit. Mekanisme yang mungkin termasuk penurunan produksi prostanoid
mukosa pelindung dan peningkatan kepatuhan leukosit dan migrasi. Meskipun efek
ini awalnya dianggap disebabkan penghambatan siklooksigenase-1 (COX-1), selektif
COX-2 inhibitor tampaknya manjur sebagai indometasin dalam konteks ini.
Psikologis stres dengan sekitar 40% dari pasien dengan UC, telah dilaporkan
menjadi pemicu potensial. Bukti substansial menghubungkan stres psikologis
dengan peningkatan penyakit dan, mungkin, peningkatan kerentanan terhadap
infeksi melalui penurunan stres yang berhubungan dengan respon imun fungsional.
Durasi stres juga mungkin penting karena stres jangka pendek jangka panjang tetapi
tidak
tampaknya
meningkatkan
risiko
eksaserbasi
penyakit.
Lain yang sangat menarik pendingin faktor lingkungan UC adalah apendisektomi.
Memang, apendisektomi, di usia muda, memiliki efek pencegahan kuat pada
pengembangan UC. Temuan ini telah dikuatkan oleh studi kasus-kontrol, dan
sebuah studi berbasis populasi yang sangat besar baru-baru ini menegaskan
hubungan terbalik antara apendisektomi dan UC pada pasien diserahkan kepada
operasi sebelum usia 20 tahun. Dalam studi terakhir, risiko UC berkurang hanya
pada pasien yang menjalani apendisektomi untuk usus buntu atau mesenterika
Ardizzone S. ulseratif kolitis. Orphanet ensiklopedia. September 2003:
http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-UC.pdf
2
limfadenitis, tetapi tidak pada mereka yang menjalani apendisektomi insidental atau
apendisektomi untuk sakit perut non-spesifik. Temuan ini menunjukkan bahwa
kondisi peradangan pada usia muda yang menghasilkan apendisektomi, bukan
apendisektomi sendiri melindungi terhadap perkembangan selanjutnya dari UC.
Penjelasan lain yang mungkin untuk hubungan terbalik ini adalah bahwa