Anda di halaman 1dari 7

PENENTUAN PROTEIN METODE BRADFORD

SYAFIRA SALSABILA (G84130036)


ENENG NURLAELA G84110090

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PENDAHULUAN
Protein merupakan suatu komponen selular utama yang menyusun tubuh manusia,
dan berperan penting dalam struktur, fungsi, dan reproduksi manusia. Protein terdapat di
dalam semua sistem kehidupan, dan pada manusia, protein banyak tersimpan di jaringan
otot dan beberapa organ tubuh lainnya, sedangkan sisanya terdapat di dalam darah.
Protein tersusun atas asam-asam alfa amino yang susunannya mengandung unsur-unsur
seperti karbon, oksigen, hidrogen, dan nitrogen (Sumardjo 2008). Protein adalah
polimer biologi berbentuk rantai molekul panjang yang tersusun atas molekul-molekul
kecil asam amino yang saling berikatan dengan ikatan peptida. Asam amino sendiri
merupakan molekul dengan gugus karboksil (-COOH) dan amino (-NH 2) terikat dengan
gugus acak (-R). Perbedaan gugus acak menentukan jenis asam amino serta menentukan
protein yang terbentuk. Gugus pada asam amino tersebut dapat berupa senyawa
aromatik, rantai panjang karbon, sulfida, amina, dan sebagainya (Underwood 2001).
Protein sendiri berfungsi banyak dikarenakan keragamannya. Antara lain sebagai enzim,
senyawa transport, protein kontraktil, protein regulator, katalisator, dan protein
struktural. Sifat fisika dan kimia dari protein hampir sama dengan asam amino,
monomernya. Protein memiliki bobot molekul besar, sehingga ketika dilarutkan akan
membentuk senyawa koloid, juga protein tidak dapat melalui membrane semipermeabel
dikarenakan sifatnya itu. Protein dapat menggumpal jika ditambah alkohol atau diberi
panas karena protein akan menarik mantel air yang melingkupinya. Protein juga bisa
mengalami denaturasi dan renaturasi yaitu pemutusan ikatan-ikatan molekul pada
protein dan penggabungan kembali ikatan tersebut. Hal tersebut bisa diakibatkan
pengaruh suhu, pH, dan logam berat. Protein juga bersifat amfoter serta memiliki titik
isolistrik dikarenakan memiliki gugus karboksil sekaligus amina (Harold 2001). Sifatsifat protein inilah yang menyebabkannya menjadi salah satu biomarker dalam
penelitian.
Asam amino yang dapat dianalisis adalah asam amino esensial, seperti asam
amino dengan rantai samping aromatik (tirosin, triptofan, dan fenilalanin) atau bersifat
basa (arginin, histidin, dan leusin) (Stoscheck 1990).
Reagen Bradford yang digunakan pada percobaan ini dibuat dengan cara
melarutkan 100 mg Coomassie Brilliant Blue G-250 dalam 50 ml etanol 95% dan 100
ml 85% (w/v) asam fosfat. Kemudian diencerkan sampai 1 L dengan akuades. Reagen
harus disaring melalui Whatman no. 1 filter kertas dan kemudian disimpan dalam botol
kuning pada suhu kamar. Reagen yang disimpan harus disaring terlebih dahulu sebelum
digunakan (Rosenberg 2004).
Prinsip metode Bradford adalah penggunaan spektrofotometer dalam pengikatan
warna Coomaise Brilliant Blue oleh protein yang mengandung residu asam amino
dengan rantai samping aromatik (tirosin, triptofan, dan fenilalanin) atau bersifat basa
(arginin, histidin, dan leusin). Setelah pengikatan tersebut, protein akan berwarna biru
sehingga nilai absorbansinya bisa diukur dengan metode spektrofotometri. Jumlah CBB
yang terikat pada protein proporsional dengan muatan positif yang ditemukan pada
protein (Wilson dan Walker 2000).
Panjang gelombang maksimum adalah ketika nilai absorbansi mencapai
maksimum. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan untuk mengetahui
ketika absorpsi mencapai maksimum sehingga meningkatkan proses absorpsi larutan
terhadap sinar (Rohman 2007). Jika pemilihan panjang gelombang memiliki spektrum
perubahan besar pada nilai absorbansi saat panjang gelombang sempit, maka apabila
terjadi penyimpangan kecil pada cahaya yang masuk akan mengakibatkan kesalahan

besar dalam pengukuran. Semakin besar panjang gelombangnya maka akan semakin
kecil nilai absorbansinya. Hal ini dapat diakibatkan sinar putih pada setiap panjang
gelombang dapat terseleksi lebih detail oleh prisma (Underwood 2001).
Panjang gelombang yang dapat dipakai dalam analisis protein Metode Bradford
antara 465 - 595 nm. Panjang gelombang maksimumnya adalah 595 nm, didasarkan atas
warna reagen CBBG bebas yaitu merah-kecokelatan (I maks 465 nm), sedangkan dalam
suasana basa reagen CBBG akan berada dalam bentuk anion yang akan mengikat
protein membentuk warna biru (Imaks 595nm) (Neide et al. 2003). Pada 595 nm,
warnanya adalah orange, sedangkan warna komplementernya adalah biru.
Praktikum ini bertujuan menentukan kadar protein dalam suatu sampel dengan
metode Bradford, yaitu dengan metode spektrofotometri menggunakan kurva standar.

METODE
Bahan dan Alat
Alat-alat yang dipakai yaitu tabung reaksi, gelas piala, bulb, pipet Mohr 0.1 mL,
Spektro UV-VIS Genesys 10 UV. Bahan yang digunakan adalah akuades, NaCl, BSA,
dan reagen Bradford.
Prosedur Penelitian
Pembuatan Kurva Standar
Sebanyak 6 buah tabung reaksi yang bersih dan kering disiapkan dan diberi label
1, 2, 3, 4, 5 , dan 6. BSA diencerkan terlebih dahulu dengan 4,5 ml akuades hingga
volumenya 5 ml. Kemudian tabung reaksi 1 diisi dengan 100 L NaCl. Tabung reaksi 2
diisi dengan 10 L BSA dan 90 L NaCl. Tabung reaksi 3 diisi dengan 20 L BSA dan
80 L NaCl. Tabung reaksi 4 diisi dengan 30 L BSA dan 70 L NaCl. Tabung reaksi 5
diisi dengan 50 L BSA dan 50 L NaCl. Tabung reaksi 6 diisi dengan 100 L BSA.
Setiap tabung ditambahkan 5 ml reagen Bradford ke dalamnya, dikocok perlahan
hingga homogen dan didiamkan hingga terjadi perubahan warna. Kemudian setiap
larutan dalam tabung reaksi diukur nilai absorbansinya dengan panjang gelombang 595
nm. Tabung reaksi 1 digunakan sebagai blangko. Kurva standar dibuat antara
konsentrasi protein dan absorbansi.
Penentuan Konsentrasi Protein Sampel
Sebanyak tiga buah tabung reaksi yang bersih dan kering disiapkan dan diberi
label. BSA diencerkan terlebih dahulu dengan 4,5 ml akuades hingga volumenya 5 ml.
Kemudian tabung reaksi 1 diisi 75 L NaCl dan 25 L BSA. Tabung reaksi 2 diisi 50
L NaCl dan 50 L BSA. Tabung reaksi 3 diisi 100 L BSA. Setiap tabung
ditambahkan 5 ml reagen Bradford ke dalamnya, dikocok perlahan hingga homogen dan
didiamkan hingga terjadi perubahan warna. Kemudian setiap larutan dalam tabung
reaksi diukur nilai absorbansinya dengan panjang gelombang 595 nm. Pengukuran
absorbansi dilakukan secara duplo. Konsentrasi sampel ditentukan dengan memasukkan
nilai absorban ke persamaan garis yang sudah diperoleh pada percobaan pertama.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1 Hasil pengukuran absorbansi deret standar protein metode Bradford pada
panjang gelombang 595 nm

No.
1
2
3
4
5
6

Nama sampel
Standar
Standar
Standar
Standar
Standar
Standar

Konsentrasi
(g/mL)
0
0.0100
0.0200
0.0300
0.0500
0.1000

1 (blangko)
2
3
4
5
6

Absorbansi

Absorbansi
terkoreksi
0
0.010
0.011
0.033
0.056
0.097

0.047
0.057
0.058
0.080
0.103
0.144

0.12
0.1

f(x) = 0.1x - 0
R = 0.98

0.08
Absorbansi

0.06
0.04
0.02
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.2

Konsentrasi (g / mL)

Gambar 1 Hubungan antara konsentrasi protein dalam g/mL dengan absorbansinya


pada spektrofotometer UV-VIS Genesys 10 UV dengan panjang gelombang 595 nm.
Tabel 2 Hasil pengukuran absorbansi sampel protein metode Bradford pada panjang
gelombang 595 nm
No.
1

Nama
Samp
el
Samp
el 1
(25
L)
Samp
el 2
(50
L)
Samp
el 3
(100
L)

Absorbansi
Ulanga
Ratan2
rata

Faktor
Pengence
ran

Ulanga
n1

0.182

0.162

0.254

0.487

Contoh perhitungan:
y = slope . x intersep
A = slope . Konsentrasi intersep

Absorban
si
Terkoreksi

Konsentra
si

0.172

0.125

1.7225548
9

0.336

0.295

0.248

2.9500998

0.492

0.4895

0.4425

4.8912175
6

Konsentrasi

A + intersep
= slope

(Sampel 1)

0.172 + 0.0006
= 0.1002
= 1.72255489

Metode Bradford adalah salah satu metode dalam penentuan kadar protein suatu
bahan. Prinsip kerjanya didasarkan pada peningkatan secara langsung zat warna
Coomasie Brilliant Blue G250 (CBBG) oleh protein yang mengandung residu asam
amino dengan rantai samping aromatik (tirosin, triptofan, dan fenilalanin) atau bersifat
basa (arginin, histidin, dan leusin). Reagen CBBG bebas berwarna merah kecoklatan
(Imaks 465 nm), sedangkan dalam suasana basa reagen CBBG akan berbentuk anion yang
akan mengikat protein membentuk warna biru (Imaks 595 nm). Jumlah CBBG yang
terikat pada protein proporsional dengan muatan positif yang ditemukan pada protein
(Stoscheck 1990).
Larutan Bovine Serum Albumin (BSA) digunakan sebagai larutan standar dalam
penentuan kadar protein dengan metode Bradford. Percobaan ini dilakukan dengan
menambahkan sejumlah NaCl pada larutan BSA, yang berfungsi sebagai pelarut protein
yang akan diukur. Penambahan NaCl menyebabkan nilai absorbansinya menurun atau
semakin kecil, karena pengompleksan protein dan zat warna CBB dalam reagen
Bradford akan semakin sedikit. Dengan semakin kecilnya nilai absorban, menunjukkan
bahwa protein yang larut semakin banyak (Khopkar 2007).
Hasil pengukuran absorbansi deret standar protein metode Bradford pada
panjang gelombang 595 nm dapat dilihat di Tabel 1. Data yang diperoleh menunjukkan
bahwa nilai absorbansi semakin meningkat seiring dengan penambahan volume BSA
pada setiap tabung. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin sedikit
volume NaCl atau semakin banyak jumlah larutan BSA dalam campuran, jumlah
protein yang terlarut akan semakin sedikit, sehingga nilai absorbansinya semakin besar.
Tabung 1 berisi 0 L BSA dan 100 L NaCl berfungsi sebagai blangko dan memiliki
nilai absorbansi terukur 0, tabung 2 berisi 10 L BSA dan 90 L NaCl memiliki nilai
absorbansi terkoreksinya 0.010 , tabung 3 berisi 20 L BSA dan 80 L NaCl memiliki
nilai absorbansi terukur 0.011. Kemudian tabung 4 berisi 30 L BSA dan 70 L NaCl
memiliki nilai absorbansi terukur 0.033, tabung 5 berisi 50 L BSA dan 50 L NaCl
memiliki nilai absorbansi terukur 0.056 dan tabung 6 berisi 100 L BSA dan 0 L NaCl
memiliki nilai absorbansi terukur 0.097. Hasil percobaan sesuai dengan teori bahwa
semakin banyaknya volume NaCl, protein yang terlarut akan semakin banyak, sehingga
nilai absorbansinya kecil. Berdasarkan Gambar 1, grafik yang diperoleh condong ke
kanan atas dengan persamaan regresinya y = 0.1002x - 0.006 dengan ketepatan R =
0.981. Sumbu x merupakan konsentrasi protein, sedangkan y merupakan nilai
absorbansi. Dari persamaan tersebut, dapat diperoleh konsentrasi protein BSA dalam
sampel.
Pada hasil percobaan analisis kadar protein suatu sampel dalam Tabel 2, nilai
absorbansi terukur dari sampel digunakan untuk mencari konsentrasi proteinnya melalui
kurva standar. Sampel 1 yang mengandung 25 %protein memiliki absorbansi 0.172 dan
konsentrasi protein dalam sampel sebanyak 1.723 mg/ml, sampel 2 yang mengandung
50 %protein memiliki absorbansi 0.295 dan konsentrasi protein dalam sampel sebanyak
1.723 mg/ml dan sampel 3 yang mengandung 100 %protein memiliki absorbansi 0.4895

dan konsentrasi protein dalam sampel sebanyak 4.8912 mg/ml. Data yang diperoleh
sesuai dengan teori bahwa semakin besar konsentrasi protein, maka semakin tinggi nilai
absorbansinya sehingga koefisien korelasi (R) yang didapatkan memiliki linearitas
grafik yang sangat bagus, yakni 0.9905. Linearitas sempurna suatu grafik adalah 1. Nilai
ketepatan R yang didapatkan cukup besar dan mendekati 1, menunjukkan sedikitnya
kesalahan dalam praktikum.
Analisis protein pada subseluler dapat ditemui pada analisis protein komponen
sel hati tikus dengan menggunakan metode biuret, analisis urutan nukleotida dan
ekspresinya, dan analisis protein dengan metode sidik jari.
Metode Bradford banyak digunakan karena cara pewarnaannya yang praktis dan
memiliki nilai sensitivitas tinggi. Nilai sensitivitasnya empat kali dari metode Lowry.
Metode ini dapat mendeteksi sampel yang mengandung protein kurang dari 0,01
mg/mL. Selain itu metode Bradford lebih cepat dan akurat, melibatkan langkah-langkah
pencampuran yang lebih sedikit, tidak memerlukan pemanasan, dan memberikan respon
kolorimetri lebih stabil dibandingkan dengan metode lain (John 2009). Namun, respon
reagen Bradford rentan terhadap pengaruh nonprotein, khususnya detergen, dan menjadi
semakin nonlinier pada tinggi akhir konsentrasi berbagai protein yang berguna. Respon
Bradford juga berbeda atau bervariasi bergantung pada komposisi protein, sehingga
dibutuhkan protein solusi standar (Neide et al. 2003). Hal tersebut membuat praktikan
harus teliti dalam memilih sampel protein yang akan diujikan. Sebaiknya, protein yang
diuji adalah protein yang memberikan nilai absorbansi mendekati konsentrasi sampel
yang akan diujikan. Metode ini kurang akurat untuk asam protein dasar dan kurang
sensitif terhadap sampel yang memilliki kandungan protein rendah (Bradford 1976).
Larutan Bovine Serum Albumin (BSA) digunakan sebagai larutan standar dalam
penentuan kadar protein dengan metode Bradford. Percobaan ini dilakukan dengan
menambahkan sejumlah NaCl pada larutan BSA, yang berfungsi sebagai pelarut protein
yang akan diukur. Penambahan NaCl ini akan menyebabkan nilai absorbansinya
menurun atau semakin kecil, karena pengompleksan protein dan zat warna CBB dalam
reagen Bradford akan semakin sedikit. Dengan semakin kecilnya nilai absorban,
menunjukkan bahwa protein yang larut semakin banyak (Khopkar 2007).
Metode lain yang dapat digunakan untuk menganalisis kadar protein selain
metode Bradford adalah metode Lowry dan metode biuret. Metode Lowry-Folin
dilakukan untuk menganalisis protein terlarut dengan menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 590 nm (Sumardji dalam Rahayu 2005). Sedangkan metode
biuret menggunakan panjang gelombang 520 nm dengan larutan standar Bovine Serum
Albumin (BSA) dalam berbagai variasi konsentrasi.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Kadar protein dari suatu sampel bisa ditentukan dengan beberapa metode, salah
satunya metode Bradford. Metode Bradford menggunakan prinsip spektrofotometri
untuk melihat nilai absorbansi dan hubungannya dengan kadar protein yang diikat zat
warna CBBG. Konsentrasi sampel (protein) dapat ditentukan setelah membuat kurva
standar dari percobaan. Semakin besar konsentrasi protein dalam sampel, semakin
tinggi nilai absorbansinya.

Saran
Sebaiknya alat spektrofotometer disediakan lebih dari satu sehingga praktikan
tidak menunggu lama untuk menggunakannya setelah menyiapkan sampel yang akan
diukur absorbansinya.

DAFTAR PUSTAKA
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram
quantities of protein utilizing the principle of protein-dye bending. Analytical
Biochemistry. 72 :248-254.
Harold H, Craine LE, Hart DJ. 2001. Kimia Organik Edisi ke-11. Michigan (US):
Michigan State University.
John EC. Bradford for checking protein assay on mixed biological samples (techniques
and instrumentation in analytical chemistry). Elsevier Science. 19(8): 83-92.
Khopkar S. 2007. Konsep Dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Pr.
Neide KKK, Gonalves MM, Zaia CTBV, Zaia DAM. 2003. Determination of total
proteins in cow milk powder samples: a comparative study between the Kjeldahl
method and Spectrophotometric method. Journal of Food Composition and
Analysis 16(8): 507-516.
Rahayu A, Suranto, Purwoko T. 2005. Analisis karbohidrat, protein, dan lemak pada
pembuatan kecap lamtoro gung (Leucaena leucocephala) terfermentasi
Aspergillus oryzae. Bioteknologi. 2(1): 14-20.
Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar
Rosenberg, I.M. 2004. Protein Analysis and Purification: Benchtop techniques.
Massachusetts General Hospital (US): Boston.
Stoschechk CM. 1990. Increased uniformity in the response of the coomasie blue
protein assay to different proteins. Analytical Biochemistry 18(4): 111-116.
Sumardjo, D. 2008. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran
dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta (ID) : EGC.
Underwood AL. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta (ID): Erlangga.
Wilson K, J Walker. 2000. Principles and Techniques of Practical Biochemistry 5th
edition. Cambridge (UK): Cambridge University Press.

Lampiran 1 Rancangan kerja Penentuan Protein Metode Bradford

Anda mungkin juga menyukai