Tugas Kelompok
Tugas Kelompok
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lansia (lanjut usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai
dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia
mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika
kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki
selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri
dengan kondisi lingkungannya (Darmojo, 2004). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima
sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses
penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
Perkembangan Penduduk Lanjut usia (lansia) di Indonesia menarik diamati. Dari tahun
ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Menurut Kantor Kementerian Koordinator
Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2
tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta
orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010, jumlah penduduk
lansia yang tinggal di perkotaan sebesar 12.380.321 (9,58%) dan yang tinggal di perdesaan
sebesar 15.612.232 (9,97%). Di Jawa Tengah sendiri tercatat 2.336.115 jiwa merupakan lansia
dari total penduduk 32.864.563 (Susenas, 2009).
Meningkatnya jumlah lansia di Indonesia merupakan suatu permasalahan yang harus
ditangani dan menjadi prioritas. Untuk meningkatkan derajat kesehatan serta kesejahteraan
hidupnya, maka pemerintah merumuskan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan untuk
lansia. Pembinaan lansia di Indonesia dilaksanakan berdasarkan peraturan Undang-Undang RI
No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia yang menyebutkan bahwa pelayanan
kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan
kemampuan Lansia, upaya penyuluhan, penyembuhan dan pengembangan lembaga. Oleh
karena itu pemerintah mencanangkan program Posyandu Lansia sebagai pelayanan kesehatan
untuk lansia.
Posyandu Lansia adalah suatu wadah pelayanan bagi usia lanjut di masyarakat, dimana
proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi
sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif
(Notoatmodjo, 2007). Posyandu Lansia mempunyai arti penting untuk menjaga kesehatan dasar
1
Lansia yang diberikan oleh tenaga kesehatan baik di Puskesmas maupun di Posyandu
Kelompok Lansia. Hasil kegiatan pelayanan kesehatan Lansia di Kota Semarang pada tahun
2009, sebesar 90.842 (54,93%) dari 165.375 lansia telah mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai standar. Jumlah tersebut terdiri atas pra Lansia (45=59 thn) sebanyak 48.055 orang dan
Lansia ( 60 thn) sebanyak 42.787 orang, jumlah ini sedikit menurun dari tahun 2008 silam
(Profil Kesehatan Kota Semarang, 2009).
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan pelayanan posyandu lansia
menunjukkan masih rendahnya pemanfaatan pelayanan posyandu lansia, seperti penelitian
Khotimah (2011) yang berjudul Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Pemanfaatan
pelayanan posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Walikukun Kabupaten Ngawi,
menunjukkan hasil mayoritas responden berumur 55-64 tahun, berjenis kelamin perempuan,
tinggal bersama suami/istri dan anak, berstatus kawin, pendidikan tamat SD, pekerjaan petani,
jarak ke posyandu dekat sedangkan pendapatan, pengetahuan, sikap, dukungan sosial dan
peran kader termasuk kategori kurang. Variabel yang berhubungan secara signifikan dengan
pemanfaatan pelayanan posyandu lansia yaitu pengetahuan (p=0,000), sikap (p=0,001),
dukungan sosial (p=0,010) dan peran kader (p=0,009).
Kader posyandu lansia berperan dalam menggerakkan masyarakat mengajak usia lanjut
untuk hadir dan berpartisipasi dalam kegiatan usia lanjut, memberikan penyuluhan,
menyebarluaskan informasi kesehatan seperti cara hidup bersih dan sehat, gizi usia lanjut dan
melaksanakan kegiatan -kegiatan kelompok usia lanjut di posyandu (Depkes, 2003). Kader
posyandu lansia mempunyai peran yang penting karena merupakan penyedia pelayanan
kesehatan (health provider) yang setiap bulannya bertugas di posyandu membantu petugas
kesehatan saat ada pelaksanaan kegiatan posyandu lansia di wilayahnya (Depkes RI, 2006)
B.
Rumusan Masalah
Masalah yang menjadi dasar pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Manfaat Penelitian
a. Aspek Teoritis
Diharapkan dapat menjadi acuan ilmiah bagi peneliti selanjutnya mengenai pengaruh
peran kader terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan posyandu lansia di wilayah
Puskesmas Bangetayu, Kecamatan Genuk, Kota Semarang.
b. Aspek Praktis
1. Bagi peneliti diharapkan menambah pengetahuan dan pengalaman belajar
mengenai pengaruh peran kader terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan
posyandu lansia di wilayah Puskesmas Bangetayu, Kecamatan Genuk, Kota
Semarang.
2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Semarang dengan diketahuinya pengaruh peran
kader terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan posyandu lansia diharapkan
dapat memberikan informasi bagi penyusunan program kesehatan yang berguna
untuk penanggulangan kasus kesejahteraan manula di Kota Semarang.
E.
Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
karena melakukan analisis penyebab masalah terkait perilaku pemanfaatan pelayanan
posyandu pada lansia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
A.1.
Lanjut Usia
Definisi
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, pengertian lanjut
usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan
istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia
menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu : aspek biologis, aspek ekonomi dan aspek sosial (Wijayanti, 2008).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia
pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 7590 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Menurut Masdani (Psikolog dari
4
Universitas indonesia), lanjut usia merupakan kelanjutan usia dewasa. Kedewasaan dapat
dibagi menjadi empat bagian yaitu : fase iuventus antara 25-40 tahun, fase verilitas, antara usia
40 -50 tahun, fase praesenium antara usia 55-65, fase senium, antara usia 65 tahun hingga
tutup usia (Nugroho, 2010).
A.2. Klasifikasi Lansia
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2003, terdapat empat klasifikas
lansia, yaitu sebagai berikut :
1. Pralansia (prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun keatas.
3. Lansia resiko tinggi Seseorang yang berumur 70 tahun atau lebih seseorang yang
berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4. Lansia tidak potensial Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidup nya
A.3.
Posyandu Lansia
Definisi
Posyandu Lansia atau Kelompok Usia Lanjut (POKSILA) adalah suatu wadah pelayanan
bagi usia lanjut di masyarakat, dimana proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan
oleh masyarakat bersama Lembaga Swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan
non pemerintah, swasta, organisasi social dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan
pada upaya promotif dan preventif (Soekidjo Notoatmodjo, 2007). Posyandu juga merupakan
wadah kegiatan berbasis masyarakat untuk bersama-sama menghimpun seluruh kekuatan dan
kemampuan masyarakat untuk melaksanakan, memberikan serta memperoleh informasi dan
5
pelayanan sesuai kebutuhan dalam upaya peningkatan status gizi masyarakat secara umum
(Henniwati, 2008).
Dasar pembentukan posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
terutama usia lanjut, kita di hadapkan pada beberapa masalah yaitu jumlah usia lanjut yang
semakin meningkat, mahal nya harga dan biaya pengobatan, transportasi, tingginya angka
kesakitan, rendahnya jangkauan pelayanan kesehatan dan lain-lain (Depkes RI, 2000).
B.2. Tujuan Posyandu Lansia
Menurut Erfandi (2008), tujuan Posyandu Lansia secara garis besar adalah sebagai
berikut :
1. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia dimasyarakat, sehingga
terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia.
2. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta
dalam pelayanan kesehatan, disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat
B.3.
usia lanjut.
Sasaran Posyandu Lansia
Sasaran pelaksanaan pembinaan POKSILA, terbagi dua yaitu:
1. Sasaran langsung, yang meliputi pra lanjut usia (45-59 tahun), usia lanjut (60-69
tahun), usia lanjut risiko tinggi (>70 tahun atau 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan.
2. Sasaran tidak langsung, yang meliputi keluarga dimana usia lanjut berada,
masyarakat di lingkungan usia lanjut, organisasi sosial yang peduli terhadap
pembinaan kesehatan usia lanjut, petugas kesehatan yang melayani kesehatan usia
lanjut, petugas lain yang menangani Kelompok Usia Lanjut dan masyarakat luas
B.4.
B.5.
cucunya bertempat tinggal jauh darinya atau usia lanjut yang selalu berusaha terus
memperkokoh iman dan takwa. Peningkatan ketrampilan untuk lansia meliputi :
1. Demontrasi ketrampilan lansia membuat kerajinan
2. Membuat kerajinan yang berpeluang untuk dipasarkan
3. Latihan kesenian bagi lansia
e. Upaya pencegahan/prevention
Masing-masing upaya pencegahan dapat ditunjukkan kepada :
1. Upaya pencegahan primer (primary prevention) ditujukan kepada lanjut usia yang
sehat, mempunyai resiko akan tetapi belum menderita penyakit.
2. Upaya pencegahan sekunder (secondary prevention) ditujukan kepada penderita
tanpa gejala, yang mengidap faktor resiko. Upaya ini dilakukan sejak awal penyakit
hingga awal timbulnya gejala atau keluhan.
3. Upaya pencegahan tertier (tertiery prevention) ditujukan kepada penderita penyakit
dan penderita cacat yang telah memperlihatkan gejala penyakit.
B.6
tokoh dari PKK, tokoh masyarakat dibantu oleh tenaga kesehatan dari puskesmas setempat
baik seorang dokter bidan atau perawat Menurut Budiono (1997), penyelengaraan posyandu
lansia dilakukan dengan sistem 5 meja meliputi :
a. Meja satu untuk pendaftaran.
b. Meja dua untuk penimbangan.
c. Meja tiga untuk pengisian kartu menuju sehat (KMS) lanjut usia.
d. Meja empat untuk penyuluhan, penyuluhan disini dapat dilaksanakan secara
perorangan maupun secara kelompok.
e. Meja lima untuk pelayanan kesehatan yang meliputi pengukuran tekanan darah dan
pemeriksaan fisik.
Berkunjung ke posyandu lansia merupakan cara untuk dapat memenuhi status
kesehatan lansia. Upaya untuk berperilaku baik dengan menjaga kesehatannya sangat
dipengaruhi oleh motivasi.
C.
C.1
mata (tidak dapat diraba), yang terjadi akibat interaksi antara konsumen dengan karyawan atau
hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk
8
mememcahkan persoalan konsumen (Gronroos, 1990 dalam Ratminto dan Winarsih, 2005).
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersamasama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan perseorangan, keluarga,
kelompok, maupun masyarakat (Levey dan Lomba, 1973). Sedangkan menurut Brotosaputro,
pelayanan kesehatan adalah segala kegiatan yang secara langsung berupaya untuk
menghasilkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan atau dituntut oleh masyarakat untuk
mengatasi kesehatannya (Brotosaputro, 1997).
Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah penggunaan fasilitas pelayanan yang
disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh petugas
kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan tersebut yang didasarkan
pada ketersediaan dan kesinambungan pelayanan, penerimaan masyarakat dan kewajaran,
mudah dicapai oleh masyarakat, terjangkau serta bermutu (Azwar, 1999).
C.2
Tujuan Pelayanan Kesehatan
Tujuan dari pelayanan kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan
kemampuan masyarakat secara menyeluruh dalam memelihara kesehatannya untuk mencapai
derajat kesehatan yang secara mandiri sehingga pelayanan kesehatan sebaiknya tersedia,
dapat dijangkau, dapat diterima oleh semua orang, penyusunan kebijakan kesehatan
seharusnya melibatkan penerima pelayanan kesehatan, lingkungan pengaruh terhadap
kesehatan
perlukan untuk meningkatkan kesehatan, kesehatan merupakan tanggung jawab individu, klien
merupakan anggota tetap team kesehatan (Azwar, 1999).
C.3
Macam-macam Pelayanan Kesehatan
Beberapa macam pelayanan kesehatan diantaranya adalah : 1) Pelayanan kesehatan
tingkat pertama (primary health care) ditujukan untuk pelayanan kesehatan/promosi kesehatan
bentuk pelayanan antara lain: Puskesmas, Pusling, Pustu, bakesmas, 2) Pelayanan kesehatan
tingkat kedua (secondary health care) adalah pelayanan kesehatan masyarakat yang
memerlukan rawat inap dan memerlukan tersedianya tenaga dokter baik dokter umum maupun
dokter spesialis, 3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health care) pelayanan
kesehatan masyarakat kelompok yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan
sekunder dan membutuhkan tenaga superspesialis (Azwar, 1999).
D.
D.1
anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh masyarakat, mau dan mampu bekerja bersama
dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan secara sukarela (Depkes, 2003).
D.2
pelayanan kesehatan (health provider) yang setiap bulannya bertugas di posyandu membantu
petugas kesehatan saat ada pelaksanaan kegiatan posyandu lansia di wilayahnya (Departemen
Kesehatan RI, 2006).
Secara umum kader poyandu lansia mempunyai tiga peran (role), yaitu 1) sebagai
pelaksana, 2) sebagai pengelola dan 3) sekaligus dapat berperan sebagai pengguna posyandu
lansia, khususnya kader yang sudah memasuki lanjut usia (Falen dan Budi Dwi K., 2010).
Adapun tugas kader sebagai pelaksana posyandu, yaitu : 1) melaksanakan pelayanan kegiatan
bulanan posyandu dari meja 1 (satu) sampai dengan meja 5 (lima), 2) menggerakkan
masyarakat (lansia) untuk menghadiri dan ikut serta dalam kegiatan posyandu, baik langsung
ketengah masyarakat atau melalui tokoh masyarakat, dan 3) membantu petugas kesehatan
dalam pelayanan kesehatan termasuk penyuluhan kesehatan secara sederhana dan
pelaksanaan senam lansia (Falen dan Budi Dwi K., 2010).
Sedangkan peran kader sebagai pengelola adalah melaksanakan kegiatan yang bersifat
pengelolaan, yaitu 1) mengelola perencanaan kegiatan, pencatatan dan pelaporan, 2)
mengelola pertemuan kader dan menilai (mengevaluasi) hasil kegiatan dan merencanakan
kegiatan hari posyandu pada bulan berikutnya (Ismawati S.Cahyo dkk, 2010).
E.
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).
Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran
(telinga) dan indera penglihatan (mata). Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif
mempunyai enam tingkatan (Notoatmodjo, 2003).
1) Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap
suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima.
2) Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat mengiterpretasikan materi secara benar.
3) Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi dapat diartikan
aplikasi
atau
penggunaan
hukum-hukum,
rumus,
metode,
prinsip
dan
sebagainya.
4) Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru,
dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian suatu materi
atan objek sesuai kriteria-kriteria yang ada.
b. Pendidikan
11
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi
proses pertumbuhan, perkembangan atau berubah kearah yang lebih dewasa, lebih
baik dan matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat (Muchlas, 1999).
Pendidikan dalam kehidupan manusia merupakan sebuah proses yang harus
dilakukan sepanjang hayat. Pada saat ini pendidikan bukan hanya merupakan suatu
proses pembelajaran dalam masyarakat, tetapi sudah berkembang menjadi pusat
atau narasumber dari segala pengetahuan. Pendidikan mempunyai fungsi utama
yang selalu ada dalam perkembangan sejarah manusia yaitu untuk meningkatkan
taraf pengetahuan manusia. Pendidikan merupakan sarana sosialisasi nilai-nilai
budaya
yang
ada
mentransmisikan
di
masyarakat
nilai-nilai
baru
setempat
maupun
juga
sebagai
mempertahankan
media
untuk
nilai-nilai
lama
(Anwarudin, 2008).
Sukmadinata (2003) menyatakan pendidikan diperlukan untuk mendapatkan
informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku
seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk siap berperan serta
dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin
mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki,
sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangannya sikap
seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2. Faktor Pemungkin (Enabling factors)
Lawrence L Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) mengartikan Enabling factors
sebagai faktor pendukung. Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti: rumah sakit, puskesmas,
poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta,
ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak maupun segi biaya dan social,
adanya peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku
tertentu.
3. Faktor Penguat
Faktor penguat/pendorong adalah faktor yang memperkuat untuk terjadinya perilaku
tertentu. Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh
agama, anggota keluarga, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan
(Notoatmodjo, 2003).
12
Sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan
tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Menurut Azwar (2004)
sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua
adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap
selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang atau tidak senang, menurut dan
melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu, sedangkan perilaku merupakan
bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi.
F.
Kerangka Teori
Peran
Peran
Peran
Peran
kader
kader sebagai pelaksana
kader sebagai pengelola
kader sebagai penguna
Predisposing factors :
Pengetahuan
Sikap
Keyakinan
Kepercayaan
Pendidikan
Nilai-nilai
Enabling factors :
Ketercapaian pelayanan meliputi: Akses (jarak, waktu temp
Dukungan dan motivasi dari anggota
keluarga sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan
Ketersediaan
Peraturan-peraturan
13
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Kerangka Konsep
INDEPENDEN
Peran kader
- Peran
kader
pelaksana
- Peran
kader
pengelola
B.
DEPENDEN
sebagai
Pemanfaatan Pelayanan
sebagai
Kesehatan
Hipotesis
1. Ada hubungan peran kader sebagai pelaksana dengan pemanfaatan pelayanan
posyandu lansia di wilayah Puskesmas Bangetayu Kecamatan Genuk Kota
Semarang.
2. Ada hubungan peran kader sebagai pengelola dengan pemanfaatan pelayanan
posyandu lansia di wilayah Puskesmas Bangetayu Kecamatan Genuk Kota
Semarang.
C.
D.
n=
N Z 1 /2 P(1P)
( N 1 ) d + Z 1 / 2 P(1P)
2
n=
n=
88 ( 1,96 ) 0,5(10,5)
n=68 responden
catatan : n = besarnya sampel
d = Degree of Precision = 0,1
z = Confidence coefisient = 1,960
P = Proporsi yang sesungguhnya dari suatu populasi yang tidak diketahui
E.
15
Operasional variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu, variabel
independen yaitu peran kader sebagai pelaksana dan pengelola sedangkan variabel dependen
yaitu pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Operasionalisasi variabel dalam penelitian ini akan dijelaskan dalam tabel 3.1.
No
Variabel
Definisi operasional
Alat ukur
Hasil ukur
Skala
1.
Peran kader
Kuisioner
Hasil scoring
Numerik
pelaksana
dalam kegiatanan
nilai peran
kader
keaktifan lansia
dengan
interpretasi
semakin
tinggi skor
semakin
tinggi
keterlibatan
kader
2.
Peran kader
Kuisioner
Hasil scoring
pengelola
dalam perencanaan
nilai peran
kader
pelaporan pertemuan
dengan
posyandu
interpretasi
Numerik
semakin
tinggi skor
semakin
tinggi
keterlibatan
16
kader
3.
Pemanfaatan
Pemahaman dalam
Kuisioner
Hasil scoring
Numerik
pelayanan
memanfaatkan pelayanan
nilai
kesehatan
kesehatan untuk
pemanfaatan
meningkatkan derajat
pelayanan
kesehatan lansia di
kesehatan
posyandu lansia
dengan
interpretasi
semakin
tinggi skor
semakin
tinggi
pemahaman
tentang
pemanfaatan
pelayanan
kesehatan
F.
2006). Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data
sekunder.
1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung di lapangan oleh peneliti sebagai
obyek
penulisan.
Metode
wawancara
mendalam
atau
in-depth
interview
17
Selain data primer, sumber data yang dipakai peneliti adalah sumber data sekunder,
data sekunder didapat melalui berbagai sumber yaitu literature artikel, serta situs di internet
yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.
G.
adalah tanya jawab kepada responden dengan pedoman kuisioner yang telah diranang dan
sebelumnya telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Kuisioner dibuat untuk memperoleh
informasi yang relevan dengan tujuan survey dan memperoleh informasi dengan reliabilitas dan
validitas setinggi mungkin. Untuk melengkapi data wawancara dan keperluan pembahasan,
diperlukan data pendukung (data sekunder) berupa gambaran umum daerah/lokasi penelitian,
data kegiatan kader dan profil kesehatan, laporan atau catatan lain di Dinas Kesehatan Kota
dan di Puskesmas maupun dari monografi Kecamatan Genuk, Kota Semarang.
H.
Pengumpulan Data
1. Tahap pertama yaitu persiapan. Peneliti menentukan subjek penelitian, tujuan
penelitian, dan tempat penelitian. Peneliti mengajukan surat izin dari Fakultas untuk
diserahkan ke Dinas Kesehatan Kota Semarang.
2. Tahap kedua yaitu pengumpulan data sampel. Peneliti mengumpulkan data dari
posyandu lansia di wilayah Puskesmas Bangetayu. Data yang diambil adalah
jumlah kader yang aktif, setelah di dapatkan data tersebut peneliti membagi sesuai
dengan perhitungan proporsi sampel.
3. Tahap ketiga yaitu pelaksanaan. Peneliti membagikan kuisioner kepada kader yang
aktif di posyandu lansia. Peneliti memperkenalkan diri, menyampaikan maksud dan
tujuan serta meminta ijin secara lisan dan tertulis (informed consent). Peneliti
memberikan kuisioner serta menjelaskan cara mengisi kuisioner tersebut.
4. Tahap keempat yaitu pengolahan data. Peneliti mengecek kembali kelengkapan
kuisioner dan memulai pengolahan. Peneliti memberikan skor atau nilai pada
masing-masing pertanyaan. Tahap selanjutnya memasukkan data ke dalam
software statistic (SPSS 19) dan melakukan analisis. Setelah itu memeriksa kembali
apakah ada kesalahan pada data atau pada proses input dan analisis.
I.
sebagai berikut:
18
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data atau formulir
kuisioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka) terhadap data yang
terdiri atas kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis
data menggunakan computer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar
kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat
lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.
3. Entry data
Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam
master table atau data base computer, kemudian membuat distribusi frekuensi
sederhana (Budiarto, 2002).
Analisa data terbagi menjadi dua, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.
1. Analisis univariat
Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan data atau
variabel secara sederhana (Umar, 2011). Data univariat pada penelitian ini meliputi
usia responden, jenis kelamin dan pendidikan responden serta hasil skor peran
kader dan pemanfaatan pelayanan kesehatan . Untuk hasil skor peran kader di
interpretasikan semakin nilai mendekati nilai tertinggi keterlibatan semakin tinggi
dan jika mendekati nilai terendah keterlibatan semakin rendah, dan untuk nilai
pemanfaatan pelayanan kesehatan di interpretasikan semakin nilai mendekati nilai
tertinggi pemahaman tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan baik dan jika
mendekati nilai terendah pemahaman tentang pelayanan kesehatan buruk.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga mempunyai hubungan
atau berkolerasi antar variabel (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini analisis
dilakukan terhadap 2 variabel yaitu antara variabel bebas dengan variabel terikat
yaitu pengaruh peran kader terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Dalam mengolah data, peneliti akan melakukan scoring, yaitu sajian data akan
diubah ke dalam data angka agar lebih mudah dianalisis. Setelah proses scoring
selesai, peneliti akan membagi variabel untuk di analisis.
J.
Jadual Penelitian
Tabel 3.2 Jadual Penelitian
19
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jenis Kegiatan
Penelitian Pendahuluan
Pembuatan Proposal
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Penyusunan Skripsi
Ujian Skripsi
Waktu Pelaksanaan
9 Juli 2014 16 Juli 2014
17 Juli 2014 31 Juli 2014
1 Agustus 2014 21 Agustus 2014
22 Agustus 2014 5 September 2014
5 September 2014 3 Oktober 2014
8 Oktober 2014
Daftar Pustaka
Arikunto. 2006. Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: PT. Rineke Cipta
Arisman. 2007. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Aziz Aimul, Hidayat. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika
Azwar, Azrul. 1999. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Binarupa Aksara
Azwar, Saifuddin. 2004. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Brotosputro, Budioro. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Semarang: Universitas Diponegoro
Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
Buku Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2009
Darmojo, R.B, Martono, H.H. 2004. Buku Ajar Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Depkes. RI. 2000. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan &
Kebijaksanaan Program. Jakarta: Direktorat Kesehatan Keluarga
Depkes. RI. 2003. Pedoman Pengelolaan Kesehatan di Kelompok Usia Lanjut. Jakarta:
Direktorat Kesehatan Keluarga
Depkes. RI. 2006. Pedoman Pelatihan Kader Kelompok Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan.
Jakarta: Direktorat Kesehatan Keluarga
Depkes. RI. 2010. Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia. Jakarta: Komisi Nasional
Lanjut Usia
Erfandi. 2008. Pengelolaan Posyandu Lansia. Diambil tanggal 26 Juni 2014 dari
http://www.puskesmas=oke.blogspot.com
20
Falen dan Budi Dwi K. 2003. Keperawatan Komunitas. Yogyakarta: Nuha Medika
Henniwati. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut
Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur. FKM USU. Medan
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6745/1/08E00905.pdf
diakses
pada
di
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Walikukun
Kabupaten
Ngawi.
21
Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman
Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Ratminto dan Winarsih Atik Septi. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar
Sugiyono. 2003. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2005. Cetakan kedua: Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Sukmadinata. 2003. Informasi dan Pengetahuan. Jakarta: Bina Rupa Aksara
Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2009
Undang-Undang RI No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia
Umar, Husein. 2003. Metode Riset Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Umar, Husein. 2011. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: Rajawali Pers
Wijayanti. 2008. Hubungan Kondisi Fisik RTT Lansia terhadap Kondisi Sosial Lansia.
Semarang: Universitas Diponegoro
22