Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Lansia (lanjut usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai

dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia
mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika
kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki
selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri
dengan kondisi lingkungannya (Darmojo, 2004). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima
sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses
penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
Perkembangan Penduduk Lanjut usia (lansia) di Indonesia menarik diamati. Dari tahun
ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Menurut Kantor Kementerian Koordinator
Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2
tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta
orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010, jumlah penduduk
lansia yang tinggal di perkotaan sebesar 12.380.321 (9,58%) dan yang tinggal di perdesaan
sebesar 15.612.232 (9,97%). Di Jawa Tengah sendiri tercatat 2.336.115 jiwa merupakan lansia
dari total penduduk 32.864.563 (Susenas, 2009).
Meningkatnya jumlah lansia di Indonesia merupakan suatu permasalahan yang harus
ditangani dan menjadi prioritas. Untuk meningkatkan derajat kesehatan serta kesejahteraan
hidupnya, maka pemerintah merumuskan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan untuk
lansia. Pembinaan lansia di Indonesia dilaksanakan berdasarkan peraturan Undang-Undang RI
No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia yang menyebutkan bahwa pelayanan
kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan
kemampuan Lansia, upaya penyuluhan, penyembuhan dan pengembangan lembaga. Oleh
karena itu pemerintah mencanangkan program Posyandu Lansia sebagai pelayanan kesehatan
untuk lansia.
Posyandu Lansia adalah suatu wadah pelayanan bagi usia lanjut di masyarakat, dimana
proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi
sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif
(Notoatmodjo, 2007). Posyandu Lansia mempunyai arti penting untuk menjaga kesehatan dasar
1

Lansia yang diberikan oleh tenaga kesehatan baik di Puskesmas maupun di Posyandu
Kelompok Lansia. Hasil kegiatan pelayanan kesehatan Lansia di Kota Semarang pada tahun
2009, sebesar 90.842 (54,93%) dari 165.375 lansia telah mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai standar. Jumlah tersebut terdiri atas pra Lansia (45=59 thn) sebanyak 48.055 orang dan
Lansia ( 60 thn) sebanyak 42.787 orang, jumlah ini sedikit menurun dari tahun 2008 silam
(Profil Kesehatan Kota Semarang, 2009).
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan pelayanan posyandu lansia
menunjukkan masih rendahnya pemanfaatan pelayanan posyandu lansia, seperti penelitian
Khotimah (2011) yang berjudul Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Pemanfaatan
pelayanan posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Walikukun Kabupaten Ngawi,
menunjukkan hasil mayoritas responden berumur 55-64 tahun, berjenis kelamin perempuan,
tinggal bersama suami/istri dan anak, berstatus kawin, pendidikan tamat SD, pekerjaan petani,
jarak ke posyandu dekat sedangkan pendapatan, pengetahuan, sikap, dukungan sosial dan
peran kader termasuk kategori kurang. Variabel yang berhubungan secara signifikan dengan
pemanfaatan pelayanan posyandu lansia yaitu pengetahuan (p=0,000), sikap (p=0,001),
dukungan sosial (p=0,010) dan peran kader (p=0,009).
Kader posyandu lansia berperan dalam menggerakkan masyarakat mengajak usia lanjut
untuk hadir dan berpartisipasi dalam kegiatan usia lanjut, memberikan penyuluhan,
menyebarluaskan informasi kesehatan seperti cara hidup bersih dan sehat, gizi usia lanjut dan
melaksanakan kegiatan -kegiatan kelompok usia lanjut di posyandu (Depkes, 2003). Kader
posyandu lansia mempunyai peran yang penting karena merupakan penyedia pelayanan
kesehatan (health provider) yang setiap bulannya bertugas di posyandu membantu petugas
kesehatan saat ada pelaksanaan kegiatan posyandu lansia di wilayahnya (Depkes RI, 2006)
B.

Rumusan Masalah
Masalah yang menjadi dasar pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

peran kader terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan posyandu lansia di wilayah


Puskesmas Bangetayu, Kecamatan Genuk, Kota Semarang. Dari rumusan masalah di atas
akan menimbulkan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh peran kader terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan
posyandu lansia di wilayah Puskesmas Bangetayu, Kecamatan Genuk, Kota
Semarang?
C.

Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh peran kader terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan


posyandu lansia di wilayah Puskesmas Bangetayu, Kecamatan Genuk, Kota
Semarang.
b. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya prevalensi lansia di Kota Semarang.
2. Diketahuinya jumlah kader posyandu lansia di wilayah Puskesmas Bangetayu,
Kecamatan Genuk, Kota Semarang.
3. Diketahuinya jumlah kader posyandu lansia yang aktif di wilayah Puskesmas
Bangetayu, Kecamatan Genuk, Kota Semarang.
4. Diketahuinya cakupan pelayanan posyandu lansia di wilayah Puskesmas
Bangetayu, Kecamatan Genuk, Kota Semarang.
5. Diketahuinya hubungan peran kader dengan pemanfaatan posyandu lansia di
wilayah Puskesmas Bengetayu, Kecamatan Genuk, Kota Semarang.
D.

Manfaat Penelitian
a. Aspek Teoritis
Diharapkan dapat menjadi acuan ilmiah bagi peneliti selanjutnya mengenai pengaruh
peran kader terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan posyandu lansia di wilayah
Puskesmas Bangetayu, Kecamatan Genuk, Kota Semarang.
b. Aspek Praktis
1. Bagi peneliti diharapkan menambah pengetahuan dan pengalaman belajar
mengenai pengaruh peran kader terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan
posyandu lansia di wilayah Puskesmas Bangetayu, Kecamatan Genuk, Kota
Semarang.
2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Semarang dengan diketahuinya pengaruh peran
kader terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan posyandu lansia diharapkan
dapat memberikan informasi bagi penyusunan program kesehatan yang berguna
untuk penanggulangan kasus kesejahteraan manula di Kota Semarang.

E.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
karena melakukan analisis penyebab masalah terkait perilaku pemanfaatan pelayanan
posyandu pada lansia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
A.1.

Lanjut Usia
Definisi
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, pengertian lanjut

usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan
istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia
menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu : aspek biologis, aspek ekonomi dan aspek sosial (Wijayanti, 2008).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia
pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 7590 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Menurut Masdani (Psikolog dari
4

Universitas indonesia), lanjut usia merupakan kelanjutan usia dewasa. Kedewasaan dapat
dibagi menjadi empat bagian yaitu : fase iuventus antara 25-40 tahun, fase verilitas, antara usia
40 -50 tahun, fase praesenium antara usia 55-65, fase senium, antara usia 65 tahun hingga
tutup usia (Nugroho, 2010).
A.2. Klasifikasi Lansia
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2003, terdapat empat klasifikas
lansia, yaitu sebagai berikut :
1. Pralansia (prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun keatas.
3. Lansia resiko tinggi Seseorang yang berumur 70 tahun atau lebih seseorang yang
berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4. Lansia tidak potensial Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidup nya
A.3.

bergantung pada bantuan orang lain.


Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan

dan kondisi fisik, mental sosial dan ekonominya (Nugroho, 2000) :


1. Tipe arif Bijaksana, kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri, mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas, konflik lahir batin menentang proses penuaan, sehingga pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, kritik dan suka menuntut.
4. Tipe pasrah, menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung, kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, acuh tak acuh.
B.
B.1.

Posyandu Lansia
Definisi
Posyandu Lansia atau Kelompok Usia Lanjut (POKSILA) adalah suatu wadah pelayanan

bagi usia lanjut di masyarakat, dimana proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan
oleh masyarakat bersama Lembaga Swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan
non pemerintah, swasta, organisasi social dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan
pada upaya promotif dan preventif (Soekidjo Notoatmodjo, 2007). Posyandu juga merupakan
wadah kegiatan berbasis masyarakat untuk bersama-sama menghimpun seluruh kekuatan dan
kemampuan masyarakat untuk melaksanakan, memberikan serta memperoleh informasi dan
5

pelayanan sesuai kebutuhan dalam upaya peningkatan status gizi masyarakat secara umum
(Henniwati, 2008).
Dasar pembentukan posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
terutama usia lanjut, kita di hadapkan pada beberapa masalah yaitu jumlah usia lanjut yang
semakin meningkat, mahal nya harga dan biaya pengobatan, transportasi, tingginya angka
kesakitan, rendahnya jangkauan pelayanan kesehatan dan lain-lain (Depkes RI, 2000).
B.2. Tujuan Posyandu Lansia
Menurut Erfandi (2008), tujuan Posyandu Lansia secara garis besar adalah sebagai
berikut :
1. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia dimasyarakat, sehingga
terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia.
2. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta
dalam pelayanan kesehatan, disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat
B.3.

usia lanjut.
Sasaran Posyandu Lansia
Sasaran pelaksanaan pembinaan POKSILA, terbagi dua yaitu:
1. Sasaran langsung, yang meliputi pra lanjut usia (45-59 tahun), usia lanjut (60-69
tahun), usia lanjut risiko tinggi (>70 tahun atau 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan.
2. Sasaran tidak langsung, yang meliputi keluarga dimana usia lanjut berada,
masyarakat di lingkungan usia lanjut, organisasi sosial yang peduli terhadap
pembinaan kesehatan usia lanjut, petugas kesehatan yang melayani kesehatan usia
lanjut, petugas lain yang menangani Kelompok Usia Lanjut dan masyarakat luas

B.4.

B.5.

(Depkes RI, 2003).


Manfaat Posyandu Lansia
Menurut Depkes RI (2000), manfaat dari posyandu lansia adalah sebagai berikut :
1. Kesehatan fisik usia lanjut dapat dipertahankan tetap bugar
2. Kesehatan rekreasi tetap terpelihara
3. Dapat menyalurkan minat dan bakat untuk mengisi waktu luang
Upaya-Upaya Yang Dilakukan Dalam Posyandu Lansia
Lima upaya yang dilakukan dalam posyandu lansia antara lain :
a. Upaya meningkatkan / promosi kesehatan
Upaya meningkatkan kesehatan promotif pada dasarnya merupakan upaya
mencegah primer (primary prevention). Menurut Suyono (1997), ada beberapa
tindakan yang disampaikan dalam bentuk pesan BAHAGIA yaitu :
1. Berat badan berlebihan agar dihindari dan dikurangi
2. Aturlah makanan hingga seimbang
3. Hindari faktor resiko penyakit degeneratif
4. Agar terus berguna dengan mempunyai hobi yang bermanfaat
6

5. Gerak badan teratur agar terus dilakukan


6. Iman dan takwa ditingkatkan, hindari dan tangkal situasi yang menegangkan
7. Awasi kesehatan dengan memeriksa badan secara periodik
b. Peningkatan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, meliputi kegiatan
peningkatan keagamaan (kegiatan doa bersama). Peningkatan ketakwaan berupa
pengajian rutin satu bulan sekali. Kegiatan ini memberikan kesempatan mewujudkan
keinginan lanjut usia yang selalu berusaha terus memperkokoh iman dan takwa
c. Peningkatan kesehatan dan kebugaran lanjut usia meliputi :
1. Pemberian pelayanan kesehatan melalui klinik lanjut usia
Kegiatan pelayanan kesehatan dengan cara membentuk suatu pertemuan yang
diadakan disuatu tempat tertentu atau cara tertentu misalnya pengajian rutin,
arisan pertemuan rutin, mencoba memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat
sederhana dan dini. Sederhana karena kita menciptakan sistem pelayanan yang
diperkirakan bisa dilaksanakan diposyandu lansia dengan kader yang juga direkrut
dari kelompok pra usia lanjut. Bersifat dini karena pelayanan kesehatan tersebut
dilaksanakan rutin tiap bulan dan diperuntukkan bagi seluruh lanjut usia baik yang
merasa sehat maupun yang merasa adanya gangguan kesehatan. Selain itu
aspek preventif mendapatkan porsi penekanan dalam pelayanan kesehatan ini.
2. Penyuluhan gizi
3. Penyuluhan tentang tanaman obat keluarga
4. Olah raga
Olah raga adalah suatu bentuk latihan fisik yang memberikan pengaruh baik
terhadap tingkat kemampuan fisik seseorang, apabila dilakukan secara baik dan
benar. Manfaat latihan fisik bagi kesehatan adalah sebagai upaya promotif,
preventif, kuratif, rehabilitatif. Ada berbagai jenis kegiatan yang dapat dilakukan,
salah satunya adalah olah raga. Jenis olah raga yang bisa dilakukan dalam
kegiatan posyandu lansia adalah pekerjaan rumah, berjalan-jalan, jogging atau
berlari-lari, berenang, bersepeda, bentuk-bentuk lain seperti tenis meja dan tenis
lapangan
5. Rekreasi
d. Peningkatan Keterampilan
Kesenian, hiburan rakyat dan rekreasi merupakan kegiatan yang sangat diminati oleh
lanjut usia. Kegiatan yang selalu bisa mendatangkan rasa gembira tersebut tidak
jarang menjadi obat yang sangat mujarab terutama bagi lansia yang kebetulan anak
7

cucunya bertempat tinggal jauh darinya atau usia lanjut yang selalu berusaha terus
memperkokoh iman dan takwa. Peningkatan ketrampilan untuk lansia meliputi :
1. Demontrasi ketrampilan lansia membuat kerajinan
2. Membuat kerajinan yang berpeluang untuk dipasarkan
3. Latihan kesenian bagi lansia
e. Upaya pencegahan/prevention
Masing-masing upaya pencegahan dapat ditunjukkan kepada :
1. Upaya pencegahan primer (primary prevention) ditujukan kepada lanjut usia yang
sehat, mempunyai resiko akan tetapi belum menderita penyakit.
2. Upaya pencegahan sekunder (secondary prevention) ditujukan kepada penderita
tanpa gejala, yang mengidap faktor resiko. Upaya ini dilakukan sejak awal penyakit
hingga awal timbulnya gejala atau keluhan.
3. Upaya pencegahan tertier (tertiery prevention) ditujukan kepada penderita penyakit
dan penderita cacat yang telah memperlihatkan gejala penyakit.
B.6

Penyelenggaraan posyandu lansia


Penyelenggaraan posyandu lansia dilaksanakan oleh kader kesehatan yang terlatih,

tokoh dari PKK, tokoh masyarakat dibantu oleh tenaga kesehatan dari puskesmas setempat
baik seorang dokter bidan atau perawat Menurut Budiono (1997), penyelengaraan posyandu
lansia dilakukan dengan sistem 5 meja meliputi :
a. Meja satu untuk pendaftaran.
b. Meja dua untuk penimbangan.
c. Meja tiga untuk pengisian kartu menuju sehat (KMS) lanjut usia.
d. Meja empat untuk penyuluhan, penyuluhan disini dapat dilaksanakan secara
perorangan maupun secara kelompok.
e. Meja lima untuk pelayanan kesehatan yang meliputi pengukuran tekanan darah dan
pemeriksaan fisik.
Berkunjung ke posyandu lansia merupakan cara untuk dapat memenuhi status
kesehatan lansia. Upaya untuk berperilaku baik dengan menjaga kesehatannya sangat
dipengaruhi oleh motivasi.
C.
C.1

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan


Defisi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Pelayanan merupakan suatu aktivitas atau serangkaian alat yang bersifat tidak kasat

mata (tidak dapat diraba), yang terjadi akibat interaksi antara konsumen dengan karyawan atau
hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk
8

mememcahkan persoalan konsumen (Gronroos, 1990 dalam Ratminto dan Winarsih, 2005).
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersamasama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan perseorangan, keluarga,
kelompok, maupun masyarakat (Levey dan Lomba, 1973). Sedangkan menurut Brotosaputro,
pelayanan kesehatan adalah segala kegiatan yang secara langsung berupaya untuk
menghasilkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan atau dituntut oleh masyarakat untuk
mengatasi kesehatannya (Brotosaputro, 1997).
Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah penggunaan fasilitas pelayanan yang
disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh petugas
kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan tersebut yang didasarkan
pada ketersediaan dan kesinambungan pelayanan, penerimaan masyarakat dan kewajaran,
mudah dicapai oleh masyarakat, terjangkau serta bermutu (Azwar, 1999).
C.2
Tujuan Pelayanan Kesehatan
Tujuan dari pelayanan kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan
kemampuan masyarakat secara menyeluruh dalam memelihara kesehatannya untuk mencapai
derajat kesehatan yang secara mandiri sehingga pelayanan kesehatan sebaiknya tersedia,
dapat dijangkau, dapat diterima oleh semua orang, penyusunan kebijakan kesehatan
seharusnya melibatkan penerima pelayanan kesehatan, lingkungan pengaruh terhadap
kesehatan

penduduk, kelompok keluarga dan individu, pencegahan penyakit sangat di

perlukan untuk meningkatkan kesehatan, kesehatan merupakan tanggung jawab individu, klien
merupakan anggota tetap team kesehatan (Azwar, 1999).
C.3
Macam-macam Pelayanan Kesehatan
Beberapa macam pelayanan kesehatan diantaranya adalah : 1) Pelayanan kesehatan
tingkat pertama (primary health care) ditujukan untuk pelayanan kesehatan/promosi kesehatan
bentuk pelayanan antara lain: Puskesmas, Pusling, Pustu, bakesmas, 2) Pelayanan kesehatan
tingkat kedua (secondary health care) adalah pelayanan kesehatan masyarakat yang
memerlukan rawat inap dan memerlukan tersedianya tenaga dokter baik dokter umum maupun
dokter spesialis, 3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health care) pelayanan
kesehatan masyarakat kelompok yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan
sekunder dan membutuhkan tenaga superspesialis (Azwar, 1999).
D.
D.1

Kader Posyandu Lansia


Definisi Kader Posyandu
Menurut WHO (1998) kader kesehatan adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh

masyarakat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan. Kader adalah

anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh masyarakat, mau dan mampu bekerja bersama
dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan secara sukarela (Depkes, 2003).
D.2

Peran Kader Posyandu Lansia


Kader posyandu lansia mempunyai peran yang penting karena merupakan penyedia

pelayanan kesehatan (health provider) yang setiap bulannya bertugas di posyandu membantu
petugas kesehatan saat ada pelaksanaan kegiatan posyandu lansia di wilayahnya (Departemen
Kesehatan RI, 2006).
Secara umum kader poyandu lansia mempunyai tiga peran (role), yaitu 1) sebagai
pelaksana, 2) sebagai pengelola dan 3) sekaligus dapat berperan sebagai pengguna posyandu
lansia, khususnya kader yang sudah memasuki lanjut usia (Falen dan Budi Dwi K., 2010).
Adapun tugas kader sebagai pelaksana posyandu, yaitu : 1) melaksanakan pelayanan kegiatan
bulanan posyandu dari meja 1 (satu) sampai dengan meja 5 (lima), 2) menggerakkan
masyarakat (lansia) untuk menghadiri dan ikut serta dalam kegiatan posyandu, baik langsung
ketengah masyarakat atau melalui tokoh masyarakat, dan 3) membantu petugas kesehatan
dalam pelayanan kesehatan termasuk penyuluhan kesehatan secara sederhana dan
pelaksanaan senam lansia (Falen dan Budi Dwi K., 2010).
Sedangkan peran kader sebagai pengelola adalah melaksanakan kegiatan yang bersifat
pengelolaan, yaitu 1) mengelola perencanaan kegiatan, pencatatan dan pelaporan, 2)
mengelola pertemuan kader dan menilai (mengevaluasi) hasil kegiatan dan merencanakan
kegiatan hari posyandu pada bulan berikutnya (Ismawati S.Cahyo dkk, 2010).
E.

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan


Dalam pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia terdapat beberapa teori yang

mengungkap faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan erat


kaitannya dengan faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang atau masyarakat. Pendekatan
teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori Lawrence L. Green (1980).
Menurut teori perilaku Lawrence L. Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) perilaku
dipengaruhi oleh faktor predisposisi (Predisposing factors), faktor pendukung (Enabling factors),
faktor pendorong (Reinforcing factors).
1. Predisposing factors
Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya
perilaku tertentu. Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai nilai. Faktor Predisposisi juga berkaitan erat dengan karakteristik
individu mencakup pendidikan dan pekerjaan.
a. Pengetahuan
10

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).
Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran
(telinga) dan indera penglihatan (mata). Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif
mempunyai enam tingkatan (Notoatmodjo, 2003).
1) Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap
suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima.
2) Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat mengiterpretasikan materi secara benar.
3) Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi dapat diartikan
aplikasi

atau

penggunaan

hukum-hukum,

rumus,

metode,

prinsip

dan

sebagainya.
4) Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru,
dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian suatu materi
atan objek sesuai kriteria-kriteria yang ada.
b. Pendidikan

11

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi
proses pertumbuhan, perkembangan atau berubah kearah yang lebih dewasa, lebih
baik dan matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat (Muchlas, 1999).
Pendidikan dalam kehidupan manusia merupakan sebuah proses yang harus
dilakukan sepanjang hayat. Pada saat ini pendidikan bukan hanya merupakan suatu
proses pembelajaran dalam masyarakat, tetapi sudah berkembang menjadi pusat
atau narasumber dari segala pengetahuan. Pendidikan mempunyai fungsi utama
yang selalu ada dalam perkembangan sejarah manusia yaitu untuk meningkatkan
taraf pengetahuan manusia. Pendidikan merupakan sarana sosialisasi nilai-nilai
budaya

yang

ada

mentransmisikan

di

masyarakat

nilai-nilai

baru

setempat

maupun

juga

sebagai

mempertahankan

media

untuk

nilai-nilai

lama

(Anwarudin, 2008).
Sukmadinata (2003) menyatakan pendidikan diperlukan untuk mendapatkan
informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku
seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk siap berperan serta
dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin
mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki,
sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangannya sikap
seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2. Faktor Pemungkin (Enabling factors)
Lawrence L Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) mengartikan Enabling factors
sebagai faktor pendukung. Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti: rumah sakit, puskesmas,
poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta,
ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak maupun segi biaya dan social,
adanya peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku
tertentu.
3. Faktor Penguat
Faktor penguat/pendorong adalah faktor yang memperkuat untuk terjadinya perilaku
tertentu. Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh
agama, anggota keluarga, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan
(Notoatmodjo, 2003).

12

Sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan
tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Menurut Azwar (2004)
sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua
adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap
selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang atau tidak senang, menurut dan
melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu, sedangkan perilaku merupakan
bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi.
F.

Kerangka Teori

Sikap dan perilaku tokoh masyarakat


Reinforcing factors

Peran
Peran
Peran
Peran

kader
kader sebagai pelaksana
kader sebagai pengelola
kader sebagai penguna

Predisposing factors :
Pengetahuan
Sikap
Keyakinan
Kepercayaan
Pendidikan
Nilai-nilai

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Enabling factors :
Ketercapaian pelayanan meliputi: Akses (jarak, waktu temp
Dukungan dan motivasi dari anggota
keluarga sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan
Ketersediaan
Peraturan-peraturan

13

BAB III
METODE PENELITIAN
A.

Kerangka Konsep

INDEPENDEN
Peran kader
- Peran
kader
pelaksana
- Peran
kader
pengelola
B.

DEPENDEN

sebagai

Pemanfaatan Pelayanan

sebagai

Kesehatan

Hipotesis
1. Ada hubungan peran kader sebagai pelaksana dengan pemanfaatan pelayanan
posyandu lansia di wilayah Puskesmas Bangetayu Kecamatan Genuk Kota
Semarang.
2. Ada hubungan peran kader sebagai pengelola dengan pemanfaatan pelayanan
posyandu lansia di wilayah Puskesmas Bangetayu Kecamatan Genuk Kota
Semarang.

C.

Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah observasional, dengan

melakukan pendekatan cross sectional. Penelitian asosiatif/hubungan dengan cross sectional


adalah jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel
independen dan dependen hanya satu kali pada suatu saat (Nursalam, 2009).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh peran kader
terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan posyandu lansia di wilayah Puskesmas Bangetayu
Kecamatan Genuk Kota Semarang dengan cara memberikan pernyataan melalui kuisioner
kepada responden penelitian.
14

D.

Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan ditarik sebuah kesimpulan (Sugiyono, 2003). Populasi dalam
penelitian ini adalah kader posyandu lansia yang berjumlah 88 orang yang berasal
dari 2 posyandu lansia yang berada di wilayah Puskesmas Bangetayu, Kecamatan
Genuk, Kota Semarang tahun 2012.
2. Sampel
Sampel penelitian merupakan sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002). Sampel
merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008). Sampel pada penelitian ini
adalah kader posyandu aktif yang berjumlah 88 orang. Besar sampel yang akan
dipakai pada penelitian ini ditentukan dengan menggunakan sampel nominal,
dihitung dengan menggunakan pendugaan proporsi.
Rumus pendugaan proporsi :

n=

N Z 1 /2 P(1P)
( N 1 ) d + Z 1 / 2 P(1P)
2

n=

n=

88 ( 1,96 ) 0,5(10,5)

( 881 ) 0,05 + ( 1,9 )2 0,5 (10,5)


88(3) 0,5(0,5)
( 87 ) 0,0025+(3)0,5 (0,5)

n=68 responden
catatan : n = besarnya sampel
d = Degree of Precision = 0,1
z = Confidence coefisient = 1,960
P = Proporsi yang sesungguhnya dari suatu populasi yang tidak diketahui
E.

Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Skala

15

Operasional variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu, variabel
independen yaitu peran kader sebagai pelaksana dan pengelola sedangkan variabel dependen
yaitu pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Operasionalisasi variabel dalam penelitian ini akan dijelaskan dalam tabel 3.1.
No

Variabel

Definisi operasional

Alat ukur

Hasil ukur

Skala

1.

Peran kader

Tugas kader posyandu

Kuisioner

Hasil scoring

Numerik

pelaksana

dalam kegiatanan

nilai peran

posyandu dan mengajak

kader

keaktifan lansia

dengan
interpretasi
semakin
tinggi skor
semakin
tinggi
keterlibatan
kader

2.

Peran kader

Keaktifan kader posyandu

Kuisioner

Hasil scoring

pengelola

dalam perencanaan

nilai peran

kegiatan, pencatatan dan

kader

pelaporan pertemuan

dengan

posyandu

interpretasi

Numerik

semakin
tinggi skor
semakin
tinggi
keterlibatan

16

kader
3.

Pemanfaatan

Pemahaman dalam

Kuisioner

Hasil scoring

Numerik

pelayanan

memanfaatkan pelayanan

nilai

kesehatan

kesehatan untuk

pemanfaatan

meningkatkan derajat

pelayanan

kesehatan lansia di

kesehatan

posyandu lansia

dengan
interpretasi
semakin
tinggi skor
semakin
tinggi
pemahaman
tentang
pemanfaatan
pelayanan
kesehatan

F.

Sumber Data Penelitian


Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto,

2006). Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data
sekunder.
1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung di lapangan oleh peneliti sebagai
obyek

penulisan.

Metode

wawancara

mendalam

atau

in-depth

interview

dipergunakan untuk memperoleh data dengan metode wawancara dengan


narasumber yang akan diwawancarai (Umar, 2003).
2. Data sekunder yaitu data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti,
misalnya penelitian harus melalui orang lain atau mencari melalui dokumen. Data ini
diperoleh dengan menggunakan studi literatur yang dilakukan terhadap banyak
buku dan diperoleh berdasarkan catatancatatan yang berhubungan dengan
penelitian, selain itu peneliti mempergunakan data yang diperoleh dari internet
(Sugiyono, 2005).

17

Selain data primer, sumber data yang dipakai peneliti adalah sumber data sekunder,
data sekunder didapat melalui berbagai sumber yaitu literature artikel, serta situs di internet
yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.
G.

Alat Penelitian/Instrumen Penelitian


Alat yang digunakan dalam pengumpulan data dan pengukuran data pada penelitian ini

adalah tanya jawab kepada responden dengan pedoman kuisioner yang telah diranang dan
sebelumnya telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Kuisioner dibuat untuk memperoleh
informasi yang relevan dengan tujuan survey dan memperoleh informasi dengan reliabilitas dan
validitas setinggi mungkin. Untuk melengkapi data wawancara dan keperluan pembahasan,
diperlukan data pendukung (data sekunder) berupa gambaran umum daerah/lokasi penelitian,
data kegiatan kader dan profil kesehatan, laporan atau catatan lain di Dinas Kesehatan Kota
dan di Puskesmas maupun dari monografi Kecamatan Genuk, Kota Semarang.
H.

Pengumpulan Data
1. Tahap pertama yaitu persiapan. Peneliti menentukan subjek penelitian, tujuan
penelitian, dan tempat penelitian. Peneliti mengajukan surat izin dari Fakultas untuk
diserahkan ke Dinas Kesehatan Kota Semarang.
2. Tahap kedua yaitu pengumpulan data sampel. Peneliti mengumpulkan data dari
posyandu lansia di wilayah Puskesmas Bangetayu. Data yang diambil adalah
jumlah kader yang aktif, setelah di dapatkan data tersebut peneliti membagi sesuai
dengan perhitungan proporsi sampel.
3. Tahap ketiga yaitu pelaksanaan. Peneliti membagikan kuisioner kepada kader yang
aktif di posyandu lansia. Peneliti memperkenalkan diri, menyampaikan maksud dan
tujuan serta meminta ijin secara lisan dan tertulis (informed consent). Peneliti
memberikan kuisioner serta menjelaskan cara mengisi kuisioner tersebut.
4. Tahap keempat yaitu pengolahan data. Peneliti mengecek kembali kelengkapan
kuisioner dan memulai pengolahan. Peneliti memberikan skor atau nilai pada
masing-masing pertanyaan. Tahap selanjutnya memasukkan data ke dalam
software statistic (SPSS 19) dan melakukan analisis. Setelah itu memeriksa kembali
apakah ada kesalahan pada data atau pada proses input dan analisis.

I.

Pengolahan dan Analisis Data


Dalam proses pengolah data, peneliti melakukan langkah-langkah pengolahan data

sebagai berikut:

18

1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data atau formulir
kuisioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka) terhadap data yang
terdiri atas kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis
data menggunakan computer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar
kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat
lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.
3. Entry data
Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam
master table atau data base computer, kemudian membuat distribusi frekuensi
sederhana (Budiarto, 2002).
Analisa data terbagi menjadi dua, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.
1. Analisis univariat
Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan data atau
variabel secara sederhana (Umar, 2011). Data univariat pada penelitian ini meliputi
usia responden, jenis kelamin dan pendidikan responden serta hasil skor peran
kader dan pemanfaatan pelayanan kesehatan . Untuk hasil skor peran kader di
interpretasikan semakin nilai mendekati nilai tertinggi keterlibatan semakin tinggi
dan jika mendekati nilai terendah keterlibatan semakin rendah, dan untuk nilai
pemanfaatan pelayanan kesehatan di interpretasikan semakin nilai mendekati nilai
tertinggi pemahaman tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan baik dan jika
mendekati nilai terendah pemahaman tentang pelayanan kesehatan buruk.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga mempunyai hubungan
atau berkolerasi antar variabel (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini analisis
dilakukan terhadap 2 variabel yaitu antara variabel bebas dengan variabel terikat
yaitu pengaruh peran kader terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Dalam mengolah data, peneliti akan melakukan scoring, yaitu sajian data akan
diubah ke dalam data angka agar lebih mudah dianalisis. Setelah proses scoring
selesai, peneliti akan membagi variabel untuk di analisis.
J.

Jadual Penelitian
Tabel 3.2 Jadual Penelitian
19

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Jenis Kegiatan
Penelitian Pendahuluan
Pembuatan Proposal
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Penyusunan Skripsi
Ujian Skripsi

Waktu Pelaksanaan
9 Juli 2014 16 Juli 2014
17 Juli 2014 31 Juli 2014
1 Agustus 2014 21 Agustus 2014
22 Agustus 2014 5 September 2014
5 September 2014 3 Oktober 2014
8 Oktober 2014

Daftar Pustaka
Arikunto. 2006. Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: PT. Rineke Cipta
Arisman. 2007. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Aziz Aimul, Hidayat. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika
Azwar, Azrul. 1999. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Binarupa Aksara
Azwar, Saifuddin. 2004. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Brotosputro, Budioro. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Semarang: Universitas Diponegoro
Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
Buku Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2009
Darmojo, R.B, Martono, H.H. 2004. Buku Ajar Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Depkes. RI. 2000. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan &
Kebijaksanaan Program. Jakarta: Direktorat Kesehatan Keluarga
Depkes. RI. 2003. Pedoman Pengelolaan Kesehatan di Kelompok Usia Lanjut. Jakarta:
Direktorat Kesehatan Keluarga
Depkes. RI. 2006. Pedoman Pelatihan Kader Kelompok Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan.
Jakarta: Direktorat Kesehatan Keluarga
Depkes. RI. 2010. Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia. Jakarta: Komisi Nasional
Lanjut Usia
Erfandi. 2008. Pengelolaan Posyandu Lansia. Diambil tanggal 26 Juni 2014 dari
http://www.puskesmas=oke.blogspot.com
20

Falen dan Budi Dwi K. 2003. Keperawatan Komunitas. Yogyakarta: Nuha Medika
Henniwati. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut
Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur. FKM USU. Medan
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6745/1/08E00905.pdf

diakses

pada

tanggal 26 Juni 2014


Hutapea, Ronald. 2005. Sehat dan Ceria di Usia Senja, Melangkah dengan Anggun. Jakarta:
Rineka Cipta
Ismawati S. Cahyo dkk. 2010. Posyandu dan Desa Siaga. Yogyakarta: Nuha Medika
Khotimah, Siti Khusnul. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Posyandu
Lansia

di

Wilayah

Kerja

Puskesmas

Walikukun

Kabupaten

Ngawi.

http://eprints.undip.ac.id/33393/1/4305.pdf diakses pada tanggal 25 Juni 2014


Levey, Samuel, N. Paul Lomba. 1973. Health Care Administration: A Managerial Perspective.
New York: Lippincott Company
Muchlas, M. 1999. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: MMR UGM
Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Cetakan kedua: Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Reneke Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Cetakan ketiga: Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Reneke Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Reneke Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2006. Cetakan keempat: Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineke Cipta
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni dan Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan. Jakarta: Rineke Cipta
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta: Nuha
Medika
Nugroho, W. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta: Penerbit EGC

21

Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman
Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Ratminto dan Winarsih Atik Septi. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar
Sugiyono. 2003. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2005. Cetakan kedua: Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Sukmadinata. 2003. Informasi dan Pengetahuan. Jakarta: Bina Rupa Aksara
Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2009
Undang-Undang RI No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia
Umar, Husein. 2003. Metode Riset Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Umar, Husein. 2011. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: Rajawali Pers
Wijayanti. 2008. Hubungan Kondisi Fisik RTT Lansia terhadap Kondisi Sosial Lansia.
Semarang: Universitas Diponegoro

22

Anda mungkin juga menyukai