Anda di halaman 1dari 24

BAB II

KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata.Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.Alat rumah tangga
sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata (Ilyas, Sidarta, 2005)
Trauma mata adalah cidera mata yang dapat mengakibatkan kelainan mata
(mangunkusumo, 1988)
Trauma mata adalah trauma pada mata yang menyebabkan kerusakan jaringan pada mata
(Widodo, 2000)
B. KLASIFIKASI
1) Trauma mata menurut penyebabnya ada secara mekanik dan non mekanik.
a) Trauma Mekanik
1. Trauma tumpul yaitu trauma pada mata akibat benturan mata dengan benda yang
relatif besar, tumpul, keras maupun tidak keras. Trauma tumpul dapat menyebabkan
cidera perforasi dan non perforasi. Trauma tumpul pada mata dapat mengenai organ
eksternal (orbita dan palpebra) atau internal (konjungtiva, kornea, iris atau badan
silier, lensa, korvus vitreus, retina dan nervus optikus).
2. Trauma tajam yaitu trauma pada mata akibat benda tajam atau benda asing yang
masuk ke dalam bola mata (Mansjoer, Arif, 2002)
b) Trauma Non Mekanik
1. Trauma Kimia
Trauma kimia asam yaitu trauma pada mata akibat substansi yang bersifat asam.
Trauma kimia basa yaitu trauma pada mata akibat substansi yang bersifat basa.
2. Trauma Fisis
Trauma termal misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
Trauma bahan radioaktif misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi.
2) Trauma mata menurut tingkat keparahannya ada trauma ringan, trauma sedang, dan trauma
berat.
a) Trauma Ringan
i. Trauma disembuhkan tanpa tindakan atau pengobatan yang berarti
ii. Kekeruhan ringan pada kornea
iii. Pragnosis baik

b) Trauma sedang
i.
Kekeruhan kornea sehingga detail iris tidak dapat dilihat, tapi pupil masih
tampak.
ii.
Iskemik mekrosis pada konjungtiva dan sklera
iii.
Pragnosis sedang
c) Trauma berat
i.
Kekeruhan kornea sehingga pupil tidak dapat dinilai
ii.
Konjungtiva dan sklera sangat pucat karena istemik nekrosis berat
iii.
Pragnosis buruk
C. ETIOLOGI
Menurut sebabnya, trauma pada mata dibagi atas :
1. Trauma tumpul atau kontusio yang dapat disebabkan oleh benda tumpul, benturan
dan ledakan dimana terjadi pemadatan udara.
2. Trauma tajam, yang mungkin perforatif atau non perforatif, disertai dengan adanya
3.
4.
5.
6.
7.

corpus aleneum atau tidak, corpus aleneum dapat intra okuler atau ekstra okuler.
Trauma Thermis oleh jilatan api atau kontak dengan benda yang terbakar.
Trauma kimia oleh zat yang bersifat asam atau basa.
Trauma listrik oleh listrik bertegangan rendah, sedang atau tinggi.
Trauma Barometrik misalnya pada pesawat terbang atau penyelam.
Trauma radiasi oleh gelombang pendek atau partikel-partikel atom

D. PATOFISIOLOGI
Trauma mata bisa disebabkan oleh karena mekanik dan non mekanik, semua ini
menciderai organ-organ mata yang menyebabkan terjadinya trauma mata. Trauma mata yang
diakibatkan oleh cedera mekanik pada jaringan bola mata akan menimbulkan suatu atau berbagai
akibat klasik seperti: rasa sakit akibat trauma, gangguan penglihatan berupa penglihatan kabur,
perabengkalan, perdarahan atau luka terbuka dan bentuk mata berubah.
Trauma yang diakibatkan oleh cidera non mekanik pada bola mata akan menimbulkan
berbagai akibat seperti : erosi epitel kornea, kekeruhan kornea. Bila pada cidera radiasi juga
terjadi efek kumulasi. Bila radiasi berkurang maka lesi termis yang ditimbulkan sinar red
(irivisible rays) dapat berupa kekeruhan kornea, atratosi iris, katarak. (Mangunkusumo, 1988).

E. MANIFESTASI KLINIS
1) Ekstra Okular
a. Mendadak merasa tidak enak ketika mengedipkan mata
b. Ekskoriasi kornea terjadi bila benda asing menggesek kornea, oleh kedipan bola
mata.
c. Lakrimasi hebat.
d. Benda asing dapat bersarang dalam torniks atas atau konungtiva
e. Bila tertanam dalam kornea nyeri sangat hebat.
2) Infra Okuler
a. Kerusakan pada tempat masuknya mungkin dapat terlihat di kornea, tetapi benda
asing bisa saja masuk ke ruang posterior atau limbus melalui konjungtiva maupun
sklera.
b. Bila menembus lensa atau iris, lubang mungkin terlihat dan dapat terjadi katarak.

c. Masalah lain diantaranya infeksi skunder dan reaksi jaringan mata terhadap zat kimia
yang terkandung misalnya dapat terjadi siderosis
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan pada kasus trauma mata dilakukan baik subyektf maupun obyektif.
a. Pemeriksaan subyektif
Pemeriksaan ketajaman penglihatan. Hal ini berkaitan dengan pembutatan visum
et repertum. Pada penderita yang ketajamannya menurun, dilakukan pemeriksaan
retraksi untuk mengetahui bahwa penurunan penglihatan mungkin bukan
disebabkan oleh trauma tetapi oleh kelainan retraksi yang sudah ada sebelum
trauma (Widodo, 2000).
b. Pemeriksaan Obyektif
Saat penderita kita inspeksi sudah dapat diketahui adanya kelainan di sekitar mata
seperti adanya perdarahan sekitar mata. Pembengkakan di dahi, pipi, hidung dan
lain-lain yang diperiksa pada kasus trauma mata ialah: keadaan kelopak mata
kornea, bilik mata depan, pupil, lensa dan tundus, gerakan bola mata dan tekanan
bola mata.
Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan sentotop, loupe slit lamp dan
atlalmoskop. (Widodo, 2000).

2. Pemeriksaan Khusus
a. Pembiakan kuman dari benda yang merupakan penyebab trauma untuk menjadi
petunjuk pemberian obat antobiotik pencegah infeksi.
b. Pemeriksaan radiology foto orbita
Untuk melihat adanya benda asing yang radioopak, bila ada dilakukan
pemeriksaan dengan lensa kontak combrang dan dapat ditentukan apakah benda
asing intra okuler atau ektra okuler.
c. Pemeriksaan ERG
Untuk mengetahui fungsi retina yang rusak atau yang masih ada.
d. Pemeriksaan VER
Untuk melihat fungsi jalur penglihatan pusat penglihatan.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan pada kasus trauma mata dilakukan baik subyektf maupun obyektif.
c. Pemeriksaan subyektif

Pemeriksaan ketajaman penglihatan. Hal ini berkaitan dengan pembutatan visum


et repertum. Pada penderita yang ketajamannya menurun, dilakukan pemeriksaan
retraksi untuk mengetahui bahwa penurunan penglihatan mungkin bukan
disebabkan oleh trauma tetapi oleh kelainan retraksi yang sudah ada sebelum
trauma (Widodo, 2000).
d. Pemeriksaan Obyektif
Saat penderita kita inspeksi sudah dapat diketahui adanya kelainan di sekitar mata
seperti adanya perdarahan sekitar mata. Pembengkakan di dahi, pipi, hidung dan
lain-lain yang diperiksa pada kasus trauma mata ialah: keadaan kelopak mata
kornea, bilik mata depan, pupil, lensa dan tundus, gerakan bola mata dan tekanan
bola mata.
Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan sentotop, loupe slit lamp dan
atlalmoskop. (Widodo, 2000).
2. Pemeriksaan Khusus
a) Pembiakan kuman dari benda yang merupakan penyebab trauma untuk menjadi
petunjuk pemberian obat antobiotik pencegah infeksi.
b) Pemeriksaan radiology foto orbita
Untuk melihat adanya benda asing yang radioopak, bila ada dilakukan
pemeriksaan dengan lensa kontak combrang dan dapat ditentukan apakah benda
asing intra okuler atau ektra okuler.
c) Pemeriksaan ERG
Untuk mengetahui fungsi retina yang rusak atau yang masih ada.
d) Pemeriksaan VER
Untuk melihat fungsi jalur penglihatan pusat penglihatan.
H. PENATALAKSAAN
1) Trauma Tajam
Mengenai Struktur di Luar Bola Mata yaitu:
1. Tulang orbita
2. Kelopak mata
Keadaan darurat terjadi bila akibat trauma ini menjadikan mata tidak terlindung.
Misalnya lesari kelopak mata yang menyebabkan kornea mata tidak terlindung. Mata menjadi
kering . lapisan air mata tidak dapat melindungi kornea dan faal normal tergannggu. Efitel akan

rusak. Bakteri mudah masuk dan menimbulkan infeksi, mula-mula keratitis, ulkus kornea,
perforasi, akhirnya radang intra okular yang menimbulkan kebutaan.
Tindakan :
1. Penjahitan kembali kelopak mata, lapis demi lapis sesuai dengan anatomi.
2. Hindarkan terjadi koloboma pasca bedah.
Secara praktis kolopak mata terdiri atas kulit, otot, tarsus, dan mukosa. Yang penting di
perhatikan adalah otot levator palpebra. Bila otot ini putus, maka terjadi ptosis. Juga perlu
diperhatikan sistem lakrimal dan otot-otot mta luar. Dari sistem lakrimal, yang perlu diperhatikan
robeknya saluran air mata bawah(kanalikulus inferior). Bila penyembuhan tidak sempurna, akan
terjadi gangguan sistem eksresi air mata. Air mata tumpah melewati kelopak bawah (epifora).
Penyambungan terbaik adalah denga alat pig tail dari worst. Bila tak tersedia usahakan
ujung yang terputus saling dihubungkan. Tindakan cepat dan terpadu perlu dilakukan sebab
saluran ini sangat halus dan mudah terjadi strukura.
Otot mata yang putus terlihat dengan adanya strabismus. Bila kesadaran penderita baik, ia
akan mengalami diplopia.
Tindakan :
Lakukan eksplorasi dan usahakan menyambung otot yang putus. Harus tingkat penarikan
otot mata dapat menimbulkan refleks okulokardiak. Oleh karena itu, sebaiknya eksplorasi
dilaksanakan dalam bius umum.
Trauma yang Mengenai Bola Mata Dapat Menimbulkan:
a) Ruptura konjugtiva
Bila lebih kecil daripada 1 cm tidak perlu penjahitan dan bila lebih 1 cm perlu penjahitan
untuk mencegah timbulnya granuloma. Sebelum menjahit konjungtiva yang sobek, dipastikan
sklera tidak terluka.
Biasanya sklera ikut terluka bila dijumpai hal-hal sebagai berikut :
1. Tajam penglihatan yang sangat menurun
2. Perdarahan intraokular
3. Perdarahan konjungtiva pasif
Bila ragu harus dilakukan eksplorasi dengan melebarkan luka konjungtiva.

b) Ruptura kornea
Diagnosa ruptura kornea biasanya mudah ditegakkan, yaitu dengan melihat luka di daerah
kornea. Kadang-kadang ruptura kornea disertai keluarnya struktur intraokular, seperti iris dan
lensa. Ruptura kornea adalah keadaan gawat sehingga harus segera diolongi.
Bahaya yang mungkin dialami ialah :
1. Infeksi: termasuk kemungkinan timbulnys prnyskit tetanus.
2. Kemungkinan adanya benda asing intraokular.
3. Kerusakan struktur anatomi dan faal normal akan tergantung.
Adanya benda asing intraokular dapat menimbulkan oftalmia simpatika, yaitu peradangan
pada mata yang tidak mengalami trauma yang mengakibatkan kebutaan. Infesi juga masih
merupakan faktor penting sebagai penyebab kebutuhan luka tembus mata.
Bila kita yakin bahwa mata yang mengalami trauma tidak mungkin ditolongi, jangan ragu
untuk mengangkat mata tersebut dengan tujuan melindungi mata yang masih sehat untuk
mencegah terjadi oftalmia simpatik. Sebaiknya pasien dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai
perlengkapan bedah yang memadai.
Pada dasarnya tidakan untuk setiap luka akibat trauma tajam adalah sama. Perbedaan
disebabkan sifat khas setiap organ. Dalam bidangf penyakit mata diperlukan berbagai alat. Yang
harus dan khusus.
2) Trauma Tumpul
Benda tumpul yang mengenai struktur luar bola mata kemungkinan merusak tulang
orbita kelompok mata atau bola mata.
Fraktur dasar orbital yang tampak sebagai penonjolan bola mata (eksoftarmus) dapat
menyebabkan kebutuhan. Bila tampak hematoma palpebra , yang biasanya dibatasi oleh rima
orbita, selalu harus dipikirkan kemungkinan cedera pada sinus pranasal. Pada kedaan ini perlu
dibuat foto Rontgen.
Benda tumpul yang mengenai bola mata, secara umum disebut kontesio bulbi.Akibat
kontesio bulbi dapat menjadi:
a. Kerusakan langsung pada jaringan mata, sehingga fungsi bola mata terganggu

b. Dampak jauh dari letak pukulan (counter coup) yang terluka justru di sebrang tempat
truma.
c. Leserasi jaringan.
Penderita trauma tumpul pada mata mengalami gejala sebagai berikut.
a. Sakit di daerah cidera
b. Pengelihatan kabur.
c. Pembengkakan, kemerahan, perdarahan, atau luka terbuka.
d. Bentuk mata yang berubah
Akibat trauma tumpul
a. Pendarahan subkonjungtiva, terjadi kerena robekan pembuluh darah konjungtiva. Bila
memenuhi hal-hal tersebut periksalah skelera apakah tidak mengalami luka atau
robek. Pendarahan sub konjungtiva tidak perlu tindakan khusus, cukup dikompres
saja, bila diingini boleh diberi salep antibiotika.
b. Konjungtiva robek
c. Erosi dan lesorasi kornea tanpa disertai tembusnya kornea.
Bahaya utama adalah infeksi karena hilangnya penghalang alamiah, yaitu efitel kornea.
Perlu diberikan antibioksida yang berspektrum luas. Rawat luka dengan baik dan berikan perban
tekan ringan.
Trauma tumpul dapat menyebabkan kelainan pada jaringan intraokular, yaitu:
a) Hipema
Hipema adalah pendarahan dalam balik mata. Pendarahan primer yang ditimbulkan oleh
robekan pembuluh darah iris, biasanya dapat diseap dengan sempurna. Tetapi dalam 5 hari
pertama selalu ada kemungkina terjadinya pendarah baru, yang dikenal dengan hifema skunder.
Pendarahan ini sulit diatasi, sering kali diikuti penyulit yang disertai keadaan ini, yaitu glikoma
skunder.

Tejadinya peninggiaan tekanan intraokular membahayakan vitalitas mata. Darah dalam


bola mata akan menyebabkan perubahan patologik karena zat besi yang dikandungnya. Kornea
akan mengalami perubahan warna karena resapan darah yang disebut imbibisi bulbi. Bila
dibiarkan akan berakhir dengan kebutaan yang dinamakan ftisis bulbi.
Penderita harus dirawat, selama hdalam perawatan harus diperhatikan tekanan bola mata.
Berikan koagulansia seperti: dicynon, hesna, adona AC-17, anaroxil atau transamin. Transamin
dapat mencgah hifema skunder. Zat ini bersipat antifibrinoli-sis. Bila tekanan bola mata
meninggi pengawasan harus dilakukan setiap hari. Selama itu, diberikan obat yang menurunkan
tekanan bola mata tersebut misalnya asetozelamide (diamox) 3-4 kali 250 mg atau gliserin
diberikan 3 kali 10-150 ml dalam campuran dengan pemanis sirup (sari jeruk). Infus manitol 20
% atau urea juga berguna. Infus diberikan 20 tetes per menit sebanyak 250 ml. Bila setelah 24
jam diberikan obat-obat ini tidak berhasil, perlu dilakukan tindakan bedah yaitu par sintesis.
b) Iridodialisis
Iridodialisis ialah iris terlepas dari insersinya, yang biasanya disertai hipema. Kadangkadang timbul diplopia dan dilakukan tindakan bedah.
c) Perubahan Lensa
Lensa dapat mengalami perubahan pada:
1.

kejernihannya sehingga timbul katarak traumatik.

2. Letak, sehingga terjadi subluksasi atu luksasi.


Perubahan lensa dapat menimbulkan penyulit seperti glaukoma skunder dan inflamasi intra
okular( iridoksiklitis). Bila terjadi perbuhan pada lensa, harus segara dilakukan tindakan
pengangkatan lensa. Tindakan ini sulit dan harus dirujuk kerumah sakit.
d) Pendarahan Korpus Vitreous
Hanya diberi pengobatan konservatif dan diawasi saja. Yang penting adalah menentukan
penyebabnya tetapi tidak mudah. Lepasnya retina dapat diperiksa dengan pemeriksaan
ultrasonografi.
e) Glaukoma
Tekanan naik karena kerusakan daerah sudut bilik mata. Pengobatan ditunjukan untuk
menurunkan tekanan ini. Obat yang dapat diberikan misalnya tablet asetasolamit.

f) Iridoksiklitis
Jaringan uvea mengalami peradangan yang tampak sebagai mata merah, sakit, kekeruhan
bilik mata depan dan pupul mengecil. Berikan steroid topikal bila epitel kornea masih sehat.
g) Hipotini Bola Mata
Bola mata mengalami penurunan tekanan, yaitu keadaan yang sebaliknya dari glaukoma
harus dicari penyebabnya. Periksa apakah ada robekan pada skelera yang tersembunyi.
Gangguan seitem vaskular dapat menyebabkan tekanan bola mata menurun yang bersifat
sementara. Yang penting ialah menilai ketajaman pengelihatan dan pemeriksaan apakah ada luka
yang lebih berat.
h) Edema Mukosa Retina
Edema mukosa retuna dapat terjadi karena terkumpulnya cairan di jaringan subretina.
Keluhan biasanya skotoma sentral. Diberikan steroid oral untuk mencegah parut pada
penyembuhan. Robekan retina hampir selalu diikuti lepasnya retina (retina datachment, ablasio
retina). Ketajaman pengelihatan menurun, adanya sensasi cahaya (fotopsia), lapang oandang
terganggu, serta penurunan tekanan bola mata. Perlu tindakan bedah khusus dan perlu segera
dirujuk pada seorang dokter atau ahli mata.
i) Nervus Optikus (N II) terlepas atau putus.
Nervus Optikus (N II) dapat lepas atau putus (ovulsio), sehingga menimbulkan kebutaan.

3) Trauma Benda Asing


Disamping kedua jenis trauma tajam dan tumpul tadi, hal yang sering dijumpai ialah
adanya benda saing di permukaan, baik konjungtiva, kornea, atau dalam bola mata.
Tindakan kita sederhana saja yaitu: gunakan tetes mata anestesi (pantokain 0,5%,
tetrakain 0,5%) dan benda asing dikeluarkan melalui cara menyemprotkan cairan garam
fisiologis atau menggunakan jarum suntik steril, tapi harus hati-hati agar tidak menembus
kornea. Cara yang aman adalah meletakan jarum dengan sisi mendatar dengan permukaan
kornea dan menggunakan pembesar atau laupe.
4) Trauma Ledakan/Tembakan

Bila terjadi tembakan, maka akan terjadi 3 hal yaitu:


1. Tekanan udara yang berubah
2. Benda asing terlontar kearah mata yang bersifat mekanik maupin kimiawi
3. Perubahan suhu atau termis
Karena ketiga hal tersebut diatas, keadaan ini harus dianggap berat meskipun tidak selalu
berakibat buruk terhadap fungsi pengelihatan.
Mata harus dibersihkan dari kontak dengan bahan-bahan kimia. Lakukan irigasi dengan
air bersih kalau ada dengan garam fisiologik. Bila ada luka tembus, segera rujuk ke rumah sakit
yang mempunyai dokter ahli mata.
5) TRAUMA NONMEKANIK
Trauma nonmekanik secara garis besar yaitu:
1. Trauma kimia
2. Trauma termik
3. Trauma radiasi
4. Trauma listrik
5. Trauma barometrik
a) Trauma Kimia
Dalam pengalaman sehari-hari, jenis trauma non mekanik yang tersering adalah trauma
kimia. Umumnya ada 2 golongan yaitu:
1. Trauma oleh zat yang bersifat asam
2. Trauma oleh zat yang bersifat basa
Perbedaan patogenesis dan reaksi jaringan antara kedua macam trauma secara garis
besarna adalah sebagai berikut:
a. Trauma Asam
Terjadi denaturasi jaringan, biasanya proses terbatas dan reaksi seketika, tidak progresif. Barat
ringan akibat trauma asam barlangsung pada jenis, derajad keasaman, serta afinitas terhadap
protein.
b. Trauma Basa
Terjadi karena penyabunan. Karena itu, proses berjalannya terus dengan perusakan dinding sel
serta nekrosis jaringan. Derajad alkali serta lamanya kontak menentukan derajad kerusakan. Dari

sudut klinis yang penting adalah penilayan berat ringannya trauma kimia tersebut tanpa
menentukan penyebab utama.
Hughes memberikan klasifikasi trauma kimia, asam basa yaitu:
1. Ringan
a. Erosi epitel kornea
b. Kekeruhan minimal kornea
c. Tidak ada nekrosis iskemia pada konjungtiva dan sklera
2. Sedang
a. Kekeruhan kornea sehingga detail jaringan iris tak bisa dilihat, pupil masih
nampak.
b. Nekrosis iskemia pada konjungtiva dan sklera sudah ada dalam derajad ringan.
3. Barat
a. Kekeruhan kornea, sehingga bilik mata depan tak bisa dinilai, pupil tidak dapat
dinilai.
b. Nekrosis iskemia pada konjungtiva dan sklera nampak sangat pucat.
Tindakan :
Waktu adalah faktor yang sangat menentukan prognesis, terutama pada trauma kimiawi
basa. Yang terpenting adalah irigasi dengan air bersih secara terus-menerus selama 30 menit
segera sesudah kontak dengan bahan kimia.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa tindakan yang terlambat segara memburuk
prognosis shingga jaringan dapat ditembus dengan cepat oleh behan kimia umumnya.
Setelah mata dicuci atau irigasi mata maka mungkin perlu diberi obat sebagai berikut:
1. Anti kolagenasi yaitu: EDTA 2% (sodium etilena diamine tetra acetic).
2. Asetilsistein
3. Peniselamin
Pengobatan trauma basa dengan pengobatan yaitu sebagai berikut:
1. Antibiotika topikal: ttrauma untuk mencegah gram negatif, misalnya gentamisin/
tetes mata. Terhadap garm positif diberikan basitrasin atau antibiotika atau spektrum
luas, seperti kloramfenikol 1% atau oksitetrasiklin 1% yang dicampur dengan

polimiksin.
2. Air mata buatan untuk membasahi kornea.
b) Trauma Termik
Trauma panas diperlukan sama seperti trauma kimia. Luka didaerah kulit dilakukan
seperti luka bakar biasa.
Alat kedokteran modern banyak mempergunakan suhu dingin (cryosurgeri). Yang
mungkin melukai mata biasanya tidak diperlukan tindakan spesifik. Diusahakan mata mendapat
kebasahan yang tetap dengan memberikan air mata buatan. Infeksi dicegah dengan menggunakan
tetes mata antibiotika.
Harus dicegah terjadinya parut yang berlebihan di daerah kelopak, yang dapat
menimbulkan ektropion sikatriks yang menjadikan mata tak terlindung. Bila ektropion tak
mungkin dihindari, perlu dilakukan skin grafiting. Untuk melindungi bola mata dapat dilakukan
tarsorraphia sementara.
Penutupan daerah orbita sebaiknya dengan suatu songkok khusus. Untuk sementara dapat
dibuat dari sendok besar yang dipatahkan tangkainya atau menggunakan sudut kotak kardus.
c) Trauma Radiasi
Sinar adalah gelombang elektro-magnetik dengan jenis yang panjang gelombangnya
tertentu. Sinar tertentu yang temasuk invisible rays seperti imfra merah dan ultra violet dapat
menimbulkan dampak termal (imfra merah) atau kauterisasi (ultra violet).
Luka bakar kulit pada orang yang berjemur dipantai merupakan contoh trauma radiasi
yang sering kita jumpai. Retinitis solaris pada orang yang memandang sinar matahari atau
pekerja las yang tidak memakai kacamata khusus juga sering dijumpai. Sinar yang dapat
menimbulkan ionisasi seperti sinar X menyebabkan katarak lensa. Ada priode laten sebelum
timbul gejala klinis.
Ada priode laten sebelum terjadi keluhan klinissering kita lihat pada pekerja las yang
mengalami keluhan hebat beberapa jam sudah bisa bekerja. Tindakan yang diperlikan adalah
pemberian anestesi topikal, antibiotika topikal, perban, dan kompres dingin.

Yang perlu diperhatikan terutama pada trauma oleh sinar ultra violet adalah dampak yang
bersifat aditif yaitu rangsangan yang singkat sepert berulang-ulang. Keadaan ini akan
menimbulkan akibat yang sama dengan satu kali dengan intensitas tunggal yang tinggi.
Bila panas merusak kornea dan konjungtiva maka diberi pada mata
a) Lokal anastesik
b) Kompres dingin
c) Antibiotika lokal
I. KOMPLIKASI
Setelah terjadi ruptur dari bola mata, endoftalmitis dan infeksi struktur mata lainnya bisa
terjadi dalam hitungan jam hingga minggu. Oftalmia simpatetik adalah penyakit inflamasi yang
bisa terjadi pada mata yang tidak mengalami trauma beberapa bulan setelah trauma. Penyakit ini
diduga suatu suatu respon imun terhadap jaringan uvea yang terpapar dengan trauma. Gejala
seperti nyeri, penurunan visus dan fotofobia bisa berkurang apabila dilakukan enukleasi pada
mata yang mengalami trauma.

J. PROGNOSIS
Prognosisnya mata dapat sembuh dengan baik setelah trauma minor dan jarang terjadi
sekuele jangka panjang karena munculnya sindrom erosi berulang. Namun trauma tembus mata
seringkali dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan mungkin membutuhkan
pembedahan ekstensif. Retensi jangka panjang dari benda asing berupa besi dapat merusak
fungsi retina dengan menghasilkan radikal bebas. Serupa dengan hal itu, trauma kimia pada mata
dapat menyebabkan gangguan penglihatan berat jangka panjang dan rasa tidak enak pada mata.
Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang tidak dapat diterapi jika terjadi
lubang retina pada fovea. Penglihatan juga terganggu jika koroid pada makula rusak. Dalam
jangka panjang, dapat timbul glaukoma sekunder pada mata beberapa tahun setelah cedera awal
jika jalinan trabekula mengalami kerusakan. Trauma orbita juga dapat menyebabkan masalah
kosmetik dan okulomotor.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Data umum: nama, umur, pekerjaan, alamat, jenis kelamin, status

2. Kaji

perubahan

okuler

seperti

oedema,

penurunan

ketajaman

visual,

ketidaknyamanan.
3. Kaji aspek psikososial yang mendukung yang berhubungan dengan kondisi pasien
terutama pada pasien yang mengalami penurunan visual.
4. Kaji riwayat klien (kesehatan mata) trauma mata, DM, Hipertensi
5. Kaji masalah yang menyebabkan klien mencari pertolongan kesehatan
6. Tanyakan riwayat nyeri pada mata, foto fobia, rasa terbakar, air mata berlebihan,
diplopia.
7. Kaji riwayat kesehatan keluarga tentang penyakit mata
8. Kaji riwayat pekerjaan, hobby, rekreasional, penggunaan kaca mata pengaman
9. Kapan terakhir periksa mata, apakah klien mengenakan kaca mata
10. Kaji pengobatan yang sudah dipakai untuk menangani
11. Pemeriksaan fisik: konjungtiva , sklera, kornea, pupil, dan fundus okuli.tekanan intra
okuler.
12. Hal hal yang perlu diperhatikan:
a) Bagaimana terjadinya trauma mata
Tanggal, waktu dan lokasi kejadian trauma perlu dicatat. Hal ini perlu untuk mengetahui
apakah trauma ini terjadi pada waktu seseorang sedang melakukan pekerjaan sehari-hari. Perlu
juga ditanyakan apakah alat-alat yang digunakan waktu terjadi trauma, apakah penderita waktu
menggunakan kacamata pelindung atau tidak, kalau seandainya memakai kacamata, apakah
kacamata itu turut pecah sewaktu terjadinya trauma.
b) Menentukan obyek penyebab trauma mata.
Menanyakan secara terperinci komposisi alat sewaktu terjadinya trauma. Apakah alat
berupa paku, pecahan besi, kawat, pisau, jenis kayu, bambo dll. Perlu juga ditanyakan apakah
alat tersebut berupa benda tajam atau tumpul, atau ada kemungkinan bercampurnya dengan debu
dan kotoran lain.
c) Menentukan lokasi kerusakan intra okuler.
Untuk menentukan lokasi kerusakan pada mata, perlu diketahui jarak dan arah
penyebabnya trauma mata, posisi kepala, dan arah penderita melihat pada waktu terjadi trauma.
d) Menentukan kesanggupan sebelum trauma.
Pada pengkajian ditanyakan apakah ada penyakit mata sebelumnya, atau operasi mata
sebelum terjadi trauma pada kedua matanya. Perlu ditanyakan apakah perubahan visus terjadi

secara tiba-tiba atau secara berangsur-angsur sebagai akibat ablasio retina, atau vitrium
hemorrage.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri yang berhubungan dengan cidera, inflamasi, peningkatan TIO atau intervensi
bedah
2. Ketakutan dan ansietas yang berhubungan dengan gangguan penglihatan dan
kehilangan otonomi
3. Perubahan sensori/ persepsi (visual ) yang berhubungan dengan trauma okuler,
inflamasi, infeksi, tumor, penyakit struktural atau degenerasi sel foto sensitive.
4. Kurang pengetahuan mengenai perawatan pra operasi dan pasca operasi.
5. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan
6. Isolasi sosial yang berhubungan dengan keterbatasan kemampuan untuk partisipasi
dalam aktivitas pengalih dan aktivitas sosial sekunder akibat kerusakan penglihatan

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan :
1) Nyeri yang berhubungan dengan cidera, inflamasi, peningkatan TIO (tekanan
intraokular) atau intervensi bedah
Tujuan : nyeri berkurang, hilang atau terkontrol.
Kriteria Hasil :
a. Klien akanmelaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri setelah
intervensi.
b. Klien tidak gelisah.
c. Klien mampu melakukan tindakan mengurangi nyeri.
Intervensi :
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, faktor presipitasi dan skala nyeri.
Rasional :

Identifikasi status dan karakteristik nyeri yang dialami memudahkan intervensi


-

selanjutnya
Observasi tanda-tanda vital
Rasional :
Peningkatan status nyeri dapat menyebabkan perubahan haemodinamik
Ajarkan teknik manajemen nyeri dengan menarik napas dalam dan aktivitas teraupetik
Rasional :
Tarik napas dalam dapat meningkatakan relaksasi dan mengurangi ketegangan otot
klien sehingga nyeri berkurang
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
Berikan obat analgetik sesuai advise dokter
Rasional :
Analgetik dapat mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan penghilangan nyeri
Instruksikan klien untuk lapor apabila nyeri bertambah hebat ( skala nyeri > 3)
Rasional :
Partisipasi langsung penanganan dan deteksi dini untuk pengelolaan nyeri segera
setelah di laporkan

A6njurkan klien istirahat yang cukup


Rasional :
Periode istirahat memberikan kesempatan terhadap organ yang mengalami cidera untuk

pemulihan
Monitoring penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Rasional :
Identifikasi dan evaluasi tingkat keberhasilan manajemen nyeri
Evaluasi penyebab yang berkaitan dengan nyeri
Rasional :
Nyeri dapat disebabkan karena factor fisik yaitu luka terbuka dan psikis karena
stressor dan rasa takut

2) Ketakutan dan ansietas yang berhubungan dengan gangguan penglihatan dan


kehilangan otonomi
Tujuan : tidak terjadi kecemasan.
Kriteria Hasil :
a. Klien mengungkapkan kecemasan berkurang atau hilang.
b. Klien berpartisipasi dalam kegiatan pengobatan.
Intervensi :
-

Kaji tingkat kecemasan pasien ( skala 1-4) (ringan, sedang, berat dan panik)
Rasional :

Identifikasi status kecemasan klien, memudahkan intervensi selanjutnya


-

Sediakan informasi aktual menyangkut diagnosis, perawatan, prognosis


Rasional :
Kejelasan informasi dapat membantu menurunkan kecemasan

Instruksikan kepada klien penggunaan teknik relaksasi


Rasional :
Relaksasi dapat mengurangi ketegangan otot

Jelaskan semua prosedur dan sensasi yang dirasakan dalam penunjang diagnostik dan
tindakan
Rasional :
Kejelasan prosedur membantu meningkatkan pemahaman

Kurangi rangsangan yang berlebihan dengan lingkungan yang tenang


Rasional :
Lingkungan yang tenang menurunkan ketegangan dan stress

Berikan penguatan positif/ pengalihan


Rasional :
Memberikan keyakinan pada klien akan fungsi organ lain yang dapat diandalkan dan
membantu pengalihan pusat perhatian.

3) Perubahan sensori/ persepsi (visual ) yang berhubungan dengan trauma okuler,


inflamasi, infeksi, tumor, penyakit structural atau degenerasi sel foto sensitif.
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Intervensi :
-

Reorientasikan kepada pasien secara berkala terhadap realitas dan lingkungan dan
berikan jaminan penjelasan dan pemahaman
Rasional :
Memperkenalkan situasi lingkungan kepada klien secara berkala untuk meningkatkan
respon adaptasi dan ketenangan

Orientasikan kepada setiap penunggu / pengunjung kepada klien


Rasional :
Memperkenalkan kepada klien setiap pengunjung untuk menghindarkan rasa terkejut

4) Kurang pengetahuan mengenai perawatan pra operasi dan pasca operasi.


Tujuan :
Kriteria Hasil :
Intervensi :
-

Jelaskan aktivitas serta dorong klien untuk mendiskusikan kekhawatirannya.


Rasional :
Mengetahui prosedur operasi dan perawatan pasca operasi dapat mengurangi rasa
cemas klien.

5) Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan


Tujuan :
Kriteria Hasil :
Intervensi :
-

Kaji tingkat kemandirian klien terhadap aktivitas minimal


Rasional :
Identifikasi kemampuan klien dalam melakukan aktivitas minimal

Dorong klien untuk mengekspresikan dan mendiskusikan masalah yang berhubungan


dengan cidera dan perawatan diri
Rasional :
Meningkatkan harga diri, identifikasi kemampuan klien dalam perawatan diri berkenaan
dengan cidera

Berikan bantuan sesuai kebutuhan klien


Rasional :
Meningkatkan kemandirian klien

6) Isolasi sosial yang berhubungan dengan keterbatasan kemampuan untuk partisipasi


dalam aktivitas pengalih dan aktivitas sosial sekunder akibat kerusakan
penglihatan.
Tujuan :

1.

Kriteria Hasil :
Intervensi :
-

Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaannya.

Rasional :
Dengan memberi kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaan ini, perawat
kemudian dapat mengambil langkah untuk membantu klien belajar melakukan koping
dan menyesuaikan diri terhadap situasi.
-

Dorong klien untuk menerima pengunjung dan bersosialisasi serta anjurkan klien
untuk aktivitas pengalih seperti mendengarkan music bila diperbolehkan.

Rasional :
Menjaga fikiran klien untuk tetap sibuk.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Melakukan tindakan sesuai dengan perencanaan keperawatan.

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Hasil yang diharapkan :
Mengalami peredaan nyeri.
a. Menggunakan obat yang diresepkan untuk mengatasi iritasi, untuk
mengistirahatkan mata, dan menangani atau mencegah infeksi.
b. Melakukan kompres dingin atau hangat sesuai anjuran.
c. Mengurangi aktivitas mata dengan mengenakan balutan mata yang memadai dan
mengistirahatkan mata.
d. Melindungi mata dari cedera lebih lanjut dengan menggunakan pelindung.

2.

Tampak tenang dan bebas dari ansietas.

3.

Menghadapi keterbatasan dalam persepsi sensori.

5.

6.

a. Nampak berorientasi terhadap waktu, tempat, dan lingkungan sekitar.


b. Berespon terhadap orang lain sewajarnya.
4. Menerima program penanganan dan menjalankan anjuran secara aman dan tepat.
a. Mencuci tangan sebelum meneteskan tetes mata dan menggunakan obat.
b. Melaporkan setiap tanda yang tak diharapkan, seperti keluar air mata yang
berlebihan dan nyeri.
c. Mengurangi aktivitas mata dengan mengenakan balutan mata bila dianjurkan.
d. Mengajukan pertanyaan yang perlu dan berhubungan selama kunjungan pada
dokter.
Mempraktikkan aktivitas perawatan diri secara efektif.
a. Memperlihatkan bagaimana melakukan penanganan oftalmik seperti pemberian
tetes mata/obat, hygiene mata.
b. Membersihkan lensa secara efektif sesuai yang diajarkan.
c. Menyusun upaya keamanan untuk mencegah jatuh, seperti perbaikan atau
pergantian karpet yang sudah kotor dan membereskan barang yang berserakan.
d. Menerangkan pencahayaan yang memadai untuk membaca dan mengerjakan
kerajinan tangan.
Berpartisipasi dalam aktivitas diversional dan sosial.

BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata.Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata.Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.Alat rumah tangga
sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata (Ilyas, Sidarta, 2005)
Trauma mata adalah cidera mata yang dapat mengakibatkan kelainan mata
(mangunkusumo, 1988)
Trauma mata adalah trauma pada mata yang menyebabkan kerusakan jaringan pada mata
(Widodo, 2000)
Klasifikasi trauma mata menurut penyebabnya ada secara mekanik dan non mekanik dan
trauma mata menurut tingkat keparahannya ada trauma ringan, trauma sedang, dan trauma berat.
Menurut sebabnya, trauma pada mata dibagi atas :
1. Trauma tumpul atau kontusio yang dapat disebabkan oleh benda tumpul, benturan dan
ledakan dimana terjadi pemadatan udara.
2. Trauma tajam, yang mungkin perforatif atau non perforatif, disertai dengan adanya corpus
aleneum atau tidak, corpus aleneum dapat intra okuler atau ekstra okuler.
3. Trauma Thermis oleh jilatan api atau kontak dengan benda yang terbakar.
4. Trauma kimia oleh zat yang bersifat asam atau basa.
5. Trauma listrik oleh listrik bertegangan rendah, sedang atau tinggi.
6. Trauma Barometrik misalnya pada pesawat terbang atau penyelam.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Junadi, Purnawan.1982. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Oka.P.N.1993.Ilmu Perawatan Mata.Surabaya : Airlangga University Press.

Price, Sylvia Anderson,.1985. Pathofisiologi Konsep klinik Proses-Proses Penyakit.Jakarta:


EGC.
Soeparman.1990.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai