Derita Tiada Henti Erwiana Di Negeri Orang
Derita Tiada Henti Erwiana Di Negeri Orang
Majikan Erwiana sengaja membelikan tiket pesawat dengan jadwal terbang pukul 01.00
agar Erwiana terhindar dari interaksi dengan banyak orang. Majikan juga membantunya check
in pesawat dan menuju pemeriksaan imigrasi.
Badan Erwiana yang kurus kering ditutupi pakaian enam lapis dan celana panjang dua
lapis serta diaper. Ia amat lemah sekadar untuk pergi ke toilet. Ia hanya dibekali uang Rp
100.000.
Barang-barangnya dibuang oleh majikan. Hanya sebuah tas berisi jarit, dua buah diaper,
dan sepasang sandal jepit yang dikembalikan kepada Erwiana. Gaji atas jerih payahnya selama
hampir delapan bulan bekerja juga tidak dibayarkan.
Anak saya selepas SMK bekerja di Jakarta selama 1,5 tahun. Karena gajinya tak
memuaskan, ia berangkat menjadi TKI, Mei 2013, lewat PT Graha Ayukarsa, kata Rohmad
Saputro (49), ayah Erwiana.
Ia sebenarnya digaji 3.920 dollar Hongkong (Rp 6,1 juta) per bulan, tetapi 2.543 dollar
Hongkong (Rp 3,9 juta) dipotong untuk agen sebagai ganti biaya keberangkatan. Potongan
dilakukan selama enam bulan.
Sebenarnya, sebulan setelah bekerja, Erwiana mencoba kabur karena tidak tahan
perlakuan keji majikannya. Ia bisa turun dari lantai 38 apartemen tempat tinggal majikannya, lalu
meminjam telepon genggam petugas keamanan apartemen untuk menghubungi penyalurnya.
Bukan pembelaan dan perlindungan yang ia peroleh. Justru Erwiana dikembalikan
kepada majikan. Dia disuruh bertahan dengan alasan masih memiliki utang potongan gaji yang
harus diserahkan kepada agen. Hari-hari bagai neraka Erwiana berlanjut. Sampai suatu hari ia
benar-benar lemah dan tak bisa bergerak sehingga majikan pun memulangkannya.
Riyanti tak hanya membantu dan ikut merawat Erwiana. Ia juga memperjuangkan nasib
rekannya itu. Bersama Jaringan Buruh Migran Indonesia, mereka menuntut keadilan untuk
Erwiana.