Anda di halaman 1dari 2

Derita Tiada Henti Erwiana di Negeri Orang...

Selasa, 28 Januari 2014 | 08:52 WIB


KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, minggu lalu, prihatin atas nasib
Erwiana Sulistyaningsih (22), tenaga kerja wanita asal Kabupaten Ngawi di Hongkong. Erwiana
tidak hanya tak digaji. Ia juga nyaris lumpuh oleh siksaan majikannya, Law Wan Tung. Namun,
Law dibebaskan dengan uang jaminan oleh pengadilan.
Erwiana meninggalkan daerah asalnya, Dusun Kawis, Desa Pucangan, Kecamatan
Ngrambe, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, ke Hongkong, dengan harapan mengubah nasib
keluarganya yang papa.
Namun, bukan upah melimpah yang diterimanya, melainkan perlakuan keji dari majikan.
Pihak yang seharusnya melindunginya pun membiarkannya, dan baru sungguh-sungguh tergerak
setelah Presiden bicara.
Masih tersenyum
Sepotong senyum tersungging di wajah yang penuh bekas noda hitam. Erwiana, yang
berkulitputih, terlihat tenang di tengah keluarga dan teman yang mendukungnya. Dia sudah
sepekan menjalani rawat inap di Rumah Sakit Islam Amal Sehat, Kabupaten Sragen, Jawa
Tengah.
Ia beruntung bertemu Riyanti (30), tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten
Magetan, Jatim, di ruang tunggu Bandara Hongkong, sebelum kembali ke Tanah Air. Riyanti
membuka hati dan melumerkan ketakutan Erwiana yang duduk sendiri dengan wajah memar.
Ia pula yang memapah Erwiana, yang tubuhnya terlalu lemah setelah menerima perlakuan
kejam dari majikannya, memasuki pesawat.
Saya semula tidak menyangka ia orang Indonesia. Wajahnya hitam dan bentuknya aneh.
Setelah mendengar dia berbicara dengan bahasa Indonesia, baru saya tahu ia orang Indonesia,
kata Riyanti saat menunggui Erwiana di rumah sakit, pekan lalu.
Selain disiksa, Erwiana juga jarang diberi makan. Majikannya menjadwalkan makan nasi
pukul 07.00 dan dua kali waktu makan roti tawar. Ia harus bekerja sepanjang malam dan tidur
pukul 13.00-17.00.
Ritme hidupnya dibalik sehingga tubuhnya kian lemah. Jika majikan perempuannya tidak
puas dengan pekerjaannya, Erwiana dipukul dengan gagang sapu, pengisap debu, atau gantungan
baju dari besi.
Riyanti sempat akan membawa Erwiana melapor kepada polisi setempat, tetapi ia
menolak. Erwiana diancam. Orangtuanya akan dibunuh jika ia berani melapor. Riyanti
merelakan tiket Jakarta-Surabaya miliknya hangus agar bisa mendampingi Erwiana mendarat di
Bandara Adi Soemarmo di Kabupaten Boyolali, Jateng. Perjalanan ke rumah Erwiana
dilanjutkan dengan taksi.

Majikan Erwiana sengaja membelikan tiket pesawat dengan jadwal terbang pukul 01.00
agar Erwiana terhindar dari interaksi dengan banyak orang. Majikan juga membantunya check
in pesawat dan menuju pemeriksaan imigrasi.
Badan Erwiana yang kurus kering ditutupi pakaian enam lapis dan celana panjang dua
lapis serta diaper. Ia amat lemah sekadar untuk pergi ke toilet. Ia hanya dibekali uang Rp
100.000.
Barang-barangnya dibuang oleh majikan. Hanya sebuah tas berisi jarit, dua buah diaper,
dan sepasang sandal jepit yang dikembalikan kepada Erwiana. Gaji atas jerih payahnya selama
hampir delapan bulan bekerja juga tidak dibayarkan.
Anak saya selepas SMK bekerja di Jakarta selama 1,5 tahun. Karena gajinya tak
memuaskan, ia berangkat menjadi TKI, Mei 2013, lewat PT Graha Ayukarsa, kata Rohmad
Saputro (49), ayah Erwiana.
Ia sebenarnya digaji 3.920 dollar Hongkong (Rp 6,1 juta) per bulan, tetapi 2.543 dollar
Hongkong (Rp 3,9 juta) dipotong untuk agen sebagai ganti biaya keberangkatan. Potongan
dilakukan selama enam bulan.
Sebenarnya, sebulan setelah bekerja, Erwiana mencoba kabur karena tidak tahan
perlakuan keji majikannya. Ia bisa turun dari lantai 38 apartemen tempat tinggal majikannya, lalu
meminjam telepon genggam petugas keamanan apartemen untuk menghubungi penyalurnya.
Bukan pembelaan dan perlindungan yang ia peroleh. Justru Erwiana dikembalikan
kepada majikan. Dia disuruh bertahan dengan alasan masih memiliki utang potongan gaji yang
harus diserahkan kepada agen. Hari-hari bagai neraka Erwiana berlanjut. Sampai suatu hari ia
benar-benar lemah dan tak bisa bergerak sehingga majikan pun memulangkannya.
Riyanti tak hanya membantu dan ikut merawat Erwiana. Ia juga memperjuangkan nasib
rekannya itu. Bersama Jaringan Buruh Migran Indonesia, mereka menuntut keadilan untuk
Erwiana.

Anda mungkin juga menyukai