UVEITIS
Oleh:
SUSANTI
201310401011014
Dokter pembimbing: dr.Kartini HIdayati, Sp.M
BAB I
PENDAHULUAN
Bola Mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata,dimana dinding bola mata
terdiri atas sclera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa,uvea,badan kaca dan
retina.Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata setelah sclera dan tenon.Uvea
merupakan jaringan lunak,terdiri dari iris,badan siliar dan koroid.
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan berbagai
penyebabnya.Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi
biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian
depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut
siklitis.Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan
merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis
posterior atau koroiditis.
Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang. Sekitar 75% merupakan uveitis
anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Di Amerika
Serikat, uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga setelah Retinopati Diabetik dan
Degenerasi Macular. Umur penderita biasanya bervariasi antara usia prepubertas sampai 50
tahun. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga
menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu,
dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan
uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang
menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan yang tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7.1 ANATOMI UVEA
Uvea terdiri dari : iris, badan siliaris (corpus siliaria) dan koroid. Bagian ini adalah
lapisan vascular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini juga ikut
memasok darah ke retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea anterior sedangkan koroid
disebut uvea posterior.
Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma yang
membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen posterior, di
tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata depan (camera
oculi anterior) dan bilik mata posterior (camera oculi posterior). Iris mempunyai kemampuan
mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata.
Secara histologis iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat lekukanlekukan dipermukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan kripa. Didalam stroma
terdapat sel-sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh darah dan saraf.
7.2.3 Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung suatu
infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma
tembus okuli; walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik
yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar mata. Uveitis yang
berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap antigen
dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam badan (antigen endogen). Dalam banyak
hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius .Sehubungan dengan hal ini peradangan
uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme
hipersensitivitas.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrrier sehingga
terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam humor akuos yang tampak pada
slitlamp sebagai berkas sinar yang disebuit fler (aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk
menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan,
misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia posterior).
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk
presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea.
Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koeppe nodules, bila
dipermukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa
dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak
sehingga menimbulkan hipopion.
Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis dan
dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun oklusio
pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior tidak dapat mengalir sama sekali
mengakibatkan tekanan dalam dalam camera okuli posterior lebih besar dari tekanan dalam
camera okuli anterior sehingga iris tampak menggelembung kedepan yang disebut iris bombe
(Bombans).
Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan
tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat berkumpul
di sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan kanal schlemm sehingga terjadi
glukoma sekunder. Pada fase akut terjadi glaucoma sekunder karena gumpalan gumpalan
pada sudut bilik depan,sedang pada fase lanjut glaucoma sekunder terjadi karena adanya
seklusio pupil. Naik turunnya bola mata disebutkan pula sebagai peran asetilkolin dan
prostaglandin.
7.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara
anatomis, klinis, etiologis dan patologis.
a.
b.
c.
d.
a. Uveitis eksogen : trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar tubuh
b. Uveitis endogen : mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh
Berhubungan dengan penyakit sistemik, contoh: ankylosing spondylitis
Infeksi, yaitu infeksi bakteri (tuberkulosis), jamur (kandidiasis), virus (herpes
kelompok di atas.
7.2.4.4 Klasifikasi patologis :
a. Uveitis non-granulomatosa : infiltrasi dominan limfosit pada koroid
b. Uveitis granulomatosa : koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus
Non- granulomatosa
Akut
Nyata
Nyata
Sedang
Nyata
Putih halus
Kecil dan tak
Granulomatosa
Tersembunyi
Tidak ada atau ringan
Ringan
Nyata
Ringan
Kelabu besar (mutton fat)
Kecil dan tak teratur
Sinekia posterior
Noduli iris
Lokasi
Perjalanan penyakit
Kekambuhan
teratur
Kadang-kadang
Tidak ada
Uvea anterior
Akut
Sering
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Uvea anterior, posterior, difus
Kronik
Kadang-kadang
7.2.5 Etiologi
Etiologi uveitis anterior antara lain :
Autoimun
Infeksi
Keganasan
Lain-lain
- Artritis juvenile
Idiopatik
- Sindroma Reiter
- Kolitis ulserativa
- Uveitis yang
dicetus
oleh lensa
- Sarkoidosis
- Penyakit Crohn
- Psoriasis
- Sifilis
- Tuberkulosis
- Morbus Hansen
- Herpes zooster
- Herpes simplek
- Onkosersiasis
- Leptospirosis
- Sindroma
masquarade
- Retinoblastoma
- Leukimia
- Limfoma
- Melanoma
Maligna
- Idiopatik
- Trauma
- Sindroma PosnerSchlossman
- Iridosiklitis
heterokrom Fuch
- Retinal detachment
Infeksi
Keganasan
- Penyakit Behcet
- Sindroma VogtKoyanagiHarada
- SLE
- Granulomatosis
Wegener
- Ophtalmia
simpatika
- Vaskulitis retina
- Virus : CMV,
Herpes, rubella,
robeola
- Bakteri :
Tuberkulosis, sifilis,
borellia, bakteri gram
(+)/(-)
patogen
- Jamur : Candida,
Histoplasma,
kriptokokus,
aspergilus
- Parasit :
toxoplasma,
toxocara,
sistiserkus,onkoserka
- Limfoma
intaokuler
- Melanoma
maligna
- Leukimia
- Lesi metastasis
Gejala utama uveitis anterior akut adalah fotofobia, nyeri, merah, penglihatan
menurun, dan lakrimasi. Sedangkan pada uveitis anterior kronik mata terlihat putih
dan gejala minimal meskipun telah terjadi inflamasi yang berat.Gambaran klinis
penyakit uveitis dibagi atas gambaran klinis dan gambaran objektif. Gambaran klinis
penyakit uveitis terdiri atas :
1.
2.
3.
4.
5.
Mata merah.
Visus menurun.
Nyeri disekitar mata yang menjalar ke kapala.
Lakrimasi.
Fotofobia.
(a) Iris normal (b) iris dengan sinekia anterior (c) Sinekia posterior
Uveitis anterior : (a) mutton-fat keratic precipitates, nodul Koeppe dan Busacca; (b) nodul
Busacca pada iris dan mutton-fat KP di bagian inferior
Tidak nyeri
Gangguan kotoran atau bercak-bercak pada lapang pandang yang semakin banyak.
Visus menurun.
Kadang disertai fotopsia.
Oftalmoskop
Kekeruhan badan lensa.
Bila retina masih terlihat, akan tampak fokal pucat disertai pigmen-pimen.
Lensa kontak 3-cermin Goldman :
Terlihat adanya pars planitis sebagai fokal kepucatan dengan pigmen-pigmen.
Segmen Anterior
Tidak didapatkan kelainan yang berarti.
Hiperemi perikorneal (-)
FFA : Untuk mengetahui luas daerah radang, CME, vaskulitis retina dan
neovaskularisasi
UVEITIS ANTERIOR
Kelopak mata spasme atau disertai
edema ringan.
Hiperemi konjungtiva.
Hiperemi perikorneal, yaitu dilatasi
pembuluh darah siliar sekitar limbus.
Keratik presipitat (KPs) pada endotel
kornea, biasanya dibagian inferior.
Iris edema dan warna menjadi pucat,
bisa didapatkan nodul, atrofi,
perubahan warna (heterokromia).
Sinekia, baik itu anterior maupun
posterior.
Pupil miosis, bentuk irreguler, reflek
lambat sampai negatif.
UVEITIS POSTERIOR
Tidak nyeri
Gangguan kotoran atau bercak-bercak
pada lapang pandang yang semakin
banyak.
Visus menurun.
Kadang disertai fotopsia.
1.
2.
3.
4.
respons.
Cyclosporin dapat diberikan bila tidak ada respons dengan stteroid, setelah
pemberian 2 minggu.
Dosis awal : 5mg/hari, bila ada respons, diberi dosis maintanance
atropin. Atropin tidak diberikan lebih dari 1-2 minggu. Steroid topikal hanya digunakan pada
uveitis anterior dengan pemberian steroid kuat, seperti dexametason, betametason, dan
prednisolon. Komplikasi pemakaian steroid adalah glaukoma, posterior subcapsular
cataract, komplikasi kornea, dan efek samping sistemik.
7.2.10 Komplikasi
Komplikasi terpenting yaitu terjadinya peningkatan tekanan intraokuler (TIO)
akut yang terjadi sekunder akibat blok pupil (sinekia posterior), inflamasi, atau
penggunaan kortikosteroid topikal. Peningkatan TIO dapat menyebabkan atrofi nervus
optikus dan kehilangan penglihatan permanen. Komplikasi lain meliputi corneal
band-shape keratopathy, katarak, pengerutan permukaan makula, edema diskus
optikus dan makula, edema kornea, dan retinal detachment. Pada uveitis posterior :
Sinekia posterior, Katarak komplikata, Edema makula sistoid, Vaskular dan optik
atrofi, Traction retinal detachment.
7.2.11 Follow Up
a. Setiap 1 hingga 7 hari pada fase akut, tergantung derajat keparahannya, tiap 1
hingga 6 bulan apabila stabil.
b. Pada setiap kunjungan, reaksi radang pada bilik mata depan dan TIO, harus
dievaluasi.
c. Pemeriksaan funduskopi ulang dilakukan bila derajat keradangan meningkat
atau visus menurun.
7.2.12 Prognosis
1. Prognosis uveitis tergantung pada banyak hal diantaranya derajat keparahan,
lokasi, dan penyebab peradangan
2. Umumnya kasus uveitis anterior prognosisnya baik bila di diagnosis lebih awal
dan diberi pengobatan yang tepat
3. Prognosis visual pada iritis kebanyakan pulih dengan baik tanpa adanya katarak,
glaukoma dan uveitis posterior
4. Keterlibatan retina, koroid atau nervus optikus cenderung memberi prognosis
yang lebi
DAFTAR PUSTAKA
gelatinase
in
sympathetic
ophthalmia.