Anda di halaman 1dari 25

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian
Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat mengalami,
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan menutupi orifisium uretra (Brunner & suddarth, 2001)
Benigna Prostat Hiperplasi adalah penyakit yang disebabkan oleh
penuaan (Price, 2006)
Benigna Prostat Hiperplasi adalah hiperplasia kelenjer periuretra yang
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah
(Mansjoer, 2000).
Benigna Prostat Hiperplasi adalah kelenjar prostat bila mengalami
pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Purnomo
2011).
Dari pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa
benigna prostat hyperplasia adalah pembesaran dari prostat yang biasanya
terjadi pada orang berusia lebih dari 50 tahun yang mendesak saluran
perkemihan

B. Anatomi dan Fisiologi


1.

Anatomi
Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang
melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar
prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata :
panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri
dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus
posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus
medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut
lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak
tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna
abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut
kelenjar prostat.
Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat
terdiri dari:
a. Kapsul anatomis.
Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan
jaringan muskuler. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok
bagian :
1) Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.
2) Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut
juga sebagai adenomatus zone.

3) Di sekitar uretra disebut periuretral gland. Saluran keluar dari


ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika
seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang
bermuara ke dalam uretra. Menurut Mc Neal, prostat dibagi atas
: zona perifer, zona sentral, zona transisional, segmen anterior
dan zona spingter preprostat. Prostat normal terdiri dari 50
lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih
kurang 20 buah, secara terpisah bermuara pada uretra prostatika,
dibagian lateral verumontanum, kelenjar-kelenjar ini dilapisi
oleh selaput epitel torak dan bagian basal terdapat sel-sel kuboid
(Anderson, 1999).

GAMBAR ANATOMI

Gambar 1. Sistem Reproduksi Pria


Sumber: 911medikal.blogspot.com

Gambar 2. Pembesaran Prostat.


Sumber: ml.scribd.com

2. Fisiologi
Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur,
sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua
biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada
proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan
unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi
lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak
berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan,
keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang
bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan
cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra

dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga


penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan
kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari
vesika yang dapat mengakibatkan peradangan (Brunner & Suddarth,
2002).

C. Etiologi/Predisposisi
Menurut Alam tahun 2004 penyebab pembesaran kelenjar prostat
belum diketahui secara pasti, tetapi hingga saat ini dianggap berhubungan
dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormon
pria, terutama testosteron. Para ahli berpendapat bahwa dihidrotestosteron
yang mamacu pertumbuhan prostat seperti yang terjadi pada masa
pubertas adalah penyebab terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Hal lain
yang dikaitkan dengan gangguan ini adalah stres kronis, pola makan tinggi
lemak, tidak aktif olahraga dan seksual.
Selain itu testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang
secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup
testosteron, dihidrotestosteron, dan androstenesdion. Testosteron sebagian
besar

dikonversikan

oleh

enzim

5-alfa-

reduktase

menjadi

dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran


sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain dari testosteron adalah pemicu
libido, pertumbuhan otot dan mengatur doposit kalsium di tulang.
Penurunan kadar testosteron telah diketahui sebagai penyebab dari

10

penurunan libida, massa otot, melemahnya otot pada organ seksual dan
kesulitan ereksi. Selain itu kadar testosteron yang rendah juga dapat
menyebabkan masalah lain yang tidak segera terlihat, yaitu pembesaran
kelenjar prostat.
Dalam keadaan stres, tubuh memproduksi lebih banyak steroid
stres

(karsitol)

yang

dapat

menggeser

produksi

DHEA

(dehidroepianandrosteron). DHEA berfungsi mempertahankan kadar


hormon

seks

yang

normal,

termasuk

testosteron.

Stres

kronis

menyebabkan penuaan dini dan penurunan fungsi testis pria. Kolesterol


tinggi juga dapat mengganggu keseimbangan hormonal dan menyebabkan
terjadinya pembesaran prostat.
Faktor lain adalah nikotin dan konitin ( produk pemecahan nikotin)
yang

meningkatkan

aktifitas

enzim

perusak

androgen,

sehingga

menyebabkan penurunan kadar testosteron. Begitu pula toksin lingkungan


(zat kimia yang banyak digunakan sebagai pestisida, deterjen atau limbah
pabrik) dapat merusak fungsi reproduksi pria.

D. Patofisiologi
Menurut Purnomo 2011 pembesaran prostat menyebabkan
penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan

11

anatomik

buli-buli

berupa

hipertrofi

otot

detrusor,

trabekulasi,

terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur


pada bulu-buli tersebut, oleh pasien disarankan sebagai keluhkan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS)
yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian bulibuli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter
atau terjadi refluks vesiko ureter. Keadaan keadaan ini jIka berlangsung
terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya
dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak
hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra
posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang pada stroma
prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu
dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.
Menurut Mansjoer tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara
perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara
perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat,
resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot
detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau
divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila
keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami

12

dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi


retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan
disfungsi saluran kemih atas.

E. Manifestasi Klinis
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
a. Obstruksi :
1) Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau miksi)
2) Pancaran waktu miksi lemah
3) Intermitten (miksi terputus)
4) Miksi tidak puas
5) Distensi abdomen
6) Volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih.
b. Iritasi : frekuensi sering, nokturia, disuria.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Nyeri pinggang, demam (infeksi), hidronefrosis.
3. Gejala di luar saluran kemih :
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit
hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan
pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal (Sjamsuhidayat, 2004).
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan
Benigna Prostat Hipertroplasi:

13

a. Sering buang air kecil dan tidak sanggup menahan buang iar kecil,
sulit mengeluarkan atau menghentikan urin. Mungkin juga urin
yang keluar hanya merupakan tetesan belaka.
b. Sering terbangun waktu tidur di malam hari, karena keinginan
buang air kecil yang berulang-ulang.
c. Pancaran atau lajunya urin lemah
d. Kandung kemih terasa penuh dan ingin buang iar kecil lagi
e. Pada beberapa kasus, timbul rasa nyeri berat pada perut akibat
tertahannya urin atau menahan buang air kecil (Alam, 2004).
Gejala

generalisata

juga

mungkin

tampak,

termasuk

keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada
epigastrik (Brunner & Suddarth, 2002).
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE
(digital rectal examination) atau colok dubur ditemukan
penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat
lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine
lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi
dan sisa urin lebih dari 100 ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.

14

F. Komplikasi
Kebanyakan

prostatektomi

tidak

menyebabkan

impotensi

(meskipun prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat


kerusakan saraf pudendal yang tidak dapat dihindari). Pada kebanyakan
kasus, aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8
Minggu, karena saat ini fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi,
maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan
bersama urin (Brunner & Suddarth, 2002).
Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin.
Karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak
mampu lagi menampung urin sehinnga tekanan intravesika meningkat,
dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal (Mansjoer, 2000).

G. Penatalaksanaan
1. Modalitas terapi BPH adalah :
a. Observasi yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan
kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien.
b. Medikamentosa : terapi ini diindikasikan pada BPH dengan
Keluhan ringan, sedang, sedang dan berat tanpa disertai penyulit.
Obat yang digunakan berasal dari phitoterapi (misalnya : Hipoxis
rosperi, serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan
supresor androgen.

15

2. Indikasi pembedahan pada BPH adalah :


a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin
akut (100 ml).
b.

Klien dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandung


kemih setelah klien buang air kecil > 100 Ml.

c. Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan sistem


perkemihan seperti retensi urine atau oliguria.
d. Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e. Flowcytometri menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan dapat dilakukan dengan :
1) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat).
a) Jaringan abnormal diangkat melalui rektroskop yang dimasukan
melalui uretra.
b) Tidak dibutuhkan balutan setelah operasi.
c) Dibutuhkan kateter foley setelah operasi.
2) Prostatektomi Suprapubis
a) Penyayatan perut bagian bawah dibuat melalui leher kandung
kemih.
b) Diperlukan perban luka, drainase, kateter foley, dan kateter
suprapubis setelah operasi.
3) Prostatektomi Neuropubis
a) Penyayatan dibuat pada perut bagian bawah.
b) Tidak ada penyayatan pada kandung kemih.

16

c) Diperlukan balutan luka, kateter foley, dan drainase.


4) Prostatektomi Perineal
a) Penyayatan dilakukan diantara skrotum dan anus.
b) Digunakan jika diperlukan prostatektomi radikal.
c) Vasektomi

biasanya

dikakukan

sebagai

pencegahan

epididimistis.
d) Persiapan buang hajat diperlukan sebelum operasi (pembersihan
perut, enema, diet rendah sisa dan antibiotik).
e) Setelah operasi balutan perineal dan pengeringan luka (drainase)
diletakan pada tempatnya kemudian dibutuhkan rendam duduk.
Pada TURP, prostatektomi suprapubis dan retropubis, efek
sampingnya dapat meliputi:
1. Inkotenensi urinarius temporer
2. Pengosongan urine yang keruh setelah hubungan intim dan
kemandulan sementara (jumlah sperma sedikit) disebabkan
oleh ejakulasi dini kedalam kandung kemih.

H. Pengkajian Fokus
Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post
Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi:
1. Data subyektif :
a. Pasien mengeluh sakit pada luka insisi, karakteristik luka, luka
berwarna merah.

17

b. Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.


c. Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
d. Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
2. Data Obyektif:
a. Terdapat luka insisi, karakteristik luka berwarna merah.
b. Takikardia, normalnya 80-100 kali/menit.
c. Gelisah.
d. Tekanan darah meningkat, normalnya 120/80 mmHg.
e. Ekspresi wajah ketakutan.
f. Terpasang kateter.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopis urin penting untuk
melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat
hematuria, harus diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan
pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH
sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan
kreatinin darah merupakan informasi dasar dan fungsi ginjal dan
status metabolik. Pemeriksaan Prostat Specific Antigen (PSA)
dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai
deteksi dini keganasan. Bila nilai SPA < 4mg / ml tidak perlu
biopsy. Sedangkan bila nilai SPA 410 mg / ml, hitunglah Prostat
Spesific Antigen Density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan

18

volume prostat. Bila PSAD > 0,15 maka sebaiknya dilakukan


biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 mg/ml.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen,
pielografi intravena, USG dan sitoskopi. Dengan tujuan untuk
memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli
buli dan volume residu urine, mencari kelainan patologi lain, baik
yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan BPH.
Dari semua jenis pemeriksaan dapat dilihat:
1) Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada batu traktus
urinarius, pembesaran ginjal atau buli buli.
2) Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari
fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, fish hook
appearance (gambaran ureter belokbelok di vesika)
3) Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa
masa ginjal, mendeteksi residu urine, batu ginjal, divertikulum
atau tumor buli buli (Mansjoer, 2000).
c. Pemeriksaan Diagnostik.
1) Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap / terang,
penampilan keruh, Ph : 7 atau lebih besar, bacteria
2) Kultur Urine : adanya staphylokokus aureus, proteus,
klebsiella, pseudomonas, e. coli.
3) BUN / kreatinin : meningkat.

19

4) IVP : menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih


dan adanya pembesaran prostat, penebalan otot abnormal
kandung kemih.
5) Sistogram : suatu gambaran rontgen dari kandung kemih yang
diperoleh melalui urografi intravena.
6) Sistouretrografi
menvisualisasi

berkemih

sebagai

kandung

kemih

dan

ganti

IVP

uretra

untuk
dengan

menggunakan bahan kontras lokal.


7) Sistouretroscopy : untuk menggambarkan derajat pembesaran
prostat dan kandung kemih.
8) Transrectal ultrasonografi : mengetahui pembesaran prosat,
mengukur sisa urine dan keadaan patologi seperti tumor atau
batu (Sjamsuhidayat, 2004)

20

I. Pathways keperawatan

Perubahan usia (usia lanjut)

Ketidakseimbangan produksi estrogen dan testoteron

Kadar testoteron

Kadar estrogen

Mempengaruhi RNA dalam inti sel

Hiperplasia sel stoma pada jaringan

Ploliferasi sel prostat

Benigna prostat hiperplasia


Obstruksi Saluran kemih yang bermuara ke VU
Tindakan open prostatektomi suprapubik

Akumulasi urine di VU
Peregangan VU melebihi kapasitas

Spasme otot
spincter
Nyeri suprapubrik
Nyeri

Refluk urine
ke ginjal
Gagal ginjal
kronik

Penumpukan urine yang lama di VU


Perkembangan
mikroorganisme

Pemasangan
kateter

Resiko
disfungsi
seksual

Sistem
irigasi

Luka insisi

Jaringan
terbuka

Resiko infeksi

Resiko
infeksi

Post op

Resiko
infeksi

Saraf
terputus
Nyeri

Selang tidak adekuat


Perubahan
pola eliminasi

21

Resiko inkontentensia urin

6 R.
Long C, Barbara;
Sjamsuhidayat;
Brunner & Suddart

J. Fokus Intervensi Dan Rasional


1. Gangguan rasa nyaman nyeri suprapubik berhubungan dengan spasme
otot spincter.
a. Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
b. Kriteria hasil:
Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
c. Intervensi:
1) Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor
pencetus serta penghilang nyeri.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
2) Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening
mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi).
Rasional : memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan keefektifan dalam menentukan pilihan
atau keefektifan intervensi.
3) Beri kompres hangat pada abdomen terutama perut bagian
bawah.
Rasional : Untuk meningkatkan relaksasi otot.
4) Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh,
merokok, abdomen tegang).
Rasional : Untuk menurunkan spasme kandung kemih.

22

5) Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik


relaksasif.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali
perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.
6) Lakukan perawatan aseptik terapeutik.
Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi.
7) Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.
Rasional : Pembesaran prostat dapat terjadi dengan hilangnya
sebagian kelenjar.
2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan
obstruksi sekunder.
a. Tujuan : Tidak terjadinya retensi urine
b. Kriteria hasil :
1) Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung
kemih.
2) Menunjukan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml,
dengantak adanya tetesan/kelebihan.
c. Intervensi :
1) Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus
dengan teknik steril.
Rasional : Menghindari terjadinya gumpalan yang dapat

23

menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan


perdarahan kandung kemih
2) Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam
keadaan tertutup.
Rasional : Untuk mencegah peningkatan tekanan pada
Kandung kemih.
3) Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria,
dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea).
Rasional : Untuk mencegah komplikasi berlanjut.
4) Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan
sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran
urin serta adanya bekuan darah atau jaringan.
Rasional : Pemberi perawatan menjadi penyebab terbesar infeksi
nosokomial. Kewaspadaan umum melindungi pemberi
perawatan dan pasien.
5) Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2
jam (mulai hari kedua post operasi).
Rasional : Cairan membantu mendistribusikan obat-obatan ke
seluruh tubuh. Risiko terjadinya ISK dikurangi bila
aliran urine encer konstan dipertahankan melalui
ginjal.
6) Ukur intake output cairan.
Rasional : Menjamin keamanan untuk membantu

24

penyembuhan pascaoperasi.
7) Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika
tidak ada kontra indikasi.
Rasional : Cairan membantu mendistribusikan obat-obatan ke
seluruh tubuh. Risiko terjadinya ISK dikurangi bila
aliran urine encer konstan dipertahankan melalui
ginjal.
8) Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3
minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.
Rasional : Mengajarkan pasien bagaimana melakukannya
sendiri.
3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran
ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh.
a. Tujuan : Tidak terjadinya disfungsi seksual
b. Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual
dan aktivitas secara optimal.
c. Intervensi :
1) Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang
berhubungan dengan perubahannya.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.

25

2) Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat.


Rasional : Untuk menginformasikan kondisi klien.
3) Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya
tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
4) Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah
fungsi seksual.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
5) Beri penjelasan penting tentang:
a) Impoten terjadi pada prosedur radikal
b) Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
c) Adanya kemunduran ejakulasi.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan

pilihan

atau

keefektifan

intervensi.
6) Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1
bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
Rasional : Menjamin keamanan untuk membantu
penyembuhan pascaoperasi.

26

4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre


mikroorganisme melalui kateterisasi, dan jaringan terbuka.
a.

Tujuan : Tidak terjadinya infeksi

b.

Kriteria hasil:
1). Tanda-tanda vital dalam batas normal
2). Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
3). Luka insisi semakin sembuh dengan baik

c.

Intervensi :
1) Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
Rasional : Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan
peregangan dan perdarahan kandung kemih.
2) Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya
sumbatan, kebocoran).
Rasional : Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan dapat
menyebabkan distensi kandung kemih, dengan
peningkatan spasme.
3) Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar
kateter dan drainage.
Rasional : Untuk mengurangi resiko infeksi
4) Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal
untuk menjamin dressing.
Rasional : Untuk mengurangi resiko infeksi.

27

5) Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas


meningkat, dingin).
Rasional : Deteksi awal terhadap komplikasi dengan intervensi
yang tepat dapat mencegah kerusakan jaringan
yang permanen..
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyakit, perawatannya.
a. Tujuan : Pengetahuan pasien dapat meningkat
b. Kriteria hasil :
Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan
mendemonstrasikan perawatan.
c. Intervensi :
1) Motivasi pasien/keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya
tentang penyakit.
Rasional : Memberikan informasi sejauh mana pengetahuan klien
tentang penyakit yang dialami.
2) Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
a) Perawatan lsuka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter.
b) Perawatan di rumah, adanya tanda-tanda hemoragi.
Rasional : Memberikan informasi kepada klien/keluarga klien
cara perawatan pasca operasi.

28

6. Anxietas

berhubungan

dengan

kurangnya

pengetahuan,

salah

interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, ditandai


dengan :
Gelisah, Informasi kurang
a. Tujuan : Tidak terjadinya ansietas.
b. kriteria hasil :
1) Klien tidak gelisah.
2) Tampak rileks
c. Intervensi :
1) Kaji tingkat anxietas.
Rasional : Mengetahui tingkat anxietas yang dialami klien,
sehingga memudahkan dalam memberikan tindakan
selanjutnya.
2) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Indikator dalam mengetahui peningkatan anxietas
yang dialami klien.
3) Berikan informasi yang jelas tentang prosedur tindakan yang
akan dilakukan.
Rasional : Mengerti/memahami proses penyakit dan tindakan
yang diberikan.

29

4) Berikan support melalui pendekatan spiritual.


Rasional : Agar klien mempunyai semangat dan tidak putus asa
dalam

menjalankan

pengobatan

untuk

penyembuhan.

30

Anda mungkin juga menyukai