Jtptunimus GDL Muchsonarr 6688 2 Babii PDF
Jtptunimus GDL Muchsonarr 6688 2 Babii PDF
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat mengalami,
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan menutupi orifisium uretra (Brunner & suddarth, 2001)
Benigna Prostat Hiperplasi adalah penyakit yang disebabkan oleh
penuaan (Price, 2006)
Benigna Prostat Hiperplasi adalah hiperplasia kelenjer periuretra yang
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah
(Mansjoer, 2000).
Benigna Prostat Hiperplasi adalah kelenjar prostat bila mengalami
pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Purnomo
2011).
Dari pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa
benigna prostat hyperplasia adalah pembesaran dari prostat yang biasanya
terjadi pada orang berusia lebih dari 50 tahun yang mendesak saluran
perkemihan
Anatomi
Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang
melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar
prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata :
panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri
dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus
posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus
medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut
lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak
tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna
abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut
kelenjar prostat.
Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat
terdiri dari:
a. Kapsul anatomis.
Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan
jaringan muskuler. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok
bagian :
1) Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.
2) Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut
juga sebagai adenomatus zone.
GAMBAR ANATOMI
2. Fisiologi
Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur,
sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua
biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada
proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan
unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi
lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak
berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan,
keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang
bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan
cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra
C. Etiologi/Predisposisi
Menurut Alam tahun 2004 penyebab pembesaran kelenjar prostat
belum diketahui secara pasti, tetapi hingga saat ini dianggap berhubungan
dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormon
pria, terutama testosteron. Para ahli berpendapat bahwa dihidrotestosteron
yang mamacu pertumbuhan prostat seperti yang terjadi pada masa
pubertas adalah penyebab terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Hal lain
yang dikaitkan dengan gangguan ini adalah stres kronis, pola makan tinggi
lemak, tidak aktif olahraga dan seksual.
Selain itu testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang
secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup
testosteron, dihidrotestosteron, dan androstenesdion. Testosteron sebagian
besar
dikonversikan
oleh
enzim
5-alfa-
reduktase
menjadi
10
penurunan libida, massa otot, melemahnya otot pada organ seksual dan
kesulitan ereksi. Selain itu kadar testosteron yang rendah juga dapat
menyebabkan masalah lain yang tidak segera terlihat, yaitu pembesaran
kelenjar prostat.
Dalam keadaan stres, tubuh memproduksi lebih banyak steroid
stres
(karsitol)
yang
dapat
menggeser
produksi
DHEA
seks
yang
normal,
termasuk
testosteron.
Stres
kronis
meningkatkan
aktifitas
enzim
perusak
androgen,
sehingga
D. Patofisiologi
Menurut Purnomo 2011 pembesaran prostat menyebabkan
penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan
11
anatomik
buli-buli
berupa
hipertrofi
otot
detrusor,
trabekulasi,
12
E. Manifestasi Klinis
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
a. Obstruksi :
1) Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau miksi)
2) Pancaran waktu miksi lemah
3) Intermitten (miksi terputus)
4) Miksi tidak puas
5) Distensi abdomen
6) Volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih.
b. Iritasi : frekuensi sering, nokturia, disuria.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Nyeri pinggang, demam (infeksi), hidronefrosis.
3. Gejala di luar saluran kemih :
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit
hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan
pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal (Sjamsuhidayat, 2004).
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan
Benigna Prostat Hipertroplasi:
13
a. Sering buang air kecil dan tidak sanggup menahan buang iar kecil,
sulit mengeluarkan atau menghentikan urin. Mungkin juga urin
yang keluar hanya merupakan tetesan belaka.
b. Sering terbangun waktu tidur di malam hari, karena keinginan
buang air kecil yang berulang-ulang.
c. Pancaran atau lajunya urin lemah
d. Kandung kemih terasa penuh dan ingin buang iar kecil lagi
e. Pada beberapa kasus, timbul rasa nyeri berat pada perut akibat
tertahannya urin atau menahan buang air kecil (Alam, 2004).
Gejala
generalisata
juga
mungkin
tampak,
termasuk
keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada
epigastrik (Brunner & Suddarth, 2002).
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE
(digital rectal examination) atau colok dubur ditemukan
penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat
lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine
lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi
dan sisa urin lebih dari 100 ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.
14
F. Komplikasi
Kebanyakan
prostatektomi
tidak
menyebabkan
impotensi
G. Penatalaksanaan
1. Modalitas terapi BPH adalah :
a. Observasi yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan
kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien.
b. Medikamentosa : terapi ini diindikasikan pada BPH dengan
Keluhan ringan, sedang, sedang dan berat tanpa disertai penyulit.
Obat yang digunakan berasal dari phitoterapi (misalnya : Hipoxis
rosperi, serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan
supresor androgen.
15
16
biasanya
dikakukan
sebagai
pencegahan
epididimistis.
d) Persiapan buang hajat diperlukan sebelum operasi (pembersihan
perut, enema, diet rendah sisa dan antibiotik).
e) Setelah operasi balutan perineal dan pengeringan luka (drainase)
diletakan pada tempatnya kemudian dibutuhkan rendam duduk.
Pada TURP, prostatektomi suprapubis dan retropubis, efek
sampingnya dapat meliputi:
1. Inkotenensi urinarius temporer
2. Pengosongan urine yang keruh setelah hubungan intim dan
kemandulan sementara (jumlah sperma sedikit) disebabkan
oleh ejakulasi dini kedalam kandung kemih.
H. Pengkajian Fokus
Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post
Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi:
1. Data subyektif :
a. Pasien mengeluh sakit pada luka insisi, karakteristik luka, luka
berwarna merah.
17
18
19
berkemih
sebagai
kandung
kemih
dan
ganti
IVP
uretra
untuk
dengan
20
I. Pathways keperawatan
Kadar testoteron
Kadar estrogen
Akumulasi urine di VU
Peregangan VU melebihi kapasitas
Spasme otot
spincter
Nyeri suprapubrik
Nyeri
Refluk urine
ke ginjal
Gagal ginjal
kronik
Pemasangan
kateter
Resiko
disfungsi
seksual
Sistem
irigasi
Luka insisi
Jaringan
terbuka
Resiko infeksi
Resiko
infeksi
Post op
Resiko
infeksi
Saraf
terputus
Nyeri
21
6 R.
Long C, Barbara;
Sjamsuhidayat;
Brunner & Suddart
22
23
24
penyembuhan pascaoperasi.
7) Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika
tidak ada kontra indikasi.
Rasional : Cairan membantu mendistribusikan obat-obatan ke
seluruh tubuh. Risiko terjadinya ISK dikurangi bila
aliran urine encer konstan dipertahankan melalui
ginjal.
8) Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3
minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.
Rasional : Mengajarkan pasien bagaimana melakukannya
sendiri.
3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran
ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh.
a. Tujuan : Tidak terjadinya disfungsi seksual
b. Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual
dan aktivitas secara optimal.
c. Intervensi :
1) Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang
berhubungan dengan perubahannya.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
25
pilihan
atau
keefektifan
intervensi.
6) Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1
bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
Rasional : Menjamin keamanan untuk membantu
penyembuhan pascaoperasi.
26
b.
Kriteria hasil:
1). Tanda-tanda vital dalam batas normal
2). Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
3). Luka insisi semakin sembuh dengan baik
c.
Intervensi :
1) Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
Rasional : Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan
peregangan dan perdarahan kandung kemih.
2) Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya
sumbatan, kebocoran).
Rasional : Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan dapat
menyebabkan distensi kandung kemih, dengan
peningkatan spasme.
3) Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar
kateter dan drainage.
Rasional : Untuk mengurangi resiko infeksi
4) Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal
untuk menjamin dressing.
Rasional : Untuk mengurangi resiko infeksi.
27
28
6. Anxietas
berhubungan
dengan
kurangnya
pengetahuan,
salah
29
menjalankan
pengobatan
untuk
penyembuhan.
30