medium sekelilingnya (plasma). Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada
di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas
ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosi berada pada medium yang
hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma),
akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara
menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma).
Ada 2 macam hemolisis, yaitu hemolisis osmotik dan hemolisis kimiawi. Hemolisa
osmotik terjadi karena adanya perubahan yang besar antara tekanan osmosa cairan di
dalam sel darah merah dengan cairan di sekeliling sel darah merah. Dalam hal ini tekanan
osmosa sel darh merah jauh lebih besar daripada tekanan osmosa di luar sel. Tekanan
osmosa di dalam sel darah merah sama dengan tekanan osmosa larutan NaCl 0.9%. Bila
sel darah merah dimasukkan ke dalam larutan 0.8% belum terlihat adanya hemolisa,
tetapi sel darah merah yang dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0.4% hanya sebagian saja
yang megalami hemolisa, sedangkan sebagian sel darah merah yang lainnya masih utuh.
Perbedaan ini disebabkan karena umur sel darah merah, SDM yang sudah tua,
membran selnya mudah pecah sedangkan SDM muda membran selnya masih kuat. Bila
SDM dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0.3% semua SDM akan mengalami hemolisa.
Hal ini disebut hemolisa sempurna. Larutan yang mempunyai tekanan osmosa lebih kecil
daripada tekanan osmosa ini SDM disebut larutan hipotonis, sedangkan larutan yang
mempunyai tekanan osmosa lebih besar dari tekanan osmosa isi SDM disebut larutan
hipertonis. Suatu larutan yang mempunyai tekanan osmosa yang sama besar dengan
tekanan osmosa isi SDM disebut larutan isotonis.
Sedangkan pada jenis hemolisa kimiawi, SDM dirusak oleh macam-macam substansi
kimia. Dinding SDM terutama terdiri dari lipid dan protein, membentuk suatu lapisan
lipoprotein. Jadi, setiap substansi kimia yang dapat melarutkan lemak (pelarut lemak)
dapat merusak atau melarutkan membran SDM. Kita mengenal bermacam-macam pelarut
lemak, yaitu kloroform, aseton, alkohol benzen, dan eter. Substansi lain yang dapat
merusak membran SDM diantaranya adalah bisa ular, bisa kalajengking, garam empedu,
saponin, nitrobenzen, pirogalol, asam karbon, resin, dan senyawa arsen. (Asscalbiass,
2011)
Sel penyusun suatu organisme pasti berada dalam suatu cairan yang mengandung
berbagai zat yang diperlukan oleh sel. Cairan tersebut berupa cairan ekstraseluler yang
dapat dibedakan menjadi cairan interstitial dan/atau plasma darah. Sel pada umumnya
berada dalam cairan interstitial, sedangkan eritrosit berada dalam plasma darah. Membran
sel eritrosit seperti hanya membran sel lainnya tersusun atas lipid bilyer, dan bersifat
semipermeabel. Pada kondisi cairan hipertonis, maka air akan berpindah dari dalam
eritrosit ke luar sehingga eritrosit akan mengalami penyusutan (krenasi). Sebaliknya pada
kondisi larutan hipotonis, maka air akan masuk ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga
eritrosit akan menggembung yang kemudian pecah (lisis).
Pelarut organik adalah bahan kimia yang berbentuk cair pada suhu kamar, berfungsi
sebagai pelarut bahan kimia lainnya. Pelarut organik sangat beragam dengan struktur
kimia yang bermacam-macam: golongan hidrokarbon aromatik (benzena, toluena, xylena,
dll), hidrokarbon alifatik, aldehida, alkohol, eter, keton, glikol, hidrokarbon
terhalogenisasi, dan lain-lain. Kesamaannya adalah kemampuannya melarutkan dan
mendispersikan lemak, minyak, cat, dan lain-lain.