Keselamatan Radiasi Lingkungan Dalam Pengelolaan Limbah Radioaktif Di Indonesia
Keselamatan Radiasi Lingkungan Dalam Pengelolaan Limbah Radioaktif Di Indonesia
Indonesia
Erwansyah Lubis
ABSTRAK
KESELAMATAN RADIASI LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN LIMBAH
RADIOAKTIF DI INDONESIA. Pengelolaan limbah radioaktif di Indonesia diatur
oleh Undang-undang Ketenaganukliran, Undang-undang Lingkungan Hidup dan
Undang-undang lainnya yang terkait serta berbagai produk hukum di bawahnya.
Teknologi pengolahan limbah radioaktif yang diadopsi adalah teknologi yang telah
mapan (proven) dan umum digunakan di negara-negara industri nuklir. Dalam
pengelolaan limbah radioaktif sesuai ketentuan yang berlaku diterapkan program
pemantauan lingkungan yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sehingga
keselamatan masyarakat dan lingkungan dari potensi dampak radiologik yang
ditimbulkan selalu berada dalam batas keselamatan yang direkomendasikan secara
nasional maupun internasional.
ABSTRACT
THE ENVIRONMENTAL RADIATION SAFETY OF RADIOACTIVE WASTE
MANAGEMENT IN INDONESIA. The radioactive waste management in Indonesia is
regulated by the Nuclear Energy Act, Environment Protection Act, and other acts
pertaining to the safety and all regulations derived from the above-mentioned acts.
The radioactive waste processing technology is already proven and widely used in
nuclear industrial countries. In performing radioactive waste management, the
regulations dictate the necessity of performing a continous environmental monitoring
program, so that the safety of the public and the environement from the radiological
impact is under control and assured in compliance with the national and international
recommendations.
PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) terus dikembangkan dan dimanfaatkan dalam
upaya memenuhi kebutuhan dasar manusia, memperpanjang harapan hidup dan
menstimulasi peningkatan kualitas hidup. Dalam pemanfatan iptek untuk berbagai
tujuan selalu ditimbulkan sisa proses/limbah, karena efisiensi tidak pernah mencapai
100%. Demikian juga dalam pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan iptek
nuklir selalu akan ditimbulkan limbah radioaktif sebagai sisa proses. Limbah
radioaktif yang ditimbulkan harus dikelola dengan baik dan tepat agar tidak
mencemari lingkungan, karena pada gilirannya berpotensi mengganggu kesehatan
hidup (biosphere), sehingga dampak radiologi yang ditimbulkannya minimal dan jauh
di bawah NBD yang ditolerir untuk anggota masyarakat.
Limbah radioaktif tingkat rendah dan sedang
Teknologi pengolahan dan disposal limbah tingkat rendah (LTR) dan tingkat sedang
(LTS) telah mapan dan diimplementasikan secara komersial di negara-negara industri
nuklir. Penelitian dan pengembangan (litbang) yang berkaitan dengan pengolahan dan
disposal limbah ini sudah sangat terbatas. Negara-negara berkembang dapat
mempelajari dan mengadopsi teknologi pengolahan dan disposal dari negara-negara
industri nuklir. Teknologi pengolahan dan disposal yang dipilih haruslah disesuaikan
dengan strategi pengelolaan yang ditetapkan. Dalam upaya meningkatkan
kepercayaan masyarakat, beberapa negara-negara industri nuklir saat ini cenderung
langsung mendisposal LTR dan LTS dari pada menyimpannya di tempat penyimpanan
sementara (strategi wait and see). Penerapan disposal secara langsung selain akan
memeperkecil dampak radiologi terhadap pekerja, juga diharapkan akan
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemanfaatan iptek nuklir [15].
P2PLR semenjak tahun 1989 hingga saat ini (13 tahun) telah mengolah LTR dan
LTS baik yang berasal dari kegiatan BATAN maupun dari kegiatan industri, rumah
sakit dan kegiatan lainnya. Limbah cair diolah dengan unit Evaporator yang
mempunyai faktor pemekatan 50 kali dan kapasitas pengolahan 750 liter/jam. Limbah
padat terbakar diolah dengan unit insinerator yang mempunyai kapasitas pembakaran
50 kg/jam. Limbah padat terkompaksi/tidak terbakar diolah dengan unit kompaktor
yang mempunyai kuat tekan 60 kN. Limbah hasil-olahan disimpan di tempat
penyimpanan sementara (Interim Storage, IS-1) yang mempunyai kapasitas
penampungan 1500 sel drum 200 liter. Jumlah limbah hasil-olahan yang disimpan di
IS-1 saat ini masing-masing 507 buah dalam drum 200 liter, 45 buah dalam cel beton
950 liter dan 34 buah dalam cel beton 350 liter. Data ini menunjukkan laju pengolahan
limbah per tahun relatif rendah. Namun demikian untuk mengantisipasi jumlah limbah
hasil-olahan untuk masa yang akan datang, P2PLR saat ini telah membangun IS-2
dengan kapasitas yang sama.
P2PLR dalam pengelolaan LTR dan LTS telah mengadopsi teknologi yang telah
mapan dan umum digunakan di negara-negara industri nuklir. Limbah hasil olahan
disimpan di fasilitas IS-1, sehingga limbah tersebut aman dan terkendali serta
kemungkinan limbah tersebut tercecer atau tidak bertuan dapat dihindarkan.
Limbah tingkat tinggi
Kebijakan pengelolaan limbah radioaktif tingkat tinggi (LTT) dan bahan bakar nuklir
(BBN) bekas di tiap negara industri nuklir selain berbeda juga masih berubah-ubah.
Beberapa negara melakukan pilihan olah-ulang (daur-tertutup) untuk pemanfaatan
material fisil dan fertil yang masih terkandung dan sekaligus mereduksi volumenya.
Sebagian negara lain melihat LTT sebagai limbah (daur-terbuka), dan berencana untuk
mendisposalnya dalam formasi geologi tanah dalam (deep repository).
Dalam diposal LTT, di negara-negara industri nuklir saat ini masih terjadi perdebatan,
sebagian pakar memilih opsi penyimpanan lestari/disposal dalam formasi geologi dan
sebagian lainnya mempertimbangkan opsi "non-disposal" (indefinite surface storage).
Opsi non-disposal adalah merupakan kecenderungan untuk menerima
ide retrievebility dan reversibility. Konsekuensi dari penerimaan opsi ini berdampak
kepada disain fasilitas, namun tidak mempengaruhi secara teknis [15].
Saat ini, beberapa negara-negara industri nuklir juga sedang mengeksplorasi jalur lain,
yaitu jalur partisi dan transmutasi dalam upaya mengurangi T1/2. Studi ini bertujuan
untuk mendapatkan pengetahuan yang mendasar dalam menetapkan strategi
pengelolaan LTT. Walaupun jalur partisi dan transmutasi dapat mengurangi T1/2
limbah, namun secara keseluruhan tetap tidak menutup kebutuhan disposal. Dengan
meningkatnya radionuklida T1/2 pendek hasil partisi/transmutasi akan meningkatkan
paparan radiasi. Hal ini berdampak pada keselamatan radiasi terhadap pekerja,
sehingga memerlukan kajian tersendiri [15].
BATAN dalam pengelolaan LTT saat ini memilih daur tertutup. Limbah BBN bekas
dan LTT dari hasil uji fabrikasi BBN saat ini disimpan di Interim Storage for Spent
Fuel Element (ISSFE) yang ada di PPTN Serpong. Kapasitas ISSFE mampu untuk
menyimpan BBN bekas untuk selama umur operasi reaktor G.A. Siwabessy. LTT dan
Bahan Bakar Nuklir (BBN) bekas yang dihasilkan dari pengoperasian reaktor Triga
Mark II di Bandung dan reaktor Kartini di Yogyakarta disimpan di kolam pendingin
reaktor. Dalam pengoperasian reaktor G.A.Siwabessy, reaktor Triga Mark II dan
reaktor Kartini, BBN bekas ataupun LTT tidak ada yang keluar dari kawasan nuklir
tersebut, seluruhnya tersimpan dengan aman di kawasan nuklir tersebut.
Pembuangan Limbah Radioaktif
Strategi pembuangan limbah radioaktif umumnya dibagi kedalam 2 konsep
pendekatan, yaitu konsep "Encerkan dan Sebarkan" (EDS) atau "Pekatkan dan Tahan"
(PDT). Kedua strategi ini umumnya diterapkan dalam pemanfaatan iptek nuklir di
negara industri nuklir, sehingga tidak dapat dihindarkan menggugurkan strategi zero
release [15].
Pembuangan efluen
Dalam pengoperasian instalasi nuklir tidak dapat dihindarkan terjadinya pembuangan
efluen ke atmosfer dan ke badan-air. Efluen gas/partikulat yang dibuang langsung ke
atmosfer berasal dari sistem ventilasi. Udara sistem ventilasi di tiap instalasi nuklir
sebelum dibuang ke atmosfer melalui cerobong, dibersihkan kandungan gas/
yang direkomendasikan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA). Faktorfaktor teknis yang dipertimbangkan diantaranya faktor geologi, hidrogeologi,
geokimia, tektonik dan kegempaan, berbagai kegiatan yang ada di sekitar calon lokasi,
meteorologi, transportasi limbah, tata-guna lahan, distribusi penduduk dan
perlindungan lingkungan hidup. Faktor lainnya yang sangat penting adalah
penerimaan oleh masyarakat. Di negara-negara industri nuklir moto "Not In My
Backyard" (NYMBY) telah merintangi dalam pemilihan lokasi, tidak hanya untuk
disposal limbah radioaktif juga terhadap limbah industri lainnya. Oleh karena itu
perhatian terhadap faktor-faktor sosial (societal issues) selama pase awal proses
pemilihan lokasi memerlukan perhatian ekstra hati-hati dan seksama. Isu ini
menyebabkan negara-negara industri nuklir cenderung memilih lokasi (site) nuklir
yang telah ada untuk pembangunan fasilitas disposal. Sebagai contoh diantaranya
fasilitas disposal Drig (United Kingdom), Centre de la Manche (Perancis), Rokkasho
(Jepang) dan Oilkiluoto (Finlandia) [15].
P2PLR telah melakukan berbagai penelitian dan pengkajian kemungkinan kawasan
nuklir PPTN Serpong dan calon lokasi PLTN di S. Lemahabang dapat digunakan
sebagai lokasi untuk disposal LTR, LTS dan LTT. Hasil pengkajian dan penelitian ini
sementara menyimpulkan bahwa kawasan PPTN Serpong dikarenakan kondisi
lingkungan setempat (pola aliran air tanah, demographi, dll) hanya memungkinkan
untuk pembangunan sistem disposal eksperimental, sedangkan di calon lokasi PLTN
telah dapat diidentifikasi daerah yang mempunyai kesesuaian yang tinggi untuk
pembangungan sistem disposal near-surface dan deep disposal. [18, 19].
Rancang-bangun
Fasilitas disposal dibangun tergantung pada kondisi geologi, persyaratan-persyaratan
khusus dan pemenuhan regulasi. Fasilitas disposal yang dibangun haruslah efektif
menahan radionuklida untuk tidak migrasi ke lingkungan hidup selama periode
potensi bahaya (hazard) maksimal, sehingga paparan radiasi terhadap pekerja dan
anggota masyarakat selama operasi dan pasca-operasi minimal. Tujuan ini dapat
dicapai melalui rancang-bangun komponen-komponen teknis seperti paket limbah,
struktur teknis fasilitas, lokasi itu sendiri dan kombinasi dari berbagai faktor-faktor
teknis tersebut.
Rancang-bangun fasilitas disposal berkaitan erat dengan kemajuan teknologi dan
perhatian masyarakat terhadap keselamatan radiasi dan lingkungan serta perlindungan
generasi yang akan datang. Rancang-bangun yang banyak diminati adalah sistem
disposal dengan penahan berlapis (multiple engineered barriers). Sistem ini terdiri
dari bungker beton (concrete vault), bahan pengisi (backfill material), penahan
berdasarkan proses kimia (chemical barrier), sistem ventilasi (mesure for gas venting)
sistem drainase (drainage) dan daerah penyangga (buffer zone).
Saat ini beberapa jenis fasilitas disposal telah dibangun dan beroperasi di negara-
negara industri nuklir, 62 % dibangun dekat permukaan tanah (engineered nearsurface), 18 % di permukaan tanah, 7 % dalam gua bekas tambang dan sisanya dalam
formasi geologi (deep disposal) [15].
Pengkajian keselamatan
Pengkajian keselamatan pembuangan/disposal limbah radioaktif bertujuan
mengevaluasi unjuk-kerja dari sistem disposal baik untuk kondisi saat ini maupun
untuk kondisi yang akan datang, diantisipasi juga mengenai kejadian-kejadian yang
sangat jarang terjadi. Berbagai faktor, seperti model dan parameter, periode waktu
yang lama, perilaku manusia dan perubahan iklim harus dievaluasi secara konsisten,
walaupun data kuantitatif yang diperlukan tidak/ belum tersedia. Hal ini dapat
diperoleh melalui formulasi dan analisis dari berbagai skenario yang mungkin terjadi.
Skenario adalah deskripsi berbagai alternatif yang mungkin terjadi secara konsisten
mengenai evolusi dan kondisi dimasa yang akan datang. Proses pengkajian
keselamatan umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan proses, seperti kontek
perlunya pengkajian dilakukan (memilih lokasi, perizinan, kriteria yang digunakan,
dan waktu pengoperasian), rincian rancang-bangun, pengembangan dan
menenetapkan skenario, memformulasikan dan penerapkan model. Melakukan
analisis dan menginterpretasikan hasil dengan membandingkan terhadap kriteria yang
direkomendasikan [15].
Kemampuan untuk melakukan pengkajian keselamatan ini perlu dukungan
infrastruktur (organisasi, peralatan, dll.) dan sumberdaya manusia yang handal serta
disiapkan secara berkesinambungan. Di P2PLR saat ini terdapat Bidang Kelompok
Penyimpanan Lestari dan Bidang Keselamatan dan Lingkungan, telah membuat
group-group untuk pengkajian skenario, mendapatkan besaran-besaran fisika-kima
untuk pengkajian dan pengembangan perangkat lunak untuk pengkajian unjuk kerja
fasilitas disposal (performance assessment), diharapkan dalam jangka panjang dapat
dibangun capacity building dan confidence building dalam keselamatan disposal
limbah radioaktif.
Penerimaan Masyarakat
Penerimaan masyarakat terhadap pemanfaatan iptek-nuklir sangat dipengruhi oleh
keamanan dan keselamatan pengelolaan limbah radioaktif, dimana didalamnya
termasuk masalah bersifat teknis dan sosial. Di negara-negara industri nuklir upayaupaya yang dilakukan dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat, yaitu
meningkatkan dialog/komunikasi dengan komunitas lokal di mana fasilitas/kegiatan
nuklir akan diintroduksi dan dengan masyarakat luas yang secara nyata menunjukan
komitmen terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang unggul (excellent). Di
beberapa negara menawarkan insentif finasial ke komunitas yang menerima di mana
Indonesia
No.
10
Tahun
1997
Tentang
Pembangunan
dan
Pengangkutan Limbah
Pra-olah
Penyimpanan sementara
4.
5.
6.
Pengolahan
Penyimpanan sementara
Penyimpanan akhir (belum dilakukan)
Kategori Limbah
Berdasarkan rekomendasi IAEA dan kemampuan fasilitas pengelolaan limbah di PTLR maka limbah
radioaktif yang dikelola PTLR dapat dikategorikan sebagai berikut :
N
o.
Jenis Limbah
Aktivitas (A Ci)
II
III
3.
1
Terbakar
A<=1e-2
3.
2
Terkompaksi
A<=1e-2
3.
3
A<=1e-2
IV
VI
Sumber Bekas
6.
1
Penangkal Petir
--
6.
2
--
6.
3
Sumber Bekas 1Ci<=A<=6Ci selain Ra-226 (Co-60, Am-241, Cs137, Kr-85, Pm-147, Sr-90, Mo-99, dll.)
1<=A<=6
6.
0,1<=A<1
1e-6<=A<=1e-1
A<=1e-2
-A>6
6.
Sumber Bekas A<0,1Ci selain Ra-226 (Co-60, Am-241, Cs-137, Kr85, Pm-147, Sr-90, Mo-99, dll.)
A<0,1
Pengangkutan Limbah
Pengangkutan meliputi kegiatan pemindahan limbah radioaktif dari lokasi pihak penghasil limbah
menuju ke lokasi pengelolaan limbah PTLR. Kegiatan pengangkutan harus memenuhi syarat-syarat
keamanan dan keselamatan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Terutama bila lokasi
penghasil limbah diluar kawasan PTLR diperlukan ijin Pengangkutan Limbah dari Badan Pengawas
Tenaga Nuklir (Bapeten).
Sarana dan prasarana yang dipakai pada kegiatan pengangkutan Limbah antara lain :
Alat angkut: truck, fork lift, crane, hand crane dan sebagainya
Transfer Cask / Kanister
Pallet.
Alat monitoring
Tanda bahaya radiasi dan tanda bahaya lainnya
Sarana keselamatan kerja
Dan sarana lain yang diperlukan.
Praolah (pretreatment)
Praolah adalah kegiatan yang dilakukan sebelum pengolahan agar limbah memenuhi syarat untuk
dikelola pada kegiatan pengelolaan berikutnya.
radiokimia
Menyiapkan wadah drum, plastik, lembar identifikasi dan sarana lain yang diperlukan
Pewadahan dalam drum 60, 100, 200 liter atau tempat yang sesuai
Pengepakan untuk memudahkan pengangkutan dan pengolahan
Pengukuran dosis paparan radiasi
Pemberian label identifikasi dan pengisian lembar formulir isian
Pengeluaran dari hotcell
Sarana dan prasarana yang dipakai dalam kegiatan Praolah antara lain :
Pengolahan (treatment)
Pengolahan limbah radioaktif di PTLR menggunakan fasilitas utama Kompaktor, Evaporator, Insinerator
dan Unit Immobilisasi (lhat gambar dbawah).
Keterangan :
IS : Interim Storage
PSLAT : Penyimpanan Sementara Limbah Aktivitas Tinggi
KH-IPSB3 : Kanal Hubung - Instalasi Penyimpanan Sementara Bahan Bakar Bekas
Limbah cair organik dan limbah padat terbakar direduksi volumenya dengan cara insinerasi. PTLR
mempunyai satu unit insinerator dengan kapasitas pembakaran limbah padat 50 kg/jam atau 20 liter
limbah organik cair / jam beserta peralatan sementasi abu dalam drum 100L.
Limbah cair diolah dengan cara evaporasi untuk mereduksi volume limbah. PTLR memiliki satu unit
evaporator dengan kapasitas olah 0,75 m3/jam dengan ratio pemekatan 50:1. Konsentrat hasil
evaporasi dikungkung dalam shell beton 950L dengan campuran semen. Bila limbah cair bersifat
korosif maka limbah diolah secara kimia (chemical treatment) sebelum disementasi.
Limbah padat termampatkan proses reduksi volumenya dilakukan dengan cara kompaksi. PTLR
mempunyai 1 unit kompaktor dengan kekuatan 600 kN, meja getar dan perangkat sementasi. Limbah
padat dalam drum 100L dimasukkan dalam drum 200L saat kompaksi. Dengan kuat tekan 600 kN
kompaktor PTLR mampu mereduksi 4-5 drum 100L dalam drum 200L. Setelah pengisian batu koral,
hasil kompaksi selanjutnya disementasi dalam drum 200L.
Limbah padat tak terbakar dan tak termampatkan pengolahannya dimasukkan secara langsung
dengan cara sementasi dalam shell beton 350L/950L. Proses imobilisasi atau proses kondisioning
dilakukan dengan menggunakan shell beton 350 liter, 950 liter, drum beton 200 liter dan drum 200
liter dengan bahan matriks campuran semen basah.
Limbah padat aktivitas tinggi (LAT), limbah aktivitas sedang (LAS) dan limbah aktivitas rendah (LAR)
masing-masing diimobilisasi di dalam shell beton 350 liter, 950 liter, drum beton 200 liter dan drum
200 liter. Untuk menunjang kegiatan proses pengolahan ini diperlukan suatu koordinasi kerja yang
terpadu diantara tenaga yang terdiri dari proses, penunjang sarana, keselamatan, laboratorium dan
administrasi.
Penyimpanan Sementara
Penyimpanan dilakukan sebelum dan sesudah limbah diolah. PTLR memiliki 2 fasilitas penyimpanan,
yaitu Interim Storage (IS) dan Penyimpanan Sementara Limbah Aktivitas Tinggi (PSLAT).
PSLAT memiliki 2 bentuk; kolam dan sumuran. Drum 60/100L disimpan dalam lokasi berbentuk
sumuran. Fasilitas ini memiliki 20 buah sumur, dan masing-masing sumur mampu menampung 6 buah
drum 60/100L. Total kapasitas bentuk sumuran adalah 120 drum.
PSLAT
Kapasitas
PSLAT
20 Sumur = 7,2 m3
3 Kolam = 129,6 m3
Untuk mengetahui kriteria limbah yang memenuhi kriteria keselamatan untuk dikelola lebih lanjut
maka dilakukan inspeksi dan pemantauan secara rutin selama penyimpanan.
Insiden Pembangkit nuklir yang memakan biaya lebih dari 300 juta dolar AS, sampai 2009 [98][99]
[100]
Tanggal
Lokasi
Deskripsi
Biaya
(2006,
dalam juta
dolar)[101]
7
Desember
1975
Greifswald,
Jerman Timur
22 Februari
1977
Jaslovsk
Bohunice,
Cekoslowakia
AS $1,700
28 Maret
1979
Middletown,
Pennsylvania, AS
AS $2,400
9 Maret
1985
Athens, Alabama,
AS
AS $1,830
11 April
1986
Plymouth,
Massachusetts,
AS
AS $1,001
AS $443
Insiden Pembangkit nuklir yang memakan biaya lebih dari 300 juta dolar AS, sampai 2009 [98][99]
[100]
Tanggal
Biaya
(2006,
dalam juta
dolar)[101]
Lokasi
Deskripsi
26 April
1986
Chernobyl, dekat
kota Pripyat,
Ukraina
AS $6,700
31 Maret
1987
Delta,
Pennsylvania, AS
US$400