Pengaruh Penggunaan Model Pendidikan Moral Berbeda dan Perbedaan Jenis Kelamin
Terhadap Kematangan Moral Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Aloysius Hardoko
Abstrak
Dalam ruang lingkup materi kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan (KBK,2004;KTSP,2007)
menekankan pada muatan moral yang berorientasi pada pembentukan warga negara yang baik, sehingga
strategi pembelajaran yang digunakan juga bertumpu pada prinsip penggunaan model pendidikan moral.
Pendidikan moral pada hakekatnya memiliki strategi, metode dan model pendidikan moral yang
secara umum dapat dilihat pada kajian teori. Salah satu unsur penting dan memegang peranan dalam
pendidikan moral adalah penggunaan model pendidikan moral yang tepat dan bervariasi, sehingga mampu
meningkatkan kematangan moral siswa. Dalam praktek pembelajaran pendidikan moral di sekolah melalui
Pendidikan Kewarganegaraan, pada umumnya belum dilaksanakan. Banyak guru yang masih belum
mengenal model pendidikan moral tersebut dan terjebak dalam metode konvensional berupa penyampaian
informasi melalui ceramah dan tanya-jawab. Hal ini bersumber pada ketidaktahuan guru dalam menerapkan
model pendidikan moral yang lain, seperti penggunaan model pendidikan moral moral reasoning dan
consideration model.
Secara teoritis, model pendidikan moral, baik yang dikembangkan berdasarkan pendekatan kognitif
maupun yang dikembangkan berdasarkan pendekatan afektif memiliki potensi untuk meningkatkan
kematangan moral siswa dengan pola pembelajaran non-indoktrinatif dan non-relativistik. Model moral
reasoning berorientasi kepada pengembangan kemampuan berpikir moral mengenai pemecahan masalah
moral dengan membuat alasan moral. Sedangkan, consideration model berorientasi pada pengembangan
kemampuan berpikir moral mengenai kesejahteraan orang lain atau kepedulian kepada orang lain.
Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh penggunaan model pendidikan moral dengan harapan
mendapatkan model yang lebih sesuai dengan karakteristik dan tujuan pendidikan moral di Indonesia melalui
pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan. Variabel bebas yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah model
pendidikan moral, diklasifikasikan dalam dua bagian, yaitu model moral reasoning dan consideration model.
Variabel moderator dalam penelitian ini adalah perbedaan jenis kelamin siswa. Temuan penelitian
menunjukkan kemampuan menalar dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin. Diklasifikasikan ke dalam
kelompok laki-laki dan perempuan. Sedangkan variabel tergantung ditetapkan kematangan moral siswa yaitu
kematangam moral keadilan (moral judgement) dan kematangan moral kepedulian (care).
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah 1) terdapat perbedaan kematangan moral
keadilan, antara siswa yang belajar menggunakan model moral reasoning dan yang belajar menggunakan
consideration model dalam PKn, 2) terdapat perbedaan kematangan moral keadilan antara siswa laki-laki dan
perempuan, baik yang belajar dengan moral reasoning maupun consideration model. 3) terdapat interaksi
antara penggunaan model pendidikan moral (MR dan CM) dengan perbedaan jenis kelamin terhadap
kematangan moral keadilan siswa.
4) terdapat perbedaan kematangan moral kepedulian, antara siswa yang belajar menggunakan model
moral reasoning dan yang belajar menggunakan consideration model dalam PKn, 5) terdapat perbedaan
kematangan moral kepedulian antara siswa laki-laki dan perempuan, baik yang belajar dengan moral
reasoning maupun consideration model. 6) terdapat interaksi antara penggunaan model pendidikan moral
(MR dan CM) dengan perbedaan jenis kelamin terhadap kematangan moral kepedulian siswa.
Penelitian ini adalah penelitian quasi- eksperimen menggunakan rancangan factorial 2 x 2. Subyek
penelitian adalah siswa kelas VII SMP Mardiwiyata, SMP Islam Cokro, SMP Cor Yesu, dan SMP Salahuddin
yang peringkatnya setara dan distribusi jenis kelamin yang seimbang, dan berada di kota Malang. Pemilihan
subyek dan pemberian perlakuan dilakukan secara cluster. Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu 8 x
pertemuan, mulai sejak tanggal 2 Pebruari 2007 sampai dengan tanggal 15 Mei 2007. Alat ukur kematangan
moral siswa yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan instrumen adaptasi Kohlberg dan Mc.Phail
dalam bentuk ceritera dillema situasi sosial-moral. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis
menggunakan analisis statistik parametrik ANOVA dua jalur.
Temuan penelitian ini adalah 1) kematangan moral keadilan siswa yang belajar menggunakan model
moral reasoning berbeda secara signifikan bila dibandingkan dengan siswa yang belajar menggunakan
consideration model. 2) kematangan moral keadilan siswa yang ditunjukkan oleh kelompok subyek laki-laki
berbeda secara signifikan dengan kelompok subyek perempuan. 3) terdapat interaksi antara penggunaan
model pendidikan moral (MR dan CM) dengan perbedaan jenis kelamin terhadap kematangan moral keadilan
siswa. 4) kematangan moral kepedulian siswa yang belajar menggunakan model moral reasoning berbeda
113
secara signifikan bila dibandingkan dengan siswa yang belajar menggunakan consideration model. 5)
kematangan moral kepedulian siswa yang ditunjukkan oleh kelompok subyek laki-laki berbeda secara
signifikan dengan kelompok subyek perempuan. 6) terdapat interaksi antara penggunaan model pendidikan
moral (MR dan CM) dengan perbedaan jenis kelamin terhadap kematangan moral kepedulian siswa.
Berdasarkan temuan penelitian tersebut, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1) kedua
model pendidikan moral, moral reasoning dan consideration model hendaknya digunakan sebagai strategi
dalam pembelajaran PKn untuk meningkatkan kematangan moral siswa dalam berpikir, 2) kelebihan dan
kekurangan pada masing-masing kelompok subyek hendaknya menjadi perhatian, 3) untuk menjaga
konsistensi hasil hendaknya penguasaan scenario atau langkah-langkah pembelajaran dikuasai dengan baik,
4) untuk penelitian lanjutan disarankan menggunakan variabel moderator lain, latar sekolah yang berbeda,
model yang lain dan dimensi nilai Pancasila yang lain, seperti kejujuran, kesetiaan, harga diri, kehormatan
dalam bentuk penelitian dan pengembangan model pembelajaran PKn.
Kata kunci: model pendidikan moral, perbedaan jenis kelamin, kematangan moral siswa
Berdasarkan seluruh proses pengembangan dapat disimpulkan bahwa MAL cukup efektif dan
efisien untuk mengembangkan program pembelajaran sains kelas 5 sekolah dasar. Hal ini terbukti dapat
menghemat jumlah jam pelajaran sebesar 49,45% dari total jumlah jam pelajaran normal yang disediakan
untuk mempelajari bidang studi sains kelas 5 sekolah dasar. Demikian halnya prestasi belajar yang dicapai
siswa rata-rata adalah 7, 516. Implementasi MAL juga dapat meningkatkan motivasi belajar dan kemandirian
(self-regulation) belajar siswa. Hal ini terbukti tingkat pencapaian motivasi belajar siswa adalah 88,01% dan
tingkat kemandirian (self-regulation) belajar siswa mencapai 86,6%.
Catatan dan komentar pembimbing disertasi, ahli desain pembelajaran, ahli isi bidang studi sains,
praktisi pembelajaran sains digunakan sebagai dasar dalam melakukan revisi produk dan mengkaji ulang
tampilan model yang ditawarkan. Catatan dan komentar terutama tentang dipilihnya buku sumber begitu saja
(Widodo, dkk. 2004 yang digunakan sebagai lampiran bahan pembelajaran) menuai kritik yang tajam karena
yang seharusnya dilakukan pengembang adalah benar-benar memadukan MAL dengan isi bahan
pembelajaran. Namun kekurangan tersebut telah diselesaikan dengan menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang mencerminkan implementasi pembelajaran sains kelas 5 sekolah dasar.
Temuan di atas, juga dikuatkan adanya data pendukung yang terdiri dari tanggapan subyek tentang
prinsip-prinsip MAL mencapai 89, 93%, dan tanggapan subyek pengembangan tentang teknik-teknik belajar
dan pembelajaran yang mencapai 87,91%. Proses pelaksanaan pembelajaran melalui uji coba lapangan sudah
berjalan baik. Hal ini dibuktikan dari data tentang pelaksanaan simulasi (sebagai persiapan uji coba lapangan)
dan pelaksanaan pembelajaran (real teaching) oleh subyek pengembangan. Skor angket tanggapan subyek
tentang pelaksanaan simulasi mengajar mencapai 82,89% dan skor angket tanggapan subyek pengembangan
tentang pelaksanaan pembelajaran mencapai 84,69%.
Keunggulan produk pengembangan ini adalah: (1) meletakkan konsepsi dan implementasi model
pembelajaran MAL sesuai konsepsi dasar yang dikembangkan sejumlah ahli selama ini yang kenyataannya
berbeda dengan konsep kelas akselerasi yang hanya diperuntukkan pada siswa yang memiliki kemampuan
belajar lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang lain dan (2) implementasi MAL yang dilaksanakan
dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip dan teknik-teknik belajar dan pembelajaran merupakan bentuk
inovasi pembelajaran di sekolah.
Kata kunci: pengembangan, program pembelajaran, model accelerated learning, pembelajaran sains
Penelitian eksperimen ini dilaksanakan dalam disain Pretest-Posttest Non Equivalent Control Group
Design, dengan fokus untuk menjawab tiga pertanyaan penelitian: a) apakah ada perbedaan nyata antara
kualitas argumen mahasiswa yang belajar dengan pertanyaan penuntun dengan kualitas argumen mahasiswa
yang belajar dengan peta argumen dalam perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan; b) apakah ada
perbedaan nyata antara kualitas argumen mahasiswa yang berkecakapan berbahasa Indonesia yang tinggi,
sedang dan rendah dalam perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan dan c) apakah ada interaksi antara
topangan belajar dengan keragaman kecakapan berbahasa Indonesia dalam menentukan kualitas argumen
mahasiswa peserta perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan.
Tiga hipotesa yang diuji melalui penelitian ini adalah : a) ada perbedaan nyata antara kualitas
argumen mahasiswa yang belajar dengan pertanyaan penuntun dengan kualitas argumen mahasiswa yang
belajar dengan peta argumen dalam perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan; b) ada perbedaan nyata antara
kualitas argumen mahasiswa yang berkecakapan berbahasa Indonesia tinggi, sedang dan rendah dalam
perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan, dan c) ada interaksi antara topangan belajar dengan keragaman
kecakapan berbahasa Indonesia mahasiswa dalam menentukan kualitas argumen mahasiswa peserta
perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan.
Data dikumpulkan melalui pelaksanaan pretes dan postes dengan menggunakan tes argumentatif.
Hasil tes kemudian diberi skor dengan Rubrik Penilaian Kualitas Argumen yang merupakan adopsi serta
modifikasi dari Rubric of Argument Quality yang dikembangkan oleh Cho and Jonassen (2002). Skor
kualitas argumen mahasiswa kemudian dianalisis dengan analisa statistik parametrik, analysis of varian
(anova).
Hasil studi menunjukkan bahwa a) tidak ada perbedaan signifikan antara kualitas argumen
mahasiswa yang mengikuti pembelajaran dengan topangan pertanyaan penuntun dengan yang mengikuti
pembelajaran dengan topangan peta argumen dalam perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan, b) terdapat
perbedaan signifikan antara kualitas argumen mahasiswa yang berkecakapan berbahasa Indonesia tinggi,
sedang dan rendah dalam perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan, dan c) tidak terdapat interaksi antara
topangan belajar dengan kecakapan berbahasa Indonesia dalam menentukan kualitas argumen peserta
perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan.
Studi ini menunjukkan bahwa walaupun tidak terdapat perbedaan siginifikan antar kualitas argumen
berdasar jenis topangan belajarnya, namun kedua jenis topangan itu meningkatkan kualitas argumen
mahasiswa. Kecakapan berbahasa mahasiswa berpengaruh kepada kualitas argumen mahasiswa, dan
pengaruh itu berlaku sama baik pada kelas yang bertopangan pertanyaan penuntun maupun yang bertopangan
peta argumen.
Penelitian sejenis, dengan menambah variabel moderator, gaya belajar, atau dengan menggunakan
kelas kontrol, yang melibatkan subyek penelitian sesuai dengan rancangan faktorial dan analisa statistik
parametrik anova, disarankan guna memperbaiki atau memfalsifikasi hasil penelitian ini.
Kata kunci: scaffolding, kecakapan berbahasa, kualitas argumen
menggunakan teknologi sebagai bagian integral dan proses kerja untuk pemecahan masalah, dan (7) pebelajar
kurang memiliki sikap positif pembelajaran
Untuk mengoptimalkan proses dan hasil pembelajaran, perlu dilakukan pengembangan model
pembelajaran. Proses pengembangan itu terdiri dari 5 tahap. Pertama, tahap identifikasi yang terdiri dari (1)
pengkajian teoritis melalui studi pustaka, (2) pengkajian empiris melalui observasi di kelas, dan (3) penulisan
kondisi nyata. Kedua, tahap desain yang terdiri dari (1) pengidentifikasian kemampuan awal pebelajar, (2)
perumusan tujuan pembelajaran, dan (3) pelaksanaan studi kelayakan. Ketiga, tahap pengembangan produk
berupa (1) model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pola Kolaborasi (Model PBMPK), dan (2)
perangkat PBMPK yang terdiri dari silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran, bahan pembelajaran,
lembar tugas, dan lembar penilaian pembelajaran. Keempat, tahap uji coba yang terdiri dari uji ahli,
kelompok, dan lapangan. Kelima, tahap diseminasi yang mencakup (1) penulisan laporan dan penyajian di
seminar, dan (2) penulisan artikel di jurnal. Pengembangan ini berhenti pada tahap lima poin satu, yakni
penulisan laporan.
Berdasarkan hasil ujicoba atas Model dan Perangkat PBMPK kepada ahli bidang studi, ahli
pembelajaran, pembelajar, dan pebelajar menunjukkan hasil yang layak. Hal ini bisa dilihat dari rata-rata
pemenuhan 75% dari indikator-indikator kelayakan penggunnaan Model dan Perangkat PBMPK.
Hasil ujicoba lapangan atas Model dan Perangkat PBMPK menunjukkan hasil nilai yang positif. Hal
ini bisa dilihat dari hasil tes subyektif yang termasuk kategori baik mencapai 82.3%, hasil kinerja yang
termasuk kategori sangat baik mencapai 57.65%, hasil portofolio yang termasuk kategori baik mencapai
95,29%, hasil kerja proyek yang termasuk kategori baik mencapai 58.82%, hasil sikap atas pembelajaran
yang termasuk kategori positif mencapai 77,65%, dan hasil kerja kolaborasi yang termasuk kategori baik
mencapai 84,71%. Sementara itu, hasil belajar dengan kategori cukup, kurang baik, sangat positif, ragu-ragu,
negatif, dan sangat negatif maksimal mencapai hanya mencapai 22,65%. Angka-angka ini menunjukkan
bahwa Model dan Perangkat PBMPK lebih dari 55% termasuk ke dalam kategori baik, sangat baik, dan
positif. Ini berarti Model dan Perangkat PBMPK yang dikembangkan layak digunakan.
Hasil-hasil ujicoba seperti disebutkan di atas berdampak positif pada penciptaan lingkungan
pembelajaran. Penggunaan Model dan Perangkat PBMPK terbukti dapat menciptakan (1) proses
pembelajaran bersifat interaktif dan berorientasi pada pebelajar, (2) pebelajar bekerja/belajar secara
kolaboratif dan mengolah informasi secara aktif, (3) pebelajar mempelajari bagaimana belajar yang efektif,
(4) pebelajar memiliki kinerja terus-menerus dan setiap target yang tercapai terus-menerus ditingkatkan, (5)
pebelajar memiliki pengetahuan terintegrasi antar disiplin ilmu untuk pemecahan masalah yang kompleks,
(6) pebelajar menggunakan teknologi sebagai bagian integral dari proses kerja/belajar, dan (7) pebelajar
melakukan kegiatan curah pendapat, berdebat dan memberikan penjelasan kepada teman.
Kata kunci: pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran kolaborasi
Pengaruh Model Pembelajaran Pencapaian Konsep Ala Bruner dan Seting Pembelajaran
terhadap Perolehan Belajar Geografi Siswa Kelas II SMP Negeri Malang
Sambanaung Makapedua
Abstrak
Pengemasan pembelajaran dewasa ini sering didasarkan pada asumsi-asumsi yang tidak sejalan
dengan hakekat belajar dan pembelajaran. Dunia belajar didekati dengan paradigma yang tidak mampu
menggambarkan hakikat belajar dan pembelajaran secara komprehensif. Kemasan pembel-ajaran yang sering
ditemukan menitikberatkan pada tuntutan kemampuan hafalan, memecahkan masalah lama, penanaman pola
perilaku yang kon-frontatif dan seragam dengan pola pengajaran bernuansa kompetitif dan per-saingan.
Pembelajaran geografi di sekolah-sekolah sampai sekaramg masih mempraktekan paradigma
penerusan informamsi yang hanya melibatkan kemampuan berpikir tingkat rendah (low cognitive skill) yaitu
menghafal, bahkan tidak jarang lebih merosot lagi menjadi tidak lebih dari pemberitaan isi buku teks.
Kerangka pikir ini masih bertahan sampai sekarang karena terus dipelihara melalui ujian-ujian yang
cenderung hanya menagih hafalan.
Model alternatif pembelajaran geografi yang diajukan dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran pencapaian konsep dengan seting pembel-ajaran kooperatif dan individual. Model tersebut
merupakan fasilitas untuk pemerolehan konsep. Ada sembilan tahapan pembelajaran pencapaian kon-sep
dengan seting kooperatif dalam pembelajaran geografi pada penelitian ini, yakni: (1) mengorganisasikan
siswa dalam seting kooperatif (kelompok) 4 5 orang perkelompok, (2) membagikan bahan bacaan kepada
siswa, (3) me-nyajikan contoh dan bukan contoh sesuai indikator pembelajaran, (4) secara kelompok siswa
diminta untuk membandingkan ciri-ciri dari contoh-contoh dan bukan contoh dari setiap indikator, (5) secara
kelompok siswa diminta membuat definisi tentang konsep atas dasar ciri-ciri utama dari contoh-contoh di
atas, (6) secara kelompok siswa mengidentifikasi contoh-contoh tambahan tidak berlabel dengan menyatakan
ya atau bukan, (7) guru menegaskan kembali nama konsep, dan menyatakan kembali definisi konsep sesuai
dengan ciri-cirinya, (8) secara kelompok siswa mengungkapkan pemikirannya dalam memperoleh konsep,
sehingga diperoleh strategi mana yang efektif, (9) guru memberikan penghargaan: (a) menentukan poin
kelompok, (b) menetapkan tim baik, hebat, dan tim super. Penetapan ini diumumkan pada pertemuan
berikutnya sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembel-ajaran (pencapaian konsep
versus ekspositori) dan seting pembelajaran kooperatif dan individual terhadap perolehan belajar geografi.
Tujuan umum tersebut, yang merupakan upaya memvalidasi penggunaan prinsip-prinsip pembelajaran,
sejalan dengan maksud ruang lingkup penelitian ini yang berada pada kawasan model pembelajaran. Secara
lebih operasional penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan model pembelajaran: pencapaian
konsep seting kooperatif dan individual dan ekspositori seting kooperatif dan individual dalam meningkatkan
peluang siswa untuk mencapai perolehan belajar geografi yang lebih baik.
Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, dilakukan penelitian kuasi eksperimen pada siswa kelas
II semester ganjil SMP Negeri Kota Malang pada tahun pelajaran 2006/2007. Eksperimen menggunakan
pengukuran dua faktor de-ngan versi faktorial nonequivalent control group design. Berdasarkan teknik
cluster random sampling, maka telah terpilih dua sekolah sampel yang terlibat dalam penelitian ini, yakni
SMP Negeri 8 dan 21 Malang. Pada masing-masing sekolah sampel dipilih secara random dua kelas sampel
sehingga terdapat empat kelas sampel yang terlibat dalam penelitian ini. Salah satu kelas dari SMP Negeri 8
ditetapkan secara random sebagai kelompok belajar menggunakan model pembelajaran pencapaian konsep
dengan seting koope-ratif dan kelas yang lain dengan seting individual. Demikian halnya di SMP Negeri 21
Malang, salah satu kelas ditetapkan secara random sebagai kelom-pok belajar dengan model pembelajaran
ekspositori dengan seting kooperatif dan kelas yang lain sebagai kelompok belajar dengan seting individual.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah skor pra tes dan pasca tes per-olehan belajar. Data
dikumpulkan menggunakan tes perolehan belajar. Tes perolehan belajar berbentuk pilihan ganda terdiri dari
40 item soal dengan indek validitas butir r = 0,30 dan indeks reliabilitas alpha Cronbach = 0,763. Data
dianalisis secara deskriptif dan ANOVA faktorial 2 x 2. Analisis dilakukan dengan bantuan program SPSS 13
for Windows. Semua pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 0,05.
Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan hasil-hasil penelitian seba-gai berikut: Pertama, terdapat
perbedaan signifikan perolehan belajar antara kelompok model pembelajaran pencapaian konsep (MPPK)
dengan model pembelajaran ekspositori (MPE) (F = 10,324; p<0,05). Nilai rata-rata perolehan belajar
kelompok MPPK lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok MPE. Kedua, terdapat perbedaan signifikan
perolehan belajar antara kelompok seting pembelajaran kooperatif (SPK) dengan seting pembelajaran
individual (SPI) (F = 61,007; p<0,05). Nilai rata-rata perolehan belajar kelompok SPK lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok SPI. Ada interaksi antara model pembelajaran (MPPK dan MPE) dengan
seting pembelajaran terhadap perolehan belajar siswa (F = 5,405; p<0,05).
Kata kunci: pencapaian konsep, ekpositori, kooperatif, individual, perolehan belajar geografi
Strategi Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Kajian Sejarah dengan Pendekatan Dialog:
Studi Kasus di Sekolah Dasar Negeri Sawojajar 1 Malang dan Sekolah Dasar Negeri
Kotalama 1 Malang. Disertasi
Susanto
Abstrak
Tujuan mempelajari IPS kajian sejarah, ialah (1) untuk membangkitkan dan memelihara semangat
kebangsaan, (2) membangkitkan hasrat mewujudkan cita-cita kebangsaan, (3) membangkitkan hasrat
mempelajari sejarah kebangsaan yang merupakan bagian sejarah dunia, (4) menyadarkan anak tentang citacita nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pendekatan pembelajaran yang dialogis. Pendekatan pembelajaran yang dialogis membawa kesadaran untuk saling adanya keterbukaan yang satu dengan yang
lain, menemukan kebaikan, komunikasi yang rasional dan kritis, serta memahami bahwa orang lain berbeda
dengan dirinya. Pendekatan ini bermaksud memperbaiki kualitas pembelajaran.
Salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas pembelajaran, diawali dengan penetapan variabel
metode. Variabel metode diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu: (1) strategi pengorganisasian (organizational strategy), (2) strategi penyampaian (delivery strategy), dan (3) strategi pengelolaan (management
strategy). Strategi pengorganisasian pembelajaran mengacu kepada suatu tindakan seperti pemilihan urutan
isi, pembuatan sintesis, dan pembuatan rangkuman. Strategi penyampaian pembelajaran mengacu kepada
cara-cara yang dipakai untuk menyampaikan pembelajaran kepada siswa, dan strategi pengelolaan
pembelajaran mengacu kepada upaya menata penjadualan penggunaan strategi, catatan kemajuan belajar
siswa, motivasional, dan kontrol belajar.
Masalah umum penelitian ini adalah bagaimana strategi pembelajaran IPS kajian sejarah dengan
pendekatan dialog di kelas Vb SDN Sawojajar 1 Malang dan kelas Vc SDN Kotalama 1 Malang. Secara
khusus, masalah penelitian ini difokuskan pada empat hal, yakni, (1) Bagaimana strategi pengorganisasian
materi pembelajaran kajian sejarah dengan pendekatan dialog dikonsepsikan dan dilaksanakan di kelas Vb
SDN Sawojajar 1 Malang dan kelas Vc SDN Kotalama 1 Malang? (2) Bagaimana strategi penyampaian
materi pembelajaran kajian sejarah dengan pendekatan dialog dikonsepsikan dan dilaksanakan di kelas Vb
SDN Sawojajar 1 Malang dan kelas Vc SDN Kotalama 1 Malang? (3) Bagaimana strategi pengelolaan
pembelajaran kajian sejarah dengan pendekatan dialog dikonsepsikan dan dilaksanakan di kelas Vb SDN
Sawojajar 1 Malang dan kelas Vc SDN Kotalama 1 Malang? (4) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
strategi pengorganisasian, penyampaian, dan pengelolaan pembelajaran kajian sejarah dengan pendekatan
dialog kelas Vb SDN Sawojajar 1 Malang, dan kelas Vc SDN Kotalama 1 Malang?
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan rancangan studi
kasus ganda. Studi kasus ganda merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian
berkenaan dengan mengapa atau bagaimana, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada konteks
kehidupan nyata.
Data penelitian ini terdiri atas data verbal dan non verbal yang diperoleh dari latar alamiah pada saat
guru mengajar IPS kajian sejarah dengan pendekatan dialog. Untuk menjaring data penelitian ini digunakan
teknik observasi nonpartisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Teknik observasi digunakan untuk
memperoleh gambaran sesungguhnya tentang perilaku guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Wawancara mendalam digunakan untuk memperoleh pemaknaan penelitian, sedangkan dokumentasi untuk
mendukung data yang diperoleh dari observasi dan wawancara mendalam. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan model analisis interaktif yang komponennya melibatkan kegiatan pengumpulan data, sajian
data, reduksi data, dan verfikasi/penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian tentang strategi pengoganisasian pembelajaran pada kelas Vb SDN Sawojajar 1 dan
kelas Vc SDN Kotalama 1 Malang menunjukkan bahwa materi menjelang proklamasi kemerdekaan disusun
dalam bentuk diktat dan materi yang lain menggunakan buku ajar. Pendekatan dialog yang melibatkan
pemanfaatan media, interaksi siswa dengan media, dan bentuk pembelajaran merupakan determinan utama
strategi penyampaian pembelajaran. Hasil penelitian pada kelas Vb SDN Sawojajar 1 Malang dan kelas Vc
SDN Kotalama 1 Malang menunjukkan bahwa pendekatan dialog dilaksanakan dengan menggunakan
metode ceramah yang divariasikan dengan dialog, melalui tanya jawab, pemberian tugas, bermain peran.
Pelaksanaan metode bermain peran dapat membantu siswa untuk memperoleh makna dari peristiwa sejarah
secara optimal.
Penjadualan pembelajaran oleh guru lebih dipandang sebagai upaya memberi kesempatan kepada
siswa untuk berdialog agar memperoleh penghayatan terhadap tokoh pejuang kemerdekaan berupa nilai
juang 1945, yaitu musyawarah, patriotik, dan rela berkorban. Pengelolaan motivasional direpresentasi guru
dalam bentuk ungkapan verbal dan nonverbal serta kontrol belajar yang direpresentasi memberi kesempatan
pilihan belajar yang menyenangkan, tampak terbukti pada ke dua sekolah terteliti.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi strategi pengorganisasian, penyampaian, dan pengelolaan pembelajaran pada kelas Vb SDN Sawojajar 1 Malang dan kelas Vc
SDN Kotalama 1 Malang, yakni kegemaran dan kecintaan mengajar kajian sejarah menjadikan suasana
pembelajaran yang menyenangkan, menarik siswa, kreatif, dan inovatif. Pandangan dan sikap orang tua/wali
murid, guru bidang studi non IPS dan pimpinan sekolah ikut mempengaruhi strategi pembelajaran.
Pendekatan dialog merupakan temuan penelitian yang sangat berharga dalam pembelajaran kajian
sejarah. Oleh karena itu pendekatan dialog menjadi rekomendasi peneliti sebagai model pembelajaran kajian
sejarah yang utama.
Kata kunci: strategi pembelajaran, ilmu pengetahuan sosial kajian sejarah, dialog