Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN AGROEKOSISTEM
ASPEK TANAH ( sifat kimia)

Oleh :
Nama

: Wulan Puji Lestari

Kelas

:B

NIM

: 135040201111171

Kelompok

: Lahan Basah (dua)

Program Studi Agroekoteknologi


Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya
Malang
2015

1.PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Agroekosistem lahan basah atau biasa disebut dengan istilah wetland merupakan
wilayah-wilayah yang kondisinya selalu tercukupi bahkan kelebihan air, wilayah ini
memiliki ekosistem yang lebih beragam dibandingkan dengan lahan kering,
kondisinya rata-rata juga jauh lebih subur dibandingkan dengan lahan kering. Sumber
airnya bisa berasal dari laut, sungai, rawa, dan juga irigasi tergantung jenis nya.
Kondisi pH juga relatif netral sehingga jasad renik yang ada di tanah juga sangat
beragam, ini membuat tanah pada lahan basah relatif lebih subur jika dibandingkan
dengan tanah pada lahan basah. Kemudian untuk komoditas yang biasanya ditanam
adalah tanaman padi dan juga palawija sebagai rotasi tanamnya.
Dalam suatu agroekosistem akan selalu dilakukan pengelolaan-pengelolaan
tertentu terhadap tanah. Pangeloalaan tanah dengan yang baik, bukan hanya mampu
meningkatkan produksi tapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan. Menurut Lal
(1995 dalam Suryani, 2014), pengelolaan tanah yang berkelanjutan berarti suatu
upaya pemanfaatan tanah melalui pengendalian masukan dalam suatu proses untuk
memperoleh produktivitas tinggi secara berkelanjutan, meningkatkan kualitas tanah,
serta memperbaiki karakteristik lingkungan. Dengan demikian diharapkan kerusakan
tanah dapat ditekan seminimal mungkin sampai batas yang dapat ditoleransi,
sehingga sumberdaya tersebut dapat dipergunakan secara lestari dan dapat diwariskan
kepada generasi yang akan datang. Namun, apabila dalam pengelolaan tanah tersebut
tidak tepat salah satunya dampaknya yaitu penurunan kualitas dan kesehatan tanah.
Indikator kualitas dan kesuburan tanah pada suatu agroekosistem dapat dilihat dari
sifat kimia, fisik dan bioligi tanahnya.
Pada laporan ini akan dibahas tentang hasil pengamatan sifat kimia tanah secara
kualitatif yaitu defisiensi unsur hara yang terjadi pada lahan sawah dengan komoditas
padi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dilahan sawah ini adalah
untuk mengetahui apakah lahan sawah tersebut sudah mencapai atau memiliki sistem
agroekosisitem yang baik dan berkelanjutan dengan mengamati aspek tanah yaitu sifat
kimia tanah.
1.3 Manfaat
Manfaat dari hasil pengamatan ini adalah untuk memahami dan mengetahui
indikator-indikator tanah yang sehat berdasarkan sifat kimia tanah.

2. Metodologi
2.1 Waktu dan Tempat
Pengamatan lahan sawah ini dilaksanakan pada hari Rabu,25 Maret 2015 pukul 16.00
WIB di daerah Mulyoagung Malang.
2.2 Alat dan bahan

Alat tulis

: untuk mencatat hasil pengamatan

Kamera

: untuk dokumentasi hasil pengamatan

2.3 Cara kerja


Mencari lokasi pengamatan yaitu lahan basah (sawah)

Identifikasi vegetasi yang mengalami defisiensi unsur hara

Catat hasil pengamatan

Dokumentasikan

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil
Table Kriteria Keseimbangan hara tanah
Gejala defisiensi unsur
Defisiensi Unsur N

Dokumentasi

3.2 Pembahasan
pH tanah pada sistem pertanian intensif biasanya agak masam karena seringnya
penggunaan pupuk anorganik seperti Urea yang diaplikasikan secara terus-menerus
untuk menunjang ketersediaan unsure hara dalam tanah. pH tanah juga menunjukkan
keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Untuk pengelolaan pH
tanah yang berbeda-beda dalam suatu agroekosistem maka pemilihan jenis
tanamannya disesuaikan dengan pH tanah.
Untuk kriteria keseimbangan unsur hara dilakukan pengamatan secara kualitatif
yaitu dengan melihat gejala defisiensi unsur hara. Pada lahan sawah yang diamati
terdapat tanaman yang terjadi gejala defisiensi unsur hara yaitu defisiiensi unsur hara
N dan defisiensi unsur hara P. Terlihat pada daun padi, terdapat warna kuning pada
ujung daun dan terdaput pula daun yang pada ujungnya berwarna biru keunguan yang
menandakan gejala defisiensi P. Gejala defisiensi ini berhubungan erat dengan sifat
kimia tanah terutama pH tanah. Nilai pH pada tanah yang disawahkan menurun
dengan meningkatnya kedalaman tanah, walaupun tidak terlalu besar. Hal ini diduga
karena proses penggenangan menyebabkan dekomposisi bahan organik lebih lambat
sehingga menurunkan pH tanah. Proses penggenangan yang dilakukan pada tanah
sawah akan berpengaruh pada tanah tanah masam dan alkalis, seperti yang telah
dikemukakan oleh Hardjowigeno dan Rayes (2005) bahwa penggenangan

menyebabkan pH semua tanah mendekati 6,5-7,0, kecuali pada gambut masam atau
tanah dengan kadar Fe aktif (Fe2+) yang rendah.
4. KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
ketersediaan unsur hara pada lahan tersebut masih belum seimbang karena masih terdapat
ciri-ciri tanaman yang defisiensi unsur hara. Sehingga lahan sawah tersebut masih perlu
dikelola dengan baik agar agroekosistem di lahan sawah tersebut dapat berproduksi
secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
Hardjowigeno, S dan M. Luthfi Rayes. 2005. Tanah Sawah. Karakteristik, Kondisi dan
Permasalahan Tanah Sawah di Indonesia. Bayumedia Publishing Anggota IKAPI
Jatim: Malang
Notohadiprawiro, T., Soeprapto, S. dan Endang S. 2006. Pengelolaan Kesuburan Tanah
Dan Peningkatan Efisiensi Pemupukan. .Repro: Jurusan Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Soemarno. 2010. Ekosistem sawah. pslp-ppsub-2010

Anda mungkin juga menyukai