Anda di halaman 1dari 19

Quality end of life care

E. Garianto, dr, M.Kes

How people die


remains in the
memory of those
who live on

Kasus 1
Dr. A sedang makan malam di rumah saat telponnya
berdering. Seorang kenalannya yg bernamaTuan B
sedang bingung, ia bertanya berapa banyak udara yang
harus disuntikkan ke selang infus untuk dapat
menyebabkan kematian seseorang. Saat ditanya
mengapa ingin tahu, ia menjelaskan bahwa saat ini
ayahnya sdg dirawat di rumah sakit krn menderita
kanker paru stadium akhir yg sdh metastase dan sdg
merasakan nyeri yang sangat hebat. Tuan B tidak tahan
melihat nyeri yg dirasakan ayahnya dan ia ingin
mengakhiri penderitaan ayahnya dgn cara emboli
udara.

Kasus 2
Tuan C, 68 tahun yg mempunyai riwayat sbg perokok yg
menghabiskan 100 pak rokok pertahun dan menderita COPD
(chronic obstructive pulmonary disease) di kirim ke UGD krn
pneumonia dan gagal nafas. Sebelumnya ia pernah di intubasi
sebanyak 4 kali krn gagal nafas. Di rumah Ia menggunakan oksigen
dan mengalami sesak nafas saat istirahat. Ia mengalami hipoksemia,
hiperkapnia dan delirium. Dr. D, Dokter UGD berusaha menstabilkan
kondisinya dgn pemberian oksigen, bronkodilator, steroid dan
ventilasi non invasive, tetapi status respirasi Tuan C memburuk.
dr D tdk dapat menemukan keluarga Tuan C. Ia menghubungi
dokter keluarga Tuan C dan spesialis paru untuk mengetahui
apakah mereka pernah membahas re intubasi dgn penderita,
sayangnya keduanya tdk pernah melakukan.
Meskipun merasa tidak nyaman krn tdk bisa mengetahui keinginan
pasien , dr. D memutuskan untuk melakukan intubasi

Seorang klinisi di UGD yang menghadapi kasus


gagal jantung telah mempunyai konsep yg
jelas tentang gagal jantung dan ada kerangka
kerja (algoritma) atau guideline yang jelas
termasuk prosedur pemeriksaan dan
manajemennya, sehingga tdk ada keraguan
untuk melaksanakan.
Sayangnya tidak ada algoritma serupa yg bisa
digunakan untuk end of life care

Perlukah Quality end of life care


Banyak pasien mengalami kematian yg lama dan
menyakitkan, menerima perawatan invasive yg
mahal dan tdk diinginkan
Klinisi harus menunjukkan kepekaan pada
masalah psikososial dan spiritual serta
berkomunikasi dengan penuh bijaksana dan
empati pada pasien dan keluarganya.
Bahkan meskipun semua dikerjakan dengan
kemampuan yg hebat, pasien dan pemberi
layanan kesehatan akan menemukan dilema
dalam menghadapi penyakit yg mengancam jiwa

Perawatan pasien yang mengahadapi akhir


hidup (end of life) sebaiknya dilakukan atau
paling tidak berkonsultasi dengan klinisi yang
ahli dan terlatih di bidang palliative care
Namun dlm prakteknya banyak perawatan
untuk pasien menjelang ajal diberikan oleh
dokter lain dan pekerja kesehatan lain.

Definisi quality end of life care


Belum ada definisi yg jelas ttg quality end of life
care, yg paling mendekati adalah definisi menurut
WHO tentang palliative care
Palliative care (WHO). an approach that
improves the quality of life of patients and their
families facing the problem associated with life
threatening illness, through the prevention and
relief of suffering by means of early identification
and impeccable assessment and treatment of
pain and other problems, physical, psychosocial
and spiritual

Status hukum pengendalian rasa sakit dan


gejala lain belum benar-benar jelas.
Dokter tidak akan mengalami risiko hukum jika
mereka mengikuti pedoman yang ditetapkan
yang membedakan pengendalian rasa sakit
dengan euthanasia

Penelitian oleh Steinhauser et al (2000), dari


total 1462 responden yg berasal dari pasien,
anggota keluarga yg kehilangan, provider
kesehatan, tentang faktor yg penting dalam
end of life care Diperoleh hasil :
1. Pain and symptom management
2. Preparation for death
3. Achieving a sense of completion
4. Decisions about treatment preference
5. Being treated as a whole person

Survey pd dokter dan perawat di 5 rumah


sakit di USA, 47 % responden menyatakan
bahwa mrk telah melakukan tindakan yg
bertentangan dg hati nurani mrk saat
memberikan perawatan pd penderita stadium
terminal. Dan 55 % menyatakan mrk
terkadang merasa bahwa pengobatan yg mrk
berikan pd pasien terlalu memberatkan

Quality end of life care


The Committee on Care at the End of Life of
the US Institute of Medicine, National
Academy of Sciences
six categories of quality end of life care
1. Overall quality of life
2. physical well-being and functioning
3. psychosocial well-being and functioning
4. Spiritual well-being
5. patient perception of care
6. Family well-being and perceptions

Approach quality end of life


care in practice
Kerangka konsep dlm quality end of life care
terdiri dari 3 elemen :
1. Control of pain and other symptoms
2. Decisions on the use of life-sustaining
treatments
3. Support of dying patients and their families.

Control of pain and other symptoms


Tidak boleh ada pasien yg meninggal dlm
keadaan kesakitan atau ada gejala-gejala lain
yg dapat diterapi.
Pengontrolan symptom dgn baik harus telah
diberikan sebelum mengenali masalahmasalah sosial, psikososial dan spiritual
pasien. (sulit melakukan kegiatan spiritual jika
dalam kondisi kesakitan)

Control of pain and other symptoms


Ada nyeri dan symptom yg kurang bisa diatasi,
penyebabnya belum diketahui dg jelas.
Ada kalanya dokter berusaha mengontrol
symptom dengan risiko mempercepat
kematian
Pedoman (guidelines) yg membantu klinisi
untuk memberikan analgesi yg tepat dan
menghindari lethal dosis

Use of life-sustaining treatments


Klinisi membantu pasien dan keluarganya untuk
untuk mengetahui dan menentukan perawatan
advance yg harus diberikan pd pasien untuk
mempertahankan hidup pasien.
Klinisi harus memfasilitasi rencana perawatan
advance , membimbing dan mendorong pasien
dan keluarganya dalam proses pemberian inform
consent
Dibutuhkan skill komunikasi yg empatik
Dokter juga harus mampu mengatasi masalah
sebaliknya jika pasien atau kelurganya meminta
terapi yg tidak diperlukan.

Support of patients and their families


Setiap pasien dan keluarganya membutuhkan
dukungan dokter.
Dibutuhkan kemampuan mendengarkan reflektif,
perhatian pd masalah psikososial untuk
mengetahui dukungan apa yg tepat pada kondisi
tertentu
Dibutuhkan tim interdisiplin untuk membantu
pasien yg menjelang ajal dan keluarganya
Masalah spiritual sering mjd yg terdepan jika
seseorang akan meninggal

Case
Kedua kasus di atas menunjukkan kegagalan
end of life care. Pada kasus pertama
pengendalian nyeri yg tidak adekuat telah
mendorong keinginan untuk euthanasia.
Yang dibutuhkan bukan jumlah udara untuk
menimbulkan emboli tetapi pengendalian
nyeri yg lebih baik.
Dokter harus berusaha mengenali apa yg
mendorong timbulnya permintaan euthanasia

Case
Kasus kedua menunjukkan gagalnya
komunikasi tentang life-sustaining treatments.
Mr. C sdh pernah 4 kali mengalami intubasi,
semestinya dia sdh mengetahui apakah dia
membutuhkan intubasi lagi atau tidak.
Jika Mr C menginginkan intubasi,
pengetahuan ttg harapannya akan
mengurangi kecemasan dr D

Anda mungkin juga menyukai