Jef
Alamat Korespondensi :
Jeffry Rulyanto Simamora (102011414), Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk- Jakarta Barat 11510
E-mail: fasterthanvelocity@yahoo.com
PENDAHULUAN
Abses Mamae merupakan penyakit yang sulit untuk sembuh sekaligus mudah
untuk kambuh. peluang kekambuhan bagi yang pernah mengalaminya berkisar di
antara 40-50 persen.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri, salah satunya adalah
Staphylococcus aureus. Bakteri yang secara alami bisa ditemukan pada kulit manusia
itu bisa masuk apabila ada luka pada payudara terutama di sekitar puting susu
Merupakan komplikasi akibat peradangan payudara / mastitis yang sering timbul pada
minggu ke dua post partum (setelah melahirkan), karena adanya pembengkakan
payudara akibat tidak menyusui dan lecet pada puting susu.
Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara terjadi apabila
mastitis tidak tertangani dengan baik, sehingga memperberat infeksi.Breast abscess
1
adalah akumulasi nanah pada jaringan payudara. Hal ini biasanya disebabkan oleh
infeksi pada payudara. Cedera dan infeksi pada payudara dapat menghasilkan gejala
yang sama dengan di bagian tubuh lainnya, kecuali pada payudara, infeksi cenderung
memusat dan menghasilkan abses kecil. Hal ini dapat menyerupai kista. 1,2,3
2.1 ANAMNESIS
Pasien mengeluh keluhan-keluhan khas seperti; Payudara membesar atau ada
benjolan, nyeri, payudara seolah mengkilap hingga bahkan keluar sekret. Oleh karena
itu kita perlu menanyakan hal hal sebagai berikut: 1
-
2.4 ETIOPATOLOGIS
Etiologi
Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang umum ditemukan
pada kulit normal (staphylococcus aureus). Infeksi terjadi khususnya pada saat ibu
menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang rusak, biasanya pada puting
susu yang rusak pada masa awal menyusui. Area yang terinfeksi akan terisi dengan
nanah.4
Infeksi pada payudara tidak berhubungan dengan menyusui harus dibedakan
dengan kanker payudara. Pada kasus yang langka, wanita muda sampai usia
pertengahan yang tidak menyusui mengalami subareolar abscesses (terjadi dibawah
areola, area gelap sekitar puting susu). Kondisi ini sebenarnya terjadi pada perokok. 4
Faktor risiko
Diabetes mellitus
4
Selain diabetes dan obesitas yang merupakan faktor risiko utama, beberapa
faktor lain ternyata dapat meningkatkan risiko abses payudara.
Perokok
Salah satu faktor yang dimaksud adalah rokok, yang dapat meningkatkan risiko
abses payudara 6 kali lipat dibanding pada wanita yang tidak merokok. Selain itu,
rokok juga membuat peluang kekambuhan melonjak hingga 15 kali lipat. Dari
sejumlah pasien yang mengalami kekambuhan, 60 persen di antaranya merupakan
perokok berat. Oleh karena itu, peneliti menyarankan para pendeita abses yang
merokok untuk menghentikan kebiasaanya agar risiko kambuh bisa dikurangi.
Dalam penelitian ini, para ahli melibatkan 68 wanita yang mengalami abses payudara,
termasuk 43 wanita perokok dan 9 wanita yang memiliki tindik di putingnya. Seluruh
partisipan tidak memiliki riwayat kanker payudara dan tidak sedang menjalani
penyinaran dengan radiasi maupun operasi payudara dalam 12 bulan terakhir.4,5
cenderung meningkat pada kurun waktu hingga 7 tahun sejak tindik dibuat. 4
Kelelahan
Anemia
Penanaman silicon
Patofisiologi
Terjadinya diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI)
akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli
yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar
dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen
(terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan
selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya
respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke
lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal)
atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering
adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadang kadang
ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita
tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis
mencapai 1%.3,4,5
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Menggigil
8.
Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri.
9.
Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu
11.
2.6 EPIDEMIOLOGI
Mastitis merupakan masalah yang sering dijumpai pada ibu menyusui.
Diperkirakan sekitar 3-20% ibu menyusui dapat mengalami mastitis. Terdapat dua hal
penting yang mendasari kita memperhatikan kasus ini. Pertama, karena mastitis
biasanya menurunkan produksi ASI dan menjadi alasan ibu untuk berhenti menyusui.
Kedua, karena mastitis berpotensi meningkatkan transmisi vertikal pada beberapa
penyakit (terutama AIDS).
Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir
(paling sering pada minggu ke-2 dan ke-3), meskipun mastitis dapat terjadi sepanjang
masa menyusui bahkan pada wanita yang sementara tidak menyusui. Kadangkadang
ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita
tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis
mencapai1%.1,2,3
2.7 PROGNOSIS
Mastitis apabila ditangani dengan sebenarnya tidak akan berproggres hingga
terjadinya abses mamae.Bila penanganan terhadap abses dilakukan dengan baik,
dan pemberian obat penunjang yang tepat, diharapkan tidak terjadi sepsis dan
prognosis akan baik. 4,5
2.8 PENATALAKSANAAN
Segera setelah mastitis ditemukan pemberian susu pada bayi dihentikan dan
diberikan pengobatan sebagai berikut :
Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
Sangga payudara
Kompres dingin
7
2.9 PENCEGAHAN
Beberapa tindakan ang dapat kita anjurkan untuk tindakan pencegahan adalah
sebagai berikut :
01. Beberapa ibu memiliki puting susu yang rata dan membuat menyusui adalah hal
yang sulit atau tidak mungkin. Untuk memperbaiki hal ini, Hoffmans exercises dapat
dimulai sejak 38 minggu kehamilan. Oles sedikit pelicin (contoh Vaseline) pada
areola. Dua ruas jari atau satu jari dan jempol diletakkan sepanjang sisi puting susu
8
dan kulit dengan lembut ditarik dengan arah horizontal. Kemudian, gerakan ini di
ulang dengan arah horizontal, lakukan pada keduanya beebrapa kali. Jika latihan ini
dilakukan beberapa kali per hari, akan membantu mengeluarkan puting susu. Metode
alternatif adalah penarikan puting susu, digunakan pada lapisan khusus di dalam bra
pada saat kehamilan.
02. Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum dan setelah menyusui.
03. Setelah menyusui, puting susu dapat diberikan salep lanolin atau vitamin A dan D
04. Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada payudara
05. Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan
06. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara
dengan cara memompanya
07. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka
pada puting susu.
08. Minum banyak cairan
09. Menjaga kebersihan puting susu
10. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui. 1,4,5
3.KESIMPULAN
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan gejala demam, menggigil, nyeri seluruh
tubuh serta payudara menjadi kemerahan, tegang, panas dan bengkak, serta keluar duh
tubuh. Beberapa faktor risiko utama timbulnya adalah puting lecet, frekuensi
menyusui yang jarang dan pelekatan bayi yang kurang baik. Melancarkan aliran ASI
merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis. Selain itu ibu perlu beristirahat,
banyak minum, mengkonsumsi nutrisi berimbang dan bila perlu mendapat analgesik
dan antibiotik.
9
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Kinlay JR,OConnel DL, Kinlay S. Incidence of mastitis in breastfeeding
women during the sixth months after delivery: a prospective cohort study. Med
J Aust. 1998;169:310-2.
2. World Health Organization. Department of Child and Adolescent Health and
Development. Mastitis: causes and management. Geneva: WHO. 2000.
3. Michie C, Lockie F, Lynn W. The challenge of mastitis. Arch Dis Child.
2003;88:818-21.
4. Michie CA, Gilmour JW. Breastfeeding and viral transmission: risks, benefits
and treatments. Arch Dis Child. 2001;84:381-2.
5. De Allegri M, Sarker M, Hofmann J, Sanon M, Bohler T. A qualitative
investigation into knowledge, beliefs, and practices surrounding mastitis ini
sub-Saharan Africa: what implication for vertical transmission of HIV? BMC
Public Health. 2007;7:22.
11