TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Appendiks
Appendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi
karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius
vermikularis.
Penelitian Collin pada tahun 1990 di Amerika Serikat pada 3.400 kasus, 50%
ditemukan adanya faktor obstruksi. Obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan
limfoid submukosa 60%, fekalith 35%, benda asing 4%, dan sebab lainnya 1%.
2.1.1. Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang
kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat
perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans
sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih
akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit
kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens appendicitis pada
usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar
pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu
dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala
klinik appendicitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah
retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di
bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang
usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan
seluruh tubuh.
2.2. Epidemiologi Appendisitis
2.2.1. Distribusi Appendisitis
a. Distribusi Appendisitis Berdasarkan Orang (Person)
Penelitian Omran et al (2003) di Kanada pada 65.675 penderita appendicitis
didapat 38.143 orang (58%) laki-laki dan 27.532 orang (42%) perempuan. 14
Penelitian Khanal (2004) di Rumah Sakit Tribhuvan Nepal pada 99 penderita
appendicitis didapat 76 orang (76,8%) laki-laki dan 23 orang (23,2%) perempuan,
serta kelompok umur 15-24 tahun 41 orang (41,4%), 25-34 tahun 38 orang
(38,4%), 35-44 tahun 15 orang (15,2%), 45-54 tahun 3 orang (3,0%), 55-64 tahun
1 orang (1,0%), dan 65-74 tahun 1 orang (1,0%).
Penelitian Nwomeh (2006) di Amerika Serikat pada 788 penderita
appendicitis didapat proporsi kulit putih 81%, kulit hitam 12%, dan lainnya 7%.
Penelitian Salari (2007) di Iran pada 400 penderita appendicitis didapat 287 orang
(71,7%) laki-laki dan 113 orang (28,3%) perempuan, serta kelompok umur
5-14 tahun 58 orang (14,5%), 15-19 tahun 114 orang (28,5%), 20-24 tahun 99
orang (24,8%), 25-34 tahun 102 orang (25,5%), dan 35 tahun 27 orang (6,8%).
b. Distribusi Appendicitis Berdasarkan Tempat (Place)
Penelitian Richardson et al (2004) di Afrika Selatan, IR appendicitis 5 per
1.000 penduduk di pedesaan, 9 per 1.000 penduduk di periurban, dan 18 per 1.000
penduduk di perkotaan.32 Penelitian Penfold et al (2008) di Amerika Serikat pada
anak umur 2-20 tahun didapat bahwa perforasi appendicitis lebih cenderung di
pedesaan (69,6%) daripada perkotaan (30,4%) (p=0,042).
c. Distribusi Appendicitis Berdasarkan Waktu (Time)
Penelitian Dombal (1994) di Amerika Serikat terjadi penurunan kasus
appendicitis dari 100 menjadi 52 per 100.000 penduduk periode tahun 1975-1991.
Penelitian Walker (1995) di Afrika Selatan terjadi peningkatan kasus appendicitis
dari 8,2 menjadi 9,5 per 100.000 penduduk periode tahun 1987-1994.
Penelitian Bisset (1997) di Skotlandia terjadi penurunan kasus appendicitis
dari 19,7 menjadi 9,6 per 10.000 penduduk periode tahun 1973-1993. Penelitian
Ballester et al (2003) di Spanyol terjadi peningkatan kasus appendicitis dari 11,7
menjadi 13,2 per 10.000 penduduk periode tahun 1998-2003.
2.2.2. Determinan Appendicitis
1. Faktor Host
a.1. Umur
Appendicitis dapat terjadi pada semua usia dan paling sering pada dewasa
muda. Penelitian Addins (1996) di Amerika Serikat, appendicitis tertinggi pada
usia 10-19 tahun dengan Age Specific Morbidity Rate (ASMR) 23,3 per 10.000
penduduk.37 Hal ini berhubungan dengan hiperplasi jaringan limfoid karena
jaringan limfoid mencapai puncak pada usia pubertas.
a.2. Jenis Kelamin
Penelitian Omran et al (2003) di Kanada, Sex Specific Morbidity Rate
(SSMR) pria : wanita yaitu 8,8 : 6,2 per 10.000 penduduk dengan rasio 1,4 : 1.
Penelitian Gunerhan (2008) di Turki didapat SSMR pria : wanita yaitu 154,7 :
144,6 per 100.000 penduduk dengan rasio 1,07: 1. Kesalahan diagnosa appendisitis
15-20% terjadi pada perempuan karena munculnya gangguan yang sama dengan
appendisitis seperti pecahnya folikel ovarium, salpingitis akut, kehamilan ektopik,
kista ovarium, dan penyakit ginekologi lain.
a.3. Ras
Faktor ras berhubungan dengan pola makan terutama diet rendah serat dan
pencarian pengobatan. Penelitian Addins (1996) di Amerika Serikat, IR
kulit putih : kulit hitam yaitu 15,4 : 10,3 per 10.000 penduduk dengan rasio 1,5 : 1.
Penelitian Richardson et al (2004) di Afrika Selatan, IR kulit putih : kulit hitam
yaitu 2,9 : 1,7 per 1.000 penduduk dengan rasio 1,7 : 1.
Penelitian Ponsky (2004) di Children's National Medical Center Amerika
Serikat dengan desain Case Control pada anak umur 5-17 tahun didapat penderita
ruptur appendicitis 1,66 kali lebih besar pada anak keturunan Asia (Odds Ratio
[OR]: 1,66; 95% Confidence Interval [CI] : 1,24-2,23) dan 1,13 kali lebih besar
pada anak kulit hitam (OR: 1,13; 95% CI: 1,01-1,30) dibandingkan anak bukan
penderita ruptur appendicitis. Penelitian Smink (2005) di Boston dengan desain
Case Control pada anak umur 0-18 tahun didapat penderita ruptur appendicitis 1,24
kali lebih besar pada anak kulit hitam (OR: 1,24; 95% CI: 1,101,39) dan 1,19 kali
lebih besar pada anak hispanik (OR: 1,19; 95% CI: 1,101,29) dibandingkan anak
bukan penderita ruptur appendicitis.
b. Faktor Agent
Proses radang akut appendiks disebabkan invasi mikroorganisme yang ada
di usus besar. Pada kultur ditemukan kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan
Eschericia coli, Splanchicus sp, Lactobacilus sp, Pseudomonas sp, dan
Bacteriodes splanicus. Bakteri penyebab perforasi yaitu bakteri anaerob 96% dan
aerob 4%.
c. Faktor Environment
konsumsi
rendah
serat
mempengaruhi
defekasi
dan
fekalith
Gastroenteritis ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului rasa
sakit. Sakit perut lebih ringan, hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan
perut.
Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh hasil
difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.
Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang pecah dapat
memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada
f.
g.
hipovolemik.
Divertikulosis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan appendisitis akut
dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada appendicitis akut
2.7. Komplikasi
Komplikasi
terjadi
akibat
keterlambatan
penanganan
appendicitis.
Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi
pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda
diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi
appendicitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi
pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 1015% terjadi pada anak-anak dan orang tua. 43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang
masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan
terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun
jenis komplikasi diantaranya:
2.7.1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila appendicitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
2.7.2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam.19 Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus
dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari
38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear
(PMN). Perforasi,
baik
berupa
perforasi
bebas
maupun
Inspeksi pada appendicitis akut tidak ditemukan gambaran yang spesifik dan
sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang
menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
Pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada
posisi terlentang. Bila appendiks yang meradang kontak dengan obturator internus
yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan
nyeri.
a.2. Pemeriksaan Penunjang
b. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
b.1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik.
b.2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
2.8.3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan
abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.