I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, tujuan dari laporan akhir praktikum
ini adalah:
1) Untuk mengetahui kandungan air yang terkandung dalam onggok
menggunakan analisis kadar air.
2) Untuk mengetahui jumlah mineral yang terkandung dalam onggok melalui
analisis kadar abu.
3) Untuk mengetahui kadar protein kasar yang terkandung dalam onggok
melalui analisis protein kasar.
4) Untuk mengetahui kadar lemak kasar yang terkandung dalam onggok
melalui analisis lemak kasar.
5) Untuk mengetahui kadar serat kasar yang terdapat dalam onggok melalui
analisis serat kasar.
6) Untuk mengetahui energi yang terkandung dalam onggok melalui analisis
energi.
Pukul
Tempat
II
DESKRIPSI BAHAN
Onggok adalah sisa giling tapioka yang berasal dari singkong atau ubi
kayu. Dalam bahasa jawa onggok seringkali di sebut gaber. Pada mulanya onggok
hanya dianggap sebagai limbah, terlebih karena bau yang di timbulkan onggok
sangat menyengat. Namun seiring berjalannya perkembangan kebutuhan manusia
akan bahan pengganti pakan ternak dan bahan baku lainnya, maka jadilah onggok
sebagai sumber penghasil tambahan.
Ketersediaan onggok semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya
produksi tapioka. Hal ini diindikasikan dengan semakin meluasnya areal
penanaman dan produksi ubi kayu. Luas areal tanam meningkat dari 1,3 juta
hektar dengan produksi 13,3 juta ton pada tahun 1990 menjadi 1,8 hektar dengan
produksi 19,4 juta ton pada tahun 1995 (BPS, 1996). ENIE (1989) melaporkan
dari setiap ton ubi kayu akan dihasilkan 250 kg tapioka dan 114 kg onggok. Hal
ini yang menyebabkan onggok berpotensi sebagai polutan disekitar pabrik.
Ada 2 jenis onggok yang lazim beredar, yaitu onggok kering dan onggok
basah. Beberapa fungsi dari onggok basah adalah sebagai bahan tambahan pakan
untuk ternak sapi, babi, ataupun ternak lainnya yang mulai kesulitan mencari
hijauan pakan terutama di musim kemarau. Karena harganya yang relatif
terjangkau, jadilah onggok basah sebagai bahan pakan alternatif bagi pakan.
Onggok kering sendiri merupakan onggok basah yang telah melalui proses
pengeringan, baik pengeringan oleh matahari maupun pengeringan oleh oven.
Fungsi onggok kering antara lain sebagai bahan baku saus, bahan baku obat
nyamuk, bahan perekat lem kertas, campuran kecap.
ANALISIS AIR
III
TINJAUAN PUSTAKA
Air yang dimaksud dalam analisis proksimat adalah semua cairan yang
menguap pada pemanasan dalam beberapa waktu pada suhu 105-110C dengan
tekanan udara bebas sampai sisa yang tidak menguap mempunyai bobot tetap.
Penentuan kandungan kadar air dari suatu bahan sebetulnya bertujuan untuk
menentukan kadar bahan kering dari bahan tersebut (Kamal, 1998).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan
yang dinyatakan dalam persen. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi
menyebabkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Dwijosepputro, 1994).
Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan
pakan tersebut dipanaskan pada suhu 105C dalam peranti pemanas, seperti oven.
Metode pengeringan melalui oven sangat memuaskan untuk sebagian besar
makanan, akan tetapi beberapa makanan seperti silase, banyak sekali bahan-bahan
atsiri (bahan yang mudah terbang) yang bisa hilang pada pemanasan tersebut
(Winarno, 1997).
Umur tanaman, kualitas dan lama penjemuran bahan pakan yang akan
dianalisis dapat mempengaruhi data yang dihasilkan (Sutardi, 2009). Kadar air
dalam bahan pakan terdapat dalam bentuk air bebas, air terikat lemah dan air
terikat kuat. Besar kadar air ini bisa bisa dipengaruhi oleh proses pengeringaan
dalam oven atau saat dikering udarakan (Tillman et al., 1998).
Kelemahan dalam analisis air ini adalah tidak hanya air yang menguap, tetapi
terdapat juga senyawa-senyawa asam-basa organik sederhana yang ikut menguap
seperti; asam asetat, butirat, propionat, ester atsiri sehingga terhitung sebagai
komponen air. Selain itu, adapula air yang terikat dalam senyawa sukar untuk
menguap, sehingga mengurangi total air.
Rumus yang digunakan untuk menghitung analisis air adalah:
Air (%)= berat awal bahan sebelum dioven (gr)berat akhir bahan setelah dioven (gr)
Berat awal bahan sebelum dioven
IV
ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
ke
dalam
cawan
alumunium
tersebut
sejumlah
10
11
V
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Berat cawan +
sampel sebelum
di oven
11,904 gram
Berat cawan +
sampel setelah di
oven
11,524 gram
Hasil
Perhitungan
8,28 %
5.2. Pembahasan
Dalam menentukan kadar air dari onggok, dilakukan penguapan terhadap
sampel onggok dengan cara memanaskannya di dalam oven selama 3 jam dengan
suhu 105oC. Berat sampel + cawan berkurang setelah dioven yaitu dari 11,904 gr
menjadi 11,524 gr dikarenakan air yang terkandung dalam onggok semuanya
menguap menjadi gas dan menyisakan bahan kering dari onggok. Maka dapat
diketahui bahwa berat air pada sampel adalah seisih dari perubahan berat tersebut.
Untuk mengetahui kadar airnya dalam persen adalah dengan membagi berat air
yaitu 0,38 gr dengan berat sampel yang diuji yaitu 4,59 gr dan dikalikan dengan
100% sehingga didapatkan bahwa kadar air onggok adalah 8,28%.
Sedangkan menurut literatur Sudarmadji (1996) kadar air dalam onggok
sebesar 20,31%. Terjadi rentan nilai yang cukup jauh antara hasil perhitungan
dengan literatur. Perbedaan ini dapat disebabkan karena bisa saja tidak hanya air
yang menguap, tetapi terdapat juga senyawa-senyawa asam-basa organik
sederhana yang ikut menguap seperti; asam asetat, butirat, propionat, ester atsiri
sehingga terhitung sebagai komponen air. Selain itu, adapula air yang terikat
dalam senyawa sukar untuk menguap, sehingga mengurangi total air.
12
ANALISIS ABU
13
III
TINJAUAN PUSTAKA
Analisa kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan
anorganik suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan
kandungan total mineral pada bahan tersebut. Abu terdiri dari mineral yang larut
dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen (Cherney,2000).
Dalam proses pengabuan suatu bahan, ada dua macam metode yang dapat
dilakukan, yaitu cara kering (langsung) dan cara tidak langsung (cara basah).
Kandungan abu ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar bahan pakan
dalam tanur, pada suhu 400-600oC sampai semua karbon hilang dari sampel,
dengan suhu tinggi ini bahan organik yang ada dalam bahan pakan akan terbakar
dan sisanya merupakan abu (berwarna dari putih sampai abu-abu) yang dianggap
mewakili bagian inorganik makanan. Namun, abu juga mengandung bahan
organik seperti sulfur dan fosfor dari protein, dan beberapa bahan yang mudah
terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama
pembakaran. Kandungan abu dengan demikian tidaklah sepenuhnya mewakili
bahan inorganik pada makanan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif
(Anggorodi, 1994).
Jumlah sampel yang akan diabukan bergantung pada keadaan bahannya.
Dalam hal ini, kandungan abunya dan kadar air bahan. Bahan-bahan yang kering
biasanya 2-5 gram, seperti biji-bijian dan pakan ternak. Untuk bahan yang
kandungan airnya tinggi, jumlah bahan yang diabukan adalah cukup tinggi sekitar
10-50 gram karena saat dipanaskan maka air dalam bahan akan menguap dan
bahan menjadi mengalami susut berat sehingga apabila sampel yang dianalisis
terlalu sedikit, kemungkinan sisa zat tertinggal yang akan ditimbang tidak ada
sehingga analisis bisa terganggu.
14
Bahan yang mengandung kadar air tinggi perlu dioven terlebih dahulu
sebelum diabukan agar proses pengabuan tidak berlangsung terlalu lama. Bahan
yang berlemak banyak dan mudah menguap harus diabukan menggunakan suhu
mula-mula selama beberapa saat lalu baru dinaikkan ke suhu pengabuan agar
komponen volatil bahan tidak cepat menguap dan lemak tidak rusak karena
teroksidasi. Sedangkan untuk bahan yang dapat membuih perlu dikeringkan dalam
oven terlebih dahulu dan ditambahkan zat antibuih, seperti olive atau parafin lalu
bisa mulai diabukan. Hal ini dilakukan karena timbulnya banyak buih dapat
menimbulkan potensi ledakan yang cukup membahayakan (Apriantono, 1989).
Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990).
Kelemahan dari analisis abu adalah tidak seluruhnya unsur utama pembentuk
senyawa dapat terbakar dan berubah menjadi gas. Oksigen ada yang masih tinggal
dalam abu sebagai oksida misalnya; karbon sebagai karbonat. Juga ada sebagian
mineral tertentu berubah menjadi gas, seperti; sulfut sebagai H2S, SO2, SO3.
Rumus yang digunakan untuk perhitungan analisis abu adalah:
Abu (%)=
x 100
15
IV
ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
16
6) Masukan dalam eksikator kurang lebih 30 menit dan timbang dengan teliti,
catat sebagai C gram.
7) Hitung kadar abunya.
17
V
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
Tabel 3. Hasil Pengamatan Onggok
Berat
Hasil
crusible
20,475
sebelum di tanur
21,792
setelah di tanur
20,495
Perhitungan
1,518
4.2. Pembahasan
Analisa kadar abu bertujuan untk memisahkan bahan organik dan bahan
anorganik yang terdapat dalam onggok. Kandungan abu yang di dapat akan
menggambarkan total mineral yang terkandung dalam onggok. Onggok di bakar
dalam tanur dengan suhu 600-700oC selama 6-8 jam, hingga tersisa bahan mineral
yang berwarna putih hingga abu-abu. Dalam analisis abu ini tidak digunakan
cawan alumunium tetapi crusible porselen, hal ini di karenakan suhu di dalam
tanur yang sangat tinggi, jika digunakan cawan alumunium, dikhawatirkan cawan
akan hancur (lebur) dalam tanur.
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, kandungan mineral
dalam onggok sebesar 1,518%. Sedangkan menurut literatur Sudarmadji (1996)
kandungan mineral dalam onggok sebesar 1,21%. Terjadi rentan nilai yang relatif
kecil berdasarkan hasil perhitungan dan literatur. Adanya perbedaan ini dapat
terjadi di karenakan tidak seluruhnya asam organik yang ikut terbakar dalam
analisis ubu dan tidak berubah menjadi gas. Ada oksigen yang masih tinggal
dalam abu sebagai oksida (misal CaO) dan karbon sebagai karbonat (
Co3
sehingga nilai kadar abu kurang dari kadar abu sesungguhnya. Hasil fraksi dari
analisis abu salah satunya adalah mineral, misalnya Natrium (Na), Klor (Cl),
Belerang (S), Posphor (P). Bisa saja sebagian mineral tertentu ikut menguap
menjadi gas (Mis: Sulfur sebagai
H2 S
SO 2
SO 3
. Sehingga kadar
18
19
III
TINJAUAN PUSTAKA
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena
zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi
sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino
yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak
atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada
jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.
Protein digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan enegi dalam tubuh
tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai
proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat
pengatur proses dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan dalam
jaringan dan pembuluh darah. Sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan
asam dan basa dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh (Winarno,
1990).
Metode Kjeldahl merupakan salah satu dari uji kadar protein yang memiliki
tingkat kepercayaan lebih tinggi dalam menentukan kandungan nitrogen (N).
Prinsip penentuan kadar protein kasar dengan menggunakan metode ini adalah
penetapan nilai protein kasar dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan
menghitung kandungan N dan kemudian dikonversikan ke nilai protein dengan
dikalikan dengan 6,25. Nilai 6,25 didapatkan dari asumsi protein memiliki
nitrogen sebanyak 16% sehingga rasio protein : nitrogen adalah 100 : 16 atau
lebih disederhanakan menjadi 6,25 : 1.
Untuk menentukan kadar protein, terdapat tiga tahap analisis kimia yaitu
destruksi atau tahap penghancuran molekul-molekul yang ada dalam bahan
menjadi lebih sederhana, destilasi atau tahap pemisahan nitrogen dari unsur
20
lainnya yang ada pada bahan, dan tahap titrasi atau tahap penetapan nilai
nitrogennya.
Kelebihan metode ini adalah sederhana, akurat, dan universal juga
mempunyai kebolehulangan (Reproducibility) yang cukup baik, akan tetapi
metode ini bukannya tidak memiliki kekurangan. Kekurangannya adalah nitrogen
tidak hanya terkandung dalam protein, tapi terkandung juga pada senyawa NonProtein Nitrogen. Karena senyawa non protein nitrogen ikut terhitung pada fraksi
protein, maka komponen pada fraksi protein kasar adalah protein, asam amino
bebas, amine sitrat, glikosida mengandung nitrogen, vitamin B, asam nukleat,
HCN, Alkaloid, dan urea. Kekurangan lainnya dari analisis ini adalah, nilai 6,25
sebagai konversi nitrogen ke protein tidak selalu tetap. Umumnya, nitrogen pada
protein nabati kadarnya kurang dari 6,25 sedangkan pada protein hewani kadarnya
lebih dari 6,25 (Juiati dan Sumardi, 1981).
Rumus untuk menentukan kadar protein kasar adalah:
21
IV
ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
22
23
V
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Normalitas HCL
0,619
0,1232
Volume
HCL
1,8
Hasil
perhitungan
3,134
5.2. Pembahasan
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan kandungan
protein kasar yang terdapat dalam onggok adalah sebesar 3,134%. Menurut
literatur Sudarmadji (1996) kandungan protein kasar dalam onggok adalah 2,89%.
Adanya perbedaan hasil perhitungan dengan literatur dapat disebabkan oleh
adanya penambahan pupuk urea saat onggok (sampel) ditanam, yang akan
menyebabkan terjadinya perbedaan kandungan protein kasar. Selain itu dapat juga
disebabkan oleh N yang mengikat pada NH2NO3.
Onggok memiliki kandungan protein kasar yang sangat rendah sedangkan
kandungan serat kasar yang sanggat tinggi, hal ini menyebabkan onggok kurang
cocok jika dijadikan pakan untuk ternak monogastrik.
24
25
III
TINJAUAN PUSTAKA
Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode soxhlet,
yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990). Lemak
yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain mengandung
lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam organik,
alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak
sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994).
Penetapan kandungan lemak dilakukan dengan larutan heksan sebagai pelarut.
Fungsi dari heksan adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan
lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).
Analisis lemak yang umum dilakukan pada bahan makanan dapat digolongkan
dalam 3 kelompok tujuan, yaitu penentuan kuantitatif, penentuan kualitatif, dan
penentuan sifat fisik kimia yang khas.
Ekstraksi merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar lemak dalam
suatu bahan. Sebagai senyawa hidrokarbon lemak dan minyak pada umumnya
tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Fospolipid yang bersifat
polar dan asam akan mudah larut dalam kloroform yang sedikit polar dan basa.
Heksana adalah bahan pelarut lemak nonpolar yang paling banyak digunakan
karena harganya relatif murah, kurang berbahaya terhadap kebakaran dan ledakan
serta lebih selektif untuk lemak nonpolar (Srihartini, 2013).
Kelemahan dari analisis lemak ini adalah tidak hanya lemak yang dapat larut
dalam pelarut lemak, tetapi terdapat pula komponen senyawa organik lain yang
bukan lemak larut dalam pelarut ini, seperti; pigmen, klorofil, sterol, vitamin
ADEK. Lemak dengan bobot molekul besar serta kompleks seperti fospolipid dan
26
lipoprotein sulit larut dalam eter, sehingga bahan yang demikian harus didestruksi
terlebih dahulu agar bisa larut.
Rumus yang digunakan untuk menghitung lemak kasar adalah:
Lemak Kasar (%)=
x 100
27
IV
ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
28
29
V
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Pengamatan
Tabel. 4 Hasil Pengamatan Onggok
Berat Selongsong
Berat selongsong + sampel
Berat selongsong + sampel + biji hekter
sebelum diekstraksi
Berat selongsong + sampel + biji hekter
setelah diekstraksi
Hasil Perhitungan
Dalam gram
0,888
1,758
1,771
1,761
1,149%
5.2. Pembahasan
Setelah melakukan perhitungan didapatkan kadar lemak kasar pada onggok
adalah 1,149 % untuk mencari nilai tersebut dapat dilakukan dengan cara berat
sampel sebelum diekstraksi dikurangi berat sampel setelah diekstraksi dibagi berat
awal sampel dikali 100 %. Sedangkan menurut literatur Sudarmadji (1996)
kandungan lemak kasar yang terdapat dalam onggok adalah 0,38%. Terjadi rentan
nilai yang cukup jauh antara hasil perhitungan dengan literatur. Faktor yang
mempengaruhi perbedaan hasil kadar lemak kasar antara sampel yang kami teliti
dengan literatur yaitu :
1) Kemampuan dalam fotosintesis dari bahan pakan tersebut tidak sama.
2) Kandungan unsur hara dalam setiap tanah tidak selalu sama.
3) Penggunaan jenis singkong bisa jadi tidak sama.
4) Kesalahan orang yang meneliti dalam melakukan penelitian bahan tersebut.
30
31
III
TINJAUAN PUSTAKA
Serat kasar adalah zat non gizi sebagai sisa-sisa selektal sel-sel tanaman yang
tahan terhadap hidrolisa oleh enzim-enzim pencernaan manusia. Serat makanan
yang disebut juga unavailable carbohydrate sedangkan yang tergolong available
carbohydrate adalah gula, pati, dan dekstrin, karena zat-zat tersebut dapat
dihidrolisa dan diabsorbsi manusia yang kemudian di dalam tubuh diubah menjadi
glukosa dan akhirnya menjadi energi atau disimpan dalam bentuk lemak. Serat
makanan ini terdiri dari dinding sel tanaman yang sebagian besar mengandung 3
polisakarida yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Pilrang dan Djojoesobagio,
2002)
Istilah dari serat makanan harus dibedakan dengan istilah serat kasar yang
biasa digunakan dalam analisis proksimat bahan pangan atau pakan. Serat kasar
adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam atau basa kuat,
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan serat kasar yaitu asam
sulfat (1,25%) dan natrium hidroksida (1,25%). Dengan pemanasan asam-basa
kuat yang ada akan menjadi rusak dan dapat diketahui komposisi kimia tiap-tiap
bahan yang menagandung dinding sel. (Pilrang dan Djojoesobagio, 2002)
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena
angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi makanan tersebut. Selain
itu, kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses
pengolahan (Hermayanti dan Eli, 2006).
32
Serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin dan zat lain yang belum
dapat diidentifikasi dengan pasti. Yang disebut serat kasar disini adalah senyawa
yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia ataupun hewan. Dalam
analisa penentuan serat kasar diperhitumgkan banyaknya zat-zat yang larut dalam
asam encer ataupun basa encer dengan kondisi tertentu.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa adalah :
1) Defatting, yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam sampel
menggunakan pelarut lemak.
2) Digestion, terdiri dari 2 tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan
dengan basa. Kedua macam proses digesti ini dilakukan dalam keadaan
tertutup pada suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan
dari pengaruh luar.
Penyaringan harus segera dilakukan setelah digetion selesai, karena terjadi
perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dpakai. Untuk bahan yang
mengandung banyak protein sering mengalami kesulitan dalam penyaringan,
maka sebaiknya dilakukan digesti pendahuluan dengan menggunakan enzim
proteolitik.
Sampel yang sudah bebas lemak dan telah disaring dipakai untuk
mendapatkan serat kasar. Sampel bila ditambah larutan asam sulfat dan
dipanaskan, kemudian residu disaring. Residu yang diperoleh dalam pelarutan
menggunakan asam dan basa merupakan serat kasar yang mengandung 97 %
selulosa dan lignin, dan sisanya adalah senyawa lain yang belum dapat
diidentifikasi dengan pasti.
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas pakan makanan, karena
angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut.
Selain itu kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu
proses pengolahan, misalnya proses penggilingan atau proses pemisahan kulit dan
33
34
IV
ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
35
36
20) Panaskan dalam hot plate sampai tidak berasap lagi, kemudian masukan
dalam tanur listrik 6000-7000C selama 3 jam sampai abunya berwarna
putih. Di sini serat kasar di bakar sampai habis.
21) Dinginkan dalam eksikator selama 30 menit lalu timbang dan catat
sebagai D gram.
37
V
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Pengamatan
Tabel 5. Hasil Pengamatan Onggok
Berat sampel
0,523
Berat kertas
saring
0,228
Berat
residu
19,695
Berat abu
19,39
Hasil
Perhitungan
14,72
5.2. Pembahasan
Setelah melakukan perhitungan didapatkan kadar serat kasar pada onggok
adalah 14,72% untuk mencari nilai tersebut dapat dilakukan dengan cara jumlah
dari residu dikurangi abu dibagi sampel awal. Kekurangan dari serat kasar adalah
terdapat bahan organic yang mudah larut dalam asam basa encer. Menurut
literatur Sudarmadji (1996) kandungan serat kasar yang terdapat dalam onggok
adalah sebesar 14,72%. Terdapat rentai nilai yang sangat kecil sekali antara hasil
perhitungan dan literatur.
Faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil kadar serat kasar antara sampel
yang kami teliti dengan yang di literatur yaitu :
1) Kemampuan dalam fotosintesis dari bahan pakan tersebut tidak sama .
2) Kandungan unsur hara dalam setiap tanah tidak selalu sama.
3) Penggunaan jenis singkong bisa jadi tidak sama.
38
ANALISIS ENERGI
39
III
TINJAUAN PUSTAKA
( )
40
IV
ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
Katup inlet
Katup outlet
Cawan/mangkuk pembakaran
Sumbu pembakar
Drat pengunci
3) Bejana air
4) Jacket yang terdiri dari
Wadah
41
42
V
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Pengamatan Onggok
Tabel 6. Hasil Pengamatan Onggok
Berat sampel
0,751
T1
29,02
T2
30,22
Hasil perhitungan
3.862,050 kal/gram
5.2. Pembahasan
Prinsip dari penentuan energi bruto adalah untuk menentukan kadar energi
bruto dalam bahan yaitu gaplek dengan cara sampel dimasukkan bejana bomb dan
dibakar sempurna di dalam bejana air sehingga panas yang timbul akan
memanaskan air dalam bejana air.
Setelah dilakukan perhitungan, nilai energi bruto dalam onggok adalah
3.862,050 cal/gram, didapatkan dengan memasukkan sampel sebanyak 0,751 g ke
bejana bomb yang kemudian diisi dengan oksigen sebesar 30 atmosfir dan bejana
air diisi air sebanyak 2 kg. Setelah itu bejana bomb dimasukkan ke bejana air
yang fungsinya untuk menstabilkan suhu dan meredam bejana bomb sewaktu
pembakaran. Sebelum dibakar, bejana air berisi bejana bomb dimasukkan ke
dalam wadah jaket dan kemudian ditutup dengan penutup jaket yang harus
dipastikan tertutup. Daya yang digunakan dalam pembakaran yaitu 23 volt. Suhu
awal dicatat pada saat menit ke 6 dinyalakannya pengaduk air yang terhubung ke
bejana air yaitu sebesar 29,02oC. Lalu suhu akhir di catat pada saat suhu tertinggi
dan konstan sebesar 30,22oC. Setelah dilakukan pembakaran dan mencabut kabel
elektroda ke catu daya, angkat tutup jaket, keluarkan bejana air dan bejana bomb
lalu keluarkan gas hasil pembakaran melalui katup outlet dan buka drat pengunci
dan kemudian tutup bomb. Suhu yang konstan tersebut dikurangi dengan suhu
yang dicatat pada menit ke 6 untuk mengetahui kenaikan suhu yang terjadi saat
dibakar yang menunjukan energi panas yang dihasilkan dan didapat angka 1,2 oC
43
44
VI
KESIMPULAN DAN SARAN
45
DAFTAR PUSTAKA
Deskripsi Bahan
Sudarmadji, S. B.Haryono, dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty Yogyakarta Bekerja Sama dengan Pusat antar
Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Analisis Air
Dwijosepputro, D.1994.Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan.Jakarta.
Analisis Abu
Anggorodi. R. 2005. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
46
47
LAMPIRAN
= 11,9047,315
0,385
= 4,59 x 100
= 8,28 %
20,49520,475
x 100
21,79220,475
0,02
x 100
1,317
= 1,518 %
48
= 3,134 %
49
berat
( berat selongsong+ sampel +h ekter sebelum ekstraksi ) ( selongsong+sampel +h ekter setela h diek
( berat selongsong+ sa mpel )( berat selongsong )
1,771,761
x 100
1,758
0,01
x 100
0,87
= 1,149 %
Pengolahan Data Analisis Serat kasar pada Onggok
Sk ( % ) =
residuberat abu
x 100
berat sampel
19,69519,390,228
x 100
0,523
= 14,72 %
Pengolahan Data Analisis Energi pada Onggok
T 2T 1
30,2229,02
x 100
0,751
= 3.862,050 cal/gram
50
Mencari BETN
BETN = 100%- ( % air + % abu + % lk + % sk + % pk )
= 100% - ( 8,28 % + 1,518 % + 1,149 % + 14,72 % + 3,134 % )
= 71,199 %
51
3,134
100
PK pada asfeed
91,72
52