Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan lewat bulan (KLB)/ postterm/ serotinus berkaitan erat
dengan kesakitan dan kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan
postpartum). Komplikasi pada ibu dan janin akan meningkat seiring
dengan meningkatnya usia kehamilan (melewati hari perkiraan lahir).
Diperlukan pemeriksaan atau evaluasi yang teliti terhadap kesejahteraan
janin bila kehamilan telah lewat waktu. Insidensi seksio sesarea
meningkat dua kali dibandingkan dengan kehamilan aterm. Risiko
kesakitan dan kematian bayi yang dilahirkan dari ibu lahir postterm karena
disfungsi

plasenta,

oligohidramnion,

trauma

aspirasi

jalan

mekonium,

lahir

karena

hipoglikemia

dan

makrosomia,
hipotermia

(Manuaba, 2007), risiko terhadap ibu meliputi perdarahan post partum


dan tindakan obstetrik yang meningkat (Sarwono, 2010).
Penelitian Lucas dkk. (1965) menyarankan induksi persalinan antara
umur kehamilan 41-42 minggu menurunkan angka kematian janin dan
biaya monitoring janin lebih rendah (Williams, 2006). Kematian janin
akibat kehamilan lewat waktu ialah 30% sebelum persalinan, 55% dalam
persalinan, dan 15% post natal. Penyebab utama kematian perinatal ialah
hipoksia dan aspirasi mekonium (Sarwono, 2010)

Menurut badan kesehatan dunia (WHO) angka kematian ibu di


seluruh dunia diperkirakan 400/100.000 kelahiran hidup, Indonesia
termasuk dalam 13 negara penyumbang kematian ibu terbesar di dunia.
Di Wilayah Asia Tenggara angka kematian ibu mencapai 210/100.000
kelahiran hidup. Indonesia merupakan negara dengan jumlah kematian
ibu tertinggi kedua setelah Kamboja dengan 220/100.000 kelahiran hidup.
(WHO, 2010)
Di wilayah Asia Tenggara, angka kematian neonatal mencapai
39/1.000 kelahiran hidup. WHO menyebutkan 30% kematian neonatal
mengarah pada kehamilan premature, sepsis atau pneumonia (27%),
asfiksia neonatorum (23%), kelainan congenital (6%), tetanus (4%), diare
(3%), dan sebab yang lain sebanyak (7%). (WHO, 2005)
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012
menunjukkan bahwa secara nasional AKI di Indonesia mengalami
peningkatan

yaitu

dari

228/100.000

pada

tahun

2007

menjadi

359/100.000 pada tahun 2012. Sedangkan AKB untuk Indonesia


mengalami penurunan dari 34/1000 kelahiran hidup pada tahun 2007
menjadi 32/1000 kelahiran pada tahun 2012. AKI dan AKB tersebut masih
jauh dari target MDGs tahun 2015 yaitu untuk AKI 102 per 100.000
kelahiran hidup dan untuk AKB 23 per 1.000 kelahiran hidup, sehingga
diperlukan berbagai upaya untuk pencapaian target. (Kemenkes RI,
2011).

Jumlah kematian ibu di Propinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2012


sebesar 100 orang yang terdiri dari kematian ibu hamil 19 orang (19%),
yang tertinggi kematian ibu bersalin 43 orang (43%) dan kematian ibu
nifas 38 orang (38%) (Profil Dikes NTB, 2012).
Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) termasuk dalam 5 besar
propinsi penyumbang kasus kematian ibu di Indonesia dengan angka
kematian 370/100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan audit maternal
perinatal dari rekapitulasi review kematian ibu diketahui bahwa kematian
ibu di Propinsi Nusa Tanggara Barat disebabkan oleh penyebab obstetri
langsung yaitu perdarahan 30,23 %, preeklampsi/eklampsi 23,7 %, infeksi
dan

emboli

air

ketuban,

sedangkan

penyebab

tidak

langsung

menyumbang 42,1 % dari kematian ibu yaitu penyakit jantung 26,3 %,


TBC paru, malaria dan hepatitis. (Dikes NTB, 2011)
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007
menunjukkan Provinsi NTB merupakan penyumbang kematian bayi baru
lahir ketiga setelah Provinsi Sulawesi Barat dan Kalimantan Selatan. Di
Provinsi NTB, pada tahun 2012 sebanyak 1058 bayi meninggal dari
101.324 kelahiran hidup. Penyebab kematian neonatal tersebut yaitu
premature/BBLR (47,35 %), asfiksia (20,03 %), infeksi (5,29 %), cacat
bawaan ( 10,58 %) dan kasus lain (16,72%) (Dikes NTB , 2012).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang Teratai
Rumah Sakit Umum Propinsi NTB, pada tahun 2012 tercatat

1786

persalinan dengan jumlah kasus postterm 388 (21,72%) dan jumlah

pemberian induksi oxytosin 354 (19,82%), tahun 2013 tercatat 1929


persalinan dengan jumlah kasus postterm 176 (9,12%) dan jumlah
pemberian induksi oxytosin 751 (38,93%), tahun 2014 tercatat 1020
persalinan dengan kasus postterm 78 (7,64 %) dan jumlah pemberian
induksi oxytosin 472 (46,27%). Dari data tersebut kejadian kasus postterm
mengalami penurunan namun angka kejadiannya masih tinggi.
Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat bulan ialah merencanakan
pengakhiran kehamilan. Cara pengakhiran kehamilan tergantung dari
hasil pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilaian skor pelvik (pelvik
score). Salah satunya yaitu dengan induksi oksitosin. Induksi persalinan
dilakukan apabila serviks telah matang. Kematangan serviks ini
memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postterm.
Namun

tingkat

kematangan

servik

merupakan

faktor

penentu

keberhasilan tindakan induksi persalinan. Tingkat kematangan servik


dapat ditentukan secara kuantitatif dengan bishop score. Dengan
menggunakan sistem skoring tersebut dapat diperoleh waktu yang optimal
untuk melakukan induksi persalinan (Sarwono, 2010).
Sekitar setengah dari seluruh wanita yang mengalami induksi
persalinan didapati serviks yang sudah matang, namun dalam proses
induksi banyak juga yang mengalami kegagalan (Israr, 2009).
Tidak hanya tingkat kematangan serviks sebagai faktor penentu
keberhasilan tindakan induksi persalinan, status paritas juga dapat
mempengaruhi keberhasilan induksi persalinan. Menurut hasil penelitian
Harry Tjahjanto (2000) walaupun skor bishop antara nulipara dan

multipara sama namun tingkat keberhasilan induksi persalinan berbeda.


Keberhasilan induksi persalinan pada multipara lebih besar dibandingkan
dengan nulipara.
Bedasarkan uraian latar belakang tersebut penulis tertarik melakukan
penelitian untuk mengetahui Hubungan Bishop Score dan Paritas dengan
Keberhasilan Induksi Oksitosin pada Kehamilan Postterm di Ruang
Teratai Rumah Sakit Umum Propinsi NTB Tahun 2014
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut Apakah ada hubungan bishop score dan paritas dengan
keberhasilan induksi oksitosin pada kehamilan postterm di Ruang Teratai
RSUP NTB Tahun 2014?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan bishop score dan paritas dengan
keberhasilan induksi oksitosin pada kehamilan postterm

di Ruang

Teratai RSUP NTB Tahun 2014.


2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi bishop score pada kehamilan postterm di Ruang
Teratai RSUP NTB Tahun 2014.
b. Mengidentifikasi paritas pada kehamilan posterm di Ruang Teratai
RSUP NTB tahun 2014.
c. Mengidentifikasi keberhasilan induksi oksitosin pada kehamilan
postterm di Ruang Teratai RSUP NTB tahun 2014.
d. Menganalisis hubungan antara bishop score dengan keberhasilan
induksi oksitosin pada kehamilan postterm di Ruang Teratai RSUP
NTB Tahun 2014.

e. Menganalisis hubungan antara paritas dengan keberhasilan induksi


oksitosin pada kehamilan postterm di Ruang Teratai RSUP NTB
Tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
Peneliti berharap agar hasil penelitian dapat menjadi bahan acuan
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan bagi peserta didik dan
berguna sebagai bahan acuan untuk penulisan selanjutnya yang
berkaitan dengan induksi persalinan sehingga dapat memperbaiki
mutu pembelajaran dalam institusi pendidikan yang akan datang.
2. Bagi Peneliti
Sebagai bahan untuk menambah wawasan dan bekal ilmu
pengetahuan mengenai bishop score, paritas, keberhasilan induksi
oksitosin dan kehamilan postterm dan hubungan antara bishop score
dan paritas dengan keberhasilan induksi oksitosin pada kehamilan
postterm serta dapat menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku
kuliah dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi.
3. Bagi peneliti lainnya
Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian di
tempat lainnya.
4. Bagi masyarakat
Memberi pengetahuan dan gambaran pada masyarakat khususnya
tentang kehamilan lewat bulan yang dapat membahayakan janin dan
diri ibu hamil, sehingga dapat bertindak segera dalam mengatasi
masalah kehamilan lewat bulan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KERANGKA TEORI
1. Postterm/ Kehamilan Lewat Bulan (Serotinus)
a. Definisi
Kehamilan postterm disebut juga kehamilan

serotinus,

kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged


pregnancy, extended pregnancy, postdate/ pos datisme atau
pascamaturitas, adalah kehamilan yang berlansung sampai 42
minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid
terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28
hari (Sarwono, 2010)
Serotinus adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih
dari 42 minggu, keadaan ini sering juga disebut sebagai postterm
atau kehamilan lewat bulan (Wiknjosastro, 2008).
Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari
setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah
ovulasi. Istilah lewat bulan ( postdate) digunakan karena tidak
menyatakan

secara

langsung

pemahaman

mengenai

lama

kehamilan dan maturitas janin. ( Varney Helen,2007)


b. Etiologi
Etiologi menurut Winkjososatro, H. (2008), penyebab pasti
kehamilan lewat waktu sampai saat ini belum diketahui. Beberapa
teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya
kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya
persalinan beberapa teori diajukan antara lain:
1) Penurunan
progesteron
dalam
kehamilan

dipercaya

merupakan kejadian perubahan yang penting dalam memacu

proses biomolukuler pada persalinan dan meningkatkan


sensitivitas uterus terhadap oksitosin.
2) Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan
postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin
secara

fisiologis

menimbulkan

memegang

persalinan

dan

peranan
pelepasan

penting
oksitosin

dalam
dari

neorohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan


lanjut diduga sebagai salah satu penyebab.
3) Dalam teori kortisol diajukan bahwa sebagai pemberi tanda
untuk dimulainya persalinan adalah janin dan kortisol janin
akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron
berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya
berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin.
4) Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser
akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana
tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan
letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi
semuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan
postterm.
c. Patofisiologi
Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin
sehingga tidak menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan
persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta
tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO 2/O2

sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam


rahim (Manuaba, 2010).
Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan
terkelupas, tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang,
wajah seperti orang tua, kuku panjang, tali pusat selaput ketuban
berwarna kehijauan. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada
kehamilan 34-36 minggu dan setelah itu terus mengalami
penurunan. Pada kehamilan postterm dapat terjadi penurunan
fungsi plasenta sehingga bisa menyebabkan gawat janin. Bila
keadaan plasenta tidak mengalami insufisiensi maka janin
postterm dapat tumbuh terus namun tubuh anak akan menjadi
besar (makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia bahu.
2. Penatalaksanaan Postterm
Penatalaksanaan postterm yaitu dengan merencanakan
pengakhiran kehamilan. Cara mengakhiri kehamilan tergantung dari
hasil pemeriksaan kesejahteraan janin, letak janin dan penilaian
pelvik. Pada letak kepala bila kesejahteraan janin baik (USG/ NST
baik), jika:
a. Bishop score 5 dilakukan drip oksitosin
b. Bishop score 5 dilakukan pematangan

serviks

dengan

misoprostol 50 mcg per 6 jam selama 24 jam sampai pelvik score


5, dilanjutkan drip oksitosin. Bila gagal dilakukan seksio sesaria.
Ada beberapa cara untuk pengakhiran kehamilan menurut
Saifudin (2008), antara lain:
a. Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley.
b. Induksi dengan oksitosin.

10

c. Bedah seksio sesaria.

Bagan Penatalaksanaan kehamilan lewat waktu

11

KEHAMILAN LEWAT WAKTU


Identifikasi janin intrauterin
NST-CST
USG
Amnioskopi
Evaluasi 1-2 minggu

Pemeriksaan umum
Laboratorium lengkap
Fungsi ginjal dan hati
Sistem hematopoietik

Kehamilan resiko tinggi

Skor Bishop

Nilai <4

Nilai 5-6

Nilai >7

Pematangan serviks
Kateter Foley 24 jam
Prostaglandin vaginal interval
Pecah Ketuban

Induksi persalinan

Langsung seksio sesarea


Primigravida lanjut usia
Riwayat obtetri buruk
Kelainan letak janin
Asfiksia intrauterin
Ketuban keruh, kental

Induksi gagal
Distosia serviks
Gawat janin
Ruputur uteri iminens
Ternyata disproporsi sefalopelvis
Ketuban pecah, keruh

(Sumber: Manuaba 2008)

3. Induksi Oksitosin
a. Pengertian Induksi Oksitosin

Induksi berhasil
Lahir spontan
Operasi vagunal

12

Tetesan oksitosin pada persalinan adalah pemberian oksitosin


secara tetes melalui infus dengan tujuan menimbulkan atau
memperkuat his (Rahmany, 2011).
b. Indikasi Induksi Oksitosin
Indikasi induksi oksitosin secara umum adalah mengakhiri
kehamilan dan memperkuat kontraksi rahim selama persalinan,
menurut Winjaksosatro, H (2008), yaitu:
1) Indikasi janin
a) Kehamilan lewat waktu (lewat dari 42 minggu)
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta
tidak mampu memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2
sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian
dalam rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah menuju
sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan:
(1) Pertumbuhan janin makin terhambat
(2) Terjadi perubahan metabolisme janin
(3) Air ketuban berkurang dan makin kental
(4) Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada
kehamilan postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa
oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting
dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin
dari neurohipofisi ibu hamil yang kurang pada usia
kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu penyebab.
b) Ketuban Pecah Dini
Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari
vagina dapat masuk kedalam kantong amnion. Untuk itu
perlu ditentukan ada tidaknya infeksi. Yang dilakukan jika
terjadi

ketuban

pecah

dini

adalah

terjadi

infeksi

13

karioamninitis

sampai

sepsis,

yang

meningkatkan

morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan


infeksi ibu. Untuk itu jika kehamilan memasuki aterm maka
perlu dilakukan induksi.
c) Janin Mati
d) Restriksi pertumbuhan intrauterin, bila dibiarkan terlalu lama
dalam kandungan diduga akan beresiko/ membahayakan
hidup janin.
e) Isoimunisasi dan penyakit kelainan kongenital janin mayor,
kelainan kongenital mayor merupakan kelainan yang
memberikan dampak besar pada bidang medis, operatif
dan kosmetik serta yang mempunyai risiko kesakitan dan
kematian tinggi, misalnya: hidrosepalus, anensepalus,
didronefrosi.

2) Indikasi Ibu
a) Kehamilan dengan hipertensi
b) Kehamilan dengan diabetes melitus
c) Perdarahan antepartum.
c. Kontraindikasi Oksitosin
1) Cacat rahim (akibat sectio caesar jenis klasik atau miomektomi
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)

intramural)
Plasenta previa
Insufisiensi plasenta
Makrosomia
Hidrosepalus
Kelainan letak janin
Gawat janin
Regangan berlebihan uterus : gemeli dan hidramnion
Kontra indikasi persalinan spontan pervaginam:

14

a) Kelainan panggul ibu (kelainan bentuk anatomis, panggul


sempit)
b) Infeksi herpes genitalis aktif
c) Karsinoma Servik Uteri

d. Syarat-syarat Induksi Oksitosin


Agar infus oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan
dan tidak memberikan penyulit baik pada ibu maupun janin, maka
diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
1) Kehamilan aterm
2) Ukuran panggul normal
3) Tidak ada CPD
4) Janin dalam persentasi kepala
5) Serviks sudah matang yaitu, portio terbuka, mulai mendatar
dan sudah mulai membuka.
e. Penatalaksanaan Induksi Oksitosin pada Kehamilan Postterm
di RSUP NTB
Induksi dengan oksitosin 5 IU. Sebelum dilakukan induksi,
pasien dinilai terlebih dahulu kesejateraan janinnya dengan alat
CTG, serta diukur skor pelvisnya. Jika keadaan janin baik dan skor
pelvisnya >5, maka induksi persalinan dapat dilakukan. Induksi
persalinan dilakukan dengan oksitosin 5 IU dalam infus Dextrose 5
%. Tetesan infus dimulai dengan 8 tetes/menit, lalu dinaikan tiap
30 menit sebanyak 4 tetes/menit hingga timbul his adekuat
maksimal 40 tetes/menit. Selama pemberian infus, kesejahteraan
janin tetap diperhatikan karena dikhawatirkan dapat timbul gawat

15

janin. Setelah timbul his adekuat, tetesan infus dipertahankan


hingga persalinan. Namun jika infus pertama habis dan his
adekuat belum muncul, dapat diberikan infus drip oxytocin 5 IU
ulangan (flash kedua) dengan tetesan 40 tpm. Setelah flash kedua
tetap tidak ada tanda-tanda inpartu ibu distirahatkan terlebih
dahulu selama 24 jam sebelum dilanjutkan drip serial kedua. Drip
serial kedua tekniknya diulangi sama seperti pada drip serial
pertama.
Tabel 2.1 Kecepatan Infus Oksitosin Untuk Induksi Persalinan
Waktu Sejak Induksi
30 menit pertama

Konsentrasi Oksitosin
5 unit dalam 500 ml dekstrose

Tetes/Menit
8

atau garam fisilogik (10 mlU/ml)


30 menit kedua
Sama
12
30 menit ketiga
Sama
16
30 menit keempat
Sama
20
30 menit kelima
Sama
24
30 menit keenam
Sama
28
30 menit ketujuh
Sama
32
30 menit kedelapan
Sama
36
30 menit kesembilan
Sama
40
(Sumber: Protap RSUP NTB, 2008)
Kategori induksi oksitosin dikatakan gagal jika selama proses
induksi oksitosin his adekuat (frekuensi his minimal 2 kali dalam 10
menit dan lamanya 35 detik) tidak muncul, ibu belum dikatakan
inpartu jika kontraksi uterus (his) tidak mengakibatkan perubahan
pada serviks yaitu pembukaan dan penipisan serviks, serta jika
terjadi gawat janin, sehingga penanganan selanjutnya dapat

16

dilakukan dengan seksio sesaria. Tanda dan gejala inpartu


menurut APN yaitu:
1) Adanya kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan
serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit dan lamaya
35 detik).
2) Adanya penipisan dan pembukaan.
3) Keluarnya cairan lendir bercampur darah (show) melalui
vagina.
4. Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang diakhiri dengan kelahiran
janin yang memenuhi syarat untuk melangsungkan kehidupan (28
minggu/1000 gram) (Varney, 2007), sedangkan menurut Nursalam,
(2003) paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh
seorang ibu.
Paritas mempengaruhi durasi persalinan dan insiden komplikasi.
Pada multipara dominasi fundus uteri lebih besar dengan kontraksi
uterus lebih besar dengan kontraksi lebih kuat dan dasar panggul
yang lebih rileks sehingga bayi lebih mudah melalui jalan lahir dan
mengurangi lama persalinan. Namun pada grande multipara, semakin
banyak jumlah janin, persalinan secara progresif lebih lama. Hal ini
diduga akibat keletihan pada otot-otot uterus . Semakin tinggi paritas
insiden plasenta previa, perdarahan, mortalitas ibu dan mortalitas
perinatal juga meningkat (Varney, 2007).
a. Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi
hidup untuk pertama kali.

17

b. Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi hidup


beberapa kali (sampai 5 kali)
c. Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi lebih
dari 5 kali hidup atau mati.
5. Hubungan

Mekanisme

Biologis

Bishop

Score

dengan

Keberhasilan Induksi Oksitosin


Keberhasilan induksi oksitosin bergantung pada bishop Score.
Jika bishop score 5, induksi cukup dilakukan dengan oksitosin.
Sedangkan, jika bishop scorenya <5, dilakukan pematangan serviks
terlebih dahulu dengan prostaglandin atau kateter Foley. Nilai bishop
adalah suatu standarisasi objektif dalam memilih pasien yang lebih
cocok untuk dilakukan induksi persalinan letak vertex. Keberhasilan
induksi oksitosin bergantung pada bishop score (Sarwono, 2006)
Tujuan dilakukan induksi oksitosin adalah untuk menghasilkan
kontraksi uterus yang memadai karena oksitosin akan menyebabkan
peningkatan aktivitas dinding uterus yang menimbulkan pembukaan
serviks dan penurunan janin. Karena dimana aktivitas uterus tersebut
akan menghasilkan suatu keadaan menipisnya dan membukanya
serviks uterus. Dengan adanya penipisan dan pembukaan pada
serviks uterus menyebabkan penurunan kepala janin pada panggul.
karena itulah pentingnya penilaian bishop score sebelum dilakukan
induksi oxytosin karena seiring turunnya score bishop, angka
kegagalan induksi semakin meningkat (Williams, 2006)
Sulit untuk menentukan dengan tepat serviks yang tidak baik
(unfavorable)

pada

kehamilan

postterm

karena

para

peneliti

18

menggunakan kriteria yang berbeda-beda. Sebagai contoh, Harris


dkk. melaporkan bahwa 92% wanita pada usia gestasi 42 minggu
mempunyai serviks yang tidak baik yang ditetapkan dengan bishop
score kurang dari 7. Alexander dkk. (2000) mengevaluasi 800 wanita
yang diinduksi karena kehamilan postterm di Parkland Hospital.
Mereka melaporkan bahwa wanita tanpa dilatasi serviks mengalami
peningkatan angka seksio sesarea karena distosia sebesar dua kali
lipat (Williams, 2006).

Tabel 2.2 Sistem Bishop Score Untuk Menilai Induksibilitas


Faktor

No.
1.
2.
3.
4.

5.
6.

Pembukaan (cm)
Pendataran seviks
(%)
Konsistensi serviks
Posisi serviks

Turunnya kepala
(cm dari spina
iskiadika

Skor
0
Tertutup
0-30%

1
1-2
40-50%

2
3-4
60-70%

3
>5
80%

Kaku
Arah ke
belakang
(posterior)
-3 (3 cm di
atas spina
iskiadika)

Medium
Agak
ketengah
(Medial)
-2 (2 cm di
atas spina
iskiadika)

lunak
Arah
kedepan
(anterior)
-1 (1 cm
di atas
spina
iskiadika)
2/5

+1, +2 (1-2
di bawah
spina
iskiadika)
1/5

Turunnya kepala
4/5
3/5
(dengan sistem
perlimaan)
(Sumber: Williams, 2006)
Prediksi keberhasilan persalinan pervaginam berdasarkan bishop
score:

19

1)
2)
3)
4)

10 (matang)
: Segera lahir pervaginam sekitar 15 menit
Lebih dari 7
: Kemungkinan pervaginam 100%
Nilai 5-7
: Kemungkinan pervaginam 40-60%
Kurang dari 5 : Kemungkinan 0-15% (Sumber: Williams, 2006)
Evaluasi keberhasilan induksi oksitosin oleh tenaga medis dapat

dilihat dalam bishop score. Induksi oksitosin drip dianggap gagal bila
2 kali drip dengan istirahat 1x24 jam janin belum lahir, gawat janin,
dan ruptur uteri iminen. Dan bila kegagalan persalinan dikarenakan
rahim yang tidak mau berkontraksi (power), penanganan selanjutnya
dapat dilakukan dengan cara sectio sesarea.
Menurut hasil penelitian Harry Tjahjanto (2000) tentang prediksi
skor bishop dalam menentukan keberhasilan induksi persalinan pada
kehamilan postterm didapatkan

wanita yang hamil lewat bulan

dengan skor bishop lebih tinggi memiliki keberhasilan induksi


persalinan yang lebih besar (Harry Tjahjanto, 2000).
6. Hubungan Paritas dengan Keberhasilan Induksi Oksitosin
Dilatasi diukur berdasarkan diameter dari pembukaan serviks yang
teregang. Dilatasi dan penipisan saling melengkapi dan keduanya merupakan
faktor penting dalam proses kala satu persalinan. Penipisan adalah ukuran
dari teregangnya sebuah serviks. Ini mirip dengan analogi karet dimana
semakin karet teregang maka karet akan semakin tipis. Penurunan kepala
janin ditentukan dengan menilai posisi terbawah kepala janin relative
terhadap jarak ke spina ischiadikus, dimana spina ischiadikus ini dapat diraba
sebagai penonjolan tulang jauh di bagian posterior vagina. (kurang leboh 810cm). Angka negative menunjukkan kepala masih jauh didalam jalan lahir.
Pada wanita primigravida, serviks biasanya lebih kaku dan tahan terhadap

20

regangan. Pada wanita muda, serviks juga lebih kaku dibandingkan wanita
yang lebih tua. Dengan riwayat melahirkan pervaginam serviks menjadi lebih
lunak dan memiliki kecenderungan untuk lebih mudah membuka pada usia
kehamilan aterm yang berikutnya (Mochtar, 2012).
Analisis global mengenai penelitian variabel yang berpengaruh
pada keberhasilan induksi menggunakan statistik, paritas merupakan
faktor yang sangat berpengaruh. Keberhasilan induksi persalinan pada
nullipara adalah sebesar 50,77% sedangkan pada multipara keberhasilannya
mencapai 83,33% (Bueno et. al., 2004 ).
Uterus pada nullipara dewasa memiliki panjang 6-8 cm dan berat rata-rata
50-70 gram, sedangkan pada multipara, panjang uterusnya 9-10 cm dan
beratnya mencapai 80 gram (Radulvic, 2009). Pada nullipara masuknya
kepala janin ke pintu asal panggul telah tercapai sebelum persalinan mulai,
dan penurunan janin lebih jauh tidak akan terjadi sampai akhir persalinan.
Pada multipara masuknya kepala janin ke pintu panggul tidak begitu
sempurna, penurunan lebih jauh terjadi pada kala I persalinan. Penurunan
aktif biasanya terjadi setelah dilatasi serviks sudah maju untuk beberapa lama
(Cunningham, 2006).
Pendataran pada wanita primigravida (nullipara), kanal serviks
mengalami

pendataran

maksimal

sebelum

dilatasi

serviks

dimulai.

Pendataran yang maksimal menjadikan serviks menjadi sangat tipis. Ostium


eksterna pada kala I primigravid hampir tertutup. Dengan adanya fakta bahwa
pendataran dari kanal serviks terjadi sebelum dilatasi dari ostium eksterna
yang hampir tertutup sehingga memerlukan dilatasi yang lebih, yang akan
mengakibatkan waktu kala I yang lebih lama pada nullipara (Sellers, 2001).

21

Pada wanita multipara kala I ostium eksterna biasanya sudah dilatasi,


karena telah dilewati oleh fetus sebelumnya dan tidak dapat kembali ke
ukuran yang aslinya. Pembukaannya 2-3 cm lebih lebar. Serviksnya tebal,
karena kanal serviksnya belum mengalami pendataran sacara lengkap
(Sellers, 2001).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dyson 1987 mengenai induksi
persalinan pada kehamilan lewat bulan didapatkan hasil bahwa 80,2%
nulipara dan 97,8% multipara yang melahirkan pervaginam. Ini menunjukkan
bahwa tingkat keberhasilan induksi persalinan lebih besar pada multipara
(Harry Tjahjanto, 2000).
Menurut hasil penelitian Harry Tjahjanto (2000) tentang prediksi
skor bishop dalam menentukan keberhasilan induksi persalinan pada
kehamilan postterm didapatkan walaupun skor bishop antara nulipara
dan multipara sama namun tingkat keberhasilan induksi persalinan
berbeda. Keberhasilan induksi persalinan pada multipara lebih besar
dibandingkan dengan nulipara (Harry Tjahjanto, 2000).

B. KERANGKA KONSEP

Bishop score
Paritas
Keterangan:

Keberhasilan
induksi oxytosin

22

: Diteliti

Sumber : Modifikasi Model Cunningham, F. Gary, dkk. 2006

C. HIPOTESIS
Hipotesis dapat peneliti rumuskan sebagai berikut :
1. Ada hubungan bishop score dengan keberhasilan induksi oxytosin
pada kehamilan postterm di Ruang Teratai RSUP NTB Tahun 2014.
2. Ada hubungan paritas dengan keberhasilan induksi oxytosin pada
kehamilan postterm di Ruang Teratai RSUP NTB Tahun 2014.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Teratai RSUP NTB.
Pemilihan lokasi tersebut dengan alasan sebagai berikut:
Dilihat kejadian kasus postterm tahun 2013 dan tahun 2014 tahun
mengalami penurunan namun angka kejadiannya masih cukup tinggi,
yaitu pada tahun 2013 tercatat 1929 persalinan dengan 176 (9,12%)
kasus postterm pada tahun 2014 yaitu 78 (7,64%) dari 1020
persalinan.
RSUP NTB merupakan rumah sakit rujukan di daerah NTB.
Angka kejadian kehamilan postterm yang cukup tinggi di RSUP NTB
pada tahun 2014 yaitu 78 (7,64%) dari 1020 persalinan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2015.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini menurut caranya termasuk penelitian observasional
analitik yaitu penelitian dimana peneliti hanya mengamati fenomena atau

23

objek penelitian tanpa memberikan perlakuan tertentu dan peneliti


mencoba menarik kesimpulan atau melihat pengaruh dari fenomena atau
objek yang diteliti (Notoatmojo,2012)
C. Desain Peneltian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian ini bersifat cross
sectional

dimana

penelitian bertujuan untuk mempelajari dinamika

korelasi dan faktor resiko dengan efek, dengan pendekatan, observasi


atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Artinya tiap subyek
penelitian hanya diobservasi sekali saja da pengukuran dilakukan
terhadap status karakter atau varieabel subyek pada saat bersamaan
(Notoatmojo, 2012 ).
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
(Notoatmodjo, 2010)
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin
postterm yang tercatat dalam register dan tercatat dalam rekam medis
di RSUP NTB tahun 2014 dengan jumlah kasus 78 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi. (Notoatmodjo, 2010). Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Total
sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel

24

sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambil total


sampling karena menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang
kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian
semuanya.
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu bersalin postterm yang
diinduksi oksitosin di Ruang Bersalin RSUP NTB tahun 2014.
E. Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan peneliti tentang sesuatu konsep
pengertian tertentu (Notoatmojo, 2010).
Variabel independen adalah variabel bebas, sebab, atau
mempengaruhi

(Notoatmojo,

2010).

Yang

menjadi

variabel

independennya adalah bishop score dan paritas.


Variabel dependen adalah variabel gantung, akibat, terpengaruh,
atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau variabel
independen (Notoatmojo, 2010). Yang menjadi variabel dependennya
adalah keberhasilan induksi oksitosin pada kehamilan postterm.
F. Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
No.
1.

Variabel
Bishop score

Definisi Operasional
Nilai
kematangan
serviks pada ibu yang
dinduksi Oksitosin

Sumber data
Rekam medik
dan
catatan
harian bidan

2.

Paritas

Jumlah persalinan yang


pernah dialami ibu

Rekam medik
dan register

3.

Keberhasilan
Induksi
oksitosin
pada
kehamilan

Keadaan dimana ibu


bersalin dengan umur
kehamilan lewat bulan
yang
di
induksi
oksitosin
mengalami

Rekam medik
dan
catatan
harian bidan

Hasil Ukur
10
>7
5-7
<5
Primipara
Multipara
Grandemultip
ara
1. Berhasil
2. Tidak berhasil
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.

Skala
Ordinal

Ordinal

Nominal

25

postterm

tanda-tanda
inpartu
yang ditandai dengan
timbulnya his yang
adekuat dan terdapat
kemajuan
persalinan
selama
pemberian
okstosin maksimal 2
seri serta tidak terjadi
gawat janin.

G. Pengumpulan Data
1. Data tentang ibu bersalin dengan kehamilan postterm yang diinduksi
oksitosin di Ruang Bersalin RSUP NTB pada tahun 2014 dikumpulkan
dengan cara penelusuran register dan rekam medik.
2. Data tentang Bishop Score pada ibu yang diinduksi oksitosin di Ruang
Bersalin RSUP NTB pada tahun 2014 dikumpulkan dengan cara
penelusuran register dan rekam medik.
3. Data tentang jumlah paritas pada ibu yang diinduksi oksitosin di
Ruang Bersalin RSUP NTB pada tahun 2014 dikumpulkan dengan
cara penelusuran register dan rekam medik.
H. Cara Pengolahan Data
1. Data tentang ibu bersalin dengan kehamilan postterm yang diinduksi
oksitosin diolah secara deskriptif dan ditabulasi dengan menggunakan
distribusi frekwensi, dikategorikan menjadi:
a. Berhasil
b. Tidak berhasil
2. Data tentang nilai bishop score pada ibu yang diinduksi oksitosin
diolah secara deskriptif dan ditabulasi dengan menggunakan distribusi
frekwensi, dikategorikan menjadi:
a. 10
: Segera lahir pervaginam sekitar 15 menit
b. >7
: Kemungkinan pervaginam 100%
c. 5-7
: Kemungkinan pervaginam 40-60%
d. <5
: Kemungkinan pervaginam 0-15%

26

3. Data tentang jumlah paritas ibu bersalin dengan postterm diolah


secara deskriptif dan ditabulasi dengan menggunakan distribusi
frekwensi, dikategorikan menjadi:
a. Primipara
b. Multipara
c. Grandemultipara
4. Data tentang hubungan bishop score dengan keberhasilan induksi
oksitosin pada ibu bersalin postterm akan diolah menggunakan
tabulasi silang (crosstab).
5. Data tentang hubungan paritas dengan keberhasilan induksi oksitosin
pada ibu bersalin postterm akan diolah menggunakan tabulasi silang
(crosstab).
I. Analisa Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat yaitu analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel
dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2010).
a. Data ibu bersalin dengan kehamilan postterm yang diinduksi
oksitosin didapat dari Rekam medik dan dikelompokkan menjadi:
1) Berhasil
: Bila terjadi inpartu selama proses induksi
2) Tidak berhasil
: Bila tidak terjadi inpartu sampai proses
drip selesai.
b. Data tentang nilai bishop score pada ibu dengan diinduksi
oksitosin dikumpulkan, ditabulasi dan dikelompokkan dalam
kategori:
1) 10
2) >7
3) 5-7
4) <5

27

c. Data tentang jumlah paritas pada ibu bersalin postterm yang


diinduksi

oksitosin

akan

dikumpulkan,

ditabulasi

dan

dikelompokkan dalam kategori:


1) Primipara
: Ibu pernah melahirkan bayi hidup untuk
pertama kali.
2) Multipara

: Ibu yang pernah melahirkan bayi hidup

beberapa kali (sampai 5 kali)


3) Grandemultipara : Ibu yang pernah melahirkan bayi hidup
lebih dari 5 kali.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis terhadap dua variabel dengan
tujuan mencari hubungan antara kedua variabel tersebut. Dalam
penelitian ini hubungan antara variable bishop score dan paritas
dengan keberhasilan induksi oksitosin pada kehamilan postterm
diolah menggunakan uji Chi-Square Test karena semua variabel
merupakan jenis variabel kategori dengan skala nominal, dan
dianalisis dengan alat bantu program SPSS (Notoatmodjo, 2010).
Hasil perhitungan bila p value lebih kecil dari 0,05 maka H0
ditolak, bila p value lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima.

Anda mungkin juga menyukai