Anda di halaman 1dari 11

.

Definisi
Dispnea adalah kesulitan bernapas yang disebabkan karena suplai oksigen ke dalam
jaringan tubuh tidak sebanding dengan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh.
Dispnea adalah perasaan subyektif dimana seseorang merasa kekurangan udara yang
dibutuhkan untuk bernapas dan biasanya merupakan keluhan utama pada pasien dengan
kelainan jantung dan paru paru.
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas yang
pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan pada penyakit
kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada,
penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006).
B.

Etiologi

1.

Sesak Nafas karena Faktor Keturunan


Pada asalnya memang seseorang tersebut memiliki paru paru dan organ pernapasan
lemah. Ditambah kelelahan bekerja dan gelisah, maka bagian-bagian tubuh akan memulai
fungsi tidak normal. Tetapi, ini tidak otomatis membuat tubuh menderita, sebab secara alami
akan melindungi diri sendiri. Namun demikian, sistem pertahanan bekerja ekstra, bahkan
kadang-kadang alergi dan asma timbul sebagai reaksi dari sistem pertahanan tubuh yang
bekerja terlalu keras.

2.

Sesak Nafas karena Faktor lingkungan


Udara dingin dan lembab dapat menyebabkan sesak nafas. Bekerja di lingkungan
berdebu atau asap dapat memicu sesak nafas berkepanjangan. Polusi pada saluran hidung
disebabkan pula oleh rokok yang dengan langsung dapat mengurangi suplai oksigen.

3.

Sesak Nafas karena kurangnya asupan cairan


Sesak Nafas karena kurangnya asupan cairan sehingga lendir pada paru paru dan
saluran nafas mengental. Kondisi ini juga menjadi situasi yang menyenangkan bagi mikroba
untuk berkembang biak. Masalah pada susunan tulang atau otot tegang pada punggung
bagian atas akan menghambat sensor syaraf dan bioenergi dari dan menuju paru paru.

4.

Sesak Nafas karena ketidakstabilan emosi


Orang orang yang gelisah, depresi, ketakutan, rendah diri cenderung untuk sering
menahan nafas atau justru menarik nafas terlalu sering dan dangkal sehingga terengah
engah. Dalam waktu yang lama, kebiasaan ini berpengaruh terhadap produksi kelenjar
adrenal dan hormon yang berkaitan langsung dengan sistem pertahanan tubuh. Kurang
pendidikan bisa juga menyebabkan sesak nafas. Pengetahuan akan cara bernafas yang baik
dan benar akan bermanfaat dalam jangka panjang baik terhadap fisik maupun emosi
seseorang.

C.

Manifestasi klinis

1.

Batuk dan produksi skutum


Batuk adalah engeluaran udara secara paksa yang tiba tiba dan biasanya tidak disadari
dengan suara yang mudah dikenali.

2. Dada berat

Dada berat umumnya disamakan dengan nyeri pada dada. Biasanya dada berat diasosiasikan
dengan serangan jantung. Akan tetapi, terdapat berbagai alasan lain untuk dada berat. Dada
berat diartikan sevagai perasaan yang bera dibagian dada. Rata rata orang juga
mendeskripsikannya seperti ada seseorang yang memegang jantungnya.
3.

Mengi
Mengi merupakan sunyi pich yang tinggi saat bernapas. Bunyi ini muncul ktika udara
mengalir melewati saluran yang sempit. Mengi adalah tanda seseorang mengalami kesulitan
bernapas. Bunyi mengi jelas terdengar sat ekspirasi, namun bisa juga terdengar saat inspirasi.
Mengi umumnya muncul ketika saluran napas menyempit atau adanya hambatan pada
saluran napas yang besar atau pada seseorag yang mengalami gangguan pita suara.

4.

napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan.

D. Patofisiologi
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang
fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada pertukaran gas antara O 2
dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak
napas.
E.

Kategori Dispnea
Pengkategorian dispnea menurut American Thoracic Society (ATS) sebagai berikut :

1.

Tidak ada, tidak ada sesak napas kecuali exercise berat.

2.

Ringan, rasa napas pendek bila berjalan cepat mendatar atau mendaki.

3.

Sedang, berjalan lebih lambat dibandingkan orang lain sama umur karena sesak atau harus
berhenti untuk bernapas saat berjalan datar.

4. Berat, berhenti untuk bernapas setelah berjalan 100 m atau beberapa menit, berjalan mendatar
5. Sangat berat, terlalu sesak untuk keluar rumah sesak saat mengenakan atau melepaskan
pakaian.
F. Penatalaksnaan
1.

Penanganan Umum Dispnea

a.

Memposisikan pasien pada posisi setengah duduk atau berbaring dengan bantal yang tinggi

b.

Diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter per menit tergantung derajat sesaknya

c.

Pengobatan selanjutnya diberikan sesuai dengan penyakit yang diderita

2.

Terapi Farmako

a.

Olahraga teratur

b.

Menghindari alergen

c.

Terapi emosi

3.

Farmako

a.

Quick relief medicine

b.

Pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot saluran pernapasan, memudahkan


pasien bernapas dan digunakan saat serangan datang. Contoh : bronkodilator

c.

Long relief medicine

d.

Pengobatan yang digunakan untuk menobati inflamasi pada sesak nafas, mengurangi odem
dan mukus berlebih, memberikan kontrol untuk jangka waktu yang lama. Contoh :
Kortikosteroid bentuk inhalasi

Definisi Sesak Napas


Dispnea (breathless) adalah keluhan yang sering memerlukan penanganan darurat tetapi
intensitas dan tingkatannya berbeda-beda.1,2 Ada yang berupa rasa tidak nyaman di dada
yang bisa membaik sendiri, atau yang membutuhkan bantuan nafas yang serius, hingga yang
dapat berakibat fatal. Sesak nafas juga dapat diartikan sebagai merupakan suatu pengalaman
subjektif seseorang akan ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari sensasi yang
intensitasnya berbeda. Pengalaman itu merupakan interaksi dari fisiological, psikologikal,
sosial, dan faktor lingkungan, dan dapat diinduksi secara respon psikologikal dan kelakuan.1
Keluhan dispnea tidak selalu disebabkan karena penyakit; sering pula terjadi pada keadaaan
sehat tetapi terdapat stres psikologis.2
Penyebab Sesak Napas dapat berasal dari berbagai tempat di paru

Penyakit Saluran Napas seperti asma, emfisema Adult respiratory distress syndrome
(ARDS), bronkitis kronik,

Penyakit Parenkimal

Penyakit Vaskular Paru seperti Hipertensi paru primer

Penyakit pleura seperti Pneumotoraks,

Penyakit Dinding Paru seperti trauma,

Penyakit venooklusi paru seperti fibrosis, dll

Klasifikasi Dispnea
Dyspnea biasanya ditentukan dengan klasifikasi Hugh-Jones yang dapat dibagi menjadi:

Derajat pertama: kerja tampak sama dengan mereka yang memiliki usia sama,
berjalan, naik tangga mungkin seperti orang sehat lainnya.

Derajat dua: walaupun obstruksi tidak didapatkan, pasien tidak dapat untuk berjalan
seperti orang lainnya yang berusia sama.

Derajat tiga: walaupun tidak dapat berjalan seperti orang sehat pada level biasa,
pasiennya masih dapat berjalan satu kilometer atau lebih dengan langkahnya sendiri.

Derajat empat: orang berjalan 50 m atau lebih membutuhkan istirahat atau tidak
dapat melanjutkannya.

Derajat lima: sesak napas terjadi ketika ganti baju atau istirahat; dan orang tersebut
biasanya tidak dapat meninggalkan rumah.

Mekanisme3
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi
meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2
sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas.
Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun
pada orang dalam keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan
meningkat. Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas
juga akan terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea.
Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan terhadap compliance paru,
semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka semakin besar gradien tekanan
transmural yang harus dibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru
yang normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah
digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang
sama.
Sumber penyebab dispnea termasuk:3
1. Reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot pernapasan, paru, dinding dada dalam teori
tegangan panjang, elemen- elemen sensoris, gelendong otot pada khususnya berperan penting
dalam membandingkan tegangan otot dengan derajat elastisitas nya. Dispnea dapat terjadi
jika tegangan yang ada tidak cukup besar untuk satu panjang otot.
2. Kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2.
3. Peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkat nya rasa sesak napas.
4. Ketidak seimbangan antara kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi
Patofisiologi
Dispnea mungkin disebabkan gangguan fisiologis akut seperti asma bronchial, emboli paru,
pneumotoraks, atau infark miokard. Serangan berkepanjangan selama berjam-jam hingga
berhari-hari lebih disebabkan akibat eksaserbasi penyakit paru yang kronik atau prosesif dari
efusi pleura atau gagal jantung kongestif.1
Penggambaran Patofisiologi
1. Konstriksi atau sensasi dada terjepit Bronkokonstriksi, edema interstitial (asma,
iskemi miokardial)
2. Meningkatnya kerja dan usaha untuk bernapas. Obstruksi jalan napas, penyakit
neuromuskular (PPOK, asma sedang sampai parah, miopati, kiposkoliosis)
3. Lapar udara, membutuhkan pernapasan, urge to breathe. Meningkatnya gerakan
untuk bernapas (CHF, embolisme pulmonary, obstruksi aliran udara yang sedang
hingga parah)
4. Tidak dapat bernapas dalam, bernapas yang tidak memuaskan. Hiperinflasi (asma,
PPOK) dan terbatasnya volume tidal (fibrosis pulmonal, restriksi dinding dada)
5. Pernapasan yang berat dan cepat Deconditioning.
Penegakan Diagnosis

Anamnesis
Saat mengevaluasi pasien dengan nafas yang pendek, satu hal yang harus ditentukan pertama
kali adalah berapa lama hal tersebut telah termanifestasi. Pasien yang sebelumnya dalam
keadaan baik dan kemudian mengalami sesak nafas akut (selama beberapa jam sampai
hari) dapat saja memiliki jenis penyakit akut yang mengenai:4

Saluran pernafasan (serangan akut asma),

Parenkim paru (acute pulmonary edema atau proses infeksi akut seperti bakterial
pneumonia),

Rongga pleura (pneumotoraks)

Vaskularisasi paru (emboli paru)

Presentasi dari subakut (selama beberapa hari hingga minggu) dapat memberi kesan yakni:

Eksaserbasi penyakit saluran nafas yang ada sebelumnya (asma atau chronic
bronchitis)

Infeksi parenkimal yang berjalan lambat (Pneumocystis carinii, pneumonia pada


pasien AIDS, mycobacterial or fungal pneumonia)

Proses inflamasi non-infeksi yang berjalan relatif lambat (Wegeners granulomatosis,


eosinophilic pneumonia, bronchiolitis obliterans with organizing pneumonia, dll)

Penyakit neuro muskular (Guillain-Barre syndrome, myasthenia gravis),

Penyakit pleura (efusi pleura dengan berbagai penyebab atau penyakit jantung
kronik)

Sebuah presentasi kronik (selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun) sering


diindikasikan sebagai penyakit paru obstruksi kronik, penyakit paru interstisial kronik, atau
penyakit jantung kronik.4
Pasien seharusnya ditanya penggambaran dari ketidaknyamanannya seperti efek dari posisi
mereka, infeksi, dan stimulus lingkungan pada dyspnea, contohnya adalah:2

Orthopnea, yakni Dispnea yang terjadi pada posisi berbaring. Pada umumnya
merupakan indikator dari CHF, perusakan mekanikal dari diafragma diasosiasikan
dengan obesitas, atau asma dipicu reflux esofageal dan paralisis diafragma bilateral.

Platipneu, yaitu Dispnea yang terjadi pada posisi tegak dan akan membaik jika
penderita dalam posisi berbaring. Keadaan ini terjadi pada abnormalitas vaskularisasi
paru seperti pada COPD berat.

Trepopneu, yakni Jika dengan posisi bertumpu pada sebuah sisi, penderita dispnea
dapat bernafas lebih enak. Hal ini dapat ditemui pada penyakit jantung.

Exertional Dispnea, yakni dispnea yang disebabkan karena melakukan aktivitas.


Intensitas aktivitas dapat dijadikan ukuran beratnya gangguan nafas.

Nocturnal dyspnea, yakni sesak nafas pada malam hari, biasnaya pasien akan
terbangun tengah malam. Hal ini mengindikasikan CHF atau asma.

Intermittent episodes of dyspnea, yakni menunjukkan episode dari iskemi miokard,


bronkospasme, atau embolisme pulmonary.

Keluhan sesak nafas juga dapat disebabkan oleh keadaan psikologis. Jika seseorang
mengeluh sesak nafas tetapi dalam exercise tidak timbul maka dapat dipastikan keluhan sesak
nafasnya disebabkan oleh keadaan psikologis. Jangan lupa untuk menanyakan kebiasaan
merokok, minuman keras, penggunaan jarum suntik pada pasien, riwayat penyakit dahulu,
dan apakah pasien dalam waktu-waktu dekat ini pergi daerah yang terdapat penyakit endemik
paru.2
Gejala yang menyertai:1

Nyeri dada disertai sesak mungkin karena emboli paru, infark miokard atau penyakit
pleura

Batuk sputum purulen dengan sesak disebabkan infeksi atau radang kronikseperti
bronkitis atau radang mukosa saluran napas

Demam menggigil, tanda-tanda infeksi

Hemoptosis, ruptur kapiler misal karena emboli paru, tumor, atau radang saluran
napas

Terpajan Keadaan lingkungan atau zat tertentu:1

Alergen; seperti serbuk, jamur, atau zat kimia yang mengakibatkan sesak.

Debu, asap, bahan kimia sehingga mengiritasi jalan napas kemudian terjadi
bronkospasme.

Obat-obatan/injeksi dapat mengakibatkan reaksi hipersensitivitas yang mengakibatkan


sesak

Pemeriksaan Fisik1
Tekanan darah, temperatur, frekuensi nadi, dan frekuensi nafas menentukan tingkat
keparahan penyakit. Seorang pasien sesak dengan tanda-tanda vital normal biasanya
menderita penyakit kronik atau ringan, sementara pasien yang memperlihatkan perubahan
nyata pada tanda-tanda vital biasanya mengalami gangguan akut yang memerlukan evaluasi
dan pengobatan segera.

1. Temperatur: <35C atau >41C atau sistolik dibawah 90 mmHg menandakan hal
gawat
2. Pulsus Paradoksus: pada fase inspirasi terjadi peningkatan tekanan arteri >10mmHg
yang menyebabkan kemungkinan udara terperangkap (air trapping). Contoh pada
asma, PPOK eksaserbasi akut. Ketika obstruksi saluran nafas menurun, variasi itu
meningkat; dan ketika obstruksi membaik, pulsus paradoksus menurun.
3. Frekuensi Napas: < 5kali/menit menunjukan hipoventilasi; kemungkinan respiratory
arrest. Jika frekuensi napas 35 kali/menit, diduga ada gangguan parah. Frekuensi yang
lebih cepat dapat terlihat beberapa jam sebelum otot-otot nafas menjaid lelah dan
terjadi gagal nafas.
Pemeriksaan Umum1

Tampilan Umum.
o Pasien mengantuk dengan napas lambat dan pendek. Bisa disebabkan obatobatan tertentu, retensi CO2, gangguan SSP(stroke, edema serebral,dan
lainnya).
o Pasien gelisah dengan napas cepat dan dalam disebabkan hipoksemia berat
karena penyakit paru/saluran napas, jantung, serangan cemas (anxiety attack),
histerical attack.

Kontraksi otot bantu napas. Otot bantu napas di leher dan otot-otot interkostal akan
berkontraksi pada keadaan obstruksi moderat hingga parah. Asimetri gerakan dinding
dada/deviasi trakea juga dapat dideteksi. Pada Tension Pneumotorax-suatu keadaan
gawat darurat-sisi yang terkena akan membesar pada tiap inspirasi dan trake
terdorong ke sisi sebelahnya.

Tekanan vena jugularis. peninggiannya menandakan adanya peningkatan tekanan


atrium kanan.

Palpasi
o Palpasi dimulai dengan memeriksa telapak tangan dan jari, leher, dada, dan
abdomen. Jari tabuh bisa didapatkan pada kanker paru, abses paru, emfisema,
serta bronkoelaktasis.
o Palpasi dada akan memberikan informasi tentang penonjolan di dinding dada,
nyeri tekan, gerakan pernafasan yang simetris atau asimetris, derajat ekspansi
dada, dan untuk menentuka tactile vocal fremitus.
o Pemeriksaan tactile vocal fremitus berdasarkan persepsi telapak tangan
terhadap vibrasi di dada yang disebabkan oleh adanya transmisi getara suara
dari laring ke dinding dada.2 Tertinggalnya hemitoraks pada lateral bawah rib

cage paru menunjukan gangguan perkembangan hemitoraks tersebut. Dapat


diakibatkan: obstruski bronkus utama, pneumothorax, atau efusi pleura.1
o Menurunnya fremitus traktil dengan meminta pasien menyebut tujuh tujuh
berulang-ulang palpasi pada area atelektasis menunjukan bronkus tersumbat
atau efusi pleura. Meningktanya fremitus disebabkan konsolidasi parenkim
pada area yang inflamasi.1

Perkusi
o Hipersonor. Terjadi pada
emfisema,pneumotoraks.

hiperinflasi

pada

serangan

asma

akut,

o Redup(dullness). Terjadi akibat konsolidasi paru atau efusi pleura.

Auskultasi
o Ronki kasar dan nyaring (coarse rales dan wheezing) menunjukan obstruksi
parsial atau penyempitan saluran napas.
o Ronki basah dan halus (fine, moist rales) berarti parenkim paru berisi cairan.
o Ronki bilateral (bilateral rales) disertai irama gallop menunjukan gagal
jantung kongestif
o Sesak napas dengan sakit dada, kemungkinan friction rub.

Terapi Oksigen4
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi
jaringan yang adekuat. Tujuan utama pemberian O2 adalah (1) untuk mengatasi keadaan
Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas dan
menurunkan kerja miokard.
Syarat-syarat pemberian O2 meliputi :
o Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol
o Tidak terjadi penumpukan CO2
o Mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah
o Efisien dan ekonomis
o Nyaman untuk pasien
Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan Humidification. Hal ini penting
diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan
O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung) merupakan udara kering yang belum
terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.
Nyeri Dada
Nyeri dada dapat disebabkan oleh penyakit jantung, paru atau nyeri alih abdomen. Nyeri dada
pada paru dapat disebabkan oleh penyakit sistem pernafasan yang biasanya berasal dari
keterlibatan pleura parietalis. Akibatnya, sakitnya sering ditekankan saat gerakan pernafasan

yang sering disebut pleuritic. Contoh umum yang termasuk gangguan pleura primer, seperti
neoplasma atau gangguan peradangan melibatkan pleura, atau gangguan parenkim paru yang
meluas ke permukaan pleura, seperti pneumonia atau infark paru.2 Ada dua jenis nyeri dada
karena nyeri paru: pleuritik dan trakeobronkial.1
Nyeri Pleuritik
Nyeri pleuritik adalah salah satu dari dua jenis nyeri dada; nyeri dada yang lain adalah nyeri
sentral (central pain, viseral pain). Nyeri pleuritik dapat ditentukan lokasinya dengan mudah,
rasa nyeri ini intensitasnya bertambah jika batuk atau bernafas dalam. Nyeri pleuritik
berkaitan dengan penyakit yang menimbulkan inflamasi pada pleura parietalis, seperti
infeksi, tumor. Parenkim paru tidak sensitif terhadap rasa sakit, baik rangsangan langsung
maupun tidak langsung. Rasa nyeri pada pneumonia atau peradangan paru biasanya
disebabkan karena reaksi pleura. Rasa nyeri pada kanker paru merupakan indikasi adanya
invasi pada pleura atau dinding dada.5 Pada beberapa pasien tertentu, rasa nyeri dapat timbul
tanpa adanya invasi pleura dan dinding dada. Iritasi nervus interkostalis (herpes zooster,
spinal nerve root disease) juga dapat menimbulkan nyeri dinding dada yang terlokalisasi.
Kostokondritis sendi kostosternal ke-2 sampai 4 (sindrom Tietze) sering menyerupai nyeri
miokardial iskemik. Iritasi pada diafragma perifer akan dihantarkan ke dinding dada terdekat,
sedangkan rasa nyeri yang berasal dari diafragma sentral dihantarkan melalui nervus frenikus,
dan dapat dirasakan di daerah trapezius ipsilateral pada basis leher dan bahu.5
Penyebab nyeri pleuritik yakni :
Gangguan Mekanis Gangguan Peradangan Neoplasma Paru Penyakit Otoimun
Pneumotoraks Infeksi Primer SLE
Hemotoraks Infark Paru Metastatis Artritis reumatoid
Skleroderma
Diagnosis1
a. Nyeri pleuritik yang terjadi tiba-tiba terutama setelah batuk atau bersin menandakan
kemungkinan terjadi pneumotoraks Kejadian ini sering disertai rasa sesak.
b. Demam dan batuk produktif yang menyertai nyeri dada menandai terjadinya infeksi
parenkim dan pleura
c. Hemoptisis yang terjadi tiba-tiba dicurigai adanya emboli paru, sedangkan nyeri semakin
hebat pasca hemoptisis lebih cenderung karena kanker paru
d. Penyakit autoimun sering dikaitkan dengan radang pleura non spesifik yang mengarah ke
pleuritis
Pemeriksaan fisik1
a. Melemahnya bunyi nafas; pekak/redup pada perkusi dan melemahnya frenitus merupakan
tanda efusi pleura.
b. Adanya friction rub pada inspirasi dan ekspirasi menandakan terjadinya perandangan
pleura
Pencitraan1
Pneumotoraks, efusi pleura dapat identifikasi dnegan foto toraks posteanterior, lateral dan
dekubitus lateral. Sedangkan diagnosis etiologi efusi pleura memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut.
Tatalaksana nyeri pleuritik1

Nyeri dapat dikurangi dengan indometasin 25 mg, oral, 3 kali sehari. Sedangkan cara terbaik
untuk menghilangkan nyeri adalah mengobati penyakit dasarnya.
Nyeri Trakeobronkitis1
Adalah sensasi terbakar di daerah substernal yang makin memburuk dengan batuk. Hal ini
disebabkan oleh radang akut pada cabang trakeobronkial.
Diagnosis Rasa Sakit Trakeobronkitis
Anamnesis
Nyeri berlangsung berjam-jam hingga berhari-hari. Perburukan nyeri karena batuk dan
lokasinya pada daerah substernal yang membedakan dengan nyeri pleuritik.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan apa-apa keculai berupa ronki kasar pada
auskultasi.
Tatalaksana nyeri trakeobronkial
Pengobatan atas penyebabnya adalah terapi utama. Terapi simptomatik dapat diberikan
penekan batuk dengan kodein fosfat 15-30 mg, 3-4 kali sehari.
Kesimpulan :
Dispnea bersifat subjektif dan memiliki tekanan yang berbeda-beda. Penyebab dari timbulnya
sesak nafas ini juga dapat ditimbulkan dari berbagai bagian dalam sistem respirasi seperti,
obstruksi saluran nafas, jaringan parenkim paru, hingga vaskularisasi paru. Dalam
mengevaluasi sesak nafas perlu diperhatikan lama onset terjadinya, posisi atau aktifitas yang
menyebabkan sesak nafas, tanda vital, serta pemeriksaan fisik lainnya. Ada dua jenis nyeri
dada karena nyeri paru: pleuritik dan trakeobronkial. Nyeri pleuritik dapat ditentukan
lokasinya dengan mudah, rasa nyeri ini intensitasnya bertambah jika batuk atau bernafas
dalam. Nyeri pleuritik berkaitan dengan penyakit yang menimbulkan inflamasi pada pleura
parietalis, seperti infeksi, tumor. Nyeri traakeobronkial adalah sensasi terbakar di daerah
substernal yang makin memburuk dengan batuk. Hal ini disebabkan oleh radang akut pada
cabang trakeobronkial.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009.
2. Djojodibroto DR. Respirologi. Jakarta: EGC. 2007. h.64-68
3. Price, Sylvia Anderson dan Lorraine MW. Patofisiologi Vol 1. ed 6. Jakarta : EGC. 2005.
4. Kasper D, Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson L. Harrisons Principles of
Internal Medicine. 16th Edition. In Drazen M Jeffrey, Weinberger E Steven. Approach To The
Patient With Disease Of The Respiratory System. New York: McGraw-Hill Professional.
2004. h.1495-1497
5. Rasmin M. Terapi Oksigen. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta. 2006.

Anda mungkin juga menyukai