Peran Ilmu Pragmatik Dalam Berbahasa
Peran Ilmu Pragmatik Dalam Berbahasa
A. Pendahuluan
Ketika bahasa sudah dihubungkan dengan manusia lain, maka ia tidak lagi sekedar
menjadi teori yang hanya membahas bahasa itu sendiri. Namun bahasa itu sendiri akan
memandang atau menempatkan kedudukannya dalam hubungannya dengan pemakai atau
penutur dari bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia
tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai masyarakat sosial. Oleh karena itu, segala
sesuatu yang dilakukan manusia dalam bertutur akan selalu dipengaruhi oleh situasi dan
kondisi di sekitarnya.1
Bahasa sendiri berfungsi sebagai alat komunikasi atau alat interaksi, dimana ada pihak
yang berkomunikasi, informasi yang dikomunikasikan, dan alat yang digunakan untuk
berkomunikasi.2 Dalam perjalananya kebutuhan akan pengetahuan linguistik saja tidaklah
cukup jika bahasa sebagai alat komunikasi yang diucapkan seseorang yang kadang hanya bisa
dipahami maknanya melalui konteks. Dalam hal ini, pragmatik menjelaskan bagaimana
pengguna bahasa dapat mengatasi keambiguitasan, karena makna tersebut bergantung pada
cara, tempat, waktu tertentu dari ucapan si penutur. Kemampuan untuk memahami makna
dari si pembicara itu disebut dengan kompetensi pragmatis. Kesadaran pragmatis dianggap
sebagai salah satu aspek yang paling menantang dari pembelajaran bahasa, dan meskipun
dapat diajarkan, sering hanya datang melalui pengalaman.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pragmatik bahasa, meliputi definisi,
sejarah pragmatik, aspek-aspek pragmatik, teori-teori seputar pragmatik contoh-contoh
bahasa pragmatik dalam masyarakat mengingat bahwa pragmatik sering datang hanya
I Putu Wijana dkk., Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006),
hal. 7.
2
Abdul Chaer dkk., Sosiolinguistik: Perkenalan Awal (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal 17.
melalui pengalaman si penutur dan lawan tutur untuk bisa dipahami maksud dan maknanya,
kemudian peran ilmu pragmatik dalam berbahasa, dan penutup.
B. Definisi Pragmatik
Sehubungan dengan istilah pragmatik ini akan banyak ditemukan definisi atau
pengertiannya. Berikut teori-teori tentang pragmatik dari beberapa ahli;
Ketika membicarakan pragmatik tentu tidak akan lepas dari teori tentang kebahasaan
Menurut E. Casser dalam philosophy of Symbolic Forms, bahwa teori kebahasaan dibagi
menjadi tiga cabang, yaitu (1) semantik, berhubungan dengan makna-makna tanda bahasa,
(2) sintaktik, berhubungan dengan kombinasi tanda-tanda, (3) pragmatik, berhubungan
dengan asal-usul, pemakaian, dan akibat pemakaian tanda-tanda itu dalam tingkah laku
dimana mereka berada (fungsi tanda itu).3
George Yule sendiri juga mendefinisikan pragmatik menjadi empat bagian.4
1. Pragmatik sebagai studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan
ditafsirkan oleh pendengar/atau pembaca (Pragmatics is the study of speaker meaning).
2. Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual (Pragmatics is the study of contextual
meaning), dimana melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam
suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang
dikatakan. Dalam hal ini diperlukan suatu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur
mengatur apa yang ingin mereka katakan yang disesuaikan dengan orang yang mereka
ajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa.
3. Pragmatik merupakan studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan
daripada yang dituturkan atau bagaimana cara pendengar dapat menyimpulkan apa yang
dituturkan agar dapat sampai pada suatu interpretasi makna yang dimaksudkan oleh
3
Stephen Ullmann, Pengantar Semantik, Terj. Sumarsono (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), hlm.
17.
4
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=17271.
penutur (Pragmatics is the study of how more gets communicated than is said). Jenis studi
ini menggali betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi bagian yang
disampaikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa studi ini adalah studi pencarian makna
yang tersamar.
4. Pragmatik merupakan studi tentang ungkapan dari jarak hubungan, yaitu seberapa dekat
atau jauh jarak pendengar (Pragmatics is the study of the expression of relative distance).
Penutur menentukan seberapa banyak kebutuhan yang dituturkan. Jarak hubungan di sini
merupakan jarak keakraban, baik keakraban fisik, sosial, atau konseptual, menyiratkan
adanya pengalaman yang sama.
Sementara itu Levinson dalam bukunya Pragmatics mendefinisikan bahwa pragmatik
adalah penelitian atau kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan atau
menyesuaikan kalimat-kalimat yang dipakai dengan konteksnya. Pragmatik juga merupakan
sebuah kajian atau penelitian di bidang deiksis, implikatur, praanggapan, penuturan atau
tindak bahasa, dalam struktur wacana.5
Menurut Morris, kajian tentang pragmatik merupakan bagian dari teori semiotik, hal
ini disebabkan karena pragmatik berhubungan langsung dengan tingkah laku pemakai bahasa,
yakni antara penutur dan lawan tutur. Walaupun pragmatik selalu berhubungan dengan
semantik, karena tingkah laku itu efek dari pemahaman terhadap makna, tetapi pragmatik
lebih mengedepankan aktualisasi dari suatu teks bahasa.6
Dari serangkaian definisi-definisi di atas dapat dipahami bahwa pragmatik
mempunyai cakupan arti yang luas; tidak hanya studi tentang makna yang disampaikan oleh
penutur, tetapi juga studi tentang penggunaan bahasa dalam sehari-hari berdasarkan
konteksnya. Makna bahasa sesuai konteks inilah yang akan menjadi bahasan utama dalam
makalah ini.
5
Sarwiji Suwandi, Serbalinguistik: Mengupas Pelbagai Praktik Bahasa (Solo: UNS Press, 2008), hal.
64.
6
John Lyons, Semantics (Cambridge : Cambridge University Press, 1997), hlm. 114-117.
C. Sejarah Pragmatik
Munculnya istilah pragmatik dapat dihubungkan dengan seorang filsuf yang bernama
Charles Morris (1938). Ia sebenarnya mengolah kembali pemikiran para filsuf pendahulunya
seperti Locke (1839 1914) dan Peirce (1632-1704) mengenai semiotik (ilmu tanda dan
lambang). Oleh Morris semiotik dibagi menjadi tiga cabang: sintaksis, semantik, dan
pragmatik. Sintaksis mempelajari hubungan formal antara tanda-tanda, semantik mempelajari
hubungan antara tanda dengan obyek, dan pragmatik mengkaji hubungan antara tanda dengan
penafsir. Tanda-tanda yang dimaksud di sini adalah tanda bahasa bukan tanda yang lain.7
Perubahan linguistik di Amerika pada tahun 1970-an diilhami oleh karya filsuf-filsuf
seperti: Austin (1962) dan Searle (1969), yang melimpahkan banyak perhatian pada bahasa.
Teori mereka mengenai tindak ujaran mempengaruhi perubahan linguistik dari pengkajian
bentuk-bentuk bahasa (yang sudah mapan dan merata pada tahun 1950-1960-an) ke arah
fungsi-fungsi bahasa dan pemakaiannya dalam komunikasi.
Di Indonesia konsep pragmatik baru diperkenalkan pertama kali dalam kurikulum
bidang studi Bahasa Indonesia (Kurikulum 1984) yang diterbitkan oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.8
D. Aspek-Aspek Pragmatik
Di dalam pragmatik terdapat beberapa aspek terpenting yang hanya diungkapkan oleh
Peter Grundy melalui teorinya yaitu ada beberapa keutamaan, yang merupakan hal terpenting
dalam pragmatik. Yaitu :9
7
30 Oktober 2009.
8
Ibid.
9
1. Ketepatan (Appropriacy)
Dalam hal ini diperlukan ketepatan antara ucapan si penutur dengan situasi yang
sedang ia hadapi, dan orang yang ia tuju.
Contoh: (Pada saat taziah di rumah teman)
A: (dengan suara pelan) nanti dikuburkan jam berapa ?
B: Jam 04:00 sore
2. Makna Secara Tak Langsung (Non-literal or indirect meaning)
Tidak semua makna yang dikehendaki penutur disampaikan lewat ujarannya secara
harfiah. Terkadang makna harfiah sangat jauh kedudukannya dengan makna tak langsung.
Pada kenyataannya, makna tak langsung juga merupakan jenis bahasa yang digunakan dalam
dunia nyata, sedangkan makna harfiah hanya merupakan satu aspek makna yang disampaikan
dalam sebuah ujaran.
3. Kesimpulan (Inference)
Di dalam suatu percakapan, terkadang timbul satu pertanyaan tentang bagaimana kita
mendapatkan makna secara harfiah (contohnya percakapan panjang) dan memahami makna
tak langsung (contohnya pertentangan) dari serangkaian kata-kata yang muncul. Pada
kenyataannya kita harus menarik benang merah atau menarik kesimpulan sebagai apa yang
dimaksudkan oleh penutur. Terkadang kesimpulan yang dihasilkan cukup dramatis dan lebih
menarik dibandingkan makna harfiah itu sendiri. Dalam hal ini, setiap ujaran terlihat seperti
mengundang suatu kesimpulan.
4. Tidak dapat ditentukan (Indeterminacy)
Beberapa makna yang dijadikan bahan untuk suatu kesimpulan mempunyai satu
konsekwensi yang penting. Dalam beberapa hal, terkadang ujaran yang kita dengar tidak
jelas, atau istilahnya dalam linguistik yaitu: under-determined (di bawah ketentuan).
Kesimpulan yang kita tarik menentukan apakah makna yang mungkin merupakan suatu
pemikiran yang dimaksud oleh penutur. Suatu konteks dalam hal ini juga dapat membantu
kita untuk menentukan makna, dan dengan mengetahui siapa penutur, kita juga dapat
menentukan apa yang penutur maksudkan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
pragmatik merupakan bagian yang mempelajari cara untuk menilai kemampuan kita secara
sistematis dalam menentukan maksud penutur bahkan ketika ujaran-ujarannya secara
dramatis berada di bawah ketentuan (Under determined).
5. Konteks (Context)
Hubungan antara konteks dan bahasa merupakan hal utama dalam pragmatik, karena
seorang pragmatis tertarik akan makna suatu ujaran. Mereka juga tertarik akan konteks yang
ada dalam ujaran, sejak itu, seperti yang semua orang tahu, konteks dapat membantu dalam
menentukan makna yang dimaksudkan penutur untuk pendengar.
Pemahaman konteks sangat diperlukan dalam analisis pragmatik. Mengapa? Bertolak
dari pemahaman konteks inilah satuan-satuan bahasa dalam suatu tuturan dapat dijelaskan.
Konteks ialah segala aspek yang berkaitan dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan.
Mengartikan konteks sebagai pengetahuan latar belakang tuturan yang sama-sama dimiliki
baik oleh penutur maupun oleh petutur dan yang membantu petutur menafsirkan makna
tuturan. Dengan demikian, konteks dapat mengacu pada tuturan sebelum dan sesudah tuturan
yang petutur dimaksud, mengacu kepada keadaan sekitar yang berkaitan dengan kebiasaan
partisipan, adat istiadat, dan budaya masyarakat. Konteks pun dapat mengacu pada kondisi
fisik, mental, serta pengetahuan yang ada di benak penutur maupun petutur. Unsur waktu dan
tempat terkait erat dengan hal-hal tersebut.10
6. Hubungan (Relevance)
10
Hubungan (Relevance) sangat dibutuhkan untuk memahami makna ujaran. Hal itu
dikarenakan adanya mekanisme yang memungkinkan setiap orang untuk memeriksa apakah
dia telah mencapai pemahaman yang paling relevan. Relevance telah dilihat oleh Sperber dan
Wilson (1995) sebagai prinsip terpenting suatu laporan untuk mengetahui cara seseorang
memahami bahasa.
7. Refleksivitas (Reflexivity)
Seringkali ketika sedang berbicara, ada satu fikiran bahwa bagaimana ujaran si
penutur bisa cocok dalam suatu percakapan secara keseluruhan atau bagaimana penutur ingin
dimengerti. Ketika penutur memberitahu pendengar betapa mereka ingin agar pendengar
dapat memahami apa yang mereka ucapkan, mereka membuat gugus pemahaman lebih
mudah.
11
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/programatik/
12
Kunjana Rahardi, Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia (Jakarta: Erlangga, 2005), hal.
43.
b.
Tampaknya kedua kalimat itu tidak berkaitan secara konvensional. Namun pembicara kedua
sudah mengetahui bahwa jawaban yang disampaikannya sudah cukup untuk menjawab
pertanyaan pembicara pertama, sebab dia sudah mengetahui jam berapa koran biasa
diantarkan.
a. Konsep implikatur dapat menyederhanakan struktur dan isi deskripsi semantik.
Perhatikan dua kalimat di bawah ini:
(1) Mungkin ada kehidupan di planet mars.
(2) Mungkin ada kehidupan di planet mars dan mungkin pula tidak ada kehidupan di
planet mars.
Dari kajian implikatur, kalimat (1) sudah mengandung pengertian seperti yang
terkandung dalam kalimat (2) selain strukturnya, isi dalam kalimat (2) itu dapat
dinyatakan secara lebih sederhana.
b. Konsep implikatur dapat menjelaskan beberapa fakta bahasa secara tepat. Sebagai contoh,
ujaran dia jelek yang berarti kebalikannya, cara kerja metafora dan peribahasa dapat
dijelaskan oleh konsep implikatur.
Yang juga sering disinggung dalam bahasa implikatur adalah teori implikatur Grice. Teori
implikatur Grice itu ialah teori tentang bagaimana orang menggunakan bahasa. Grice
berpendapat bahwa pelaksanaan percakapan itu dipandu oleh seperangkat asumsi. Asumsi itu
didasarkan atas pertimbangan rasional dan dapat dirumuskan sebagai panduan untuk
menggunakan bahasa secara efektif dan efisien dalam percakapan.
Dari semua konsep di atas, yang seringkali menjadi masalah dalam implikatur, menurut
Peter Grundy adalah dari sebagian besar ujaran, bagaimana kita dapat memisahkan antara apa
yang dikatakan dengan apa yang dimaksud oleh penutur. Dalam hal ini menurutnya konteks
dapat digunakan untuk menentukan maksud penutur dengan apa yang dia katakan secara
implisit.
2. Tindak Bahasa (Speech Acts)
Dalam usaha untuk mengungkapkan diri mereka, orang-orang tidak hanya menghasilkan
tuturan yang mengandung kata-kata dan struktur-struktur gramatikal saja, tetapi mereka juga
memperlihatkan tindakan-tindakan melalui tuturan-tuturan itu. Tindakan-tindakan yang
ditampilkan lewat tuturan biasanya disebut tindak tutur. Teori tindak tutur tersebut pertama
kali dimunculkan oleh Austin pada tahun 1955 hingga 1962 melalui bukunya How to Do
Things with Words. Menurutnya, beberapa kalimat pernyataan dalam bahasa tidak harus
digunakan dengan maksud untuk membuat pernyataan benar atau salah, karena kalimatkalimat itu tidak saja digunakan untuk mengatakan sesuatu, yaitu untuk memberikan sesuatu,
tetapi juga digunakan untuk melakukan sesuatu secara aktif. Kalimat-kalimat itu tidak dapat
ditanggapi dengan pernyataan itu benar atau itu keliru. Kalimat dan ujaran yang dinyatakan
kalimat itu oleh Austin disebut performatif (performatives). Pernyataan selain ujaran yang
tergolong dalam performatif itu disebut konstatif (constatives).
Austin menggolongkan tindak bahasa menjadi tiga bagian dan ketiganya dilaksanakan
secara serentak. Tindak pertama ialah tindak lokusi (locutionary act), merupakan pengujaran
kata atau kalimat dengan makna dan acuan tertentu. Tindak yang kedua ialah tindak ilokusi
(illocutionary act), merupakan pembuatan pernyataan, tawaran, janji, dan lain-lain dalam
pengujaran. Pembuatan pernyataan, tawaran, janji, dan lain-lain itu dinyatakan menurut daya
konvensional yang berkaitan dengan ujaran itu atau secara langsung dengan ekspresi-ekspresi
performatif. Ketiga ialah tindak perlokusi (perlocutionary act), merupakan pengaruh yang
dihasilkan pada pendengar karena pengujaran kalimat itu dan pengaruh itu berkaitan dengan
situasi pengujarannya.
Penggunaan istilah tindak mencakup tindakan seperti menyuruh, bertanya, dan
memberitahu. Selain itu juga di dalam tindak bahasa, dilakukan hipotesa performatif yang
terdiri dari dua jenis yaitu performatif eksplisit (penuturan yang biasanya dalam bentuk/versi
perintah) dan performatif implisit(si penutur tidak mengungkapkan maksud ujarannya secara
langsung).
Tindak tutur juga dapat diklasifikasikan ke dalam 5 jenis yaitu: deklarasi (jenis
tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan, penutur memiliki peran institusional
khusus, dalam konteks khusus dan mencoba menggambarkan makna ujarannya),
representatif (jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau
bukan), ekspresif (jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur),
direktif (jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan
sesuatu), dan yang terakhir komisif (jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk
mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang).
Pembahasan terakhir mengenai tindak tutur yaitu bahwa tindak tutur juga dapat
dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tidak langsung. Tindak tutur langsung adalah
bentuk deklaratif untuk membuat suatu pernyataan bukan permohonan, sedangkan tindak
tutur tidak langsung merupakan permohonan yang terjadi apabila ada hubungan tidak
langsung antara struktur dan fungsi.
13
10
: Heem.
: (Reli mencium pipi kanan, kiri, dan dahi ayahnya dan begitu.
pula sebaliknya si ayah.)
Sudah siang, Pa. (X)
: Ya.
11
Ternyata konsekuensi C didukung bukti yang ada dalam data bahwa memang benar
hari sudah siang: pukul 06.20. Tetapi, konsekuensi D tidak demikian, karena data yang ada
menunjukkan bahwa si ayah telah mengetahui bahwa hari sudah siang, ia sudah sembahyang,
tidak tidur lagi, sudah bangun, dan sudah mencium Reli. Reli mengetahui semua itu sehingga
Penutur tidak yakin bahwa t tidak mengetahui bahwa hari sudah siang. Dengan demikian
Penutur melanggar maksim kuantitas karena tidak memberikan informasi baru bagi Petutur.
Akibat dari itu, Penutur pun melanggar maksim hubungan karena konsekuensi E pun tidak
terdukung bukti, Penutur tidak yakin bahwa ayahnya sebaiknya diberi tahu bahwa hari sudah
siang karena Reli mengetahui bahwa ayahnya telah tahu. Pemberitahuan itu tidak relevan
dengan tujuan yang ada pada rumusan B. Karena konsekuensi D dan E tidak sesuai dengan
bukti kontekstual, maka hipotesis B ditolak. Untuk selanjutnya, disusun hipotesis baru yang
paling dekat dengan bukti kontekstual yang ada dan yang sangat besar peluangnya untuk
dapat diterima.
A. Penutur mengatakan kepada Petutur (bangun)
B. Tujuan Penutur ialah menyuruh agar [Petutur (bangun)]
C. Penutur yakin (bahwa perlu menyuruh Petutur bangun)
D. Penutur yakin [bahwa Petutur tidak mengetahui maksud (bahwa Penutur menyuruh
Petutur bangun)]
E. Penutur yakin (bahwa sebaiknya [Petutur mengetahui (bahwa Penutur menyuruh
Petutur bangun)])
Hipotesis B diuji dengan membandingkan konsekuensi C, D, dan E dengan data yang ada.
Setelah diuji, ternyata bahwa C didukung oleh data: Reli yang sudah berdandan bertujuan
menyuruh ayahnya segera bangun untuk melakukan aktivitas mandi, berpakaian, sarapan
bersama, lalu ayah-nya mengantar ke sekolah sebagaimana yang biasa mereka lakukan setiap
pagi. Reli memakai Satuan Pragmatis menginformasikan fakta karena ia menaati Prinsip
12
Sopan Santun. Sebagai anak ia telah memahami bahwa tidak sopan untuk memerintah
ayahnya secara langsung sehingga ia tidak mau memakai Satuan Pragmatis menyuruh.
Konsekuensi D pun didukung data. Reli yakin bahwa ayahnya yang berada di kamar tidak
mengetahui bahwa Reli sudah mandi, sudah mengenakan baju sekolah, dan bahkan sudah
berdandan sehingga menghendaki ayahnya bangun. Oleh karena. itu, cukup relevan jika, Reli
menyuruh ayahnya untuk bangun sehingga, konsekuensi E pun sesuai dengan data
kontekstual.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa konsekuensi C, D, E sesuai dengan
data kontekstual. Dengan demikian, hipotesis B dapat diterima. Interpretasi tesis B adalah
bahwa tuturan X, Sudah siang, Pa, yang diproduksi oleh Reli termasuk Tuturan yang
bermuatan Implikatur Percakapan. Tuturan itu mempunyai implikasi pragmatis menyuruh,
yaitu, Reli menyuruh ayahnya untuk bangun .
Hasil interpretasi Implikatur Percakapan seperti yang telah dilakukan dengan analisis
heuristik itu sifatnya tidak terlalu pasti. Dalam hal ini Leech (1989:30) menyatakan bahwa
penjelasan terhadap implikatur mengandung sifat probabilitas. Apa yang dimaksudkan oleh
Penutur dengan Tuturan-nya tidak pernah dapat diketahui secara pasti. Faktor kondisi yang
diamati, Tuturan, dan konteksnya mengarahkan Penutur untuk menyimpulkan interpretasi
dari peluang-peluang yang paling mungkin. Menafsirkan daya Percakapan sebuah Tuturan
sama dengan pekerjaan tebak menebak atau dengan istilah canggihnya menciptakan
hipotesis-hipotesis. Seorang penafsir yang baik sekalipun tidak selalu sanggup membuat
kesimpulan yang pasti mengenai maksud Penutur karena sering kali terjadi suatu Tuturan
sengaja dikaburkan oleh penuturnya. Agaknya demikian juga, penafsiran Implikatur
Percakapan anak usia SD yang masih berada dalam proses usaha menguasai BI. Satu Tuturan
yang berupa BL mengekspresikan suatu Satuan Pragmatis. Satuan Pragmatis dapat
13
menyiratkan satu atau lebih Satuan Pragmatis lain sebagai implikasi pragmatis yang
mewujudkan Implikatur Percakapan pada diri Petutur.
Selain contoh percakapan yang melibatkan antara Reli dan ayahnya di atas, berikut
tabel yang memuat contoh tuturan dan konteksnya (banyak unsur, diantaranya adalah
setting);14
Tuturan/Ungkapan
Kamu tidak ingin tampil beda to?
Tuturan
Konteks Tuturan
ini disampaikan
seorang
menempuh
kuliah
di
kota
antar
gurunya
waktu
dalam mengerjakan
soal.
menerangkan Tuturan ini diucapkan seorang ibu
hendaknya diperhatikan
kepada
anaknnya
14
Ermi Dyah Kurnia, Wujud Formal dan Wujud Pragmatik Imperatif dalam Bahasa, UNS
(karsonojawul.blog.uns.ac.id/.../sejarah-perkembangan-pragmatik.doc),
Kunjana
Rahardi,
Pragmatik:
Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 93-104., Pengalaman penulis.
14
A:
Kamus
kemaren
yang
kamu
belum
selesai
aku Mahasiswa
baca.
di
kampus
saat
jadi
dalam
melakukan
kepada
temannya
yang
pada
dan
tidak
perempuan
baik
bagi
untuk
seorang
pulang
terlalu
malam
A: Tidak sekalian kembali sebulan Tuturan itu diucapkan santri kepada
lagi saja? Rugi lho.
B:
Nah, justru itu yang saya kembali ke pondok selama tiga hari.
inginkan.
A: (Mencibir)
Coba bukalah almari itu, kalau Tuturan di atas diucapkan anak kos
bisa aku beri hadiah tepuk tangan.
kepada
teman
menyuruh
sekamarnya.
temannya
Dia
untuk
pengurus
tersebut
kepada
diucapkan
seorang
santri
15
kalau
sedang
selesai pulang.
membaca Tuturan tersebut diucapkan guru
piring
kotornya
orang-orang
berkunjung
di
sebelumnya
banyak
yang
wah
untuk
kurang
taman.
yang
Karena
pengunjung
bertanggung
jawab
meminta
Tangganya itu
temannya
untuk
ren..........
Mbak....saya
dan
teman
sudah haus.......
hati.
saya Tuturan tersebut diucapkan kepada
penjual makanan di warung karena
lupa belum menyiapkan minuman
Ah,
tolonglah
engkau
dekat ke pintu
sedang
membicarakan
mengetuk pintu.
Bunyi tuturan peringatan
pada
Priangan
Jabar.
Dengan
di
sebuah
klinik,
giginya.
harap hubungi dokter terdekat jika Tuturan ini
sakit berlanjut!
merupakan
cuplikan
obat-obatan
di
televisi.
17
gagasan, keinginan, perasaaan dan pengalamannya kepada orang lain. Tanpa bahasa manusia
sulit berinteraksi dengan sesama atau masyarakat.
Bahasa merupakan alat pertukaran informasi. Namun, kadang-kadang informasi yang
dituturkan oleh komunikator memiliki maksud terselubung. Oleh karena itu, setiap manusia
harus memahami maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh lawan tuturnya. Dalam hal
ini tidak hanya sekedar mengerti apa yang telah diujarkan oleh si penutur, tetapi juga konteks
yang digunakan dalam ujaran tersebut harus dipahami. Kegiatan semacam ini akan dapat
dianalisis dan dipelajari dengan pragmatik. Maka setelah dipaparkan banyak contoh dari
ungkapan bahasa pragmatik di sekitar kita dapat diambil sebuah kesimpulan dimana
pragmatik bukan memandang bahasa dari segi strukur atau formalitasnya yang kadang ia
tidak dapat dipahami, namun lebih kepada fungsi dari bahasa itu sendiri, seperti memahami
hal-hal di luar bahasa yaitu membantu kita dalam mengamati bahasa untuk memahami posisi
sosial. Pragmatik juga berkaitan erat dengan makna. Pragmatik dapat membantu
memecahkan problem interpretasi tuturan yang bergantung pada penilaian kontribusi dari
berbagi jenis konteks untuk penginterpretasian tersebut. Pragmatik juga berfungsi untuk
mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai sehingga kalimat-kalimat tersebut
dapat dimaknai. Pragmatik mengkaji makna ujaran yang terkomunikasikan atau
dikomunikasikan. Kemudian hal itu menjadi bagian dari pelaksanaan komunikasi manusia
dalam berinteraksi yang kadang tidak membutuhkan formalitas apalagi legalitas. Sehingga
peran ilmu pragmatik dalam kaitannya dengan berbahasa pun menjadi begitu nyata,
disamping membantu dalam pemahaman makna bahasa terkait dengan konteks, bahasa
pragmatik sendiri dapat membuat lawan penutur menjadi lebih merasa nyaman.
H. Penutup
Bahasa merupakan bagian dari masyarakat yang berinteraksi dan berkomunikasi.
Sehingga ia tidak bisa dipandang secara sederhana, namun jika sudah berada dalam tataran
18
sosial atau masyarakat dibutuhkan hal yang dapat mengungkan hal yang berada dibaliknya.
Pragmatik merupakan satu-satunya tataran dalam linguistik yang mengkaji bahasa dengan
memperhitungkan penggunanya, selain itu ketidakmampuan sintaksis dan semantik dalam
menjelaskan fenomena penggunaan bahasa sehari-hari, menjadikannya dirasa perlu dikaji
tersendiri, sehingga dalam pengajaran bahasa, pragmatik berperan dalam pengembangan
kompetensi komunikatif.
Daftar Pustaka
.
Chaer, Abdul dkk. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Ermi Dyah Kurnia, Wujud Formal dan Wujud Pragmatik Imperatif dalam Bahasa, UNS
(karsonojawul.blog.uns.ac.id/.../sejarah-perkembangan-pragmatik.doc)
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=17271.
19
Oktober 2009.
Lyons, John. 1997. Semantics. Cambridge : Cambridge University Press.
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga.
Sarwiji Suwandi, Serbalinguistik: Mengupas Pelbagai Praktik Bahasa (Solo: UNS Press,
2008.
Ullmann, Stephen. 2007. Pengantar Semantik, Terj. Sumarsono. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Wijana, I Putu Wijana dkk. 2006. Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
20