Disusun Oleh Kelompok 5
Disusun Oleh Kelompok 5
AYU RUSMIATI
FIBRIWATI SAOMI
ISNAYU
M. RIZKI RAMADHAN
PRODI: PPKn Reg. Sore ( II.B )
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan makalah yang
berjudul INTEGRASI SOSIAL ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat
pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang yang telah membantu kelancaran proses
penyusunan makalah ini sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Makalah ini tentu masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan. Akhirnya penulis
berharap semogamakalah yang telah penulis susun ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang memanfaatkannya.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR....................................................................................
....... i
DAFTAR
ISI..................................................................................................
....... ii
BAB 1:
PENDAHULUAN..................................................................................................
.................. 1
BAB II:
HISTORISASI......................................................................................................
...................... 2
BAB III: TOKOH-TOKOH
PENGGAGAGAS............................................................................ 2
BAB IV: ASUMSI-ASUMSI
DASAR............................................................................................... 3
(a) FaktaSosial (The Rule Of Sociological Method) ................................... 4
(b) Teori Solidaritas (The Division of Labour in Society)......................... 6
(c) Teori Bunuh
Diri.................................................................................................... 8
BAB V: APLIKASI
TEORI.................................................................................................................
... 10
BAB VI: KRITIK TEORI EMILE
DURKHEIM............................................................................. 11
BAB VII:
KESIMPULAN......................................................................................................
................. 12
REFRENSI........................................................................................
.................... 13
BAB I
INTEGRASI SOSIAL (EMILE DURKHEIM)
A. PENDAHULUAN
1. Pengertian integrasi
Integrasi
berasal
dari
bahasa
inggris integration yang
kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi dimaknai sebagai
berarti
proses
2.
a)
(1)
(2)
(1)
(2)
3.
(a)
BAB II
HISTORISASI
Emile
Durkheim lahir
di Epinal, provinsi
Lorraine, Perancis Timur pada 15 April 1858. Durkheim boleh disebut sebagai
sosiologi Perancis pertama yang sepanjang hidupnya menempuh jenjang
ilmu sosiologi yang paling akademis. Dialah yang juga memperbaiki metode
berfikir sosiologis yang tidak hanya berdasarkan pemikiran-pemikiran logika
filosofis tetapi sosiologi akan menjadi ilmu pengetahuan yang benar katanya
apabila mengangkat gejala sosial sebagai fakta-fakta yang dapat
diobservasi.
A thing he definite as anything that could be observed. Social
phenomena, he said, must be treated as things, If Sociology was to be
made a science. dan Durkheim pula dengan kukuh menolak interpretasi
yang biologistik dan psikoligistik terhadap masalah-masalah sosial. Itulah
sebabnya Sorokin memasukkan Durkheim masuk ke dalam aliran
sosiologistik.
Dia dilahirkan dalam keluarga agamis namun pada usia belasan tahun
minat terhadap agama lebih akademis daripada teologis. Pada usia 21 tahun
Durkheim diterima di Ecole Normale Superieure setelah sebelumnya gagal
dalam ujian masuk. Di Universitas tersebut dia merupakan mahasiswa yang
serius dan kritis, kemudian pemikiran Durkeim dipengaruhi oleh dua orang
profesor di Universitasnya itu (Fustel De Coulanges dan Emile Boutroux).
Setelah menamatkan pendidikan di Ecole Normale Superieure,
Durkheim mengajar filsafat di salah satu sekolah menengah atas (Lycees
Louis-Le-Grand) di Paris pada tahun 1882 sampai 1887. Kemudian masih
pada tahun 1887 (29 tahun) disamping prestasinya sebagai pengajar dan
pembuat artikel dia juga berhasil mencetuskan sosiologi sebagai disiplin ilmu
yang sah di bidang akademik karena prestasinya itu dia dirgai dan diangkat
sebagai ahli ilmu sosial di fakultas pendidikan dan fakultas ilmu sosial di
universitas Bourdeaux.
Tahun 1893 Durkheim menerbitkan tesis doktoralnya dalam bahasa
perancis yaitu The Division of Labour in Society dan tesisnya dalam bahasa
Latin tentang Montesqouieu. Kemudian tahun 1895 menerbitkan buku
keduanya yaitu The Rules of Sociological Method. Tahun 1896 diangkat
menjadi professor penuh untuk pertama kalinya di Prancis dalam bidang ilmu
sosial. Tahun 1897 menerbitkan buku ketiganya yang berjudul Suicide (LeSuicide) dan mendirikan LAne Sociologique (jurnal ilmiah pertama tentang
Sosiologi). Tahun 1899 Durkheim ditarik ke Sorbonne dan tahun 1906
dipromosikan sebagai profesor penuh dalam ilmu pendidikan. Enam tahun
BAB IV
ASUMSI DASAR TEORI
A.
masyarakat
dan
Fakta sosial material lebih mudah dipahami karena bisa diamati. Fakta
sosial material tersebut sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang
lebih besar dan kuta yang sama-sama berada diluar individu dan memaksa
mereka. Kekuatan moral inilah yang disebut dengan fakta sosial nonmaterial.
2. Fakta sosial Nonmaterial
Durkheim mengakui bahwa fakta sosial nonmaterial memiliki batasan
tertentu, ia ada dalam fikiran individu. Akan tetapi dia yakin bahwa ketika
orang memulai berinteraksi secara sempurna, maka interaksi itu akan
mematuhi hukumnya sendiri. Individu masih perlu sebagai satu jenis lapisan
bagi fakta sosial nonmaterial, namun bentuk dan isi partikularnya akan
ditentukan oleh interaksi dan tidak oleh individu. Oleh karena itu dalam
karya yang sama Durkheim menulisbahwa hal-hal yang bersifat sosial hanya
bisa teraktualisasi melalui manusia; mereka adalah produk aktivitas
manusia.
Jenis-jenis fakta sosial nonmaterial:
a.
Moralitas
Perspektif Durkheim tentang moralitas terdiri dari dua aspek. Pertama,
Durkheim yakin bahwa moralitas adalah fakta sosial, dengan kata lain,
moralitas bisa dipelajari secara empiris, karena ia berada di luar individu, ia
memaksa individu, dan bisa dijelaskan dengan fakta-fakta sosial lain.
Artinya, moralitas bukanlah sesuatu yang bisa dipikirkan secara filosofis,
namun sesuatu yang mesti dipelajari sebagai fenomena empiris. Kedua,
Durkheim dianggap sebagai sosiolog moralitas karena studinya didorong
oleh kepeduliannya kepada kesehatan moral masyarakat modern.
b. Kesadaran Kolektif
Durkheim mendefinisikan kesadaran kolektif sebagai berikut; seluruh
kepercayaan dan perasaan bersama orang kebanyakan dalam sebuah
masyarakat akan membentuk suatu sistem yang tetap yang punya
kehidupan sendiri, kita boleh menyebutnya dengan kesadaran kolektif atau
kesadaran umum. Dengan demikian, dia tidak sama dengan kesadaran
partikular, kendati hanya bisa disadari lewat kesadaran-kesadaran
partikular.
Ada beberapa hal yang patut dicatat dari definisi ini. Pertama,
kesadaran kolektif terdapat dalam kehidupan sebuah masyarakat ketika dia
menyebut keseluruhan kepercayaan dan sentimen bersama. Kedua,
Durkheim memahami kesadaran kolektif sebagai sesuatu terlepas dari dan
mampu menciptakan fakta sosial yang lain. Kesadaran kolektif bukan hanya
sekedar cerminan dari basis material sebagaimana yang dikemukakan Marx.
Ketiga, kesadaran kolektif baru bisa terwujud melalui kesadaran-kesadaran
individual.
Kesadaran kolektif merujuk pada struktur umum pengertian, norma,
dan kepercayaan bersama. Oleh karena itu dia adalah konsep yang sangat
terbuka dan tidak tetap. Durkheim menggunakan konsep ini untuk
menyatakan bahwa masyarakat primitif memiliki kesadaran kolektif yang
kuat, yaitu pengertian, norma, dan kepercayaan bersama, lebih dari
masyarakat modern.
c. Representasi Kolektif
Contoh representasi kolektif adalah simbol agama, mitos, dan legenda
populer. Semuanya mempresentasikan kepercayaan, norma, dan nilai
kolektif, dan mendorong kita untuk menyesuaikan diri dengan klaim
kolektif. Representasi kolektif juga tidak bisa direduksi kepada individuindividu, karena ia muncul dari interaksi sosial, dan hanya bisa dipelajari
secara langsung karena cenderung berhubungan dengan simbol material
seperti isyarat, ikon, dan gambar atau berhubungan dengan praktik seperti
ritual.
d. Arus Sosial
Menurut Durkheim, arus sosial merupakan fakta sosial yang tidak
menghadirkan diri dalam bentuk yang jelas. Durkheim mencontohkan
dengan dengan luapan semangat, amarah, dan rasa kasihan yang
terbentuk dalam kumpulan publik.
e. Pikiran Kelompok
Durkheim menyatakan bahwa pikiran kolektif sebenarnya adalah
kumpulan pikiran individu. Akan tetapi pikiran individual tidak secara
mekanis saling bersinggungan dan tertutup satu sama lain. Pikiran-pikiran
individual terus-menerus berinteraksi melalui pertukaran simbol: mereka
megelompokkan diri berdasarkan hubungan alami mereka, mereka
menyusun dan mengatur diri mereka sendiri. Dalam hal ini terbentuklah
suatu hal baru yang murni bersifat psikologis, hal yang tak ada
bandingannya di dunia biasa.
Karakteristik Fakta Sosial:
Durkheim mengemukakan tiga karakteristik fakta sosial (yang membedakannya dengan gejala-gejala psikologis), yakni gejala sosial bersifat
eksternal terhadap individu, fakta sosial memaksa individu, dan fakta sosial bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam masyarakat.
3)
Masyarakat solidaritas organik dibentuk oleh hukum restitutif (ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal
dari suatu masyarakat yang kompleks).Dimana seseorang yang melanggar harus melakukan restitusi untuk kejahatan mereka, pelanggaran dilihat
sebagai serangan terhadap individu tertentu atau sekmen tertentu dari masyarakat bukannya terhadap sistem moral itu sendiri. Dalam hal ini, kurangnya
moral kebanyakan orang tidak melakukan reaksi xecara emosional terhadap pelanggaran hukum. Durkheim berpendapat masyarakat modern bentuk
solidaritas moralnya mengalami perubahan bukannya hilang. Dalam masyarakat ini, perkembangan kemandirian yang diakibatkan oleh perkembangan
pembagian kerja menimbulkan kesadaran-kesadaran individual yang lebih mandiri, akan tetapi sekaligus menjadi semakin tergantung satu sama lain,
karena masing-masing individu hanya merupakan satu bagian saja dari suatu pembagian pekerjaan sosial. Dinamika Penduduk
Pembagian kerja sebagai fakta sosial material diyakini oleh Durkheim mesti dijelaskan oleh fakta sosial yang lainnya. Durkheim meyakini bahwa
perubahan solidaritas mekanis menjadi solidaritas organis disebabkan oleh dinamika penduduk. Konsep ini merujuk pada jumlah orang dalam masyarakat
dan banyaknya interaksi yang terjadi di antara mereka. Semakin banyak orang berarti makin meningkatnya kompetisi memperebutkan sumber-sumber
yang terbatas, sementara makin meningkatnya jumlah interaksi akan berarti makin meningkatnya perjuangan untuk bertahan di antara komponenkomponen masyarakat. Peningkatan pembagian kerja seharusnya menyebabkan orang untuk saling melengkapi, dan bukannya berkonflik satu sama lain.
Peningkatan pembagian kerja menawarkan efisiensi yang lebih baik, yang menyebabkan peningkatan sumber daya, menciptakan kompetensi di antaranya
secara damai. Masyarakat yang dibentuk oleh solidaritas organis mengarah pada bentuk yang lebih solid dan lebih individual daripada masyarakat yang
dibentuk oleh solidaritas mekanis. Di sini, Durkheim memberi muatan positif pada individualitas yang bukannya menghancurkan keeratan ikatan sosial,
tetapi malahan dibutuhkan untuk memperkuat ikatan tersebut.
Hukum Represif dan Restutif
4)
Fakta sosial material dan fakta sosial nonmaterial sebetulnya saling terkait. Dalam pembahasan sebelumnya, pembagian kerja dan dinamika
penduduk adalah fakta sosial material dan solidaritas yang terbentuk di dalamnya adalah fakta sosial nonmaterial. Namun, perhatian Durkheim lebih
ditujukan pada fakta sosial nonmaterial, yakni solidaritas tersebut. Untuk mempelajari fakta sosial nonmaterial secara ilmiah, sosiolog harus menguji fakta
sosial material yang merefleksikan hakikat dan perubahan fakta sosial nonmaterial. Dalam karya monumentalnya tersebut, Durkheim mencoba untuk
menkaji perbedaan antara hukum dalam masyarakat dengan solidaritas mekanis dengan hukum dalam masyarakat dengan solidaritas organis. Hukum
represif membentuk masyarakat dengan solidaritas mekanis, karena moralitas kolektif yang ada menjadi standar untuk menghukum. Pada hukum represif
ini, pelanggaran terhadap moralitas bersama akan membuat pelanggar dihukum secara berat. Hukum restitutif (bersifat memulihkan) membentuk
masyarakat dengan solidaritas organis. Dalam masyarakat seperti ini, pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu, bukan terhadap sistim
moral kolektif. Pada masyarakat dengan solidaritas ini, sistim moral kolektif bergeser maknanya, bukan dihilangkan. Hukum yang diterapkan didasarkan
atas restitusi.
Normal dan Patologi
a.
Salah satu hal yang cukup ditekankan dalam gagasan Durkheim dalam bukunya tersebut adalah bahwa seorang sosiolog harus mampu untuk
membedakan mana masyarakat sehat dan mana masyarakat yang patologis. Durkheim menyatakan bahwa masyarakat yang sehat bisa diketahui karena
sosiolog akan menemukan kondisi yang sama dalam masyarakat lain yang sedang berada pada level yang sama. Jika masyarakat dalam kondisi yang
biasanya mesti dimilikinya, maka bisa jadi masyarakat itu sedang mengalami patologi. Durkheim menggunakan ide ini untuk mengeritik beberapa bentuk
abnormal yang ada dalam pembagian kerja modern. Ada tiga bentuk perilaku abnormal yakni:
Pembagian Kerja Anomik
b.
yakni tidak adanya regulasi dalam masyarakat yang menghargai individualitas yang terisolasi dan tidak mau memberitahu masyarakat
tentang apa yang harus mereka kerjakan. Perilaku ini mengacu pada kondisi sosial di mana manusia mengalami kekurangan pengendalian moral.
pembagian kerja yang dipaksakan
perilaku ini merujuk pada fakta bahwa norma yang ketinggalan zaman dan harapan-harapan bisa memaksa individu, kelompok, dan kelas
masuk ke dalam posisi yang tidak sesuai bagi mereka. Tradisi, kekuatan ekonomi atau status bisa menjadi lebh menentukan pekerjaan yang dimiliki,
ketimbang bakat dan kualifikasi.
c.
5)
Agar pembagian kerja dapat berfungsi sebagai moral dan secara sosial
menjadi kekuatan pemersatu dalam masyarakat modern, maka ketiga
perilaku patologi tersebut harus diminimalisir. Keadilan sosial merupakan
kunci bagi proses yang dialami masyarakat modern, yang tidak lagi
dipersatukan atas dasar persamaan, tetapi atas dasar perbedaan, di mana
perbedaan tersebut mengarah pada sikap kesalingbergantungan.
(c) Teori Bunuh Diri
Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini relative
merupakan fenomena konkrit dan spesifik, di mana tersedia data yang bagus
cara komparatif. Akan tetapi, alasan utama Durkheim untuk melakukan studi
bunuh diri ini adalah untuk menunjukkan kekuatan disiplin Sosiologi. Dia
melakukan penelitian tentang angka bunuh diri di beberapa negara di Eropa.
Secara statistik hasil dari data-data yang dikumpulkannya menunjukkan
kesimpulan bahwa gejala-gejala psikologis sebenarnya tidak berpengaruh
terhadap kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Menurut Durkheim
peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya merupakan kenyataan-kenyataan
sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana penelitian dengan
menghubungkannya terhadap sturktur sosial dan derajat integrasi sosial dari
suatu kehidupan masyarakat.
Pentingnya arti solidaritas sosial dalam masyarakat bagi seorang individu ditunjukkan oleh Durkheim dalam menganalisis tindakan bunuh diri.
Tindakan yang demikian tampak individual, namun tidak dapat dijelaskan melalui cara individual, karena selalu berhubunganan dengan perkara sosial.
Durkheim tidak memfokuskan diri pada mengapa orang bunuh diri, tetapi pada mengapa angka bunuh diri dalam satu kelompok (masyarakat)
bisa lebih tinggi dari kelompok (masyarakat) yang lainnya. Kesimpulan Durkheim akan hal tersebut adalah bahwa faktor terpenting dalam perbedaan
angka bunuh diri akan ditemukan dalam perbedaan level fakta sosial. Kelompok yang berbeda memiliki sentimen kolektif yang berbeda sehingga
menciptakan arus sosial yang berbeda pula. Arus sosial itulah yang mempengaruhi keputusan seorang individu untuk bunuh diri.
Contoh lainnya seperti booming ekonomi yaitu bahwa kesuksesan yang tibatiba individu menjauh dari struktur tradisional tempat mereka sebelumnya
melekatkan
diri.
4. Bunuh Diri Fatalistis.
Bunuh diri ini terjadi ketika regulasi meningkat. Durkheim
menggambarkan seseorang yang mau melakukan bunuh diri ini seperti
seseorang yang masa depannya telah tertutup dan nafsu yang tertahan oleh
disiplin yang menindas. Contoh: perbudakan.
Keempat jenis bunuh diri dapat dijelaskan dengan bagan:
EMPAT JENIS BUNUH DIRI
Bunuh Diri
Integrasi
Rendah
Egoistis
Altruistis
Tinggi
Bunuh Diri
Bunuh Diri
Regulasi
Rendah
Anomik
Fatalistik
Tinggi
Bunuh Diri
Dalam kasus bunuh diri egoistis, manusia berlaku sebagai pribadi dan manusai sosial. Manusia sosial mengandalkan adanya suatu masyarakat
tempat ia mengungkapkan dan mengabdikan dirinya. Jika di dalam keadaan masyarakat ini tidak erat fakta sosialnya, maka individu tidak lagi merasakan
kehadiran masyarakat sebagai pelindungnya, dan hilanglah tempat berpijak individu, yang tinggal hanyalah kesepian yang menekan. Makin lemah atau
longgar ikatan sosial anggotanya anggotanya, makin kecil ketegantungan si individu terhadap masyarakat itu. Dalam keadaan seperti ini, individu
bergantung pada dirinya sendiri, dan hanya mengakui aturan-aturan yang menurutnya benar dan menguntungkan dirinya.
Dalam kasus bunuh diri altruistik, terjadi ketika adanya kewajiban untuk membunuh dirinya yang diakibatkan oleh ketatnya aturan adat. Disini
integrasi individualnya sangat kokoh. Contoh bunuh diri pada kasus ini adalah bunuh diri seorang istri akan kematian suaminya, bunuh diri seorang
pelayan pada kematian tuannya, atau seorang prajurit pada kematian pemimpinnya.
Dalam kasus bunuh diri anomik, masyarakat bukanlah hanya merupakan tempat tumpuan perasaan individu, dan aktivitas sekelompok
individu yang berkumpul menjadi satu, tetapi masyarakat juga memiliki kekuatan untuk menguasai individu-individu anggota masyarakat tersebut. Antara
cara regulatif itu terlaksana dan jumlah bunuh diri terdapat kaitan yang sangat erat. Kurangnya kekuatan mengatur dari masyarakat terhadap individu,
menyebabkan terjadinya kasus bunuh diri. Bunuh diri semacam ini terjadi dalam masyarakat modern. Kebutuhan seorang individu dan pemenuhannya
diatur oleh masyarakat. Kepercayaan dan praktek-praktek yang dipelajari individu membentuk dirinya dalam kesadaran kolektif. Jika pengaturan terhadap
individu ini melemah, maka kondisi bunuh diri memuncak. Fakta menunjukkan bahwa krisis ekonomi membangkitkan kecenderungan bunuh diri dan
sebaliknya, keadaan kemakmuran yang datangnya lebih cepat juga mempengaruhi kejiwaan anggota masyarakat.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka bunuh diripun dapat dianalisis secara sosial, dalam bunuh diri egoistis, hidup individu seolah-olah
kosong, karena pemikiran terserap ke dalam diri individu, tidak lagi mempunyai objek. Bunuh diri atruistik, individu melepaskan diri sendiri dalam
antusiasme kepercayaan religius, politik. Bunuh diri anomik, si individu telah kehilangan dirinya larut ke dalam nafsu yang tidak terbatas.
(d) Teori tentang Agama (The Elementary Forms of Religious Life).
BAB V
APLIKASI KASUS
BAB VI
KRITIK TERHADAP EMILE DURKHEIM
Durkheim mendapat kritik terhadap jalan pikirannya yang tidak kenal
kompromi tentang besarnya peran jiwa kelompok yang membentuk individuindividu anggota masyarakat yang oleh pengeritiknya dianggap berat
sebelah. Namun, Durkeim membantah kritikan tersebut sebab teori-teorinya
BAB VII
A. Kesimpulan:
Kenyataan/fakta sosial tersebut terjadi dalam satu kehidupan
bersama/komunitas. Menurut Durkheim mengatakan bahwa bunuh diri
terjadi karena pengaruh agama, keluarga, dan jabatan/politik. Dari pendapat
Durkheim dapat diketahui bahwa bunuh diri terjadi karena kurangnya
solidaritas dan integrasi social.
Menurut Durkheim, keseluruhan ilmu pengetahuan tentang masyarakat harus didasarkan pada prinsip-prinsip fundamental yaitu realitas objektif
dan kenyataan/fakta sosial.
Dalam teorinya Durkheim membagi bunuh diri menjadi empat macam berdasarkan penyebabnya yaitu: bunuh diri egoistis, bunuh diri altruitis,
bunuh diri anomik, dan bunuh diri fatalistis.
Teori bunuh diri Durkheim dapat dilihat dengan jelas melalui memahami dua fakta sosial utama yang membentuknya, yakni: integrasi dan
regulasi. Integrasi merujuk pada kuat tidaknya keterikatan dengan masyarakat dan regulasi merujuk pada tingkat paksaaan eksternal yang dirasakan oleh
individu.
REFERENSI
Duverger, Maurice. 1985. Sosiologi Politik. Jakarta: CV. Rajawali
Soekanto, soerjono. 2011. Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi. Jakarta: Rajawali Pres
Share This
Related Posts :
MAKALAH SOSIAL
TERJADINYA KONSTITUSI