Anda di halaman 1dari 22

HNP SERVICAL

A. DEFINISI
HNP cervical adalah suatu nyeri yang disebabkan proses patologik di kolumna
vertebralis pada diskus intevertebralis di daerah cervical, keadaan dimana nukleus
pulposus menekan menonjol kemudian ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosis
yang robek.
Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah
bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan
dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus
pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002)
Herniated nucleus pulposus (HNP) secara umum digunakan untuk kelainan
pada vertebra cervicalis, pergeseran (displacement) nucleus pulposus tidak selalu
merupakan penyebab kelainan pada vertebra cervicalis. Herniasi vertebra cervicalis
dapat dikategorikan menjadi tiga tipe:
(1) herniasi tipe lunak (soft disc herniation) yang meliputi herniasi nucleus pulposus
melalui robekan pada annulus fibrosus,
(2) herniasi tipe keras (hard disc protrusion) yang meliputi pembentukan bone spur,
(3) kombinasi keduanya.
Ketika materi lunak dari nucleus pulposus mengalami herniasi melalui
robekan pada annulus fibrosus,maka disebut "soft disc herniation" karena material
dari diskus yang mengalami herniasi mempunyai konsistensi yang lunak. Namun
demikian, tanpa adanya robekan atau defek pada annulus fibrosus, gejala dari
kelainan vertebra cervical tetap dapat terjadi akibat pembentukan bone spur
(pertumbuhan yang berlebihan dari spikula tulang) pada tepi vertebra sehingga
menekan saraf atau medula spinalis. Hal ini disebut "hard disc herniation" karena

terbentuk dari bone spur. Kombinasi dari kedua jenis herniasi tersebut juga dapat
terjadi.
Manifestasi dari HNP dapat dibagi menjadi empat tipe yaitu:
1. Disc Degeneration:
Terjadi perubahan kimiawi berhubungan proses penuaan,

sehingga

menyebabkan diskus menjadi lemah tetapi tanpa terjadinya herniasi.


2. Disc Prolapse (bulge atau protrusion):
Perubahan bentuk atau posisi dari diskus intervertebralis dengan sedikit
desakan (bulging atau protrusion) ke arah kanalis spinalis.
3. Extrusion:
Bahan seperti gel (nucleus pulposus) menerobos keluar dari dinding annulus
fibrosus tetapi masih tetap berada di dalam diskus intervertebralis
4. Sequestration or Sequestered Disc:
Nucleus pulposus menerobos keluar dari annulus fibrosus dan bahkan dapat
bergerak keluar dari diskus intervertebralis sampai ke dalam kanalis spinalis.
B. PATOFISIOLOGI
Diskus intervertebralis didesain untuk mengabsorbsi goncangan dan tekanan
yang ditransmisikan melalui struktur rangka tubuh. Bagian tengah diskus
intervertebralis tersusun dari bahan mirip gel yang disebut nucleus pulposus.17
Nucleus tersebut dikelilingi oleh jaringan ikat kolagen yang menyusun batas luar
discus disebut annulus fibrosus. HNP (Herniated Nucleus Pulposus) terjadi akibat
adanya beban tekanan terhadap tulang belakang yang terjadi secara tiba-tiba atau
dalam jangka waktu lama. Ketika terjadi beban tekanan pada diskus intervertebralis,
nucleus akan terdorong ke arah dinding annulus. Seiring dengan terjadinya
peningkatan beban tekanan, maka mulai terjadi robekan pada serat annulus dan terjadi
perubahan bentuk diskus intervertebralis. Diskus biasanya akan terdorong kearah
postero-lateral (49 % kasus), posterocentral (8%), lateral/foraminal (<10%),
intraosseous/vertical (14%): "Schmorl node" ,extraforaminal/anterior (29%). HNP
sering ditemukan pada arah posterolateral karena bagian posterolateral merupakan

bagian paling lemah dimana di daerah tersebut banyak terdapat persarafan di daerah
leher, oleh karena itu herniasi sering menyebabkan penekanan terhadap saraf sehingga
menimbulkan disfungsi saraf sensorik atau motorik.
HNP cervical sering ditemukan pada verterbra cervicalis bagian bawah (level
vertebra C6-7). Didaerah ini terdapat persarafan yang menyusun pleksus brachialis.
Saraf-saraf dari pleksus brachialis berjalan mempersarafi sepanjang ekstremitas atas,
sehingga gejala-gejala akibat kompresi saraf dapat timbul pada seluruh atau sebagian
ekstremitas atas. Pada beberapa kasus, herniasi terjadi akibat trauma akut akibat
beban tekanan yang tiba-tiba pada vertebra cervicalis. Sebagai contoh, herniasi terjadi
ketika individu yang terbentur kepalanya pada waktu menyelam di kolam renang yang
dangkal. HNP cervical akibat trauma akut merupakan penyebab utama dari central
cord syndrome.
Gejala utama pada HNP cervical adalah rasa nyeri, parestesia atau kelemahan
pada daerah leher atau ekstremitas atas. Rasa nyeri atau parestesia dapat timbul pada
seluruh atau sebagian ekstremitas atas. Penelitian lain menunjukkan bahwa nucleus
pulposus mengandung bahan-bahan kimia (phospholipise A, bradykinin, stromeolysn,
histamine, VIP, and substance P) yang dapat mengiritasi saraf sehingga menimbulkan
pembengkakan dan timbul rasa nyeri akibat perasangan chemoreceptors. HNP akut
sering menyebabkan nyeri radicular melalui radikulitis kimiawi akibat terjadi
pelepasan proteoglikans dan fosfolipase yang dilepaskan dari nucleus pulposus
sehingga menyebabkan inflamasi kimiawi dan atau kompresi saraf langsung.
Mediator kimiawi interleukin 6 dan nitric oxide juga dilepaskan dari diskus
intervertebralis dan ikut berperan dalam kaskade inflamasi. Radikulitis kimiawi
merupakan kunci pokok penyebab rasa nyeri pada HNP karena kompresi saraf saja

tidak selalu menimbulkan rasa nyeri kecuali ganglion saraf dorsal juga terlibat.
Terkadang fragmen dari annulus fibrosus yang pecah dapat terdesak sampai ke kanalis
spinalis.
Herniasi juga dapat menginduksi demielinisasi saraf yang mengakibatkan
gejala-gejala neurologik. HNP akibat trauma yang jarang ditemukan pada vertebra
cervical level C2-3 memiliki manifestasi berupa rasa nyeri pada daerah leher dan bahu
yang non-spesifik, hipestesia perioral, gejala radikulopati lebih menonjol daripada
mielopati, dan disfungsi motorik dan sensorik tungkai atas lebih sering ditemukan
daripada tungkai bawah. Radikulopati cervical terjadi akibat kompresi saraf secara
mekanis atau reaksi peradangan (misal radikulitis kimiawi).
Regio cervical merupakan tempat tersering terjadinya radikulopati (5 36 %
kasus). HNP dari vertebra cervical merupakan penyebab radikulopati pada 20 25 %
kasus. Insiden dari cervical radikulopati secara berurutan adalah sebagai berikut: C7
(70%), C6 (19-25%), C8 (4-10%), and C5 (2%). Kelemahan otot dapat ditemukan
pada bagian otot ekstremitas atas yang dipersarafi oleh serat saraf yang terkena.
Karena gejala dapat ditemukan pada berbagai regio di ekstremitas atas, maka HNP
cervical sulit dibedakan dengan kelainan akibat kompresi saraf yang lain yang terjadi
pada ekstremitas atas,seperti thoracic outlet atau carpal tunnel syndromes.

C. ETIOLOGI
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 -S1 kemudian pada C5-C6 dan
paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan

remaja tapi kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun. HNP terjadi karena
proses degenratif diskus intervetebralis.

D. GEJALA KLINIK
Tidak semua HNP menimbulkan gejala, bahkan pada beberapa individu ,HNP
ditemukan secara tidak sengaja pada waktu dilakukan pemeriksaan X-ray untuk
indikasi yang berbeda. Gejala yang timbul dapat dikategorikan menjadi tiga
kelompok:
1. Axial Joint Pain
Rasa nyeri di daerah leher, nyeri menjalar sampai di daerah skapula (scapular
pain) dinding dada, atau daerah bahu, nyeri pada bagian belakang kepala, kesulitan
dalam pergerakan kepala, dan dizziness ,khususnya jika leher digerakkan ke belakang
atau dimiringkan. Tidak ditemukan adanya tanda-tanda defisit neurologik. Gejala ini
timbul akibat kompresi lokal dari ligamen dan struktur anatomi sekitar.
2. Cervical Radiculopathy
Rasa nyeri di sepanjang bahu, lengan atas dan tangan, rasa baal di tangan dan
jari-jari, dan kelemahan pada lengan atas. Gejala-gejala pada kelompok kedua ini
diakibatkan oleh kombinasi kompresi saraf yang melewati daerah herniasi (pada level
vertebra C5-6 atau C6- 7) inflamasi pada saraf spinal. Jika yang terkena adalah pada
level vertebra C5-6, gejala yang dapat timbul meliputi penurunan reflex brachialis
radialis, kelemahan pada otot bisep dan rasa nyeri / parestesia yang menjalar ke ibu
jari dan jari telunjuk. Jika yang terkena adalah pada level vertebra C6-7, maka gejala
yang dapat timbul adalah kehilangan reflex trisep, kelemahan otot trisep, dan rasa
nyeri atau parestesia yang menjalar ke jari tengah. Gejala lain yang dapat ditemukan
(sensitifitas 50 %) adalah:

a. Spurling sign (rasa nyeri timbul akibat ekstensi, fleksi lateral dan axial load pada
area yang terkena.
b. Rasa nyeri hilang dengan traksi pada leher.
c. Rasa nyeri berkurang jika pasien meletakkan lengan atas di atas kepalanya.
3. Cervical Myelopathy
Merupakan gejala yang memerlukan perhatian khusus karena adanya potensi
menyebabkan kerusakan pada keempat ekstremitas, kelemahan pada keempat
ekstremitas dengan disertai hilangnya rangsang sensorik (rasa baal) , reflex fisiologis
meningkat, timbulnya reflex patologis (Hoffmans dan atau Babinski signs),
keseimbangan terganggu, gangguan dalam cara berjalan (gait disorder), clumsy
spastic legs, gangguan dalam fine motor movements dan kesulitan dalam kontrol
buang air besar dan buang air kecil (akibat peningkatan tonus otot pada dinding
kandung kemih sehingga menimbulkan frekuensi dan nokturia). Pada kelompok
ketiga ini gejala timbul akibat kompresi dari medula spinalis baik akut maupun
kronik. Deteksi dini merupakan hal yang penting, karena jika telah ditemukan gejala
defisit neurologik yang berat, maka sulit untuk sembuh secara spontan, bahkan
dengan terapi bedah sekalipun, fungsi yang hilang tidak dapat kembali.
Secara umum gejala yang dapat ditemukan pada HNP cervical meliputi:
a. Nyeri di daerah leher khususnya pada bagian belakang dan samping
b. Rasa nyeri yang dalam di dekat atau sekitar bahu pada bagian yang terkena
c. Rasa nyeri yang menjalar ke bahu, lengan atas dan bawah, dan yang jarang pada
tangan, jari-jari atau dada (Referred pain)
d. Rasa nyeri memburuk dengan batuk, peregangan atau tertawa
e. Peningkatan rasa nyeri ketika fleksi leher atau menengokkan kepala
f. Spasme dari otot-otot leher
g. Kelemahan otot-otot lengan
h. Rasa baal atau tingling (a "pins-and-needles" sensation) di daerah bahu atau lengan

i.

Posisi atau pergerakan leher tertentu dapat menimbulkan rasa nyeri hebat.
Gejala kompresi medula spinalis meliputi awkward or stumbling gait,
kesulitan dalam gerakan motorik terampil pada tangan dan lengan, dan rasa
kesemutan yang menjalar sampai ke kaki. Gejala ini dapat bervariasi tingkat
keparahannya dan tidak seluruhnya ditemukan pada pasien.

Level

C4-C5

C5-C6

C6-C7

C7-T1

Kelemahan

Shoulder

Forearm flexion

Wrist extension

Grip

Upper

Middlefinger,allf

Ring and little

Rasa baal

Shoulder
Thumb

arm,

ingertips

fingers

Tabel 2. Level vertebra yang terkena sesuai letak persarafannya.


E. DIAGNOSA
1. Anamnesa
a.

Mekanisme trauma

b.

Gejala sistemik yang menyertai (misal, demam merupakan pertanda infeksi,


penurunan berat badan dapat merupakan pertanda keganasan).

b. Discogenic pain tanpa keterlibatan saraf biasanya bersifat samar-samar, difus, dan
distribusi secara axial.
a.

Aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan intra-diskus (misal, mengangkat,


manuver Valsalva) dapat memperburuk gejala. Sebaliknya, berbaring terlentang dapat
memperbaiki gejala dengan menurunkan tekanan intra-diskus.

c. Beban getaran (Vibrational stress) akibat mengemudi dapat memperburuk discogenic


pain.
d. Bergantung pada adanya keterlibatan sensorik atau motorik, nyeri radicular dapat
bersifat dalam, tumpul, atau tajam, rasa terbakar, dan rasa seperti tersetrum (electric).
a.

Nyeri radicular tersebut biasanya mengikuti pola persarafan dermatom atau


myotomal pada tungkai atas.

b.

Nyeri radicular cervical sering ditemukan menjalar ke region interskapular


meskipun nyeri juga dapat dirujuk ke regio occipital, bahu, atau lengan.

c.

Nyeri di daerah leher tidak selalu menyertai radikulopati dan sering tidak
ditemukan bersamaan.

d.

Selain itu, pasien juga dapat mengeluh rasa baal pada tungkai bagian distal
dan kelemahan di bagian proximal. Atrofi juga dapat ditemukan.

e.

Penelitian menunjukkan bahwa HNP cervical dapat menginduksi perubahan


suhu dengan distribusi spesifik pada ekstremitas atas.

2. Pemeriksaan fisik
a. Pasien dengan gejala nyeri radicular juga memiliki manifestasi berupa penurunan
ruang gerak (range of motion (ROM)) cervical.
b. Rasa nyeri radicular dapat ditimbulkan dengan ekstensi leher dan rotasi atau dengan
manuver Spurling (leher pasien diekstensikan, dimiringkan ke lateral, dan ditahan ke
bawah).
c. Gejala rasa nyeri dapat dikurangi dengan fleksi leher atau abduksi tungkai atas yang
bergejala ke atas kepala (abduction sign).

d. Penurunan sensasi terhadap rasa nyeri, rasa raba ringan, atau rasa getar dapat timbul
pada tungkai atas bagian distal. Kelemahan pada tungkai bagian proksimal dapat
bermanifestasi jika terdapat kompresi saraf motorik yang signifikan
e. Hilangnya atau menurunnya reflex yang berhubungan dengan level saraf yang terkena
dapat juga ditemukan.
f. Peningkatan reflex tungkai atas dan bawah atau tanda-tanda UMN lainnya merupakan
pertanda mielopati dan merupakan indikasi dilakukan evaluasi diagnostik yang
agresif.
g. Pasien dengan nyeri diskogenik tanpa keterlibatan saraf menunjukkan manifestasi
penurunan ruang gerak cervical, pemeriksaan neurologik normal, dan peningkatan
rasa nyeri dengan kompresi axial dan pengurangan rasa nyeri dengan distraksi.
h. Pada palpasi dapat ditemukan nyeri tekan miofasial atau trigger points, yang dapat
bersifat primer maupun sekunder akibat proses patologik lainnya.

3. Pemeriksaan khusus :
1. Distraction test
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah traksi leher dapat
membantu mengatasi rasa nyeri yang timbul. Tes ini dapat mengurangi rasa nyeri jika
rasa nyeri diakibatkan oleh penyempitan foramen, timbul iritasi pada facet joint.
Pemeriksaan ini dapat meningkatkan rasa nyeri yang timbul di daerah ligamen.

2. Compression test
Dengan menekan vertebra cervicalis sampai berdekatan akan menimbulkan
rasa nyeri jika terjadi penyempitan foramen atau iritasi facet joint.
3. Valsalva test
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menahan napas sekuatnya sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intratekal yang mengindikasikan adanya space
occupying lesion.
4. Swallowing test
Kesulitan menelan dapat disebabkan oleh kelainan pada vertebra cervicalis.
Peningkatan rasa nyeri atau kesulitan menelan (disfagia) selain dapat disebabkan oleh
kelainan vertebra cervical anterior, juga dapat disebabkan oleh vertebral subluxations,
osteophytes protrusion, soft tissue swelling dan atau tumor.

5. Adson's test
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui keadaan arteri subclavia. Adanya
kekakuan otot-otot di daerah leher atau kelainan patologis lainnya dapat menyebabkan
penekanan pada arteri tersebut. Raba denyut nadi radialis pasien, kemudian lakukan
abduksi, ekstensi dan rotasikan lengan kearah lateral. Pasien disuruh mengambil
napas dalam dan kepala dirotasikan kearah yang terdapat kelainan. Hasil tes positif

jika terdapat pengurangan pengisian denyut nadi (pada Thoracic outlet syndrome,
hasil tes positif pada kurang lebih 20 % kasus).
6. Vertebral Artery Test
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai aliran dari arteri vertebralis. Pasien
diposisikan dalam posisi terlentang. Kemudian tangan pemeriksa memegang bagian
kepala pasien, kepala pasien kemudian diekstensikan, rotasi, dan fleksi kearah lateral
secara perlahan. Pada pasien diamati terhadap terjadinya dizziness, bicara ngawur
(slurred speech) dan hilang kesadaran. Jika terjadi salah satu atau seluruh gejala diatas
maka hasil pemeriksaan positif terhadap terjadinya oklusi total atau parsial dari arteri
vertebralis.
7. Spurling's Sign
Hiperekstensi dengan disertai rotasi eksternal. Rasa nyeri yang timbul pada
arah rotasi menunjukkan adanya stenosis foramen dan iritasi radix saraf
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan

laboratorium

reumatologi

dapat

dipertimbangkan

untuk

dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan penyebab berupa rheumatoid arthritis,


ankylosing spondylitis, Reiter syndrome, dan polymyalgia rheumatica. Tes ini
meliputi:
a. Rheumatoid factor (meningkat pada rheumatoid arthritis)
b. HLA-B27 (positif pada ankylosing spondylitis)
c. Laju endap darah (meningkat pada polymyalgia rheumatica)

Pertimbangkan

untuk

melakukan

pemeriksaan

laboratorium

terhadap

kemungkinan penyebab berupa infeksi discitis, abses epidural , dan osteomielitis


vertebra. Tes ini meliputi:
a. Hitung leukosit dan hitung jenis leukosit (peningkatan pergeseran ke kiri (shift
to the left) pada infeksi bakteri.
b. Kultur darah.
c. Laju endap darah (meningkat pada infeksi tetapi tidak spesifik).
5. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi lebih mengarah pada evaluasi struktur anatomi
dibandingkan fungsi dan dapat menyebabkan hasil false positive dan negative.
1. Pemeriksaan foto polos (Plain radiographs)
a. Pemeriksaan foto polos cervical dapat mengevaluasi perubahan degeneratif
kronik, penyakit metastasis, infeksi, deformitas dan stabilitas tulang belakang.
b. Foto vertebra cervicalis akibat trauma (Cervical spine trauma films )
menggunakan 7 posisi, meliputi anteroposterior (AP), lateral, bilateral oblique,
open-mouth, fleksi, dan ekstensi:

Posisi fleksi-ekstensi dapat mengidentifikasi subluksasi atau vertebra


cervicalis yang tidak stabil.

Posisi Open-mouth dapat mengevaluasi prosesus odontoid


stabilitas C1-C2.

Posisi AP dapat mengidentifikasi tumor, osteofit, dan fraktur.

Posisi Lateral dapat menilai stabilitas dan spondilosis

dan

Posisi Oblique dapat mengidentifikasi penyakit degeneratif yang


mengenai diskus intervertebralis atau z-joint osteophytes.

2. Computed tomography
a. CT scan dapat mengidentifikasi fraktur vertebra cervicalis dan sering
digunakan pada kasus trauma.
b. Helical atau spiral CT scan dapat memberikan gambaran mengenai fraktur
yang lebih detil dibandingkan CT scan konvensional.
3. CT-mielografi
a. Pemeriksaan mielogram diikuti oleh CT scan dapat dilakukan sebelum
dilakukannya operasi dekompresi medula spinalis cervical atau radix.
b. Pemeriksaan mielogram dengan foto X-ray setelah diinjeksi zat kontras
(iophendylate / pantopaque) kedalam ruang cairan serebrospinal; dapat
menunjukkan adanya penekanan pada medula spinalis atau saraf akibat HNP,
bone spurs atau tumor
c. CT-mielography,

masih

menjadi

pemeriksaan

standar,

lebih

efektif

dibandingkan MRI dalam mendeteksi penyempitan ke arah foramen dan


lateral meskipun dengan total biaya dan angka morbiditas yang lebih tinggi.
Sebaliknya, CT-mielography bukan merupakan pemeriksaan awal dalam
mengevaluasi vertebra cervicalis dan biasanya dipergunakan pada kasus-kasus
yang rumit.

4. MRI tetap merupakan alat pemeriksaan terpilih untuk mengevaluasi HNP cervical
karena angka morbiditasnya rendah.
a. Keuntungan pemeriksaan radiologi ini meliputi dapat mengevaluasi jaringan
lunak (misal diskus intervertebralis, medula spinalis), cairan serebrospinal,
noninvasif, dan tidak memiliki resiko terekspos terhadap radiasi.
b. Semakin baru rangkaian gelombang dan semakin tinggi medan magnet maka
semakin cepat dan detail gambar yang dihasilkan.
c. Sayangnya pada beberapa rangkaian gelombang (misal spin echo), gambaran
patologi yang didapat digambarkan lebih besar daripada ukuran aslinya dan
menyamarkan kelainan lainnya. Kerugian lainnya meliputi biaya yang mahal,
pasien yang menderita klaustrofobia mengalami kesulitan dalam penggunaan
metode ini, hasil yang didapatkan bergantung pada kerjasama pasien sehingga
artifak dapat diminimalkan, nilai positif semu tinggi, dan sensitivitasnya
rendah bila dibandingkan CT scan dalam mengevaluasi struktur tulang
d. Lebih jauh lagi, pada pemeriksaan MRI juga sulit untuk membedakan prolaps
diskus cervicalis (misal soft cervical disc) dengan dengan spondylitic
osteophytic compression (misal hard cervical disc).
e. Kontraindikasi MRI berupa pada pasien yang ditanam benda-benda logam
didalam tubuhnya seperti pacemakers, surgical clips, spinal cord stimulators,
atau katup jantung buatan yang dapat tertarik oleh magnet MRI.

F. TERAPI
1. Istirahat
Dengan mengistirahatkan sendi dan otot yang menjadi sumber rasa nyeri dapat
berguna untuk membantu proses penyembuhan. Jika rasa nyeri masih dirasakan pada
waktu melakukan aktivitas atau pergerakan, hal ini menandakan masih adanya iritasi
yang sedang berlangsung. Oleh karena itu sebaiknya semua gerakan dan aktivitas
yang dapat meningkatkan rasa nyeri sebaiknya dihindari. Dokter atau ahli terapi
biasanya akan menganjurkan untuk memakai soft atau hard neck collar untuk
membatasi pergerakan leher.
2. Pengaturan posisi
Ada berbagai cara khusus yang dapat diberikan oleh dokter atau ahli terapi
untuk membantu mengistirahatkan kepala dan leher sehingga dapat mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri yang timbul. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan
menggunakan bantal khusus (contour pillow), untuk membantu menempatkan leher
pada posisi yang nyaman pada waktu tidur atau beristirahat. Alat khusus seperti neck
roll atau rolled towel dapat diletakkan di bawah bantal sehingga pada saat berbaring,
alat tersebut dapat mengisi dan membantu menstabilkan kelengkungan pada leher.
3. Ultrasound
Ultrasound dapat memproduksi gelombang frekuensi tinggi yang diarahkan ke
tempat nyeri di leher. Dengan melewati jaringan tubuh, gelombang ini dapat
menggetarkan molekul-molekul. Hal ini dapat menyebabkan gesekan dan rasa hangat
ketika gelombang melewati jaringan. Sisa dari gelombang akan diubah menjadi energi

panas di dalam jaringan tubuh yang lebih dalam. Efek panas ini membantu membersihkan
area yang menjadi sumber rasa nyeri dan mensuplai darah yang kaya nutrisi dan oksigen.
4. Phoresis
Terdapat dua metode yang dapat digunakan para ahli terapi untuk
mentransmisikan substansi melalui kulit. Phonophoresis menggunakan gelombang
suara frekuensi tinggi untuk mendorong Corticosteroid (cortisone) melalui kulit.
Iontophoresis menggunakan alat kecil yang memproduksi muatan listrik kecil, yang
digunakan untuk membawa obat-obatan khususnya steroid melalui kulit. Steroid
merupakan obat antiinflamasi yang sangat kuat yang berfungsi menghentikan reaksi
kimiawi didalam tubuh yang menimbulkan rasa nyeri.
5. Electrical Stimulation
Terapi ini bertujuan menstimulasi saraf dengan mengirimkan impuls listrik
melalui kulit. Electrical stimulation dapat mengurangi rasa nyeri dengan mengirimkan
impuls sebagai ganti rasa nyeri. Dua orang peneliti ternama mengemukakan sebuah
teori yang disebut Gait Theory. Teori ini mengatakan bahwa jika kita merasakan
sensasi selain rasa nyeri, seperti rasa seperti digosok (rubbing), dipijat (massage), atau
impuls listrik yang menjalar, maka kolumna spinalis akan menutup gerbang rasa nyeri
sehingga tidak terjadi penjalaran rasa nyeri ke otak.
6. Soft tissue mobilization/massage
Massage telah terbukti mampu megurangi rasa nyeri dan spasme otot dengan
merelaksasikan otot, membawa aliran darah kaya oksigen dan nutrisi dan dengan
membersihkan area yang terkena iritasi kimiawi yang timbul akibat reaksi

peradangan. Para ahli terapi fisik memiliki berbagai cara berbeda dalam melakukan
mobilisasi atau massage, yang dapat meliputi effleurage (merupakan salah satu teknik
pelepasan miofasial yang membantu memperbaiki pergerakan yang normal), Straincounter-strain (merupakan salah satu bentuk terapi yang khususnya berguna jika
terdapat sumber rasa nyeri yang menjadi penyebab keterbatasan gerak otot). Terapi ini
biasanya dilakukan dengan meletakkan otot pada posisi tertentu, biasanya pada
tempat serat otot yang paling pendek. Posisi ini dipertahankan selama mungkin untuk
mempengaruhi aliran sinyal listrik saraf ke otot. Salah satu bentuk terapi lainnya,
adalah dengan muscle energy technique.
7. Joint mobilization
Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan tekanan dan pergerakan secara
bertahap oleh para ahli terapi fisik yang berpengalaman. Penekanan perlahan yang
dilakukan secara bertahap dapat membantu melumasi permukaan sendi, mengurangi
kekakuan, dan membantu pengerakan dengan mengurangi rasa nyeri. Rasa nyeri dapat
menimbulkan spasme pada otot, karena otot berusaha menjaga sendi yang
menimbulkan rasa nyeri, sehingga membatasi pergerakan leher. Dengan memberikan
tekanan secara perlahan atau mobilisasi, ahli terapi berusaha untuk menghentikan
aliran sensasi rasa nyeri sehingga dapat membuat otot menjadi relaks. Setelah rasa
nyeri berkurang, maka dapat dilakukan mobilisasi tahap selanjutnya untuk membantu
memperpanjang jaringan di sekitar sendi sehingga membantu mengembalikan
pergerakan normal khususnya di leher.
8. Olahraga (Exercises)

Olahraga merupakan hal yang penting selama masa penyembuhan akibat HNP.
Ada berbagai tipe olahraga yang dapat dilakukan. Pada tahap awal, ketika rasa nyeri
masih terasa di daerah leher, olahraga tertentu dapat dilakukan untuk mengurangi rasa
nyeri. Salah satunya dengan menempatkan leher pada posisi tertentu, sehingga dapat
mengurangi penekanan pada daerah nyeri. Cara menemukan posisi yang tepat dapat
dengan menggunakan alat seperti bantal, rolled towel, atau commercial neck roll. Pada
kasus-kasus dengan rasa nyeri yang signifikan, maka dapat dilakukan olahraga
pernapasan. Tahap olahraga berikutnya memfokuskan pada kekuatan otot-otot leher
karena otot-otot ini dapat membantu menstabilkan vertebra agar tetap pada posisinya
(stabilization training). Segera setelah kekuatan otot-otot leher meningkat, maka
diperlukan latihan koordinasi sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya trauma
kembali. Fokus terakhir adalah dengan fitness training, melalui fitness training dapat
meningkatkan efektivitas otot dapat memperoleh nutrisi dan oksigen dari darah.
Setelah otot menggunakan nutrisi dan oksigen, dapat terjadi pembentukan zat sisa
metabolisme yang dapat menimbulkan rasa nyeri, maka latihan ini dapat
meningkatkan kemampuan otot untuk membersihkan zat sisa metabolisme ini.
Olahraga juga dapat menstimulasi pelepasan endorfin ke dalam darah. Hormon ini
berperan sebagai zat pengurang rasa nyeri. Jalan santai, stationary cycling, dan arm
cycling merupakan contoh olahraga yang dapat memperbaiki fungsi hati dan ginjal.
Olahraga mungkin tidak menyembuhkan HNP, tetapi dapat membantu mengontrol
rasa nyeri dan stress yang menyertainya.
9. Ice/Heat Therapy
Dalam 24 sampai 48 jam pertama, cold therapy (misalnya dengan es) dapat
membantu mengurangi pembengkakan, spasme otot dan rasa nyeri dengan

mengurangi aliran darah. Es membuat vasokonstriksi pembuluh darah. Hal ini dapat
membantu mengontrol reaksi inflamasi yang menimbulkan rasa nyeri. Ada berbagai
cara penggunaan es misalnya dengan cold packs, ice bags, atau ice massage. Cold
packs atau ice bags biasanya diletakkan pada area yang nyeri selama 10 -15 menit.
Ice massage (dapat dilakukan dengan menggunakan secangkir air yang telah
dibekukan) biasanya dilakukan dengan menggosokkan es pada tempat nyeri selama
tiga sampai 5 menit atau sampai terasa baal. Setelah 48 jam pertama, heat therapy
dapat diberikan. Panas dapat meningkatkan aliran darah melalui vasodilatasi
pembuluh darah untuk menghangatkan dan merelaksasikan jaringan lunak.
Peningkatan aliran darah dapat membantu membersihkan iritasi toksin yang dapat
mengumpul di jaringan akibat spasme otot dan trauma diskus. Selain itu juga dapat
membantu membawa nutrisi dan oksigen sehingga dapat membantu proses
penyembuhan luka. Sumber panas berupa moist hot pack, a heating pad, atau mandi
atau berendam air hangat lebih menguntungkan daripada menggunakan krim yang
hanya memberikan sensasi hangat. Jangan memberikan sumber dingin atau panas
langsung ke kulit; tetapi bungkus sumber panas atau dingin dengan handuk tebal
selama 15 20 menit.
10. McKenzies approach
Pada sebagian besar kelainan vertebra cervicalis, berbagai penelitian
mendukung

penggunaan

terapi

konservatif

seperti

metode

McKenzie

dan

cervicothoracic stabilization programs, dikombinasi dengan senam aerobik. Sistem


McKenzie mengidentifikasi 3 mekanisme sindrom yang menyebabkan rasa nyeri dan
gangguan fungsi. Sindrom postural dapat menimbulkan rasa nyeri jika jaringan lunak
normal diberikan beban terus menerus pada akhir ROM; tidak selalu ditemukan

kelainan patologi. Penatalaksanaan bertujuan untuk mengoreksi postur tubuh.


Sindrom disfungsi dapat menimbulkan rasa nyeri ketika pasien berusaha melakukan
gerakan secara penuh, pada jaringan parut yang mengalami kontraktur.31
11. Butlers approach
Teknik terapi Butler dapat memperbaiki gejala nyeri radicular dengan
melakukan mobilisasi pada saraf yang terkena. Awalnya ahli terapi akan
mengidentifikasi "adverse neural tension" yaitu mengevaluasi daya peregangan dan
ruang gerak berdasarkan mekanisme patofisiologi dan respon fisiologis dari saraf
yang terkena. Secara spesifik ahli terapi akan melakukan pemeriksaan neurodinamik
untuk mengevaluasi saraf (misal mobilisasinya di sekitar diskus intervertebra) dan
karakteristik fisiologisnya (misalnya responnya terhadap iskemia, peradangan).
Kemudian ahli terapi akan memberikan terapi awal berupa mobilisasi pasif sebagai
input terhadap sistem saraf pusat tanpa menimbulkan respon stres dan neurogenic
massage untuk mengurangi pembengkakan perineural. Dalam empat sampai enam
minggu biasanya sebagian besar pasien akan mengalami perbaikan gejala setelah
diberikan terapi fisik tanpa intervensi bedah, jika terapi konvensional gagal maka
dapat dilakukan terapi bedah.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi dari kelainan vertebra cervical dapat meliputi nyeri radicular atau
axial yang hebat. Herniasi diskus intervertebralis yang mendesak medula spinalis
dapat menimbulkan gejala-gejala akibat mielopati berupa kelemahan, hiperreflexia,

dan disfungsi neurogenik usus dan kandung kemih. Radikulopati dapat bermanifestasi
sebagai kelemahan ekstremitas atas yang signifikan atau rasa baal.
H. PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik pada individu dengan HNP akibat perubahan
degeneratif. Kondisi ini biasanya bersifat asimtomatik, kecuali individu tersebut
terkena trauma pada segmen vertebra yang mengalami perubahan degeneratif. Selama
individu tersebut dapat mempertahankan keseimbangan mekanik dan stabilitas,
biasanya tidak akan menimbulkan gejala.

I. PENCEGAHAN
Ada beberapa faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti misalnya
proses penuaan, tetapi ada juga faktor resiko yang dapat dimodifikasi untuk mencegah
terjadinya cervical disc disease seperti pola hidup yang meliputi postur tubuh yang
baik, olahraga secara teratur, diet teratur, dan berhenti merokok. Setelah sembuh dari
operasi, ada berbagai anjuran yang dapat diikuti untuk mencegah terjadinya HNP:
1. Lakukan olahraga secara teratur (olahraga seperti berenang, bersepeda, jalan cepat
merupakan olahraga yang tidak memberikan beban tekanan pada tulang vertebra)
2. Hindari aktivitas yang dapat menyebabkan leher menjadi

hiperreflexi atau

hiperekstensi (Para peneliti telah menemukan cara untuk mengurangi stress dan rasa
nyeri di daerah leher yang
Recovery)

disebut dengan 3 R yaitu :Rest,Relaxation dan

3. Pertahankan postur tubuh yang baik (Terdapat tiga macam

kelengkungan normal

pada tulang vertebra, dengan cara mempertahankan ketiga macam kelengkungan


tersebut pada

waktu berdiri, duduk, atau bergerak merupakan dasar untuk

memperoleh postur tubuh yang sehat).


4. Berhenti merokok (karena merokok selain dapat menganggu proses penyembuhan,
juga dapat menyebabkan aterosklerosis, yang dapat mempercepat proses degeneratif)
5. Hindari stress karena dapat menyebabkan ketegangan pada otot (muscle tension).
Pencegahan merupakan kunci untuk menghindari timbulnya rasa nyeri
didaerah leher di masa-masa yang akan datang. Selalu ingat bahwa meskipun leher
sifatnya sangat mobile, tetapi tetap mempunyai batasan.

Anda mungkin juga menyukai