Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH FARMASI FISIKA II

LARUTAN DAN KELARUTAN


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Farmasi Fisika II

Oleh :
Wisnu Kongga Putra

260110120003

Sani Asmi Ramdani L

260110120030

Ilham Rahmat Subekti

260110120038

Bella Maulidya

260110120039

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah Farmasi Fisika II
dengan baik.
Makalah ini berjudul Larutan dan Kelarutan yang disusun untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Farmasi Fisika II.
Dalam penyusunan Makalah ini, penulisan tidak terlepas dari bantuan dan motivasi dari
berbagai pihak. Oleh Karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis
menyampaiakan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada Bapak selaku
dosen mata kuliah Farmasi Fisika II, yang telah memberikan tugas Makalah ini sehingga penulis
mengerti dengan materi yang bersangkutan. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Makalah ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu .
Penulis menyadari bahwa penyusunan Makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
saran dan kritik untuk membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa yang akan datang.
Akhir kata penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak .

Bandung, Juli 2014


Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Menurut farmakope Indonesia edisi lima, larutan adalah sediaan cair yang
mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut. Dalam suatu larutan terdapat zat
yang terlarut dan zat yang melarutkan. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan
dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut
dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi.
Dalam dunia kefarmasian, terdapat sediaan cair yang di dalamnya terkandung satu
jenis obat atau lebih. Sebagai farmasis, pengetahuan tentang larutan beserta jenis dan
sifat-sifat dari larutan itu sediri sangatlah penting karena hal tersebut berhubungan
dengan bagaimana seorang farmasis dapat memformulasikan suatu sediaan dengan
berbagai pertimbangan sifat dari zat serta kelarutannya dalam pelarut. Hal tersebut juga
berhubungan dengan konsentrasi suatu obat yang terlarut dalam suatu pelarut yang
kemudian berhuungan pula dengan efikasi dari suatu obat.
Selain itu, pengetahuan tentang kelarutan penting untuk ahli farmasi, sebab dapat
membantu dalam pemilihan medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi
obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu
pembuatan larutan farmasetis (di bidang farmasi) dan lebih jauh lagi, dapat bertindak
sebagai standar atu uji kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan
dan sifat-sifat yang

berhubngan dengan itu juga memberikan informasi mengenai

struktur obat dan gaya antarmolekul obat.

I.2 Tujuan
a. Mengetahui dan memahami pengertian larutan.
b. Mengatahui dan memahami jenis-jenis larutan.
c. Mengetahui dan memahami sifat-sifat dari larutan.
d. Mengetahui dan memahami mengenai kelarutan.
I.3 Rumusan Masalah
a. Apa pengertian larutan?
b. Apa saja jenis-jenis larutan?
c. Apa yang menjadi sifat dari larutan?
d. Apa itu kelarutan?

I.4 Metode Penyusunan


Metode penyusunan yang digunakan adalah pencarian data dari pustaka-pustaka
baik buku-buku maupun dari web pada daring.

BAB II
ISI
2.1. Larutan
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang
terlarut. Campuran antara zat terlarut dan pelarut sifatnya homogen dan tidak
menunjukkan adanya batas antara zat pelarut dan zat terlarut. Dalam larutan fase cair,
pelarutnya (solvent) adalah cairan, dan zat yang terlarut di dalamnya disebut zat terlarut
(solute), bisa berwujud padat, cair, atau gas.
Terdapat dua reaksi dalam larutan, yaitu reaksi eksoterm dan endoterm. Reaksi
eksoterm ksoterm, yaitu proses melepaskan panas dari sistem ke lingkungan, temperatur
dari campuran reaksi akan naik dan energi potensial dari zat- zat kimia yang
bersangkutan akan turun. Reaksi endoterm, yaitu menyerap panas dari lingkungan ke

sistem, temperatur dari campuran reaksi akan turun dan energi potensial dari zat- zat
kimia yang bersangkutan akan naik.
Larutan dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Larutan tak jenuh yaitu larutan yang mengandung solute (zat terlarut) kurang
dari yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh. Atau dengan kata lain,
larutan yang partikel- partikelnya tidak tepat habis bereaksi dengan pereaksi
(masih bisa melarutkan zat). Larutan tak jenuh terjadi apabila bila hasil kali
konsentrasi ion < Ksp berarti larutan belum jenuh ( masih dapat larut).
b. Larutan jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung sejumlah solute yang
larut dan mengadakan kesetimbangn dengan solut padatnya. Atau dengan kata
lain, larutan yang partikel- partikelnya tepat habis bereaksi dengan pereaksi
(zat dengan konsentrasi maksimal). Larutan jenuh terjadi apabila bila hasil
konsentrasi ion = Ksp berarti larutan tepat jenuh.
c. Larutan sangat jenuh (kelewat jenuh) yaitu suatu larutan yang mengandung
lebih banyak solute daripada yang diperlukan untuk larutan jenuh. Atau
dengan kata lain, larutan yang tidak dapat lagi melarutkan zat terlarut
sehingga terjadi endapan. Larutan sangat jenuh terjadi apabila bila hasil kali
konsentrasi ion > Ksp berarti larutan lewat jenuh (mengendap).
Berdasarkan banyak sedikitnya zat terlarut, larutan dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu:
a. Larutan pekat yaitu larutan yang mengandung relatif lebih banyak solute
dibanding solvent.
b. Larutan encer yaitu larutan yang relatif lebih sedikit solute dibanding solvent.
Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan dapat dibedakan menjadi larutan
elektrolit dan nonelektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan
listrik seperti larutan asam sulfat, larutan garam, dan lain-lain. Larutan nonelektrolit
adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan listrik seperti larutan gula.
Penjelasan tentang mengapa larutan elektrolit dapat menghantarkan listrik
pertama kali dikemukakan oleh Svante August Arrhenius (1859 1927) dari Swedia saat
presentasi disertasi PhD-nya di Universitas Uppsala tahun 1884. Menurut Arrhenius, zat
elektrolit dalam larutannya akan terurai menjadi partikel-partikel yang berupa atom atau

gugus atom yang bermuatan listrik yang dinamakan ion. Ion yang bermuatan positif
disebut kation, dan ion yang bermuatan negatif dinamakan anion. Peristiwa terurainya
suatu elektrolit menjadi ion-ionnya disebut proses ionisasi.
Ion-ion zat elektrolit tersebut selalu bergerak bebas dan ion-ion inilah yang
sebenarnya menghantarkan arus listrik melalui larutannya. Sedangkan zat nonelektrolit
ketika dilarutkan dalam air tidak terurai menjadi ion-ion, tetapi tetap dalam bentuk
molekul yang tidak bermuatan listrik. Hal inilah yang menyebabkan larutan nonelektrolit
tidak dapat menghantarkan listrik.
Jadi, larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik karena zat elektrolit dalam
larutannya terurai menjadi ion-ion bermuatan listrik dan ion-ion tersebut selalu bergerak
bebas. Larutan nonelektrolit tidak dapat menghantarkan arus listrik karena zat
nonelektrolit dalam larutannya tidak terurai menjadi ion-ion, tetapi tetap dalam bentuk
molekul yang tidak bermuatan listrik.
Zat elektrolit adalah zat yang dalam bentuk larutannya dapat menghantarkan arus
listrik karena telah terionisasi menjadi ion-ion bermuatan listrik. Zat nonelektrolit adalah
zat yang dalam bentuk larutannya tidak dapat menghantarkan arus listrik karena tidak
terionisasi menjadi ion-ion, tetapi tetap dalam bentuk molekul.
2.2. Satuan Konsentrasi
Studi kuantitatif larutan mengharuskan untuk mengetahui konsentrasi larutan,
yaitu banyaknya zat terlarut yang ada dalam sejumlah tertentu larutan. Kimiawan
menggunakan beberapa satuan konsentrasi, masing-masing memilki keuntungan dan
keterbatasansendiri. Yang paling lazim digunakan adalah persen berdasarkan massa,
molaritas, dan molalitas.
Persen berdasarkan massa
massa zat terlarut =

massa zat terlarut


x 100
massa zat terlarut+ massa pelarut

Persen berdasarkan massa tidak mempunyai satuan sebab merupakan perbandingan dari
dua kuantitas yang sama.
Molaritas (M)
Satuan molaritas telah didefinisikan sebagai banyaknya mol zat terlarut dalam 1L larutan

molaritas=

mol zat terlarut


liter larutan

Molaritas memiliki satuan mol per liter.


Molalitas (m)
Molalitas adalah banyaknya mol zat terlarut yang dilarutkan dalam 1 kg pelarut.
mol zat terlarut
molalitas=
massa pelarut (kg)
2.3. Sifat Fisika Larutan
2.3.1. Sifat koligatif Larutan
Beberapa sifat pentin lartan bergantung pada banyaknya partikel zat
terlarut dalam larutan dan tidak bergantung pada jenis partikel zat terlarut. Sifat
ini disebut sifat koligatif sebab sifat-sifat tersebut memiliki sumber yang sama.
Dengan kata lain, semua sifat tersebut bergantung pada banyaknya partikel zat
terlarut yang ada, apakah partikel-partikel tersebut atom, ion, atau molekul. Yang
disebut dengan sifat-sifat koligatif adalah penurunan tekanan uap, kenaikan titik
didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik. Dalam larutan elektrolit,
interaksi antara ion-ion mengakibatkan terbentuknya pasangan ion. Factor vant
Hoff menunjukkan penguraian elektrolit dalam larutan.
a. Tekanan Uap Larutan
Tekanan uap larutan lebih rendah dari tekanan uap pelarut murninya. Pada
larutan ideal, menurut hukum Raoult, tiap komponen dalam suatu larutan
melakukan tekanan yang sama dengan fraksi mol kali tekanan uap dari
pelarut murni. Dalam larutan yang mengandung zat terlarut yang tidak
mudah menguap (tak-atsiri atau nonvolatile), tekanan uap hanya disebabkan
oleh pelarut, sehingga PA dapat dianggap sebagai tekanan uap pelarut
maupun tekanan uap larutan.
Plarutan= X terlarut x P pelarut
Plarutan = tekanan uap larutan
Xterlarut = fraksi mol zat terlarut
Ppelarut = tekanan uap pelarut murni
Karena XA + XB = 1, maka persamaan di atas dapat diperluas menjadi:
P=P0 (1X A )

b. Titik didih Larutan


Titik didih larutan bergantung pada kemudahan zat terlarutnya menguap.
Jika zat terlarutnya lebih mudah menguap daripada pelarutnya (titik didih
zat terlarut lebih rendah), maka titik didih larutan menjadi lebih rendah dari
titik didih pelarutnya atau dikatakan titik didih larutan turun. Contohnya
larutan etil alkohol dalam air titik didihnya lebih rendah dari 100 C tetapi
lebih tinggi dari 78,3 C (titik didih etil alkohol 78,3 C dan titik didih air
100 C). Jika zat terlarutnya tidak mudah menguap (tak-atsiri atau
nonvolatile) daripada pelarutnya (titik didih zat terlarut lebih tinggi), maka
titik didih larutan menjadi lebih tinggi dari titik didih pelarutnya atau
dikatakan titik didih larutan naik. Pada contoh larutan etil alkohol dalam air
tersebut, jika dianggap pelarutnya adalah etil alkohol, maka titik didih
larutan juga naik. Kenaikan titik didih larutan disebabkan oleh turunnya
tekanan uap larutan. Berdasar hukum sifat koligatif larutan, kenaikan titik
didih larutan dari titik didih pelarut murninya berbanding lurus dengan
molalitas larutan.
T b=m x K b
Tb

= Kenaikan titik didih

= Molalitas larutan

Kb

= tetapan kenaikan titik didih molal

c. Titik Beku Larutan


Penurunan tekanan uap larutan menyebabkan titik beku larutan menjadi
lebih rendah dari titik beku pelarut murninya. Hukum sifat koligatif untuk
penurunan titik beku larutan berlaku pada larutan dengan zat terlarut atsiri
(volatile) maupun tak-atsiri (nonvolatile). Berdasar hukum tersebut,
penurunan titik beku larutan dari titik beku pelarut murninya berbanding
lurus dengan molalitas larutan.
T f =m x K f
Tf

= Kenaikan titik beku

= Molalitas larutan

Kf

= tetapan kenaikan titik beku larutan

d. Tekanan Osmosis

Tekanan osmotik adalah tekanan yang diberikan pada larutan yang dapat
menghentikan perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam larutan
melalui membran semi permeabel (proses osmosis).
=MRT
M = Molalitas larutan
R = Konstanta gas (0,0821 L atm/K mol)
T = Suhu mutlak
2.4. Kelarutan
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan
pelarut, juga bergantung pada factor temperature, tekanan, pH larutan, dan untuk jumlah
yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Dari Sembilan kemungkian
tipe campuran yang telah disebutkan diatas, hanya gas dalam cairan, cairan dalam
cairan, dan padat dalam cairan saja yang paling penting dalam bidang farmasi.
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut
dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kuanlitatif didefinisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse molekuler
homogen.
Larutan jenuh adalah suatu larutan di mana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh
adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah
konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperature tertentu.
Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya da pada temperature tertentu,
terdapat pula zat terlarut yang tidak larut. Kadaan lewat jenuh mungkin terjadi apabila
inti kecil zat terlarut yang dibutuhkan untuk pembentukan Kristal permulaan lebih
mudah larut daripada Kristal besar, sehingga menyebabkan sulitnya inti terbentuk dan
tumbuh dengan akibat kegagalan kristalisasi.
Kelarutan dapat digambarkan secara benar dengan menggunakan aturan fase
Gibbs.
F=CP+2

Keterangan
F : Jumlah derajat kebebasan
C : Jumlah komponen terkecl yang cukup untuk menggambarkan kompoisi kimia
tiap fase
P : Jumlah fase
Kelarutan obat menutur U.S Pharmacopeia dan National Formulary adalah jumlah
ml pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut.
Tabel 1. Istilah Perkiraan Kelarutan
Istilah

Bagian Pelarut yang Dibutuhkan untuk 1 Bagian

Sangat mudah larut

Zat terlarut
Kurang dari 1 bagian

Mudah larut

1-10 bagian

Larut

10-30 bagian

Agak sukar larut

30-100 bagian

Sukar larut

100-1.000 bagian

Sangat sukar larut

1.000- 10.000 bagian

Praktis tidak larut

Lebih dari 10.000 bagian

2.5. Interaksi Pelarut dan Zat Terlarut


Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu oleh
dipole momennya. Pelart polar melarutkan zat terlarut ionic dan zat polar ainnya.
Hildebrand telah membuktikan bahwa pertimbangan tentang dipole momen saja tidak
cukup untuk meneragkan kelarutan zat polar dalam air. Kemampuan zat terlarut
membentuk ikatan hydrogen lebih merupakan factor yang jauh lebih berpengaruh
dibandingkan dengan polaritas yang direfleksikan dalam dipole momen yang tinggi.

Perbedaan sifar keasaman dan kebasaan dari konstituen dalam hal donor akseptor
electron Lewis juga member andil untuk interaksi spesifik dalam larutan.
Kelarutan zat juga bergantung pada gambaran struktur seperti perbandingan gugus
polar terhadap gugus nonpolar dari molekul. Apabila panjang rantai nonpolar dari
alcohol alifatik bertambah kelarutan senyawa tersebut dalam air akan berkurang. Apabila
ada gugus polar tambahan dalam molekul seperti pada propilenglikol, gliserin, dan asam
tartrat, kelarutan dalam air akan meningkat. Percabangan pada rantai mengurangi efek
nonpolar dan menyebabkan kenaikan kelarutan dalam air.
Pelarut polar seperti air bertindak sebagai pelarut menurut mekanisme sebagai
berikut
a. Disebebkan oleh tingginya tetapan dielektrik, yaitu sekitar 80 untuk air. Pelarut polar
mengurangi gaya tarik-menarik antara ion dalam Kristal yang bermuatan beralwanan
seperi natrium klorida.
b. Pelarut polar memecahkan ikatan kovalen dari elektrolit kuat dengan reaksi asam
basa karena pelarut ini amfiprotik. Sebagai contoh, air menyebabkan ionisasi HCl.
Asam organic lemak kelihatannya tidak akan terionisasi oleh air, disebut dengan
kelarutn parsial, sebagai pengganti pembentukan ikatan hydrogen dengan air.
c. Akhirnya, pelarut polar mampu mengsolvasi molekul dan ion dengan adanya gaya
interaksi dipole, terutama pembentukan ikatan

hydrogen, yang menyebabkan

kelarutan dari senyawa tersebut. Zat terlarut harus bersifat polar karena seringkali
harus bersaing untuk mendapatkan tempat dalam struktur pelarut apabila ikatan
dalam molekul pelarut tersebut telah berasosiasi

Pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion


elektrolit kuat dan lemah karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga tidak
dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena pelarut
nonpolar termasuk dalam golongan pelarut aprotik, dan tidak dapat membentuk jembatan
hydrogen dengan nonelektrolit. Oleh karena itu, zat terlarut ionic dan polar tidak larut
atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut nonpolar.

Namun, senyawa nonpolar dapat melarutkan zat terlarut nonpolar denan tekanan
dalam yang sama melalui interaksi dipole induksi. Molekul zat terlarut tetap berada
dalam larutan dengan adanya gaya van der Waals-London yang lemah.
Pelarut semipolar seperti keton dan alcohol dapat menginduksi suatu derajat
polaritas tertentu dalam molekul pelarut nonpolar, sehingga menjadi dapat larut dalam
alcohol. Senyawa semipolar dapat bertindak sebagai pelarut perantara yang dapat
menyebakan bercampurnya cairan polar dan nonpolar.
2.5.1. Kelarutan Gas dalam Cairan
Kelarutan gas dalam cairan adalah konsentrasi gas terlarut apabila berada dalam
kesetimbangan dengan gas murni di atas larutan. Kelarutan terutama bergantung
pada tekanan, temperature, adanya garam, dan reaksi kimia yang kadang-kadang
terjadi antara gas dengan pelarut.
Tekanan
Tekanan mengubah kelarutan gas terlarut dalam kesetimbangan. Pengarut
tekanan pada kelarutan gas dinyatakan oleh Hukum Henry yang menyatakan
bahwa dalam larutan yang sanat encer, pada temperature konstan, konsentrasi
gas terlarut sebanding dengan tekanan parsial gas di atas larutan pada
kesetimbangan. Tekanan parsial gas diperoleh dengan mengurangi tekanan uap
pelarut dari tekanan uap total di atas larutan. Jika C 2 adalah onsentrasi gas
teralrut dalam gram/liter pelarut dan p adalah tekanan parsial gas yang tidak
terlarut dalam mmHg, Hukum Henry dapat ditulis,
C2 =p
Dimana

adalah tetapan perbandingan untuk larutan tertentu, disebut juga

dengan koefisien kelarutan. Hokum tersebt menyatakan bahwa kelarutan gas


naik sebading dengan tekanan gas dalam larutan. Sebaliknya, kelarutan gas
turun sehingga kadang-kadang gas melepaskan diri dengan paksa apabila
tekanan di atas larutan dihilangkan. Gejala ini secara umum dikenal dalam

larutan effervescent apabila sumbat wadah dicabut.


Temperatur
Apabila temperature naik, kelarutan gas umumnya turun, disebabkan karena
kecederungan gas yang besar untuk berekspansi. Sifat ekspansi ini, bersama-

sama dengan gejala tekanan, mengharuskan para ahli farmas berhati-hati dalam
membuka wadah larutan bergas dalam keadaan iklim yang panas dan keadaan

peningkatan temperature lainnya.


Salting out
Gas kadang-kadag dibebaskan dari larutan dimana gas tersebut terlarut, dengan
memasukkan elektrolit seperti natrium klorida dan kadang-kadang dengan zat
nonelektrolit seperti sukrosa. Gejala ini dikenal sebagai pengusiran garam
(salting out). Hasil pelepasan gas disebabkan karena gaya tarik-menarik ion
garam atau zat nonelektrolit yang sangat polar dengan molekul air, yang
mengurangi kerapatan lingkungan airyang berdekatan dengan molekul gas.
Pengusiran garam dapat juga terjadi pada larutan cairan dalam cairan dan pada

padatan dalam cairan.


Pengaruh reaksi kimia
Hukum Henry diterapkan dengan tegas untuk gas-gas yang hanya larut sedikit
dalam larutan dan tidak bereaksi di dalam pelarut. Gas seperti hidroklorida,
ammonia, dan karbondioksida memperlihatkan penyimpangan sebagai akibat
adanya reaksi kimia antara gas dan pelarut, biasanya dengan hasil meningkatnya
kelarutan. Sesuai dengan hal tersebut, hydrogen klorida sekitar 10.000 kali lebih
larut dalam air daripada oksigen.
Kelarutan gas dalam cairan dapat dinyatakan baik dengan tetapan

hukum Henry maupun dengan koefisien absorpsi Bunsen, . Koefisien absorpsi


Bunsen , didefinisikan sebagai volume gas dalam liter (reduksi keadaan standar 0 o
C dan tekanan 760 mmHg) yang terlarut dalam 1 liter pelarut pada tekanan parsial
gas 1 atmosfer pada temperature tertentu.
V gas ,STP
=p
V larutan
V gas adalah volume gas pada STP, yang teralrut dalam suatu volume
larutan V larutan pada tekanan gas parsial p. koefisien Bunsen untuk beberapa gas
dalam air pada 0o C dan 25o C didapat dalam table dibawah ini.
Tabel 2. Koefisien Bunsen untuk Gas dalam Air pada 0o C dan 25o C

Gas

0o C

25o C

H2

0.0215

0.0175

N2

0.0235

0.0143

O2

0.0478

0.0284

CO2

1.713

0.759

2.5.2. Kelarutan Cairan dalam Cairan


Menurut hokum Raoult,
pi= pt X i
o

Tekanan parsial komponen dalam campuran cair pada temperature


tertentu,

pi

, setara dengan tekanan uap dalam keadaan muri dikalikan fraksi

mol komponen dalam larutan.


Interaksi pelarut dalam zat terlarut dikenal sebagai solvasi. Pelarut polar
dan semipolar seperti air dan alcohol, gliserin dan alcohol, alcohol dan aseton,
dikatakan tercampur sempurna karena bercampur dalam egala perbandingan.
Pelarut nonpolar seperti benzene dan karbon tetraklorida juga bercampur
sempurna.
Apabila air dan eter atau air dan fenol dicampur dalam jumlah tertentu,
akan terbentuk dua lapisan cairan, masing-masing cairan mengandung cairan lain
daam keadaan terlarut.
Kelarutan timbal balik dari cairan yang bercampur sebagian dipengaruhi
oleh temperature. Dalam system seperti fenol dan air, kelarutan timbale-balik dari
dua fase konjugat naik dengan naiknya temperature sampai pada temperature
larutan kritis, komposisi menjadi identik. Pada temperature ini, terbentuk system
homogeny atau fase tunggal. Dari pengetahuan mengenai diagram fase, lebih
khusus lagi mengenai tie line yang memotong urva binodial, dimungkinkan untuk
menghitung komposisi setiap komponen dalam kedua ase konjugat dan jumlah
satu fase relative terhadap yang lain.
Dalam beberapa pasang cairan, kelarutan dapat naik apabila temperature
turun dan system memperlihatkan temperature konsulut minimum, dibawah

temperature ini kedua lapisan larut dalam segala perbandingan, dan diatas
temperature ini terbentuk dua lapisan yang terpisah.
Penambahan suatu zat ke dalam system cairan biner menghasilkan system
terner yaitu suatu system yang memounyai 3 komponen. Jika zat yang
ditambahkan hanya larut dalam salah satu dari kedua komponen, atau kjika
kelarutan dalam kedua larutan jelas berbeda, kelarutan timbal-balik pasangan
cairan akan turun. Jika campuran biner semula mempunyai temperature kritik
larutan maksimum, temperature akan naik; jika campuran tersebut mempunyai
temperature kritik larutan minimum, temperature akn turun dengan enambhan
komponen ketiga.
Apabila zat ketiga larut dalam kedua cairan dalam jumlah yang sama
banyak, kelarutan timbale-balik pasangan cairan akan naik; temperature kritik
larutan maksimum akan turun dan temperature kritik larutan minimum akan naik.
Kenaikan dalam kelarutan timbal-balik dari dua pelarut yang tercampur sebagian
oleh zat lain biasanya disebut blending. Apabbila kelarutan cairan nonpolar dalam
air naik dengan adanya zat aktif permukaan pembentuk misel, gejala ini disebut
kelarutan misel.
2.5.3. Kelarutan Zat Padat dalam Cairan
Kelarutan Zat Padat Dalam Cairan Dipengaruhi oleh :
a. Temperatur
b. Penambahan Zat Terlarut Lain
c. Polaritas Pelarut
d. Konstanta Dielektrik Pelarut
e. pH Larutan
f. Ukuran Partikel
g. Ukuran Molekul
h. Polimorfisme
Kelarutan Zat Padat Dalam Cairan Pengaruh Temperatur
Temperatur dapat meningkatkan kelarutan zat padat terutama kelarutan garam
dalam air, sedangkan kelarutan senyawa non polar hanya sedikit sekali dipengaruhi
oleh temperatur.
H, panas pelarutan parsial; panas yang diabsorbsi per mol bila sejumlah kecil zat
terlarut ditambahkan dalam sejumlah besar pelarut

H (larutan) = H (sublimasi) H (hidrasi) { Reaksi eksoterm dan endoterm }


Kelarutan Zat Padat Dalam Cairan Pengaruh Temperatur
Sebagian besar garam memiliki kelarutan yang besar dalam air panas. Beberapa
garam memiliki panas pelarutan negatif (exothermic) dan kelarutannya akan menurun
dengan meningkatnya kelarutan beberapa garam sebagai fungsi dari temperature.
Kelarutan menurun dengan adanya ion sejenis dan akan meningkat dengan
penambahan ion tidak sejenis. Apabila elektrolit sukar larut dilarutkan untuk
membentuk larutan jenuh, kelarutan digambarkan sebagai Ksp.
Kelarutan Zat Padat Dalam Air Pengaruh Penambahan Zat Lain

Penambahan Ion Sejenis


Bagian ekor merupakan senyawa hidrokarbon rantai panjang. Bagian kepala
dapat berupa anionik, kationik, zwitterion(dipolar), nonionik. Surfaktan
merupakan molekul ampifilik yang tersusun dari bagian polar/hidrofilik (head),
dan bagian nonpolar/hidrofobik (tail).

Penambahan Surfaktan
Pada konsentrasi diatas Konsentrasi Misel Kritis (KMK) membentuk misel
(agregat kolidal)yang berperan dalam proses solubilisasi miselar. Pada
konsentrasi rendah dalam larutan berada pada permukaan atau antar muka
larutan dan memberikan efek penurunan tegangan permukaan.
Solubilisasi Miselar Suatu pelarutan spontan yang terjadi pada molekul zat yang

sukar larut dalam air melalui interaksi yang reversibel dengan misel dari surfaktan
dalam larutan sehingga terbentuk suatu larutan yang stabil secara termodinamika.
Syarat: konsentrasi surfaktan KMK. Untuk senyawa yang terionisasi (elektrolit)
seperti asam karboksilat (HA) kelarutan merupakan fungsi dari pH.
Kelarutan Zat Padat Dalam Cairan Pengaruh Ph Kelarutan

Senyawa yang terionisasi dalam air sangat dipengaruhi oleh pH, sedangkan
kelarutan senyawa non elektrolit yang tidak terionisasi dalam air hanya sedikit
dipengaruhi oleh pH. Ex; Asam salisilat, Atropin Sulfat, tetrakain HCl,
Sulfonamida, Fenobarbital Na. Penentuan pH optimum, untuk menjamin larutan
yang jernih dan kefektifan terapi yang maksimum. Peningkatan pH dapat
meningkatkan kelarutan senyawa asam lemah, dan penurunan pH dapat
meningkatkan kelarutan senyawa basa lemah.
Kelarutan Zat Padat Dalam Cairan Pengaruh Polaritas Pelarutan
Molekul zat terlarut non-polar akan terlarut dalam pelarut nonpolar. Molekul zat
terlarut polar akan terlarut pada pelarut polar. Polaritas molekul pelarut dan zat
terlarut dapat mempengaruhi kelarutan secara umum.
Kelarutan Zat Padat Dalam Cairan Pengaruh Konstanta Dielektrik
Konstanta dilektrik dari suatu sistem pelarut campur adalah merupakan jumlah
hasil perkalian fraksi pelarut dengan konstanta dielektrik masing- masing pelarut
dari sitem pelarut campur tersebut. Senyawa hidrofobik meningkat kelarutannya
dalam air dengan adanya perubahan konstanta dielektrik pelarut yang dapat
dilakukan dengan penambahan pelarut lain (kosolven).
Kelarutan Zat Padat Dalam Cairan Pengaruh Kosolven
Kosolvent adalah pelarut yang digunakan dalam kombinasi untuk meningkatkan
kelarutan solut. Kosolvensi merupakan suatu fenomena dimana zat terlarut memiliki
kaelarutan yang lebih besar dalam campuran pelarut dibandingkan dalam satu jenis
pelarut.
Kelarutan Zat Padat Dalam Cairan Pengaruh Ukuran Partikel
Ukuran partikel dapat mempengaruhi kelarutan karena semakin kecil partikel,
rasio antara luas permukaan dan volume meningkat. Meningkatnya luas permukaan

memungkinkan interaksi antara solut dan solvent lebih besar. Pengaruh ukuran
partikel terhadap kelarutan digambarkan dalam persaman berikut.
Dalam hal senyawa organik, pecabangan akan meningkatkan kelarutan, karena
semakin banyak percabangan akan memperkecil ukuran molekul, sehingga
mempermudah proses pelarutan oleh molekul pelarut. Semakin besar ukuran
molekul zat terlarut semakin sulit molekul pelarut mengelilinginya untuk
memungkinkan terjadinya proses pelarutan. Semakin besar ukuran molekul semakin
berkurang kelarutan suatu senyawa.
Kelarutan Zat Padat Dalam Cairan Pengaruh Polimorfisme
Karena titik leleh merupakan salah satu faktor yang mermpengaruhi kelarutan,
maka polimorf akan memiliki kelarutan yang berbeda. Bentuk polimer dapat
mempengaruhi warna, kekerasan, kelarutan, titik leleh dan sifat sifat lain dari
senyawa. Perubahan dari satu bentuk kristal ke bentuk yang lain adalah reversibel,
proses ini disebut enantiotropik Polimorfisme adalah kapasitas suatu senyawa untuk
terkristalisasi menjadi lebih dari satu jenis bentuk kristal.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang
terlarut. Laarutan dapat dibagi menjadi 3 yaitu larutan tak jenuh, larutan jenuh, dan larutan
sangat jenuh. Berdasarkan dapat tidaknya menghantarkan listrik, larutan dibagi menjadi
larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit. Larutan memiliki sifat koligatif meliputi
penutunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku dan tekanan osmosis.
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam
larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kuanlitatif didefinisikan sebagai
interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse molekuler homogen.
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga
bergantung pada factor temperature, tekanan, pH larutan, dan untuk jumlah yang lebih kecil,
bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Dari Sembilan kemungkian tipe campuran yang
telah disebutkan diatas, hanya gas dalam cairan, cairan dalam cairan, dan padat dalam cairan
saja yang paling penting dalam bidang farmasi.
3.2. Saran
Disarankan untuk mencari sumber buku lain dan mencari sumber terpercaya
lainnya seperti jurnal ilmiah dalam penyusunannya.

DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Penerbit Erlangga. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.
Juliantara,

Ketut.

2009.

Kimia

Larutan.

Available

online

at

http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/18/kimia-larutan-kimia-dasar-39481.html
[diakses pada 10 Juli 2014]
Martin, A. 1990. Farmasi Fisika , Buku I. UI Press. Jakarta.
Sumardjo, Damin. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Penerbit Buku Kedoteran EGC. Jakarta.
Utami, Budi. 2011. Teori Ion Svante August Arrhenius. Available online at http://www.chem-istry.org/materi_kimia/kimia-sma-ma/teori-ion-svante-august-arrhenius/
pada 10 Juli 2014]

[diakses

Anda mungkin juga menyukai