Industri AMDK bermula dari Tirto Utomo seorang mantan wartawan dan kepala
bagian hukum di Pertamina Jakarta, yang bertanggung jawab menangani kontrak dengan
pihak asing. Diawali dengan perundingan dengan delegasi dari Amerika Serikat yang
nyaris gagal karena sang istri ketua delegasi mendadak sakit perut karena meminum air
yang kurang bersih. Dan pengawal pejabat dari Jepang yang selalu membawa air minum
asli dari negaranya karena takut meminum air dari Indonesia yang tidak higienis. Serta
ramalan yang berkembang bahwa Indonesia akan mengalami krisis air bersih di abad-21.
Hal tersebut menimbulkan ide bagi Tirto Utomo untuk memproduksi air minum dalam
kemasan yang siap untuk diminum.
Tirto Utomo mendirikan perusahaan Air Minum Dalam Kemasan pertama di
Indonesia dengan nama PT Aqua Golden Mississippi yang didirikan pada tahun 1973
dengan lokasi pabrik pertama di Bekasi dan merek produk AQUA dan hingga 2006 AQUA
memiliki 14 pabrik yang tersebar diseluruh Indonesia dan Brunei Darussalam. Produksi
pertama AQUA diluncurkan dalam bentuk kemasan botol kaca ukuran 950ml dengan
harga perbotol adalah Rp. 75,- dan kapasitas produksi tahun pertama sebesar 6 juta liter.
Kemudian diikuti dengan didirikannya AdeS pada tahun 1985 dengan nama
perusahaan PT. Ades Alfindo Putra Setia oleh Bapak A. Gunawan yang menguasai 61%
persen saham AdeS dan 39% saham dimiliki oleh publik. Selain memproduksi dan
mendistribusikan AMDK, AdeS juga melakukan kerjasama menjadi distributor AMDK
Prancis untuk Indonesia yaitu Evian sejak tahun 1993. Tahun 1994, AdeS melakukan
perjanjian joint venture dengan Quaker Oats dari Amerika Serikat untuk memproduksi dan
Implikasi akuisisi ..., Dewi Kurniati, FE UI, 2007
diakuisisi oleh The Coca Cola Company sehingga berubah nama menjadi PT AdeS Waters
Indonesia, Tbk. Dan AdeS memproduksi, mendistribusi, dan menjual AMDK dengan
merek AdeS, AdeS Royal, dan Nestl Pure Life.
Hingga saat ini, industri AMDK mengalami perkembangan yang sangat pesat dan
menjadi salah satu industri yang penting dan strategis di Indonesia. Hal tersebut dapat
dilihat dari meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap AMDK dan banyaknya pihak
maupun usaha lain yang terlibat dalam industri AMDK. Konsumsi AMDK (yang diukur
dengan meningkatnya volume penjualan) dapat dilihat pada gambar 4.1. Walaupun
pertumbuhannya menurun dari 54,2% ditahun 2000 menjadi 11% ditahun 2005 tapi
volume penjualannya meningkat dari 2,4 miliar liter di tahun 1999 menjadi 10,1 miliar liter
di tahun 2005. Pertumbuhan yang menurun diakibatkan oleh munculnya industri AMIU
yang hingga saat ini belum ada regulasinya sehingga tidak ada pembedaan atau diferensiasi
antara AMDK dan air yang berasal dari depot air minum termasuk pemakaian botol
AMDK oleh industri AMIU yang merugikan industri AMDK. Dan penawaran harga
produk AMIU yang jauh dibawah harga produk AMDK (harga AMIU 30% dari harga
produk AMDK) mengakibatkan berpalingnya konsumen AMDK ke AMIU. Dan industri
AMDK merupakan industri yang terintegrasi dengan industri lain seperti industri plastik
untuk kemasan AMDK, industri botol kaca, industri kertas karton, dan lain-lain. Dan harga
plastik yang berfluktuasi mengikuti harga minyak berpengaruh cukup signifikan terhadap
biaya produksi perusahaan.
Tahun
Jumlah Perusahaan
1973
1983
1993
2003
2004
2005
1
5
140
413
426
440
Kapasitas Produksi
(dalam juta liter)
6
10
1590
8100
9100
12600
Sumber: ASPADIN
Dari sisi investasi, industri AMDK merupakan industri padat modal terlebih jika
digabungkan dengan investasi yang dilakukan oleh para pemasoknya yang tidak dapat
dipisahkan karena merupakan industri yang saling terkait. Selama tahun 2000-2002,
investasi di bidang industri AMDK dengan industri pemasok yang terkait langsung (pabrik
botol, gelas, karton, dan kemasan lainnya) mencapai lebih dari Rp. 3 trilyun, baik yang
dilakukan oleh pemain lama seperti AQUA maupun pemain baru.
Dari sisi penyerapan tenaga kerja, industri AMDK termasuk padat karya. Tenaga
kerja langsung diperkirakan mencapai 28.000 orang; tenaga kerja tidak langsung yang
menangani transportasi, distribusi, pemasok, dan lain-lain diperkirakan mencapai 5 kali
lipat; dan jika diperhitungkan dengan para pengecer langsung diperkirakan industri AMDK
menghidupi lebih dari satu juta tenaga kerja.
Perkembangan industri AMDK dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
a. Jumlah penduduk
Meningkatnya jumlah penduduk baik karena kelahiran maupun migrasi
akan meningkatkan permintaan air bersih. Pada tabel 4-2, terlihat dengan posisi
Indonesia sebagai negara dengan populasi penduduk tertinggi keempat setelah
Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan jumlah penduduk Indonesia diperkirakan
pada tahun 2010 mencapai 229,955 juta jiwa. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 40
persen penduduk di perkotaan dan kurang dari 30 persen penduduk di pedesaan
yang tersambung dengan jaringan air minum (PAM). Indonesia tidak membangun
jaringan air minum (potabel water) di sehingga air dari keran harus dimasak
terlebih dahulu. Penduduk yang tidak terlayani oleh jaringan pipa air minum
menggunakan sumber air minum dari air tanah, air kemasan, dan air dari penjaja
keliling. Itu merupakan target konsumen yang cukup besar bagi industri AMDK
yang berkaitan dengan fungsi permintaan perusahaan.
Tabel 4-2. Jumlah Penduduk Beberapa Negara di Dunia (dalam Juta Jiwa)
NEGARA
CINA
INDIA
AMERIKA SERIKAT
INDONESIA
BRAZIL
PAKISTAN
RUSIA
BANGLADESH
JEPANG
NIGERIA
Sumber: BPS, diolah.
1990
1155,3
834,7
223,1
179,5
144,7
112,4
147,9
109,8
123,5
96,2
2000
1264,5
1002,1
275,6
203,5
170,1
150,6
145,2
128,1
126,9
123,3
2010
1428,885
1132,373
311,428
229,955
192,213
170,178
164,076
144,753
143,397
139,329
b. Konsumsi perkapita
Dapat dilihat pada tabel 4-3, konsumsi per kapita AMDK Indonesia yang
relatif lebih rendah dibandingkan negara lainnya hanya sebesar 36 liter pada tahun
2005 menjadikan daya tarik bagi perusahaan baru untuk bermain dalam industri ini.
Tidak hanya perusahaan dalam negeri saja yang tertarik untuk ikut meramaikan
industri AMDK, bahkan perusahaan asing pun ikut bermain. Hal tersebut ditandai
dengan dimasukinya AQUA oleh Grup Danone sejak tahun 1996, perusahaan
makanan dari Perancis. Pada tanggal 4 September 1998 PT Tirta Investama
menandatangani persetujuan usaha patungan dengan Group Danone, perusahaan
multinasional yang berkantor pusat di Paris, Perancis. Group Danone melakukan
usaha patungan tersebut melalui anak perusahaan, Danone Asia, mengambil 40%
saham PT Tirta Investama. Melalui usaha patungan ini, Group Danone efektif
memiliki 30% saham PT Aqua Golden Mississippi Tbk. Dan PT AdeS Alfindo
Putra Setia Tbk melakukan joint venture dengan The Coca Cola Company sejak 30
Juni 2000. The Coca Cola Company mengambilalih (akuisisi) PT AdeS Alfindo
Putra Setia Tbk yang memproduksi AdeS pada tahun 2004 dengan nilai transaksi
US$ 19,89 juta. Akibat pengambilalihan AdeS, PT AdeS Alfindo Putra Setia Tbk
berubah nama menjadi PT AdeS Waters Indonesia Tbk. Saat ini kepemilikan
terbesar dikuasai oleh The Coca Cola Company.
Tabel 4-3. Konsumsi per Kapita AMDK 2005 (dalam liter)
Negara
Indonesia
Thailand
AS
Perancis
Italia
Sumber: ASPADIN
c. Kondisi ekonomi
Kondisi ekonomi seperti inflasi, nilai tukar, pengangguran, dan globalisasi
sangat berpengaruh pada perkembangan industri AMDK. Peningkatan inflasi
berdampak pada dua sisi yang saling berkaitan. Dari sisi perusahaan, peningkatan
inflasi menurunkan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Untuk bahan baku yang
berasal dari luar negeri mengindikasikan peningkatan harga bahan baku yang harus
dibeli oleh perusahaan yang direfleksikan dengan peningkatan biaya produksi
perusahaan. Karena kesulitan pembiayaan (modal), peningkatan biaya perusahaan
akan berimbas pada penurunan produksi. Penurunan produksi akan menurunkan
jumlah pekerja (peningkatan pengangguran). Dari sisi masyarakat atau konsumen,
peningkatan inflasi akan menurunkan daya beli masyarakat yang berdampak pada
penurunan permintaan terhadap barang dan jasa.
Selain itu, globalisasi yang membuka peluang bagi perusahaan asing untuk
masuk ke Indonesia yang berarti meningkatkan persaingan dalam industri AMDK.
Bagi perusahaan asing dengan kapasitas produksi yang besar, telah mencapai
tingkat efisiensi sehingga dapat menjual produknya relatif lebih rendah
dibandingkan pesaingnya, dan perusahaan multinasional bahkan internasional yang
memiliki jaringan distribusi yang luas dan telah dikenal oleh masyarakat
menjadikan persaingan kian tinggi. Hal ini akan menyulitlkan perusahaan kecil
yang bergerak dalam industri AMDK karena belum mencapai efisiensi.
d. Kebijakan pemerintah
Dilihat dari begitu besarnya potensi perkembangan industri AMDK di
Indonesia, maka Pemerintah membuat:
Surat
Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
Nomor
kehidupan
dan
memperpanjang
usia),
meningkatnya
pendidikan
13
Hak Guna Pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air. Sedangkan Hak Guna Usaha adalah hak untuk
memperoleh dan mengusahakan air.
digunakan rasio konsentrasi dua perusahaan besar (CR2) yang diakuisisi yaitu
AQUA dan AdeS, yang berarti menghitung berapa persen output dalam pasar
oligopoly dikuasai oleh dua
Untuk air sebenarnya merupakan produk homogen. Tapi air dalam industri
AMDK merupakan produk terdiferensiasi karena konsumen terutama karena
pengaruh iklan menjadi semakin terdidik, mereka membedakan produk tersebut
melalui merek. Terlebih karena peran besar AQUA dalam menanamkan brand
image melaui iklan-iklan yang edukatif, continue, dan memakan biaya yang cukup
besar.
c. Kualitas produk
Kualitas produk yang tinggi akan mengakibatkan harga yang lebih tinggi.
Oleh karena itu akan diproduksi lebih sedikit untuk mempertahankan tingkat harga
di titik optimal yang memberikan laba maksimal. Ketika kualitas produk rendah,
relatif lebih banyak yang diproduksi sehingga akan menurunkan barrier to entry
yang berimplikasi pada menurunnya laba perusahaan. Juga karena adanya profit,
social contribution ataupun dwl (dead weight loss) meningkat. Perusahaan
seharusnya dapat memproduksi dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik dan
lebih banyak. Kenyataannya perusahaan tidak berproduksi dikapasitas maksimal
selain memperhitungkan perilaku pesaingnya. Oleh karena itu surplus konsumen
yang dimiliki oleh konsumen beralih menjadi keuntungan perusahaan. Hal
tersebutlah yang menyebabkan kualitas di pasar oligopoly lebih rendah.
Pada pasar oligopoly dengan produk yang terdiferensiasi, maka semakin
banyak pilihan konsumen akan produk tersebut. Dengan memproduksi barang yang
berbeda secara kualitas dan dengan biaya produksi marginal yang berbeda,
perusahaan dapat meningkatkan laba dengan mengambil relung konsumen yang
berbeda. Bisa juga dilakukan dengan mengeluarkan produk yang berbeda untuk
pasar yang berbeda. Seperti yang dilakukan oleh AQUA yang mensegmentasikan
produk AQUA sebagai first brand untuk golongan menengah keatas dan untuk
produk diferensiasi lainnya adalah Vit sebagai second brand yang berusaha untuk
membidik masyarakat golongan menengah kebawah. Begitu juga dengan
perusahaan lainnya seperti PT Ades Alfindo Putra Setia yang memproduksi AdeS
sebagai first brand dan Vica, Desca, AdeS Royal, dan lain-lain sebagai produk
diferensiasinya. Dan produk Desca dan AdeS Royal diperuntukkan pada hotel,
cafe, bioskop 21, dan restoran.
Selain dari proses produksi berbeda, biaya produksi yang berbeda, merek
yang berbeda, segmen pasar berbeda, harga yang ditawarkan berbeda,. Untuk
AQUA menggunakan mata air bawah tanah sedangkan untuk VIT menggunakan
mata air sumur. Dari asalnya saja sudah terlihat. VIT menggunakan air yang berada
dipermukaan yang sudah terkontaminasi. Sedangkan AQUA menggunakan air
bawah tanah yang belum terkontamisasi secara langsung oleh udara luar dan oleh
karena itu membutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk memproduksinya. Iklan
maupun biaya promosi yang dilakukan untuk first brand (AQUA) jauh lebih besar
dibandingkan VIT. Sehingga wajar jika harga AQUA lebih mahal dibandingkan
VIT dan produk dari perusahaan pesaing lainnya. Saat ini (2006) harga satu galon
AQUA dipasaran Pulau Jawa sekitar Rp. 9000, sedangkan VIT dan produk dari
perusahaan pesaing lainnya sekitar Rp. 7500.
Selain itu, pengukuran kualitas produk dalam industri AMDK dapat diukur
melalui tahapan proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Untuk AQUA,
proses produksi dilakukan melalui 14 kali penyaringan. Pemerintah pun
menetapkan standardisasi proses produksi AMDK melalui Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 705/MPP/Kep/11/2003
tentang
Persyaratan
Teknis
Industri
Air
Minum
Dalam
Perdagangannya.
Kemasan
dan
f. Persaingan harga
Persaingan yang dilakukan merupakan salah satu bentuk hambatan.
Persaingan dilakukan untuk merebut konsumen. Bentuk persaingan diantaranya
dengan persaingan harga dan persaingan non harga. Persaingan harga dilakukan
dengan membedakan harga pada produk yang terdiferensiasi melalui merek dan
pada wilayah yang berbeda diluar perhitungan biaya transportasi. AQUA
merupakan produk yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan produk
perusahaan AMDK lainnya. AQUA menjual produk galon dipasaran Rp. 9000
sedangkan produk perusahaan lain sebesar Rp. 7500 per galon. Perbedaan tersebut
merupakan keuntungan yang didapatkan AQUA sebagai leader dalam indutri dan
keberhasilan iklan yang overbranding
Dan karena bermain dalam segmen pasar tertentu, maka satu perusahaan
terkadang memiliki merek yang berbeda sebagai first brand untuk konsumen
menengah ke atas dan second brand untuk konsumen menengah ke bawah, dengan
harga yang berbeda.
g. Persaingan non harga
Kompetisi non harga seperti iklan dilakukan untuk memberikan informasi,
membentuk citra yang baik terhadap perusahaan, dan mempengaruhi perilaku
konsumen, serta menanamkan brand image sehingga produk kita merupakan
produk yang menjadi pilihan pertama bagi konsumen untuk memilihnya.
Persaingan non harga yang dilakukan industri AMDK pada umumnya
adalah melalui iklan. Iklan dapat dilihat melalui dua perspektif, yaitu produsen dan
konsumen. Bagi produsen, iklan merupakan biaya tambahan yang harus
ditanggung. Tapi karena dampak iklan cukup signifikan terhadap peningkatan
penjualan perusahaan yang akan meningkatkan laba perusahaan dan digunakan
sebagai barrier to entry terhadap pesaing yang ingin masuk maka laba merupakan
cara yang saat ini masih dianggap menguntungkan bagi perusahaan secara
keseluruhan. Bagi fringe firms dengan dana yang terbatas sangat tidak mungkin
untuk melakukan iklan karena kapasitas produksi mereka tidak seefisien dominant
firm, sehingga posisi dominant firm tidak akan tergantikan oleh fringe firms kecuali
mereka melakukan merger ataupun akuisisi untuk menanggulang monopoli power
dominant firm. Sehingga dapat dikatakan bahwa iklan merupakan sunk cost bagi
perusahaan.
14
Generic Brand akan lahir apabila sebuah produk telah melakukan branding yang sangat kuat sehingga nama merk
produk tersebut menjadi sebuah nickname untuk produk sejenis di kelasnya.
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISA HASIL
Pada bagian awal bab ini akan dilakukan overview keuangan daerah di Indonesia
terlebih dahulu, baru kemudian akan dibahas elastisitas pajak dan terakhir analisa tax effort
dari hasil estimasi.
4.1
73
Pengaruh pendaerahan ..., Dyah Retno
Kusumaningtyas, FE UI, 2007
BAB V
HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
Tingginya permintaan air bersih dan rendahnya hambatan untuk memasuki industri
AMDK telah mengakibatkan pertumbuhan yang pesat dalam bermunculannya perusahaanperusahaan baru. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 5-1. Pada tahun 1973 jumlah
perusahaan hanya satu yaitu AQUA dengan produksi aktual sebesar 6 juta liter per tahun.
Kemudian pada tahun 1983 jumlah perusahaan yang ikut bermain dalam industri
bertambah menjadi 5 perusahaan dengan produksi aktual sebesar 10 juta liter. Kini
perusahaan yang ikut bermain dalam industri berkembang menjadi 480 perusahaan dengan
produksi aktual sebesar 13,86 miliar liter (meningkat 2310 kali lipat dibandingkan
produksi awal di tahun 1973) dan terdapat 600 merek yang tersebar diseluruh Indonesia.
Dan yang bergabung menjadi anggota ASPADIN hanya 165 perusahaan.
Penurunan produksi aktual di tahun 1998 sebesar 20 persen terjadi karena
menjamurnya industri AMIU dengan harga jual 30% dari harga AMDK. Ini yang membuat
konsumen AMDK beralih mengkonsumsi produk AMIU. Kemudian AQUA maupun AdeS
mengantisipasinya dengan iklan untuk menanamkan brand image produknya di benak
konsumen dan ASPADIN selaku Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan
Indonesia mendesak pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengatur industri AMIU.
Akhirnya pemerintah mengeluarkan Kepmen Perindustrian dan Perdagangan Republik
Indonesia No.651/MPP/Kep/10/2004 tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum dan
Perdagangannya. Hal tersebut berimbas pada konsumen yang loyal untuk kembali
mengkonsumsi produk dari AMDK dan terjadi peningkatan kembali produksi aktual
sebesar 20 persen di tahun 1999 sebesar 2,4 miliar liter, walaupun belum mengalami
Implikasi akuisisi ..., Dewi Kurniati, FE UI, 2007
peningkatan seperti di tahun 1997 yang mencapai 2,5 miliar liter. Tapi, pada tahun 2000
peningkatan drastis terjadi, pertumbuhan mencapai 54,17 persen dengan produksi aktual
mencapai 5,4 miliar liter dan terus meningkat menjadi 13,86 miliar liter di tahun 2006.
Tabel 5-1. Pertumbuhan Pemain dalam industri AMDK di Indonesia (1973-2006)
Tahun
Jumlah
Perusahaan
1973
1983
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
1
5
102
125
132
140
165
184
196
224
249
275
320
246
350
413
426
440
480
Produksi Aktual
(dalam juta liter)
6
10
399
637
1321
1590
1832
2055
2215
2500
2000
2400
3700
5400
7100
8100
9100
12600
13860
Pertumbuhan
Produksi Aktual
(dalam Persen)
66,67
3.890,00
59,65
107,38
20,36
15,22
12,17
7,79
12,87
-20,00
20,00
54,17
45,95
31,48
14,08
12,35
38,46
10
Jumlah Anggota
ASPADIN
13
36
45
47
51
55
62
64
67
71
82
93
108
141
150
165
Investasi
2000
2001
2002
2003
2004
2005
727.096
752.951
775.539
819.822
901.804
954.124
Pertumbuhan Investasi
(dalam Persen)
3,20
3,56
3,00
5,71
10,00
5,80
Konsumsi per kapita pertahun Indonesia yang masih rendah (36 liter per tahun)
dibandingkan konsumsi per kapita negara lain Asia lainnya seperti Thailand
yang
mencapai 70 liter per tahun. Jumlah penduduk Indonesia yang diperkirakan pada tahun
2010 mencapai 229,955 juta jiwa. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 40 persen penduduk
di perkotaan dan kurang dari 30 persen penduduk di pedesaan yang tersambung dengan
jaringan air minum (PAM). Hal tersebut
industri ini mengingat potensi pasar Indonesia masih tinggi. Ditambah dengan konsumsi
per kapita benua Amerika dan Eropa yang sudah cukup tinggi (dimana konsumsi per kapita
AMDK di Amerika Serikat mencapai 80 liter per tahun, Italia sebesar 165 liter per tahun,
dan Perancis 140 liter per tahun) menjadi daya tarik perusahaan seperti Danone (Perancis)
dan The Coca Cola Company (Amerika Serikat) mengakuisisi perusahaan AMDK
Indonesia (AQUA dan AdeS). Dapat dilihat pada gambar 5-1.
Gambar 5-1. Konsumsi per Kapita AMDK di Beberapa Negara (2004, dalam Liter)
5.1.1
Kinerja kapasitas dan produksi keempat perusahaan selama tahun 1991-2005 dapat
dilihat pada tabel 5-3. Penurunan rasio produksi aktual terhadap kapasitas produksi
perusahaan AMDK terbesar, AQUA, yang terjadi di tahun 2000 dari 69,92 persen di tahun
1999 menjadi 38,49 persen di tahun 2000 karena investasi yang dilakukan oleh AQUA
dengan meningkatkan kapasitas produksinya dari 1,754 miliar liter menjadi 4,111 miliar
liter naik sebesar 134,38 persen. Begitu juga dengan AdeS, penurunan rasio produksi
aktual terhadap kapasitas produksi pada tahun 1996 dan 1999 sebesar 59,56 persen dan
38,99 persen terjadi karena peningkatan kapasitas produksi yang dilakukan oleh
perusahaan. Sedangkan penurunan rasio produksi aktual terhadap kapasitas produksi AdeS
pada tahun 2000 dikarenakan kebijakan perusahaan setelah akuisisi dengan The Coca cola
Company untuk memangkas seluruh biaya operasional perusahaan untuk efisiensi seperti
Implikasi akuisisi ..., Dewi Kurniati, FE UI, 2007
pengurangan karyawan dan biaya produksi. Secara keseluruhan dari tahun 1991-2005,
perusahaan semakin efisien dengan semakin meningkatnya rasio kapasitas produksi.
Secara umum dapat dilihat, penggunaan kapasitas produksi kedua perusahaan
belum maksimal. Bagi AQUA, penggunaan maksimum kapasitas produksi tidak dilakukan
karena berhubungan dengan meningkatnya pangsa pasar yang menyebabkan perusahaan
sebagai dominan firm bahkan ke arah monopoli. Hal tersebut bersinggungan dengan
Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat BAB V pasal 25 ayat 2 yang menyatakan bahwa:
Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila:
a.
satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50%
(lima puluh persen) atau lebih pangsa pasas satu jenis barang atau jasa
tertentu; atau
b.
dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75%
(tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu.
Sedangkan bagi AdeS, belum maksimalnya penggunaan kapasitas produksi karena strategi
dan kebijakan produksi perusahaan.
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
PT AGM
PT Ades
1.208
209
17,30
1.208
226
18,71
1.208
252
20,86
1.215
501
41,23
1.215
676
55,64
1.215
714
58,77
1.754
958
54,62
1.754
1.025
58,45
1.754
1.226
69,92
4.111
1.582
38,49
4.111
2.376
57,79
4.111
3.079
74,91
5.092
3.095
60,77
90
45
50,00
110
55
50,00
340
167
49,12
340
200
58,82
340
255
75,00
450
268
59,56
450
298
66,22
450
232
51,56
700
273
38,99
700
389
55,61
700
425
60,70
700
512
73,13
700
583
83,21
2004
2005
Kapasitas Produksi
Produksi Aktual
Produksi/Kapasitas
Kapasitas Produksi
Produksi Aktual
Produksi/Kapasitas
5.092
3.750
73,64
5.092
4.276
83,97
700
419
59,86
700
479
68,43
Data pada tabel 5-3 diatas menunjukkan bahwa dilihat dari sisi perkembangan
produksi menunjukkan kecenderungan yang baik. Dari tahun ke tahun AQUA dan AdeS
terus meningkatkan produksinya. Tidak stabilnya produksi AdeS terjadi setelah
penambahan kapasitas produksi yang belum sebanding dengan trend peningkatan produksi.
Hal ini terjadi karena tingkat produksi yang relatif lebih rendah dibandingkan kapasitas
produksi dan biaya produksi yang menjadi lebih tinggi. Hantaman masuknya industri
AMIU dan krisis moneter pada tahun 1998 juga berdampak pada penurunan produksi
AdeS dari 298 juta liter menjadi 232 juta liter. Bagi AQUA yang merupakan pelopor
perusahaan AMDK di Indonesia, krisis moneter tidak begitu signifikan mempengaruhi
volume penjualannya karena begitu kuatnya brand image yang ditanamkan dibenak
konsumen untuk tetap mengkonsumsi produknya. Sedangkan masuknya industri AMIU
secara signifikan mempengaruhi volume penjualan dalam bentuk gallon karena gallon
perusahaan AMDK digunakan sebagai gallon industri AMDK. Tapi volume penjualan
diantisipasi dengan meningkatnya penjualan di kemasan 240ml dan 600ml. Secara
keseluruhan volume penjualan AQUA tidak berpengaruh terhadap masuknya industri
AMIU.
Begitu juga pada tabel 5-4, secara keseluruhan industri menunjukkan tidak
maksimalnya penggunaan kapasitas produksi. Tapi terjadi peningkatan rasio kapasitas
produksi dari 73 persen di tahun 2000 menjadi 88 persen di tahun 2005. hal ini
mengindikasikan bahwa industri semakin efisien dalam penggunaan sumber dayanya.
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Kapasitas Produksi
(dalam Ton)
6.969.367
7.074.963
7.582.822
8.022.736
8.423.873
8.890.895
Produksi Aktual
(dalam Ton)
5.082.104
5.286.284
5.841.912
5.995.128
7.237.804
7.797.057
Jumlah Perusahaan
103
68
63
26
23
19
16
12
9
8
7
7
7
7
5
5
4
3
3
3
3
3
3
2
2
2
1
1
Persentase Perusahaan
24.82
16.39
15.18
6.27
5.54
4.58
3.86
2.89
2.17
1.93
1.69
1.69
1.69
1.69
1.20
1.20
0.96
0.72
0.72
0.72
0.72
0.72
0.72
0.48
0.48
0.48
0.24
0.24
Sumber: ASPADIN
per gallon. Karena tidak tersedianya sumber daya air bersih yang baik untuk dikonsumsi,
maka AQUA tidak dapat mendirikan pabriknya di Kalimantan. Sehingga diputuskan untuk
mengirim produk untuk konsumsi AQUA di Kalimantan dari pabrik terdekat dengan
konsekuensi tingginya biaya transportasi. Kuatnya brand image AQUA di masyarakat
menjadikan harga produk yang relatif lebih mahal tetap menjadi pilihan konsumen.
Konsentrasi pasar dalam negeri tersebut karena sifat AMDK yang bahan baku
utamanya di dapat dari negeri sendiri sehingga tidak bisa diekspor jauh-jauh karena tidak
memenuhi skala ekonomis akibat biaya angkut yang tinggi. Dapat dilihat pada tabel 5-6,
rata-rata penjualan terbesar AQUA dari tahun 1991-2005 sebesar 94 persen adalah untuk
pasar dalam negeri, sedangkan sisanya untuk pasar luar negeri. Tahun 2004 ekspor AQUA
mencapai 6 miliar rupiah dan tahun 2005 sebesar 7 miliar rupiah. Lebih dari 90 persen
ekspor dikirim ke Singapura dan sisanya ke Vietnam dan Brunei Darussalam. Penurunan
ekspor dari tahun 1994 sebesar 8,65 persen menjadi hanya 0,46 persen di tahun 2005
terjadi karena meningkatnya permintaan dalam negeri. Sehingga pasokan yang ada di
gunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi AMDK di dalam negeri. Sedangkan
penjualan AdeS masih didistribusikan di dalam negeri.
Domestik
Ekspor
91,35
92,73
87,89
93,10
93,07
93,84
94,39
89,29
94,13
94,13
95,18
96,54
97,25
97,84
97,95
8,65
7,27
8,82
4,53
4,50
2,86
2,59
4,28
2,12
1,98
1,61
1,05
0,68
0,46
0,46
ekspor AMDK nasional ditujukan ke Singapura yang memang tidak memiliki sumber air
minum. Tujuan utama ekspor negara lainnya adalah Singapura, Portugal, Timor Timur,
Jepang, Malaysia, dan Hongkong. Dapat dilihat pada tabel 5-7.
Tabel 5-7. Ekspor dan Impor AMDK (1998-2005, dalam Ton dan US$)
Ekspor
Ton
Ribu US$
22.036
3.309
24.805
3.598
28.999
4.015
29.200
4.282
29.771
4.910
29.906
3.679
21.503
3.004
21.564
3.351
Tahun
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Impor
Ton
550
330
605
582
308
1.188
1.246
1.642
Ribu US$
330
85
469
316
131
442
573
972
Dominasi dan pengalaman AQUA yang begitu lama dalam industri AMDK dan
sebagai pelopor industri AMDK di Indonesia dengan brand image yang begitu melekat
dibenak konsumen memungkinkan bagi perusahaan ini sebagai produk unggulan AMDK
di Indonesia. Sehingga impor AMDK tidak begitu berpengaruh terhadap posisinya sebagai
perusahaan dominan. Terlebih masih rendahnya ketersediaan produk impor dan harga yang
relatif lebih mahal dibandingkan produk yang diekspor dan ketersediaan produk di dalam
negeri. Persaingan internasional yang terbuka tidak akan merubah posisi perusahaan
dominan AQUA di pasar domestik secara fundamental. Oleh karena itu, pemberlakuan
Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat sangat baik dalam mengurangi insentif yang dimiliki AQUA untuk
menghambat persaingan.
Masuknya investor asing, Danone mengakuisisi AQUA dan The Coca Cola
Company mengakuisisi AdeS selain karena potensi industri masih besar juga dipicu oleh
kebijakan pemerintah yang tidak lagi memasukkan AMDK dalam daftar negatif investasi.
Akuisisi di AMDK nasional masih sebatas pemindahan modal asing ke perusahaan lokal.
Akuisisi yang dilakukan oleh Danone atas AQUA maupun The Coca Cola Company atas
AdeS adalah akuisisi saham. Pada 1998 Danone mengambil alih 74% saham PT Tirta
Investama, perusahaan yang menjadi induk dari PT Aqua Golden Missisipi. Sedangkan
pada tahun 2000, melalui PT Coca-Cola Indonesia, produsen minuman berkarbonasi nomer
satu di dunia, membeli empat merek AMDK milik PT Ades Alfindo Putra Setia sebesar
100% saham senilai US$ 19,9 juta. Empat merek itu adalah Ades, Desca, Desta, dan Vica.
Akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional di Indonesia seperti
Danone, maupun Coca Cola Company yang tidak memiliki hubungan secara langsung
dengan industri ini menandakan bahwa akuisisi pada industri AMDK adalah akuisisi
konglomerat. Harga perusahaan yang relatif lebih murah, pangsa pasar Asia yang besar
menjadi daya tarik bagi perusahaan asing untuk berinvestasi. Terlebih jika harus
mendirikan perusahaan baru dengan peraturan yang berbelit-belit, menghabiskan biaya
yang cukup besar untuk memperkenalkan produk ke masyarakat, maka cara termudah,
termurah, dan tercepat adalah dengan akuisisi
Akuisisi yang dilakukan Danone tidak terlepas dari perilaku pesaingnya yaitu
Unilever. Unilever terlebih dahulu melakukan akuisisi dalam ekspansinya ke pasar Asia,
termasuk Indonesia, baik yang dilakukan melalui akuisisi bisnis maupun akuisisi merek.
Akuisisi konglomerat yang dilakukan oleh Unilever mengancam pangsa pasar Danone
secara tidak langsung. Dan perusahaan multinasional yang berasal dari Perancis ini pun
melakukan pengambilalihan yang serupa dilakukan oleh Danone. Akuisisi perusahaan
yang tidak pada core businessnya (bisnis inti). Danone berambisi untuk memimpin di pasar
lewat tiga bisnis intinya, yaitu dairy products, bottled water, dan biscuit . Untuk dairy
products, kini Danone masih menempati posisi nomor satu di dunia dengan penguasaan
pasar sebesar 15%. Adapun untuk produk air minum dalam kemasan (AMDK), Danone
mengklaim juga menempati peringkat pertama dunia lewat merek Evian, Volvic, dan
Badoit. Untuk bisa mempertahankan diri sebagai produsen bottled water (AMDK) nomor
satu dunia, perusahaan ini harus berjuang keras menahan gempuran Coca-Cola dan Nestle.
Upaya inilah yang menyebabkan Danone memerlukan dukungan jaringan bisnis dari
produk-produk AMDK lainnya yang ada di kawasan Asia, sebuah kawasan yang pasarnya
terus tumbuh.
Menurut model akuisisi Ignas G. Sidik, akuisisi AQUA oleh Danone merupakan
akuisisi model pertama sedangkan akuisisi AdeS oleh The Coca Cola Company merupakan
akuisisi model kedua. Pada akuisisi model pertama, perusahaan mengakuisisi seluruh
bisnisnya, baik merek maupun fasilitas produksinya. Danone yang pada tahun 2002
memiliki 92.209 karyawan dan tersebar di 120 negara mencari dukungan untuk
mengantisipasi perilaku pesaingnya dengan cara yang cepat dan murah untuk memperoleh
pangsa pasar air kemasan, adalah dengan mengakuisisi perusahaan AMDK lokal di Asia,
termasuk Indonesia.
Dipilih Asia karena pasar di benua dengan jumlah penduduk yang besar,
menjanjikan pertumbuhan sebesar 11% untuk AMDK-nya. Bandingkan dengan pasar
Eropa yang cuma bisa menawarkan pertumbuhan 3%. Untuk itu, dalam kurun waktu 12
bulan pertama sejak strategi ini dicanangkan, Danone langsung melakukan aksi beli
perusahaan-perusahaan AMDK di beberapa wilayah Asia. Ini dimulai dengan akuisisi
terhadap dua perusahaan air mineral di Cina, lalu AQUA di Indonesia, dan perusahaan
minuman di Singapura. Menurut kalkulasi pihak Danone, seluruh proses akuisisi ini kelak
memberikan sumbangan sebesar US$1,5 juta terhadap total turnover grup ini dalam tiga
tahun ke depan (untuk tahun 2002, turnover-nya mencapai US$15,57 juta). Ini terhitung
sejak dimulainya proses akuisisi pada 1998.
Di Indonesia, pada 1998 Danone mengambil alih 74% saham PT Tirta Investama,
perusahaan yang menjadi induk dari PT Aqua Golden Mississippi. Produsen AMDK
bermerek AQUA yang semula berstatus perusahaan publik menjelang akuisisi oleh
Danone, AQUA Golden melakukan buyback (pembelian saham kembali oleh perusahaan)
sejumlah sahamnya yang dikuasai publik dan memilih go private, kembali menjadi
perusahaan tertutup.
Bagi Danone, AQUA jelas merupakan merek AMDK yang menguntungkan.
Karena produksi AQUA langsung menyumbang sekitar 12% dari total volume produksi air
minum Danone di seluruh dunia. Terlebih AQUA merupakan perusahaan dominan di
Indonesia yang merupakan pemimpin pasar AMDK di Indonesia.
Akuisisi model kedua adalah dengan mengambil alih mereknya saja, tidak
termasuk saham perusahaannya. Lalu setelah pengambilalihan, fasilitas produksinya pun
tetap memakai pabrik lama. Hanya urusan manajemen, distribusi dan pemasaran kini
ditangani oleh perusahaan pengambil alih. Cara ini ditempuh oleh The Coca Cola
Company ketika mengambil alih beberapa merek AMDK.
Menurut pihak Coca-Cola, langkah ini dipilih untuk merebut pangsa pasar AMDK
secara cepat. Cara ini mereka nilai lebih cepat ketimbang harus mengakuisisi bisnis, atau
mengambil alih saham suatu perusahaan. Maka, pada tahun 2000, melalui PT Coca-Cola
Indonesia (CCI), produsen minuman nomor satu di dunia ini membeli empat merek
AMDK milik PT AdeS Alfindo Putra Setia (AAPS) senilai US$19,9 juta. Empat merek itu
adalah AdeS, Desca, Desta, dan Vica.
Untuk memproduksi AMDK dengan merek Ades, CCI tetap menggandeng AAPS.
Di bawah supervisi dari PT Coca-Cola Bottling Indonesia (CCBI), yang selama ini
memproduksi minuman berkarbonasi dengan merek Coca-Cola, Fanta, dan Sprite, seluruh
proses produksi, distribusi, dan promosi AMDK bermerek Ades menjadi tanggung jawab
CCI. Saat diambil alih oleh CCI, Ades menguasai 6% pangsa pasar minuman siap saji nonalkohol.
Akuisisi Ades hanyalah satu dari beberapa langkah besar CCI untuk menjadi
pemain total beverages company terkemuka di Indonesia, dan sekaligus di dunia. Sebab,
sesudah langkah akuisisi AMDK bermerek Ades, tahun lalu CCI juga menghadirkan
produk minuman teh dalam kemasan botol dan tetrapack ke pasar Indonesia dengan
merek Frestea. Minuman ini merupakan hasil kolaborasinya dengan produsen global
lainnya, Nestle. Lalu terakhir, September 2003, CCI melemparkan produk sirup ke pasar
lokal lewat merek Sunfill.
Akuisisi yang dilakukan oleh AdeS dimana manajemen, distribusi dan pemasaran
kini ditangani oleh perusahaan pengambil alih yaitu The Coca Cola Company
mempengaruhi pada jumlah tenaga kerja perusahaan. Dapat dilihat pada tabel 5-8, terjadi
penurunan jumlah tenaga kerja sebesar 8,2% dari 2.558 tenaga kerja di tahun 2003 menjadi
2.364 tenaga kerja di tahun 2004 dan terus menurun menjadi 2.259 tenaga kerja di tahun
2005. Hal tersebut berkaitan dengan kebijakan manajemen perusahaan yang ingin
merampingkan jumalh tenaga kerja untuk meningkatkan efisiensi. Dan terjadi pula
perubahan tenaga kerja di tingkat manajemen yang digantikan dengan tenaga kerja dari
pihak The Coca Cola Company. Sedangkan akuisisi yang dilakukan oleh AQUA tidak
berpengaruh cukup besar pada tingkat manajemen dan jumlah tenaga kerja karena Danone
hanya mengakuisisi saham AQUA. Sedangkan secara keseluruhan, terjadi peningkatan
jumlah tenaga kerja pada industri karena masih meningkatnya investasi dalam industri
AMDK di Indonesia. Jumlah tenaga kerja industri meningkat dari 19.605 di tahun 2002
meningkat 22 persen menjadi 23.920 tenaga kerja di tahun 2005.
2002
1.128
2.563
19.605
2003
1.249
2.558
21.021
2004
1.214
2.364
22.072
2005
2.486
2.259
23.920
Sumber: Laporan Keuangan AQUA dan AdeS serta Direktorat Industri Minuman dan Tembakau (MINTEM)
5.1.2
54,20 persen. Sedangkan di Asia Pasifik, pangsa pasar AMDK hanya 8,42 persen dari
pasar minuman yang ada, tetapi dengan volume pertumbuhan terbesar mencapai 22,10
persen pertahun dari tahun 2001 sampai tahun 2006 dibandingkan dengan pertumbuhan
minuman lainnya.
Tabel 5-9. Pasar Minuman menurut Tipe di Indonesia
(2002, hanya yang melalui Retail)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tipe Minuman
AMDK
Serbuk Siap Minum
Berkarbonasi
Teh
Minuman Kesehatan
Jus Buah / Sayuran
Kopi
Lain-lain
Total
Market Size
(dalam milyar
liter)
5.346,40
936,70
830,60
772,90
55,20
25,90
2,80
8,20
7.977,70
Persentase
67,00
11,74
10,41
9,69
0,69
0,32
0,04
0,10
100,00
Volume
Pertumbuhan perTahun dari 20012006
(dalam persen)
54,20
15,20
15,70
18,20
23,10
14,70
11,00
18,10
43,90
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tipe Minuman
Berkarbonasi
Jus Buah / Sayuran
Teh
Minuman Kesehatan
Kopi
AMDK
Serbuk Siap Minum
Lain-lain
Total
Market Size
(dalam milyar
US$)
28,60
14,20
12,90
10,20
9,80
8,10
3,30
9,05
96,15
Persentase
29,75
14,77
13,42
10,61
10,19
8,42
3,43
9,41
100,00
Volume
Pertumbuhan perTahun dari 20012006
(dalam persen)
6,30
6,30
4,40
9,40
6,60
22,10
5,80
Industri AMDK merupakan industri yang terkonsentrasi. Dapat dilihat pada gambar
5-2, pangsa pasar AMDK sebesar 45 persen dikuasai oleh perusahaan terbesar yaitu
AQUA; 30 persen dikuasai oleh Total, Oasis, 2-Tang, AdeS, Club, dan Prima; dan sisanya
sebesar 25 persen dikuasai oleh perusahaan AMDK kecil lainnya.
Gambar 5-2. Perkiraan Pangsa Pasar Merek AMDK di Indonesia
Sumber: ASPADIN
Akuisisi yang dilakukan oleh AQUA dan AdeS dalam industri AMDK berpengaruh
signifikan terhadap penurunan pangsa pasar dan tingkat konsentrasi dua perusahaan
tersebut. Dapat dilihat pada tabel 5-11, pangsa pasar AQUA sebelum akuisisi relatif stabil
dikisaran 30 persen dari tahun 1991 sampai 1997. Penurunan pangsa pasar AQUA yang
cukup signifikan ditahun 1992 dan 1993 menjadi 17,11 % dan 15,85 % disebabkan oleh
krisis minyak dunia yang meningkatkan harga plastik. Hal ini berimbas pada meningkatnya
biaya produksi yang mengakibatkan perusahaan menurunkan volume penjualannya.
Penurunan pangsa pasar juga dialami oleh AdeS ditahun 1992 menjadi 4,16 %, tapi
kemudian meningkat menjadi di kisaran 10 persen sampai tahun 2000.
Pangsa pasar AQUA setelah akuisisi di tahun 1998 dan 1999 sempat naik menjadi
51,26 % dan 51,10 %. Namun, untuk menghindari Undang-Undang No. 5 tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, AQUA
mengambil kebijakan untuk menurunkan pertumbuhan penjualannya terhadap penjualan
industri. Begitu juga dengan volume penjualan AdeS sebelum akuisisi dari 273 juta liter
pada tahun 1999, meningkat menjadi 419 juta liter dan 479 juta liter ditahun 2004 dan
2005. Pangsa pasarnya dari 11,37 persen di tahun 1999 terus menurun hingga tahun 2005
yang hanya sebesar 3,80 persen. Hal tersebut berkaitan dengan kebijakan perusahaan
setelah akuisisi. Perusahaan masih terfokus untuk meningkatkan manajemen perusahaan
dibandingkan dengan pemasaran untuk meningkatkan pertumbuhan volume penjualannya
terhadap industri. Dan penurunan pangsa pasar kedua perusahaan dari tahun 1998 sebesar
62,86 persen sampai mencapai 37,74 persen di tahun 2005 mengindikasikan industri
AMDK semakin kompetitif.
Gambar 5-3. Konsentrasi Pasar AQUA dan AdeS (1991-2005, dalam Persen)
70
60
50
40
30
20
10
0
19
91
19
93
19
95
19
97
19
99
20
01
20
03
20
05
Persen
Tahun
5.1.3
Akuisisi secara relatif tidak merubah komposisi perusahaan dalam industri AMDK.
Pertumbuhan industri AMDK pun tetap meningkat. Hal ini terjadi karena masih besarnya
potensi pasar industri AMDK di Indonesia. Biaya iklan yang besar yang diterapkan oleh
perusahaan AMDK besar seperti AQUA maupun AdeS tidak signifikan mempengaruhi
keinginan perusahan baru untuk memasuki pasar karena produk dari AMDK yang
berbasiskan pasar dan perusahaan bermain dalam ceruk ataupun relung. Dan tingkat exit di
industri AMDK pun nol persen dan kehadiran pendatang baru tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap tingkat persaingan. Tingkat persaingan umumnya dilakukan oleh
perusahaan besar untuk mempertahankan pangsa pasarnya.
Bagi perusahaan baru, struktur biaya, tingkat produksi, dan permintaan domestik
terhadap produk dari perusahaan dominan sangat penting dalam mempertimbangkan untuk
masuk ke dalam industri. Sehingga membeli perusahaan yang telah ada akan lebih
menguntungkan dibandingkan membuat perusahaan baru. Hal ini yang menjadi alasan bagi
Danone dan The Coca Cola Company dalam mengakuisisi AQUA dan AdeS.
5.1.3.1
Modal
Potensi industri yang relatif masih cukup besar dengan pertumbuhan diperkirakan
10 persen pertahun, menjadikan ekspektasi pengembalian aset jika usaha ini gagal sekitar
35 persen. Investasi yang diperlukan untuk membangun pabrik yang tidak terintegrasi
seperti AQUA, tidak begitu besar, hanya dengan modal kurang dari Rp 10 miliar, sudah
bisa membuka perusahaan air minum dalam kemasan. Sehingga secara teori sunk cost yang
rendah merupakan hambatan masuk yang rendah.
Resiko kegagalan yang rendah dari rendahnya impor, tersedianya sumber daya air
yang cukup besar, dan harga produk yang stabil menjadikan industri AMDK sangat
diminati.
5.1.3.2
Iklan
Ada beberapa alasan mengapa orang beriklan. Setiap alasan yang dikemukakan
melandasi teori yang berbeda-beda. Menurut Marshal, pada dasarnya beriklan memiliki
dua peran. Yakni peran konstruktif (constructive role) alias pembentukan dan peran
kombative (combative role) yakni sebagai pertempuran. Pada peran konstruktif, iklan
diperlakukan sebagai cara membanjiri konsumen dengan informasi yang banyak sehingga
mereka dengan mudah mendapatkan barang yang diinginkan dengan harga yang murah.
Konsumen menjadi raja. Diberi kesempatan mengetahui apa yang akan mereka beli.
Pada peran yang satu lagi, kombatif, iklan justru dapat digunakan dengan cara memberi
informasi yang minim tentang produk tersebut. Bahkan mungkin menyembunyikan hal-hal
penting yang perlu diketahui publik. Lebih parah lagi, digunakan demi menjelekkan
produk yang lain. Bentuknya bisa apapun karena tujuannya adalah menggiring konsumen
memilih produk yang diiklankan bukan produk perusahaan lain.
Kyle Bagwell(2001)1, para ekonom dalam penelitian-penelitian mereka, sering
mengaitkan antara iklan dan permintan produk. Setidaknya bila dikelompokan mereka
akan
terbagi
pada
pemikiran:
persuasif,
informatif
dan
komplementer.
Dalam pandangan ini kegiatan beriklan juga merupakan salah satu cara untuk
menghalangi pesaing memasuki pasar. Karena iklan ditujukan pula untuk membuat
konsumen enggan mencoba produk lain yang kurang dikenalnya. Tentu saja kegiatan
beriklan seperti ini hanya mudah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dengan skala
ekonomi besar. Ongkos iklan untuk perusahaan kecil yang baru masuk akan menjadi beban
cukup berat. Dengan penjelasan ini dapat diketahui alasan beberapa perusahaan besar tetap
melakukan iklan dengan biaya yang relatif besar. Padahal produknya telah menjadi pemain
terbesar di industri tersebut. Dapat dilihat pada gambar 5-4, rasio beban iklan terhadap
beban penjualan AQUA yang begitu besar bahkan mencapai 77 persen, 51,63 persen, dan
61,83 persen di tahun 1997, 1998, dan 1999. Di duga ini merupakan imbas dari
boomingnya industri Air Minum Isi Ulang di tahun tersebut. Sehingga AQUA sebagai
perusahaan terbesar AMDK mengantisipasinya dengan meningkatkan porsi beban iklan
dalam beban penjualannya karena sebagian besar gallon yang digunakan dalam pengisian
AMIU merupakan gallon AQUA. Sedangkan AdeS meningkatkan rasio beban iklan
terhadap beban penjualan secara signifikan pada tahun 2002 menjadi 33 persen untuk
meningkatkan mereknya yang sempat turun karena keuntungan perusahaan yang negatif.
Gambar 5-4. Rasio Beban Iklan terhadap Beban Penjualan AQUA dan AdeS
(1991-2005, dalam Persen)
100
80
60
40
20
0
AQUA
20
05
20
03
20
01
19
99
19
97
19
95
19
93
AdeS
19
91
Persen
Tahun
Sedangkan dilihat dari rasio beban iklan terhadap penjualan dan laba menunjukkan
bahwa proporsi biaya iklan terhadap penjualan dan laba perusahaan. Rasio beban iklan
terhadap penjualan AQUA relatif stabil dibandingkan dengan AdeS karena AQUA
merupakan generic brand AMDK dan kapasitas produksi aktual AQUA yang relatif lebih
besar dibandingkan dengan AdeS sehingga proporsi biaya iklannya menjadi relatif lebih
kecil walaupun dalam nominal biaya iklan AQUA lebih besar dibandingkan biaya iklan
AdeS. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 5-5.
Gambar 5-5. Rasio Beban Iklan terhadap Penjualan AQUA dan AdeS
(1991-2005, dalam Persen)
Rasio Beban Iklan terhadap Penjualan
AQUA dan AdeS
(1991-2005, dalam Persen)
Persen
15
10
AQUA
AdeS
20
05
20
03
20
01
19
99
19
97
19
95
19
93
19
91
Tahun
Rasio beban iklan terhadap laba AQUA positif menunjukkan bahwa laba AQUA
lebih besar dibandingkan biaya iklannya. Berbeda dengan rasio biaya iklan AdeS terhadap
labanya yang negatif. Hal tersebut terjadi bukan hanya karena biaya iklan yang besar oleh
AdeS tapi juga biaya lainnya yang ditanggung oleh AdeS relatif lebih besar dibandingkan
penerimaan ataupun keuntungannya. Dapat disimpulkan bahwa AdeS belum efisien dalam
menggunakan sumberdayanya.
Gambar 5-6. Rasio Beban Iklan terhadap Laba AQUA dan AdeS
(1991-2005, dalam Persen)
Rasio Beban Iklan terhadap Laba
AQUA dan AdeS (1991-2005, dalam Persen)
100%
AdeS
0%
20
05
20
03
20
01
19
99
19
97
19
95
-50%
AQUA
19
93
19
91
Persen
50%
-100%
Tahun
5.1.3.3
Kebijakan Pemerintah
Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
Nomor
Kinerja Perusahaan
Kinerja
perusahaan
dianalis
menggunakan
rasio-rasio
keuangan,
rasio
pertumbuhan, dan rasio usaha. Rasio keuangan terdiri dari rasio likuiditas, rasio
rentabilitas, dan rasio solvabilitas. Rasio pertumbuhan diukur dari persentase perubahan
dalam penjualan bersih, laba bersih, aktiva bersih, modal bersih, dan laba usaha.
Sedangkan rasio usaha diukur dari laba kotor terhadap penjualan, laba bersih terhadap
penjualan, laba usaha terhadap penjualan, laba bersih terhadap modal, laba usaha terhadap
modal, laba usaha terhadap aktiva, dan laba bersih terhadap aktiva.
Rasio keuangan diukur dari likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas. Likuiditas
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek atau hutang
lancar yang diukur dengan menggunakan perbandingan antara aktiva lancar dibagi hutang
lancar. Rentabilitas mengukur tingkat efisiensi usaha dan keuntungan perusahaan. Dan
solvabilitas
mengukur
kemampuan
suatu
perusahaan
dalam memenuhi
seluruh
20
05
20
03
20
01
19
99
19
97
19
95
-50
AQUA
19
93
19
91
Persen
50
AdeS
-100
-150
Tahun
ROE merupakan imbal hasil modal sendiri yang mengukur kemampuan perusahaan
dalam memberikan hasil laba bersih dibandingkan modal sendiri. Ditunjukkan pada
gambar 5-8, ROE AQUA relatif stabil dibandingkan dengan ROE AdeS yang bahkan
sempat mencapai -903,06 persen di tahun 1998. Hal tersebut terjadi karean laba negatif
perusahaan AdeS. Sehingga AQUA merupakan perusahaan yang sehat karena dapat
memberikan laba bersih tiap tahunnya.
20
05
20
03
20
01
19
99
19
97
19
95
-200,00
19
93
19
91
Persentase
0,00
-400,00
AdeS
AQUA
-600,00
-800,00
-1000,00
Tahun
0,00
20
05
20
03
20
01
19
99
19
97
19
95
-50,00
AdeS
19
93
19
91
Persentase
50,00
AQUA
-100,00
-150,00
Tahun
Rasio pertumbuhan diukur dari pertumbuhan penjualan bersih, laba bersih, laba
usaha, jumlah aktiva, dan modal. Pada gambar 5-10, pertumbuhan AQUA mengalami
penurunan karena pangsa pasar AQUA yang mencapai 50 persen. Untuk menghindari UU
no. 5 tahun 1999, maka AQUA mengambil kebijakan untuk menurunkan kapasitas
produksi aktualnya. Sehingga berimplikasi pada penurunan pertumbuhan penjualan. Laba
bersih menurun karena masuknya industri AMIU yang menurunkan penjualan di kemasan
gallon namun secara keseluruhan penjualan meningkat karena terjadi peningkatan pada
penjualan dalam kemasan kecil. Secara keseluruhan, rasio pertumbuhan mengalami
penurunan tapi masih positif.
Persentase
150,00
Penjualan Bersih
Laba Besih
100,00
Laba Usaha
50,00
Jumlah Aktiva
Modal
20
04
20
02
20
00
19
98
19
96
-50,00
19
94
19
92
0,00
Tahun
Pada tabel 5-11, rasio pertumbuhan AdeS pada penjualan bersih menunjukkan
penurunan karena tidak adanya investasi pada peningkatan kapasitas produksi.
Pertumbuhan laba bersih yang negatif karena tingginya kewajiban dan beban yang harus
dipenuhi. Pertumbuhan laba usaha, jumlah aktiva, dan modal mengalami peningkatan.
Secara keseluruhan, rasio pertumbuhan AdeS negatif namun menunjukan peningkatan
pertumbuhan. Dapat dikatakan bahwa kondisi perusahaan berangsur-angsur pulih.
TAHUN
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
PENJUALAN
BERSIH
-18,38
192,88
43,93
27,51
13,81
11,18
-10,15
9,73
42,63
13,04
20,49
13,80
-25,68
14,49
MODAL
3,24
32,79
347,97
0,47
2,00
-0,76
-88,50
-2,75
872,33
-12,16
9,30
3,88
-65,26
180,34
Persen
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
19
91
19
93
19
95
19
97
19
99
20
01
20
03
20
05
Rasio Usaha
Tahun
i U
h AQUA
Tabel 5-12 menunjukkan rasio usaha AdeS. Walaupun secara keseluruhan negatif,
namun tahun 2005 mengalami peningkatan rasio usaha ke arah positif. Kesimpulannya,
dapat dikatakan produktivitas perusahaan semakin efisien.
Tabel 5-12. Rasio Usaha AdeS (1991-2005, dalam Persen)
Tahun
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Karena data yang digunakan sangat terbatas, sehingga proses pengolahan data time
series tidak dapat dilakukan karena persyaratan jumlah data minimal tidak dapat dipenuhi.
Kondisi tersebut diatasi dengan menggunakan data panel (pooled data) agar dapat
diperoleh hasil estimasi yang lebih baik (efisien) dengan terjadinya peningkatan jumlah
observasi yang berimplikasi terhadap peningkatan derajad kebebasan (degree of freedom).
Sebelum melakukan uji pelanggaran asumsi, terlebih dahulu memilih pendekatan
analisa model data panel. Untuk itu dilakukan pengukuran chow test dan hausmann test.
Hasil uji pendekatan analisa model data dapat dilihat di bawah ini:
1. Chow Test
Desain Hipotesis: H0 = Common Intercept
H1 = Fixed Effect
Decision Rules:
Persamaan
1
2
3
Chow Test
47.46545
8.158378
271.8881
F-tabel
Keterangan
3.59 Fixed Effect
3.63 Fixed Effect
4.67 Fixed effect
Karena jumlah cross section lebih kecil dari jumlah data time series, maka
fixed effect model lebih baik dibandingkan dengan random effect model. Sehingga tidak
perlu lagi melakukan uji Hausmann Test.
5.2.2
1. Uji Multikolinearitas
Persamaan
1
2
3
Prob F-stat
0.000005
0.000004
0.000002
Uji-F
0.05 Signifikan
0.05 Signifikan
0.05 Signifikan
t-stat
-2.655917
2.456286
5.550260
2.860418
0.542528
-0.675961
-0.303318
-2.154821
0.953276
t-tabel
2.201
2.201
2.201
2.262
2.262
2.262
2.262
2.179
2.179
Uji-t
Tidak Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Tidak Signifikan
Tidak Signifikan
Tidak Signifikan
Tidak Signifikan
Tidak Signifikan
Keterangan
Tidak
ada
Multikolinearitas
Multikolinearitas
Multikolinearitas
Pada hasil uji multikol di atas, maka sesuai dengan hipotesa yang dimiliki yaitu :
H0 : tidak ada masalah multikolineritas
H1 : ada masalah multikolinearitas
SSR-sebelum
1275.994
7406853.
1.63E+08
SSR-sesudah
1026.869
4832846.
99876859
Keterangan
Heterokedastis
Heterokedastis
Heterokedastis
Semua model persamaan dalam penelitian ini adalah tolak H0, yang berarti ada
masalah heterokedastositas di model persamaan. Hal ini dilihat pada nilai sum of squared
residual sebelum diberi perlakuan lebih besar daripada sesudahnya.
3. Uji Autokolinearitas
Uji pelanggaran asumsi yang terakhir adalah uji autokol. Konsekuensi adanya
autokorelasi adalah estimasi koefisien regresi yang tidak berbias, tetapi standar error
model maupun standar error koefisien regresi terlalu rendah. Autokorelasi dapat
diketahui melalui nilai Durbin Watson (DW) yang memiliki nilai dekat dengan angka 2
maka tidak ada masalah korelasi dalam model.
Tabel 5-17. Uji Autokorelasi 1
Persamaan
1
2
3
DWhitung
1.517279
1.020543
1.751342
Keterangan
Autokorelasi
Autokorelasi
Autokorelasi
Pada hasil uji multikol di atas, maka sesuai dengan hipotesa yang dimiliki yaitu :
H0 : tidak ada masalah autokorelasi
H1 : ada masalah autokorelasi
Semua model persamaan dalam penelitian ini adalah tolak Ho, yang berarti ada
masalah autokorelasi. Hal ini dapat dilihat pada nilai DW yang kurang mendekati
angka 2.
5.2.3
t-stat
-4.102368
3.235448
6.786952
5.636716
2.459498
0.331213
-0.474725
3.350514
t-tabel
2.201
2.201
2.201
2.262
2.262
2.262
2.179
2.179
Uji-t
Tidak Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Tidak Signifikan
Tidak Signifikan
Signifikan
Keterangan
Tidak
ada
Multikolinearitas
Tidak
ada
Multikolinearitas
Tidak
ada
Multikolinearitas
tersebut dapat dilihat pada tabel 5-19 mengenai hubungan pangsa pasar dengan kekuatan
pasar kedua perusahaan tersebut.
Tabel 5-19. Pangsa Pasar dan Kekuatan Pasar AQUA dan AdeS
(1991-2005, dalam Persen)
Tahun
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
AQUA
AdeS
Pangsa Pasar Kekuatan Pasar Pangsa Pasar Kekuatan Pasar
7,06
32,81
0,07
0,16
4,16
17,11
0,11
0,15
10,50
15,85
0,10
0,37
10,92
27,35
0,12
0,35
12,41
32,90
0,12
0,35
12,10
32,23
0,13
0,16
11,92
38,32
0,12
0,20
11,60
51,26
0,15
0,13
11,37
51,10
0,16
0,36
10,52
42,77
0,17
0,37
7,87
43,99
0,14
0,35
7,21
43,37
0,12
0,42
7,19
38,20
0,22
0,50
4,60
41,20
0,21
0,47
3,80
33,94
0,22
0,39
Masalah
heterokedastisitas
tidak
dapat
dihilangkan
walaupun
15
dengan
Karena ada
SSR-sebelum
666.7755
440148.4
1.95E+08
SSR-sesudah
666.7733
440147.9
1.95E+08
Keterangan
Heterokedastisitas
Heterokedastisitas
Tidak ada heterokedastisitas
DWhitung
2.058694
2.215761
1.994144
Keterangan
Tidak ada autokorelasi
Tidak ada autokorelasi
Tidak ada autokorelasi
Analisa Ekonomi
15
Nachrowi Djalal. Nachrowi, Msc., Mphil, AppSc, PhD dan Hardius Usman, SSi., Msi., Penggunaan Teknik
Ekonometri, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, Hal. 132.
Variabel
C_AQUA
C_AdeS
CR2
BE
DM
C_AQUA
C_AdeS
PFT
LEV
DM
C_AQUA
C_AdeS
RAS
DM
Koefisien
R2
18.93304 0.738394
42.82188
-0.003941
0.001710
0.130310
-1929.860 0.897486
-1908.715
267.9874
0.072618
0.461297
614.7408 0.886976
-1144.467
-0.336009
4.718619
A. Persamaan 1
R-squared yang diperoleh dalam persamaan 1 adalah sebesar 0.738394 yang artinya, 74
persen variasi kekuatan pasar dapat dijelaskan oleh rasio konsentrasi dua perusahaan
besar (CR2), hambatan masuk (BE), dan dummy variable (DM). Sisanya sebesar 26
persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model tersebut.
rasio konsentrasi dua perusahaan terbesar dalam industri AMDK mempunyai pengaruh
negatif terhadap kinerja yang diukur dengan kekuatan pasar. Setiap kenaikan satu persen
rasio konsentrasi akan berdampak pada penurunan kinerja sebesar 0,004 persen. Hubungan
tersebut tidak sesuai dengan teori. Menurut teori, semakin tinggi pangsa pasar yang
dicerminkan oleh rasio konsentrasi, maka semakin tinggi kekuatan pasarnya. Karena
pangsa pasar akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam mempengaruhi harga.
Artinya, semakin besar kekuatan pasar yang dimiliki oleh perusahaan. Sedangkan dalam
kasus AQUA dan AdeS, semakin tinggi pangsa pasar yang dimiliki perusahaan membuat
kekuatan pasarnya semakin rendah. Diduga karena harga AQUA yang relatif lebih tinggi
dibandingkan harga produk perusahaan lain didapatkan karena keuntungan dari iklan yang
berhasil menjadikan AQUA sebagai generic brand yang secara otomatis meningkatkan
harga AQUA dibandingkan produk sejenis lainnya dan posisi AQUA sebagai perusahaan
dominan.
hambatan masuk yang diukur dengan rasio iklan terhadap penjualan mempunyai pengaruh
psitif terhadap kinerja yang diukur dengan kekuatan pasar. Setiap kenaikan satu persen
rasio iklan terhadap penjualan akan berdampak pada peningkatan kinerja sebesar 0,002
persen.
akuisisi mempunyai pengaruh terhadap kinerja yang diukur dengan kekuatan pasar sebesar
0,13 persen. Rendahnya dampak akuisisi terhadap kinerja diduga karena belum cukup
lamanya jangka waktu akuisisi. Semakin lama akuisisi, efisiensi semakin meningkat karena
peningkatan modal, teknologi dan manajemen yang lebih baik, dan saluran distribusi yang
lebih luas akan meningkatkan kinerja perusahaan.
B. Persamaan 2
R-squared yang diperoleh dalam persamaan 2 adalah sebesar 0.897486 yang artinya, 90
persen variasi tingkat pengembalian aset (ROA) dapat dijelaskan oleh tingkat laba
sebelum pajak (PFT), rasio hutang terhadap aset bersih (LEV), dan dummy variable
(DM). Sisanya sebesar 10 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model
tersebut.
laba sebelum pajak perusahaan mempunyai pengaruh terhadap kinerja yang diukur dengan
tingkat pengembalian aset. Setiap kenaikan satu persen tingkat laba sebelum pajak akan
berdampak pada peningkatan kinerja sebesar 267,9 persen.
efek pengungkit yang diukur dengan hutang dibagi aset mempunyai pengaruh terhadap
kinerja yang diukur dengan tingkat pengembalian aset. Setiap kenaikan satu persen efek
pengungkit akan berdampak pada peningkatan kinerja sebesar 0,07 persen.
akuisisi mempunyai pengaruh terhadap kinerja yang diukur dengan tingkat pengembalian
aset sebesar 0,46 persen. Rendahnya dampak akuisisi terhadap kinerja diduga karena
belum cukup lamanya jangka waktu akuisisi. Nilai intersep yang negatif dan cukup besar
serta nilai koefisien PFT(profit) dan LEV (leverage) yang relatif lebih rendah, harus diikuti
ditutupi oleh peningkatan PFT dan LEV yang cukup besar agar kinerja perusahaan
meningkat.
C. Persamaan 3
R-squared yang diperoleh dalam persamaan 3 adalah sebesar 0.886976 yang artinya, 89
persen variasi tingkat pengembalian investasi (ROI) dapat dijelaskan oleh rasio iklan
terhadap penjualan (RAS) dan dummy variable (DM). Sisanya sebesar 11 persen
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model tersebut.
Variabel RAS
Hasil regresi menunjukkan nilai koefisien yang negatif sebesar 0,336009. Artinya,
berdampak pada penurunan keuntungan perusahaan sebesar 0,3 persen. Hal ini tidak sesuai
dengan teori pemasaran yang menyatakan bahwa biaya iklan berpengaruh positif terhadap
peningkatan keuntungan perusahaan. Diduga pengukuran tingkat pengembalian investasi
berasal dari investasi dalam teknologi untuk meningkatkan kapasitas produksi dan
penjualannya. Dan nilai intersep negatif dan cukup besar serta koefisien rasio iklan
terhadap penjualan yang negatif, dapat disimpulkan bahwa biaya iklan berpengaruh negatif
terhadap tingkat pengembalian investasi.