Manajemen Pajak
Perencanaan dan Manajemen Pajak adalah sesuatu yang dapat dilakukan oleh setiap
perusahaan yang menginginkan adanya penghematan pajak. Karena tujuan dari manajemen pajak
yang bersifat ekonomis, efektif, dan efisien. Dengan menyusun perencanaan dan manajemen
pajak sejak dini perusahaan akan terhindar dari segala hal yang mengakibatkan peningkatan
beban pembayaran pajak. Salah satunya adalah dengan melakukan manajemen pajak pada Pajak
Pertambahan Nilai (PPN). Dalam melakukan manajemen pajak yang harus diperhatikan ialah
tidak melanggar peraturan yang berlaku, secara bisnis reasonable, dan didukung dengan buktibukti yang kuat.
Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapu
jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan
likuiditas yang diharapkan (Sophar Lumbantoruan: 1996)
Tujuan Manajemen Pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Menerapkan peraturan perpajakan secara benar.
b. Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya.
Tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri
atas:
1. Perencanaan pajak (tax planning)
Perencanaan Pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak dimana pada tahap ini
dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan, dengan maksud dapat
diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan.
Tujuan Perencanaan Pajak adalah merekayasa agar beban pajak (Tax Burden) serendah
mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuatan
Undang-undang maka tax planning disini sama dengan tax avoidance karena secara hakikat
ekonomis kedua-duanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax
return) karena pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia baik untuk dibagikan
kepada pemegang saham maupun diinvestasikan kembali.
Ada 3 unsur perpajakan yang memotivasi dilakukannya perencanaan pajak:
a. Kebijaksanaan Perpajakan (Tax Policy)
Kebijaksanaan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju
dalam sistem perpajakan.
Faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, yaitu:
Bagaimana prosedurnya
Agar Tax Planning berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka perencanaan itu
seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap berikut:
3. Pengendalian Pajak
Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah
dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan
formal maupun material. Hal terpenting dalam pengendalian pajak adalah pemeriksaan
pembayaran pajak. Oleh sebab itu, pengendalian dan pengaturan arus kas sangat penting
dalam strategi penghematan pajak, misalnya melakukan pembayaran pajak pada saat
terakhir tentu lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan membayar lebih awal.
Pengendalian pajak termasuk pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih
besar dari jumlah pajak terutang.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
1. Definisi
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai
dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris,
PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis
pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan
penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan
langsung pajak yang ia tanggung.
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau
produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam
perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan.
Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak
masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.
2. Karakteristik PPN
a.
pihak yang mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak. Sedangkan ditinjau
dari sudut pandang yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak kepada kas negara tidak berada
ditangan pihak yang memikul beban pajak.
b. Pajak Objektif.
Sebagai pajak objektif, timbulnya kewajiban untuk membayar PPN ditentukan oleh
adanya objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak ikut menentukan. PPN tidak
membedakan antara konsumen berupa orang atau badan, antara konsumen yang
berpenghasilan tinggi dengan yang rendah. Jika mereka menggunakan barang atau jasa dari
jenis yang sama diperlakukan sama.
c. Multi Stage Tax.
PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Setiap
penyerahan barang yang menjadi objek PPN mulai dari tingkat pabrik(manufaktur) kemudian
ditingkat pedagang besar (wholeseller) dalam berbagai bentuk atau nama sampai dengan
tingkat pedagang pengecer (retailer) dikenakan PPN.
d. Mekanisme Pemungutan PPN Mengunakan Faktur Pajak.
Setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak yang
bersangkutan diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan pajak. Bagi
pembeli, importir, atau penerima jasa merupakan bukti pembayaran pajak. Berdasarkan faktur
pajak inilah akan dihitung jumlah pajak terutang dalam satu masa pajak, yang wajib dibayar
ke kas negara.
e. PPN adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri.
Sebagai Pajak atas konsumsi umum dalam negeri, PPN hanya dikenakan atas konsumsi
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan didalam negeri.
f.
Prinsip tempat asal, mengandung pengertian bahwa PPN dipungut di tempat asal
barang atau jasa yang akan dikonsumsi
Prinsip tempat tujuan, berarti bahwa PPN dipungut di tempat barang atau jasa
dikonsumsi.
Dalam prinsip ini, komoditi impor akan menanggung beban pajak yang sama dengan
barang produksi dalam negeri. Sebaliknya barang produksi dalam negeri yang akan diekspor
tidak dikenakan PPN, karena akan dikenakan PPN di Negara tempat komoditi ekspor tersebut
akan dikonsumsi. Supaya daya saing komoditi ekspor Indonesia dengan produk domestik
negara pengimpor tidak dipengaruhi oleh PPN Indonesia masih diperlukan sarana lain berupa
pengenaan PPN atas komoditi ekspor dengan tarif 0 % .
Addition Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari penjumlahan seluruh unsur
nilai tambah dikalikan tarif PPN yang berlaku.
2.
Subtraction Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari selisih antara harga jual
dengan harga beli dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku.
3.
Credit Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari selisih antara pajak yang
dibayar pada saat pembelian dengan pajak yang dipungut pada saat penjualan.
Dari tiga metoda tersebut, undang-undang PPN menganut Credit Method dengan metoda ini
walaupun pengenaan PPN dapat dihindari kemungkinan timbulnya pengenaan pajak berganda.
Dalam Credit Method dikenal adanya istilah Pajak Masukan yaitu pajak yang dibayar pada saat
pembelian barang kena pajak atau jasa kena pajak dan Pajak Keluaran yatiu pajak yang dipungut
pada saat penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak. Setiap pemungutan PPN,
pengusaha kena pajak yang bersangkutan wajib membuat faktur pajak.
Upaya-upaya efisiensi pada PPN
1. Memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau non-PKP pada
pengusaha kecil.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2010 tentang Batasan
Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, yang dimaksud sebagai Pengusaha kecil adalah
pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari
Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Dengan kata lain, sebagai pengusaha kecil dapat
memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP atau tidak. Pemilihan sebagai PKP atau tidak, dapat
dilihat melalui transaksi yang ia lakukan.
Contoh:
a. Apabila sebagai PKP, dalam membeli bahan baku merupakan objek PM dan pada saat
menjual Barang Kena Pajak (BKP) merupakan objek PK. Sedangkan apabila sebagai Non
PKP membeli bahan baku, bukan merupakan objek PM. Begitupula dalam menjual BKP
bukan merupakan objek PK.
Transaksi
Membeli bahan Baku
Menjual BKP
Sebagai PKP
PM
PK
b. Apabila suatu perusahaan non PKP membeli BKP dari PKP, hal tersebut merupakan
objek PM yang dapat dikreditkan pada SPT PPh Badannya. Sedangkan pada saat menjual
BKP tersebut kepada pengusaha yang juga non PKP bukan merupakan objek PK.
c. Apabila dalam kondisi laba perusahaan besar sebaiknya non PKP. Karena Pmnya dapat
dikreditkan yang mengakibatkan PPh Badannya kecil.
d. Apabila dalam kondisi laba perusahaan kecil sebaiknya menjadi PKP.
e. Perusahaan yang non PKP mempertahankan peredaran brutonya di bawah Rp.
600.000.000,-.
divisi
pembelian
dan
penjualan.
Bentuk
koordinasinya
menginformasikan apa saja yang harus dimuat dalam faktur pajak, antara lain:
ialah
dengan
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak;
b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak;
c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Dalam hal pembeli BKP atau pengguna JKP diketahui FP yang telah diterima dari pihak lain
ternyata cacat segera dikembalikan kepada pihak pemberi FP. Sedangkan dalam hal penjual BKP
atau pemberi JKP ternyata telah menerbitkan FP cacat apabila belum dilaporkan segera
melakukan penggantian FP.
4. Mengajukan permohonan sentralisasi PPN dalam hal perusahaan memiliki banyak cabang.
Cabang
KP
Cabang
Cabang
Cabang
Cabang
Hal yang dapat dilakukan apabila sebuah perusahaan memiliki banyak cabang ialah :
a. Mengajukan sentralisasi PPN
b. Apabila sentralisasi PPN telah dilakukan, maka pastikan di cabang-cabang tidak
melakukan transaksi penjualan yang menerbitkan invoice. Sehingga seolah-olah hanya
sebagai gudang (conventional).
5.Penanganan pengajuan restitusi PPN dengan baik.
Dalam pengajuan restitusi PPN, beberapa hal yang harus diperhatikan :
1. Penyerahan dokumen selambat lambatnya 1 bulan setelah pengajuan restitusi
Yakinkan semua dokumen terkait lengkap,selebihnya tidak diperhitungkan dan tidak dapat
diajukan restitusi lagi
2. Pengecekan Faktur Pajak
Pastikan kembali Faktur Pajak Masukan atau Faktur Pajak Keluaran tidak cacat (lakukan
tax review)
3. Yakinkan bahwa lawan transaksi telah membayarkan PPN yang dipungut.
Dalam hal ini diperlukan konfirmasi kepada pihak lawan transaksi dengan cara meminta
fotocopy SSP dan SPM terkait transaksi yang diajukan restitusi. Hal tersebut dimaksudkan
agar tidak terjadi tanggung renteng.
4. Sebelum mengajukan restitusi PPN, lakukan tax review dan tax review idealnya dilakukan
setiap bulan masa pajak yang bersangkutan.
2 maret
28 maret
Jual BKP
20 juta
20 juta
Produksi
Biasanya perusahaan industri, sehingga dapat langsung offset dan uang tidak keluar
Pajak Masukan.
dipungut.
PM = tidak dipungut
PK = 0
PM = 10
Hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan objek dan subjek PPN dan atau
PPnBM
B.
Hal-hal yang harus diperhatikan terkait dengan saat pembuatan faktur pajak, dan
tata cara pembuatan faktur pajak.
Saat pembuatan faktur pajak :
1. Pada akhir bulan berikutnya setelah penyerahan BKP/JKP, kecuali pembayaran terjadi
sebelum akhir bulan berikutnya--- dibuat pada saat penerimaan pembayaran; atau
2. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan BBKP/JKP; atau
3. Pada saat penerimaan pembayaran termijn dalam hal penyerahan sebagian tahap
pembayaran; atau
4. Pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada pemungut PPN
Syarat Faktur Pajak (FP) standar, karena merupakan sarana untuk mengkreditkan pajak
masukan. Paling sedikit FP memuat:
Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP/JKP
Nama, alamat, NPWP yang menerima BKP/JKP
Jenis barang/jasa, harga jual/ penggantian, dan potongan harga
PPN yang dipungut
PPnBM yang dipungut
Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan FP
Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangai FP
Tax planning atas FP:
1. Perhatikan syarat sah-nya FP standar agar dapat dikreditkan
2. Terbitkan FP selama mungkin (dalam kurun waktu yang diperbolehkan)
3. Perketat term of payment untuk mencegah wp nalangin PPN pembeli
C. Hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan objek PPN dan atau PPnBM
1. Identifikasi item mana yang :
* Terutang PPN
* Terutang tapi tidak dipungut PPN
* Tidak dikenakan PPN
* Dibebaskan dari PPN
2. Rekonsiliasi omzet PPN dengan peredaran usaha dalam SPT PPH Badan
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat FP, Atau
2. Pengusaha yang telah dikukuhakan sebagai PKP, membuat FP, tetapi tidak tepat waktu.
3. Pengusaha kena pajak melaporkan FP tidak sesuai dengan penerbitan FP
4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi FP secara lengkap,
selain:
Identitas pembeli atau identitas pembeli serta nama dan tandatangan dalam hal
penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran.
Terhadap hal-hal tersebut diatas akan dikenakan sanksi 2% x DPP
5. Pengusaha kena pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak
Masukan (PM)
Sanksi : 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal
peneribatan surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP), bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
E. Memanfaatkan berbagai fasilitas di bidang PPN dan/atau PPnBM
Fasilitas ppn terhutang tidak dipungut
Kawasan berikat
KAPET
EPTE
BKP.
8. Pajak masukan yang dilaporkan pada SPT Masa PPN, yang ditemukan pada saat
pemeriksaan/yang ditagih melalui SKP.
Pajak masukan yang belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama,
dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya, selambat-lambatnya pada bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun buku yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan
belum dilakukan pemeriksaan. Membangun sendiri tidak dalam kegiatan usaha membangun
sendiri untuk tempat tinggal/tempat usaha oleh Orang Pribadi/Badan dikenakan PPN, apabila :
-
Bangunan permanen.
Disetor tiap bulan, pada tanggal 15 bulan berikutnya sejak pembangunan dimulai.
Penyerahan aset yang menurut tujuan semula tidak untuk dijual. Penyerahan aset yang tujuan
semula tidak diperjualbelikan dikenakan PPN, sepanjang PPN yang dibayar pada saat
perolehannya dapat dikreditkan.
-
Pajak keluaran disetor dengan menggunakan SSP tersendiri, disetor paling lambat tanggal
15 bulan berikutnya.
Dapat dibuatkan faktur pajak tetapi tidak perlu dimasukkan ke Formulir 1195.
Dalam hal aset tersebut juga mendapatkan fasilitas penundaan, atas penyerahan aset
dimaksud juga dikenakan PPN.
Pemakaian sendiri dan cuma-cuma BKP/JKP: 10% x harga jual dikurangi laba kotor.
Penyerahan media rekaman suara/gambar/film cerita: 10% x harga jual rata-rata.
Persediaan BKP pada saat pembubaran perusahaan: Harga pasar yang wajar.
Aset yang menurut tujuan semula tidak untuk dijual: Harga pasar yang wajar.
Penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan jasa pengiriman paket: 10% x 10% jumlah
tagihan.
6. Penyerahan jasa anjak piutang: 10% x 5% jumlah imbalan (dapat berupa provisi, ongkos
jasa, diskon).
7. Pedagang eceran: 10% x 20% Jumlah penyerahan barang dan PPN masukan tidak dapat
dikreditkan.
8. Jasa persewaan ruangan: Sewa ruangan: 10% dari sewa yang ditagih Ongkos jasa: 10% x
40% ongkos jasa yang ditagih.
Tarif PPN :
- Tarif umum adalah 10%
- Tarif ekspor 0%
Satu hal yang perlu diingat adalah perencanaan pajak yang telah dibuat dan dilaksanakan jangan
sampai melanggar peraturan perpajakan, hal ini penting untuk menghindari sanksi perpajakan.
Setelah perencanaan pajak selesai disusun dan diimplementasikan, masih ada satu tahap lagi
yang harus dilakukan, yaitu pengendalian pajak. Pengendalian pajak perlu dilakukan untuk
mengetahui apakah semua perencanaan pajak telah dilaksanakan sesuai dengan rencana.
Pengendalian pajak dapat dilakukan melalui penelaahan pajak.