Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah
sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut
diperjelas

dalam

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Nomor

1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang


menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,
Salah satu upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah adalah dengan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit yang antara lain
dapat dicapai dengan penggunaan obat-obatan yang rasional dan berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau
bagi semua lapisan masyarakat (Siregar, 2004).
Biaya yang diserap untuk penggunaan obat merupakan komponen terbesar
dari pengeluaran rumahsakit. Dibanyak Negara berkembang belanja obat di
rumah sakit dadat menyerap sekitar 40-50% dari biaya keseluruhan rumah sakit.
Belanja perbekalan farmasi yang demikian besar tentunay harus dikelola dengan
efektif dan efisien, hal ini perlu dilakukan mengingat dana kebutuhan obat di
rumah sakit tidak selalu sesuai dengan kebutuhan.
Kondisi diatas tentunya harus disikapi dengan baik-baik. Saat ini pada
tataran global telah dirintis prongram Good Governance In Pharmaceutical
Sector atau lebih di kenal dengan tata kelola obat yang baik si Sektor Farmasi.
Indonesia termasuk salah satu Negara yang berpartisipasi dalam program ini
bersama 19 negara lainnya. Pemikiran tentang perlunya tatkelola obat yang baik
disektor farmasi berkembang mengingat banyaknya praktek illegal di lingkungan
kefarmasian mulai dari clinical trial, riser dan pengadaan , registrasi,
pendaftaran, paten, produksi, penetapan harga, pengadaan, seleksi, distribusi dan

trasportasi. Bentuk intransparansi dibidang farmasi antara lain : pemalsuan data


keamanan dan enyufikasi, penyuapan, kolosi, donasi, promo yang tidak etis
maupun tekanan dari berbagai pihak yang berkepentingan dengan obat.
Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah bagian dari rumah sakit yang
bertugas menyelenggarakan, mengkooadinasikan, mengatur dan mengawasi
seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanaan pembinaan teknis
kefarmasian di rumah sakit, sedangkan Komite Farmasi dan Terapi adalah bagian
yang bertanggung jawab tentang penyusunan formularium rumah sakit dapat
sesuai dengan aturan yang berlaku, maka diperlukam tenaga professional
dibidang tersebut. Untuk menyiapkan tenaga professional tersebut diperlukan
berbagai masukan diantaranya adalah tersedianya pedoman yang tepat digunakan
dalam pengelolaan perbekalan farmasi di rumah IFRS.
I.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami cara pengelolahan persediaan farmasi yang
baik sebagai perbekalan farmasi.
2. Untuk mengetahui cara untuk mengatasi kasuss yang sering terjadi dalam
penyediaan obat dalam apotek.
I.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pengelolahan persediaan farmasi yang baik?
2. Bagaimana pengelolahan persediaan farmasi di Apotek RSUD Toto Kabila?
3. Kasus apa yang sering terjadi dalam pengelolahan persediaan farmasi di
Apotek RSUD Toto Kabila?
4. Bagaimana cara mengatasi khasus yang sering terjadi dalam pengelolahan
persediaan farmasi?

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Rumah Sakit
Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak
untuk hidup layak, baik menyangkut kesehatan pribadi maupun keluarganya
termasuk di dalamnya mendapat makanan, pakaian, dan pelayanan kesehatan
serta pelayanan sosial lain yang diperlukan.
Upaya kesehatan bertujuan untuk memelihara dan

meningkatkan

kesehatan dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut


sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya
kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan dan/atau upaya kesehatan
penunjang. Selain itu, sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk
kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan. Salah satu sarana kesehatan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan adalah rumah sakit (Sheina,2010).
Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang
merupakan siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan/produksi,
penerimaan,

pendistribusian,

pengawasan,

pemeliharaan,

penghapusan,

pemantauan, administrasi, pelaporan, dan evaluasi yang diperlukan bagi


kegiatan pelayanan. Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yaitu agar tersedianya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu dalam
jumlah dan pada saat yang tepat sesuai spesifikasi dan fungsi yang ditetapkan
oleh panitia farmasi dan terapi secara berdaya guna dan berhasil guna
(Quick,1997).
Pengelolaan obat oleh Instalasi Farmasi Rumah

Sakit

(IFRS)

mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di


rumah sakit, oleh karena itu pengelolaan obat yang kurang efisien pada
tahap penyimpanan akan berpengaruh terhadap peran rumah sakit secara
keseluruhan (Sheina,2010).

II.2 Perencanaan dan seleksi


II.2.1 Anggaran obat
Menurut Gomes, anggaran merupakan dokumen yang berusaha
untuk mendamaikan prioritas-prioritas program dengan sumber-sumber
pendapatan yang diproyeksikan. Anggaran menggabungkan suatu
pengumuman dari aktivitas organisasi atau tujuan untuk suatu jangka
waktu yang ditentukan dengan informasi mengenai dana yang dibutuhkan
untuk aktivitas tersebut atau untuk mencapai tujuan tersebut.
Menurut Mulyadi, anggaran merupakan suatu rencana kerja yang
dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar
dan satuan ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu satu tahun.
Menurut

Supriyono,

penganggaran

merupakan

perencanaan

keuangan perusahaan yang dipakai sebagai dasar pengendalian


(pengawasan) keuangan perusahaan untuk periode yang akan datang
(Anonim,2012).
Jadi, anggaran obat adalah suatu perencanaan yang disusun
berdasarkan kebutuhan obat yang akan diadakan dalam suatu instalasi
farmasi (Anonim,2012).
II.2.2 Sistem perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemeliharaan jenis,
jumlah dan harga sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhan dan anggaran dalam rangka pengadaan untuk menghindari
kekosongan obat dengan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dasar-dasar pelaksanaan yang telah ditentukan. Perencanaan berpedoman
pada DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional), formularium RS, standart
terapi RS, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan
prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang
lalu dan rencana pengembangan (Quick,1997).

Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan


jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan
kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
II.2.3 Metode perencanaan
Ada tiga jenis metode perencanaan yaitu konsumsi, epidemiologi,
dan kombinasi keduanya yang disesuaikan dengan anggaran setempat.
Perencanaan dengan metode konsumsi dilakukan berdasarkan data
penggunaan obat diwaktu yang lalu, sedangkan metode epidemiologi
dilakukan.
Berdasarkan

data tingkat kejadian penyakit dan standart pengobatan

untuk penyakit tersebut. Data penggunaan obat waktu yang lalu untuk metode
konsumsi harus akurat. Metode konsumsi ini dapat menyebabkan penggunaan
obat yang kurang rasional akan terus terjadi berbeda dengan halnya metode
epidemiologi yaitu mengambil asumsi bahwa pengobatan disesuaikan dengan
penyakit yang ada atau terjadi pada saat tertentu (Siregar,2004).
Perencanaan

pengadaan

sediaan

farmasi

dan

alat

kesehatan

mempertimbangkan dana yang tersedia. Untuk mencapai efisiensi dalam


penyusunan daftar kebutuhan obat digunakan gabungan dua cara analisis, yaitu
analisis VEN dan ABC (Paretto).
Analisis

VEN

mengelompokan

obat

berdasarkan

tingkat

kegawatdaruratan untuk pengobatan pasien. Pembagian VEN adalah sebagai


berikut :
a.

Kategori V adalah obat vital dengan jumlah sedikit tetapi harus selalu
disediakan untuk menyelamatkan jiwa pasien

b.

(life-saving drug), misalnya insulin, heparin, adrenalin, atropin sulfat,


albumin dan obat-obat pelayanan kesehatan standar, misalnya serum
antibisa ular.

c.

Kategori E adalah obat esensial yang umum digunakan dalam pelayanan


kesehatan masyarakat, misalnya obat jantung, obat hipertensi, obat
diabetes.

d.

Kategori N adalah obat non-esensial yang boleh disediakan atau boleh


tidak disediakan karena tidak membahayakan nyawa bila tidak tersedia,
misalnya food suplement dan vitamin (Quick,1997).

Analisis ABC/Paretto mengelompokkan obat berdasarkan volume and value of


consumption obat, yaitu sebagai berikut:
a.

Kelompok A adalah obat yang berharga mahal dan sering ditulis dengan
resep dokter, menyerap dana sebesar 80% dari total dana dengan jumlah
item 20% dari total item obat yang ada.

b. Kelompok B adalah obat yang dibutuhkan dalam banyak kasus dan sering
keluar, menyerap dana sebesar 15% dari total dana dengan jumlah item
60% total item obat yang ada.
c.

Kelompok C adalah kelompok obat yang hanya sebagai suplemen saja.


Menyerap dana sebesar 5% dari total dana dengan jumlah item 20%
total item obat yang ada (Quick,1997).

II.3

Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merelisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui, melalui:
1. Pembelian
2. Produksi atau pembuatan sediaan farmasi
3. Sumbangan/drooping atau hibah
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif( tender) merupakan suatu
metode penting untuk mencapau keseimbangan yang tepat antara mutu dan
harga, apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada
criteria berikut:

mutu produk, reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan waktu


pengiriman, mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang
barang yang dikembalikan, dan pengemasan.
Tujuan pengadaaan :
Mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu
yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan
lancer, dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan.
1. Pembelian
Pembelian adalah rengakain proses pengadaan unutuk mendapatkan
perbekalan farmasi. Hal ini sesuai dengan peraturan presiden RI no 94
tahun 2007 tentang pengendalian dan pengawasan atas pengadaan dan
penyaluran bahan obat, obat spesifik dan alat kesehatan yang berfungsi
sebagai obat dan peraturan presiden RI no 95 tahun 2007 tentang
perubahan ketujuh atas keputusan presiden no 80 tahun 2003 tentang
pedoman pelaksanaan pengadaan barang atau jasa pemerintah.
Ada 4 metode pada proses pembelian :
a. Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan
sesuai dengan criteria yang telah ditentukan.
b. Tender terbatas, sering disebutkan lelang tertutup. Hanya dilakukan
pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang
baik
c. Pembelian dengan tawar-menawar, dilakukan bila item tidak penting,
tidak banyak, dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk
item tertentu
d. Pembelian langsung, pembeli jumlah kecil, perlu segera tersedia.
Harga tertentu, relative agak lebih mahal.

2. Produksi

Produksi perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan kegiatan


membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi
steril atau non-steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di
rumah sakit.
Kriteria perbekalan farmasi yang di prosuksi :
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus
b. Sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar dengan harga lebih murah
c. Sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
e. Sedian farmasi untuk penelitian
f. Sediaan nutrisi parenteral
g. Rekonstotusi sediaan perbekalan farmasi sitostasika
h. Sediaan farmasi yang harus selalu di buat baru
3. Sumbangan /hibah/droping
Pada

prinsipn

pengelolaan

perbekalan

farmasi

dari

hibah/

sumbangan, mengikuti kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi


regular. Perbekalan farmasi yang tersisa dapat dipakai untuk menunjang
pelayanan kesehatan disaat situasi normal. (Depkes RI,2008)
II.4 Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,
konsinyasi atau sumbangan.
Penerimaan perbekalan farmasi harus dulakukan oleh petugas yang
bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih
baik dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting
dari perbekalan farmasi. Dalam tim penerimaan harus ada tenaga farmasi.
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang
diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan.
Perbekalan farmasi yang di terima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak
yang telah ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan :

1. Harus mempunyai Material, Safety, Data, Sheet(MSDS), untuk bahan


berbahaya.
2. Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai serticate of origin.
3. Sertifikat analisa produk (Depkes RI,2008)
II.5 Penyimpanan
Gudang merupakan tempat penyimpanan sementara sediaan farmasi dan alat
kesehatan sebelum didistribusikan. Fungsi gudang adalah mempertahankan
kondisi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang disimpan agar tetap stabil
sampai ke tangan pasien (Siregar,2004).
Tujuan penyimpanan adalah :
a.

Memelihara mutu sediaan farmasi

b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab


c.

Menjaga ketersediaan

d. Memudahkan pencarian dan pengawasan (Depkes RI,2008)


Penumpukan stok barang yang kadaluwarsa dan rusak dapat dihindari
dengan pengaturan sistem penyimpanan seperti fisrt expired fisrt out (FEFO) dan
fisrt in fisrt out (FIFO). Sistem FEFO adalah dimana obat yang memiliki waktu
kadaluwarsa lebih pendek keluar terlebih dahulu, sedangkan dalam sistem FIFO
obat yang pertama kali masuk adalah obat yang pertama kali keluar
(Quick,1997).
Obat-obatan sebaiknya disimpan sesuai dengan syarat kondisi penyimpanan
masing-masing obat. Kondisi penyimpanan yang dimaksud antara lain adalah
temperatur/suhu sekitar 20-250C, kelembaban dan atau paparan cahaya. Tempat
penyimpanan yang digunakan dapat berupa ruang atau gedung yang terpisah,
lemari, lemari terkunci, lemari es, freezer, atau ruangan sejuk. Tempat
penyimpanan tergantung pada sifat atau karakteristik masing-masing obat
(Siregar,2004).
Pengaturan obat digudang dapat dikelompokkan dengan 7 cara yaitu
berdasarkan:

1) Kelompok farmakologi/terapeutik
2) Indikasi klinik
3) Kelompok alphabetis
4) Tingkat penggunaan
5) Bentuk sediaan
6) Random bin
7) Kode barang.
Selain disimpan dalam tempertur yang sesuai, barang-barang sebaiknya
disimpan dalam keadaan yang mudah terambil dan tetap terlindung dari
kerusakan (Siregar,2004).
Permenkes 28/MENKES/PER/I/1978 tentang penyimpanan narkotika
disebutkan bahwa RS harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan
narkotika, dimana tempat tersebut harus seluruhnya terbuat dari kayu atau bahan
lain yang kuat, selain itu tempat penyimpanan narkotika tersebut harus
mempunyai kunci yang kuat dan tempat penyimpanan terbagi menjadi 2 bagian
masing-masing dengan kunci yang berlainan.
II.6. Distribusi
1. Distribusi rawat inap
Distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan salah satu tugas
utama pelayanan farmasi dirumah sakit. Distribusi memegang peranan penting
dalam penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan ke unitunit disetiap bagian farmasi rumah sakit termasuk kepada pasien. Hal terpenting
yang harus diperhatikan adalah berkembangnya suatu proses yang menjamin
pemberian sediaan farmasi dan alat kesehatan yang benar dan tepat kepada
pasien, sesuai dengan yang tertulis pada resep atau kartu obat atau Kartu
Instruksi Obat (KIO) serta dilengkapi dengan informasi yang cukup
(Quick,1997).
Tujuan pendistribusian : tersedianya perbekalan farmasi diunit-unit
pelayanan secara tepat waktu tepat jenis dan jumlah (Depkes RI,2008)

Farmasi rawat inap menjalankan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi


untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di RS, yang diselenggarakan
secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap
diruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi
oleh satelit farmasi.
Ada tiga macam sistem pendistribusian rawat inap, yaitu:
a) Sistem persediaan lengkap (Floor stock system), meliputi semua persediaan
obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan diruangan. Pelayanan dalam sistem
persediaan ruangan salah satu adalah penyediaan emergency kit (kotak obat
darurat) yang digunakan untuk keperluan gawat darurat (Siregar,2004).
b) Resep perorangan (individual prescribing) merupakan cara distribusi obat
dan alat kesehatan berdasarkan permintaan dalam resep atau kartu obat
pasien rawat inap. Sistem ini memiliki keuntungan berupa adanya
pengkajian resep pasien oleh apoteker adanya kesempatan interaksi
profesional penggunaan obat lebih terkendali dan mempermudah penagihan
biaya obat pada pasien. Keterbatasannya adalah adanya kemungkinan
keterlambatan obat untuk dapat sampai kepada pasien (siregar dan amalia,
2004).
c)

sistem unit dose dispensing (UDD) didefinisikan sebagai obat yang


disiapkan dan diberikan kepada pasien dalam unit dosis tunggal yang berisi
obat untuk sekali minum. Konsep UDD bukan merupakan inovasi baru
dalam farmasi dan pengobatan. Unit dose dispensing merupakan tanggung
jawab farmasi yang tidak dapat berjalan disituasi institusi rumah sakit tanpa
kerja sama dengan perawat dan staf kesehatan yang lain. Keuntungan UDD
antara

lain

penderita

hanya

membayar

obat

yang

digunakanya

saja,mengurangi kesalahan pengobatan,memperbesar komunikasi antara


apoteker-dokter perawat,serta apoteker dapat melakukan pengkajian
penggunaan obat. Keterbatasannya adalah jumlah tenaga farmasi yang
dibutuhkan lebih tinggi (Siregar dan Amalia,2004).

Kelebihan sistem UDD dibandingkan dengan sistem yang lain diantaranya


adalah:
a) Pasien mendapat pelayanan farmasi yang lebih baik selama 24 jam sehari
dan hanya membayar untuk obat-obatan yang digunakan saja,
b)

Semua obat yang dibutuhkan dibagian perawatan disiapkan oleh farmasi


sehingga perawat mempunyai lebih banyak waktu merawat pasien,

c) Memberikan kesempatan farmasis menginterpretasikan dan memeriksa kopi


pesanan resep, bagi perawat mengurangi kemungkinana kesalahan obat,
d)

Meniadakan duplikasi pesanan obat dan kertas kerja yang berlebihan


dibagian perawat dan farmasi,

e) Menghemat ruang-ruang di pos perawatan,


f)

Meniadakan kemungkinan terjadi pencurian dan pemborosan obat,

g) Mengurangi kemungkinan kesalahan obat dan juga membantu menarik


kembali kemasan pada saat obat itu ditarik dari peredaran karena kemasan
dosis unit masing-masing diberi label,
h) Farmasis dapat mengunjungi pos perwatan untuk menjalankan tugasnya
yang diperluas (Siregar,2004).
2. Disribusi rawat jalan
Pedoman pelayanan farmasi untuk pasien rawat jalan (ambulatory) di RS
mencakup: persyaratan manajemen, persyaratan fasilitas dan peralatan,
persyaratan pengelohan order atau resep obat, dan pedoman operasional lainnya
(siregar dan amalia, 2003).
Pelayanan farmasi untuk penderita ambulatory harus dipimpin oleh seorang
apoteker yang memenuhi syarat secara hukum dan kompeten secara professional
(Anonim,2012).
Sistem distribusi obat yang digunakan untuk pasien rawat jalan adalah
sistem resep perorangan yaitu cara distribusi obat pada pasien secara individual
berdasarkan resep dokter. Pasien harus diberikan informasi mengenai obat
karena pasien sendiri yang akan bertanggung jawab atas pemakaian obat tanpa

adanya pengawasan dari tenaga kesehatan. Apoteker juga harus bertindak


sebagai konsultan obat bagi pasien yang melakukan swamedikasi (Siregar dan
Amalia, 2003).
II.7 Pengendalian
Pengendalian

persedian adalah

suatu

kegiatan untuk

memastikan

tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang
telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/ kekosongan
obat di unit-unit pelayanan.
Tujuan pengendalian : agar tidak terjadi kelbihan dan kekosongan
perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan (Depkes RI,2008)
Kegiatan pengendalian mencakup :
a. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah
stok ini disebut stok kerja.
b. Menentukan stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit
pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/ kekosongan.
c. Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu yang diperlukan dari
mulai pemesanan sampai obat diterima (Depkes RI,2008)
Pengendalian obat di RS terdiri atas:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Sistem satu pintu,


Penandaan pada wadah perbekalan farmasi yang didistribusikan,
Pengembalian wadah bekas,
Penggunaan kartu kendali,
Menghitung dosis obat,
Menghitung biaya perbekalan farmasi yang dikeluarkan dan membandingkan
dengan unit cost yang diterima (Anonim,2012)

BAB III
PEMBAHASAN
Pada tanggal 17 Maret 2015 kami melakukan pengamatan di salah satu rumah
sakit yang ada di Gorontalo yaitu Rumah Sakit Toto Kabila. Pengamatan ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui studi kasus yang terjadi dalam
Pengelolahan Persediaan Dan Pembekalan Farmasi mulai dari perencanaan hingga
pendistribusiaan obat kepada pasien.
Dalam pengadaan obat di Apotek RSUD melalui 5 tahap yaitu mulai dari
perencanaan, perencanaan ini bertujuan menyusun kebutuhan perbekalan farmasi
yang tepat sesuai kebutuhan, mencegah terjadinya kekosongan atau kekurangan
barang farmasi, mendukung atau meningkatkan penggunaan perbekalan farmasi yang
efektif dan efesien. Perencanaan di Apotek RSUD Toto Kabila menggunakan metode
Konsumsi yang perencanaannya menurut jumlah sisa obat di gudang dan jumlah
pemakaian obat. metode ini dipilih karena menurut pengalaman mereka
menggunakan metode epidemiologi yang merupakan penyediaan obat berdasarkan
pada penyakit yang dominan muncul di masyarakan seperti Malaria, sehingga Apotek
menyediakan stok obat malaria yang banyak, setelah penyakit itu mulai sembuh dan
hilang, obat tidak digunakan lagi sehingga terjadinya ED obat.
Pada tahap selanjutnya yaitu tahap Pengadaan, pengadaan ini bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pembekalan farmasi yang berkualitas berdasarkan fungsi
perencanaan dan penentuan kebutuhan. Pengadaan di Apotek RSUD Toto Kabila
menggunakan pengadaan langsung, dimana pengadaan langsung yaitu pembelian
jumlah kecil, obat yang dipesan segera tersedia, harga tertentu dan agak mahal.
Proses pengadaan dikatakan baik apabila tersedianya obat dengan jenis dan jumlah
yang cukup sesuai kebutuhan dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada
saat yang diperlukan.
Berikutnya yaitu tahap penerimaan, dimana tahap penerimaan harus sesuai
dengan jenis dan jumlah antara barang dan SP, keadaan barang serta catat No.batch
dan ED-nya, sehingga tidak mengalami masalah pada saat pengecekan barang.

Namun tahap penerimaan di Apotek RSUD Toto Kabila mengalami masalah pada
saat pengecekan barang yaitu barang dibutuhkan tidak sesuai dengan yang
diinginkan, hal ini mengakibatkan kerugiaan di Apotek RSUD Toto Kabila.
Kemudian tahap berikutnya yaitu tahap penyimpanan, tahap penyimpanan obat
secara umum dibagi menjadi 5 yaitu Alfabetis, FIFO & FEFO, Farmakologi, Bentuk
sediaan dan Kombinasi. Penyimpanan di Apotek RSUD Toto Kabila menggunakan
system FEFO & FIFO, namun tidak berjalannya system tersebut maka terjadinya
kerusakan obat. Penyimpanan obat dikatakan baik apabila diperhatikan lokasi dari
tempat penyimpanan digudang dan menjamin bahwa barang atau obat yang disimpan
mudah diperoleh dan mengaturnya sesuai penggolongan kelas terapi dan khasiat obat
sesuai abjad serta memenuhi standar penyimpanan.
Tahap terakhir yaitu distribusi obat. Sistem distribusi obat di rumah sakit
digolongkan berdasarkan ada tidaknya satelit atau depo farmasi dan pemberian ke
pasian rawat inap. Berdasarkan distribusi obat bagi pasian rawat inap digunakan
empat sistem yaitu sistem distribusi obat resep individual atau permintaan tetap,
sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang, sistem distribusi obat kombinasi
resep individual dan persediaan lengkap di ruang dan sistem distribusi obat dosis unit.

BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang
merupakan

siklus

kegiatan

yang

dimulai

dari

perencanaan,

pengadaan/produksi, penerimaan, pendistribusian, pengawasan, pemeliharaan,


penghapusan, pemantauan, administrasi, pelaporan, dan evaluasi yang
diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan
alat kesehatan yaitu agar tersedianya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
bermutu dalam jumlah dan pada saat yang tepat sesuai spesifikasi dan fungsi
yang ditetapkan oleh panitia farmasi dan terapi secara berdaya guna dan
berhasil.
Untuk menyiapkan tenaga professional tersebut diperlukan berbagai
masukan diantaranya adalah tersedianya pedoman yang tepat digunakan dalam
pengelolaan perbekalan farmasi di rumah IFRS. Mengingat pentingnya
pelayanan farmasi di rumah sakit, maka calon apoteker perlu memahami
dan mengenal peranan apoteker di rumah sakit, khususnya Instalasi
Farmasi. Hal ini penting sebagai bekal bagi lulusan Program Pendidikan
Profesi Apoteker apabila bekerja di rumah sakit.
IV.2 Saran
Diharapkan agar pengelolahan persediaan farmasi yang telah diterapkan
didalam apotek rumah RSUD Toto kabila lebih ditingkatkan lagi untuk
menunjang kebutuhan dan kepuasan pasien dalam menebus obat.

Anda mungkin juga menyukai