Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Konsep diri memiliki peranan penting dalam menentukan perilaku individu sebagai
cermin bagi individu dalam memandang dirinya. Pembentukan konsep diri memudahkan
interaksi sosial sehingga individu yang bersangkutan dapat mengantisipasi reaksi orang lain. Pola
kepribadian yang dasarnya telah diletakkan pada masa bayi, mulai terbentuk dalam awal masa
kanak-kanak. Orang tua, saudara kandung, dan sanak keluarga lainnya merupakan dunia sosial
bagi anak-anak, maka bagaimana perasaan mereka kepada anak-anak dan bagaimana perlakuan
mereka merupakan faktor penting dalam pembentukan konsep diri, yaitu inti pola kepribadian.
Individu memberi respon terhadap dirinya sendiri dan mengembangkan sikap diri yang
konsisten dengan apa-apa yang diekspresikan oleh orang lain di dalam dunianya. Hasilnya,
individu tersebut memahami dirinya sendiri mempunyai sifat-sifat dan nilai-nilai yang orang lain
dengan dirinya.
Konsep diri merupakan produk sosial, yang dibentuk melalui proses internalisasi dan
organisasi
pengalaman-pengalaman
psikologis.
Pengalaman-pengalaman
psikologis
ini
merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisik dan refleksi dari dirinya yang
diterima dari orang-orang penting di sekitarnya. Oleh karena itu banyak faktor yang
mempengaruhi konsep diri seseorang, beberapa di antaranya adalah faktor-faktor internal :
intelegensi, kompetensi personal, kreativitas, status kesehatan, usia, penampilan fisik, prestasi,
jenis kelamin, aktualisasi diri, dan religiusitas. Faktor-faktor eksternal: orangtua, teman sebaya,
peran pendidik, kebudayaan, status sosial, keterbatasan ekonomi, dan pengalaman interpersonal.
BAB II
PEMBAHASAN
sebaya mereka. Jadi, konsep diri terbentuk karena suatu proses umpan balik dari individu
lain. Bila anak yakin bahwa orang-orang yang penting baginya menyenangi mereka, maka
akan berpikir positif tentang diri mereka begitu pula sebaliknya.
Perkembangan konsep diri sifatnya hirarkis, yang paling dasar terbentuk adalah konsep
primer. Konsep diri primer ini didasarkan pengalaman anak di rumah dan dibentuk dari berbagai
konsep terpisah yang masing-masing merupakan hasil dari pengalamannya dengan anggota
keluarga lain.
Konsep diri primer mencakup citra fisik dan psikologis diri, yang pertama biasanya
berkembang lebih awal dibandingkan dengan yang kedua. Citra psikologis diri yang pertama
terbentuk didasarkan atas hubungan anak dengan saudara kandungnya dan perbandingan dirinya
dengan saudara kandung. Begitu pula konsep awal mengenai perannya dalam hidup, aspirasi dan
tanggung jawabnya terhadap orang lain didasarkan atas ajaran dan tekanan orang tua.
Meningkatnya pergaulan dengan orang lain di luar rumah (bukan keluarga) anak memperoleh
konsep lain tentang diri mereka. Hal ini akan membentuk konsep diri sekunder. Konsep diri
sekunder berhubungan dengan bagaimana anak melihat dirinya melalui kacamata orang lain.
Konsep diri primer seringkali menentukan di mana konsep diri sekunder akan terbentuk. Sebagai
contoh, seorang anak yang mengembangkan konsep diri primer sebagai anak jagoan, maka ia
akan memilih teman-teman yang takut akan dia atau menganggap dirinya jagoan pula.
Konsep diri sekunder seperti halnya konsep diri primer, mencakup citra fisik dan psikologis
diri. Anak-anak berpikir tentang struktur fisik mereka sebagaimana orang lain di luar rumah
menanggapi
mereka.
Selanjutnya
mereka
menilai
citra
psikologis
mereka
dengan
membandingkan citra diri mereka yang dibentuk di rumah dengan apa yang mereka pikirkan
tentang pikiran orang lain, seperti guru dan teman sebayanya mengenai diri mereka.(Konsep
Diri)
Dalam kehidupan sehari-hari, individu akan menempuh berbagai interaksi dengan
sekitarnya. Hasil interaksi yang berlaku akan membentuk konsep diri seseorang. Konsep diri
juga dapat terbentuk apabila seorang membayangkan dan mengambil nilai-nilai orang lain agar
dijadikan sebagai nilai dirinya sendiri. (Psikologi Pendidikan, Maharani Razali, dkk)
Dengan kata lain, konsep diri merupakan hasil belajar melalui hubungan individu dengan
orang lain. Hal ini sejalan dengan istilah looking glass self yaitu ketika individu memandang
dirinya berdasarkan interpretasi dari pandangan orang lain terhadap dirinya. (International
Handbook of Physicology in Education)
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
1. Internal
a Intelegensi
Berbeda dengan intelektual, sikap intelegensia digunakan untuk mempengaruhi
dan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan sosialnya, orang lain, dan
dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intelegensianya, maka semakin baik
penyesuaian dirinya dan lebih mampu berinteraksi terhadap rangsangan
lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Seseorang yang
memiliki intelegensi yang tinggi, ia akan melakukan kebaikan secara spontan tanpa pamrih
apapun, seperti juga orang jahat, melakukan keburukan secara spontan tanpa mempertimbangkan
akibat bagi dirinya maupun bagi orang yang dijahati.
b
Kompetensi personal
Kemampuan untuk melakukan suatu tugas ataupun hal dengan memiliki suatu
kemampuan yang dapat dibanggakan seseorang yang akan memandang dirinya
Penampilan fisik
Aspek ini meliputi sejumlah konsep yang dimiliki seseorang mengenai penampilan,
kesesuaian dengan jenis kelamin, arti penting tubuh, dan perasaan gengsi di hadapan
orang lain disebabkan oleh keadaan fisiknya. Hal penting yang berkaitan dengan keadaan
fisik adalah daya tarik dan penampilan tubuh di hadapan orang lain. Seseorang dengan
penampilan yang menarik, cenderung mendapatkan sikap sosial yang menyenangkan dan
penerimaan sosial dari lingkungan sekitar. (Psycologi : Menuju Aplikasi Pendidikan,
g
Muhammad Anas)
Prestasi
Proses pengajaran keterampilan secara langsung sering meningkatkan prestasi, kemudian
akan meningkatkan rasa percaya diri. Rasa percaya diri meningkat karena tahu tugastugas apa yang penting untuk mencapai tujuannya telah dilakukan sebelumanya.
Penekanan dari pentingnya prestasi dalam meningkatkan rasa percaya diri yang
merupakan keyakinan individu bahwa dirinya dapat menguasai suatu situasi dan
dalam menetapkan pengharapan serta mengajarkan anak bagaimana menilai dirinya sendiri.
b
Pengharapan dan penilaian tersebut akan terus terbawa sampai anak menjadi dewasa.
Teman sebaya
Pada remaja pertengahan, sering bereksperimen dengan berbagai orang, berganti gaya
pakaian, kelompok teman, dan minat dari bulan ke bulan. Banyak remaja berfilosofi tentang
arti kehidupan dan keingintahuannya, Siapakah saya? dan Mengapa saya berada di sini?.
Perasaan yang sangat tajam dari kekalutan batin dam kesedihan adalah wajar dan mungkin
sulit dibedakan dengan sakit jiwa. Anak-anak gadis mungkin cenderung untuk
menggambarkan dirinya dan sebayanya berdasarkan hubungan antar perorangan yang erat
(Saya adalah seorang gadis yang mempunyai banyak teman dekat). Sedangkan anak lakilaki sebagai kelompok mungkin lebih memusatkan pada kemampuan diri (Saya baik dalam
tersebut dibentuk melalui pengalaman individu dalam lingkungan sosialnya. Konsep diri juga
tergantung pada interaksi seseorang dengan bermacam-macam variabel sosial, diantaranya
keluarga, kultur, serta teman sebaya. Sebagai konsekuensinya, pada individu-individu yang
berbeda lingkungan atau budayanya, akan berbeda pula konsep diri pada individu-individu
e
Pengalaman interpersonal.