Anda di halaman 1dari 3

D.

Patofisiologi

Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada
mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada
individu individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi
imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan
selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung
jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen
hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi.
Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas
hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan. (Behrman,
2000).
Histamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di hidung. Histamine
bekerja langsung pada reseptor histamine selular, dan secara tidak langsung
melalui refleks yang berperan pada bersin dan hipersekresi. Melalui saraf
otonom, histamin menimbulkan gejala bersin dan gatal, serta vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler yang menimbulkan gejala beringus encer dan

edema local reaksi ini timbul segera setelah beberapa menit pasca pajanan
allergen.
Kurang lebih 50% Rhinitis alergik merupakan manifestasi reaksi hipersensitifitas
tipe I fase lambat, gejala Gejala rhinitis alergik fase lambat seperti hidung
tersumbat, kurangnya penciuman, dan hiperreaktivitas lebih diperankan ooleh
eosinofil.
E.

Manifestasi Klinis

1.
Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
(umumnya bersin lebih dari 6 kali).
2.

Hidung tersumbat.

3.
Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi
biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau
kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
4.
Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan
tenggorok.
5.

Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.

Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang-ulang
terutama pada pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan sejumlah debu.
Sebenarnya bersin adalah mekanisme normal dari hidung untuk membersihkan
diri dari benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari lima kali dalam satu kali
serangan maka dapat diduga ini adalah gejala rhinitis alergi. Gejala lainnya
adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak. Hidung tersumbat, mata
gatal dan kadang-kadang disertai dengan keluarnya air mata.
F.

Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan uji
laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan
riwayat keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi
saluran nafas atas merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis
alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji
laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji kulit goresan,
IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung.
Uji Provokasi nasal masih terbatas pada bidang penelitian.
G.

Penatalaksanaan

1.
Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan
allergen penyebab
2.
Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat yang sering
dipakai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi atau dengan kombinasi

dekongestan oral. Obat Kortikosteroid dipilih jika gejala utama sumbatan hidung
akibat repon fase lambat tidak berhasil diatasi oleh obat lain
3.
Tindakan Operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil dengan cara
diatas
4.

Penggunaan Imunoterapi.

Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal


antara lain :
1.
2.

Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang.


Tidak menimbulkan takifilaksis.

3.
Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal. Meskipun
demikian pilihan terapi harus dipertimbangkan dengan kriteria yang lain.
4.
Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan sehubungan
dengan adanya efek samping sistemik.
Penatalaksanaan rinitis alergika meliputi edukasi, penghindaran alergen,
farmakoterapi dan imunoterapi. Intervensi tunggal mungkin tidak cukup dalam
penatalaksanaan rinitis alergika, penghindaran alergen hendaknya merupakan
bagian terpadu dari strategi penatalaksanaan, terutama bila alergen penyebab
dapat diidentifikasi. Edukasi sebaiknya selalu diberikan berkenaan dengan
penyakit yang kronis, yang berdasarkan kelainan atopi, pengobatan memerlukan
waktu yang lama dan pendidikan penggunaan obat harus benar terutama jika
harus menggunakan kortikosteroid hirupan atau semprotan. Imunoterapi sangat
efektif bila penyebabnya adalah alergen hirupan. Farmakoterapi hendaknya
mempertimbangkan keamanan obat, efektifitas, dan kemudahan pemberian.
Farmakoterapi masih merupakan andalan utama sehubungan dengan kronisitas
penyakit.
I.

Komplikasi

1.
Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan
kekambuhan polip hidung.
2.
Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering
residif dan terutama kita temukan pada pasien anak-anak.
3.

Sinusitis kronik

Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi
melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase

Anda mungkin juga menyukai