Anda di halaman 1dari 6

PENENTUAN KADAR NH3 DALAM URINE

MENURUT CARA NESSLER


Agustina Tri Puspita Sari (G84120023)1, Novi Andrianto2, dan Syaefudin, SSi3
Mahasiswa Praktikum1, Asisten Praktikum2, Dosen Praktikum3
Metabolisme
Departemen Biokimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
2014
ABSTRAK
Urin merupakan cairan esensial dari hasil metabolisme nitrogen dan sulfur,
garam-garam anorganik dan pigmen-pigmen dalam tubuh. Biasanya berwarna
kekuning-kuningan. Mempunyai bau yang khas untuk spesies yang berbeda.
Jumlah urin yang diekskresikan tiap harinya bervariasi, tergantung pada makanan
yang dikonsumsi, konsumsi air, temperatur lingkungan, musim dan faktor-faktor
lainnya. Urin terdiri atas komponen organik dan anorganik. Urea, asam urat,
kreatinin, dan lainnya merupakan contoh komponen organik. Sementara itu,
komponen anorganik terdiri atas kation (Na+, K+, Ca2+, Mg2+, dan NH4+) dan
anion (Cl-, SO42-, dan HPO42-). Kadar ammonia (NH3) pada urin dapat ditentukan
dengan cara Nessler. Pereaksi Nessler adalah larutan alkali raksa iodida (HgI4-2)
dalam kalium iodida (KI) yang membentuk warna kuning hingga coklat bila
bereaksi dengan amonia. Percobaan ini bertujuan menentukan kadar NH3 dalam
urine dengan cara Nessler. Hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai absorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasi NH3 dalam urin. Rerata konsetrasi NH3 yang
diperoleh dari ketujuh sampel adalah sebesar 0.034 mg/mL.
Kata kunci: amonia, Nessler, urine

Pendahuluan
Urin merupakan cairan esensial dari hasil metabolisme nitrogen dan sulfur,
garam-garam anorganik dan pigmen-pigmen dalam tubuh. Biasanya berwarna
kekuning-kuningan, meskipun secara normal banyak variasinya. Mempunyai bau
yang khas untuk spesies yang berbeda. Jumlah urin yang diekskresikan tiap harinya
bervariasi, tergantung pada makanan yang dikonsumsi, konsumsi air, temperatur
lingkungan, musim dan faktor-faktor lainnya (Ganong 2001).
Proses pembentukan urin terjadi di ginjal. Pembentukan urin terjadi melalui
serangkaian proses penyaringan (filtrasi) zat-zat sisa yang beracun, penyerapan
kembali (reabsorbsi), dan penambahan zat sisa (augmentasi). Pembentukan urin
diawali dengan filtrasi darah di glomerulus. Filtrasi merupakan perpindahan cairan
dari glomerulus menuju ke ruang kapsula bowman dengan menembus membran

filtrasi. Membran filtrasi terdiri dari tiga lapisan, yaitu sel endothelium glomerulus,
membran basiler, dan epitel kapsula bowman. Sel-sel endothelium glomerulus
dalam badan Malpighi akan mempermudah proses filtrasi. Di dalam glomerulus,
sel-sel darah, trombosit, dan sebagian besar protein plasma disaring dan diikat agar
tidak ikut dikeluarkan. Hasil penyaringan tersebut berupa urin primer (filtrat
glomerulus) (Dawn 2000). Reabsorbsi merupakan proses perpindahan cairan dari
tubulus renalis menuju ke pembuluh darah yang mengelilinginya, yaitu kapiler
peritubler. Sel-sel tubulus renalis secara selektif mereabsorpsi zat-zat yang terdapat
dalam urin primer. Zat-zat makanan seluruhnya direabsorpsi, sedangkan reabsorpsi
garam anorganik berariasi tergantung dari kadar zat tersebut di dalam plasma.
Setelah reabsorpsi, kadar urea menjadi lebih tinggi dan zat-zat yang dibutuhan tidak
ditemukan lagi. Urin yang dihasilkan setelah proses reabsorpsi disebut urin
sekunder (filtrat tubulus). Augmentasi adalah proses penambahan zat-zat yang tidak
diperlukan tubuh ke dalam tubulus kontortus distal. Peristiwa ini disebut juga
sekresi tubular. Sel-sel tubulus mengeluarkan zat-zat tertentu yang mengandung ion
hydrogen dan ion kalium kemudian menyatu dengan urin sekunder. Urin yang
terbentuk akan disimpan sementara di kantung kemih untuk selanjutnya dibuang
melalui uretra (Campbell 2004).
Proses pembentukan urin dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal
(hormon ADH dan insulin) dan faktor eksternal (jumlah air yang diminum dan
konsumsi garam). Hormon ADH menjadi faktor internal utama yang berperan
dalam menentukan jumlah pengeluaran urine yang dikeluarkan tubuh. Jika darah
yang akan disaring banyak mengandung air, maka hormon ADH yang
disekresekikan ke dalam ginjal semakin sedikit, penyerapan air akan sedikit pula.
Akibatnya produksi urine yang terbentuk menjadi banyak dan lebih encer.
Hormone insulin berfungsi mengatur gula darah. Kadar insulin yang terlalu rendah
menyebabkan kadar gula darah tinggi. Akibat dari keadaan tersebut adalah terjadi
gangguan reabsorbsi di dalam tubulus distal, sehingga dalam urin masih terdapat
glukosa (Kusnadi 2007). Konsumsi garam yang berlebih akan meningkatkan
produksi urin. Kadar garam yang tinggi dalam darah menyebabkan ginjal
memproduksi garam mineral yang lebih banyak sehingga produksi urine
meningkat. Semakin banyak jumlah air yang diminum akan meningkat konsentrasi

air dalam darah. Hal tersebut menyebabkan peningkatan produksi urin dan urin
yang dihasilkan akan lebih encer (Dawn 2000).
Kelainan pada ekskresi urin terjadi apabila zat-zat penting yang masih
dibutuhkan oleh tubuh ikut keluar bersama urin. Zat-zat penting tersebut antaralain
glukosa, albumin, dan darah. Adanya glukosa dalam darah mengindikasikan
seseorang menderita diabetes melitus. Rendahnya insulin dalam darah
menyebabkan terganggunya proses perombakan glikogen dan reabsorpsi glukosa
dalam glomerulus, sehingga glukosa ikut keluar bersama urin. Adanya albumin
dalam urin menandakan seseorang menderita albuminaria. Albuminaria disebabkan
kerusakan pada alat filtrasi dalam ginjal sehingga protein lolos pada proses filtasi.
Kelainan urin yang mengandung darah biasa disebut hematuria (Campbell 2004).
Percobaan ini bertujuan menentukan kadar NH3 dalam urine dengan cara
Nessler.

Metode Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 5 Desember 2014 pukul
13.00-16.00 WIB di Laboratorium Pendidikan Biokimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pipet Mohr, gelas piala,
tabung reaksi, dan spektrofotometer.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini, antara lain akuades,
urine, larutan standar ammonia, dan pereaksi Nessler.
Prosedur Percobaan
Sebanyak 1 mL urine ditepatkan menjadi 50 mL dengan akuades dalam labu
takar dan dicampurkan secara merata. Kemudian disiapkan tiga bah tabung Nessler.
Tabung pertama diisi 1 mL urine yang telah diencerkan dan 49 mL air. Tabung
kedua diisi 1 mL standar ammonia dan 49 mL akuades. Tabung ketiga diisi dengan
50 mL akuades. Selanjutnya ke dalam masing-masing tabung ditambahkan 3 mL
pereaksi Nessler. Intensitas warna yang terbentuk dibaca menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm.

Hasil dan Pembahasan


Urin merupakan hasil ekskresi dari penyaringan darah yang dilakukan di
ginjal. Urin normal berwarna kekuning-kuningan atau terang dan transparan. Urin
terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam
terlarut, dan materi organik. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi
ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam
tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam
kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang
akan dibuang keluar tubuh (Kusnadi 2007).
Komposisi urin terdiri atas komponen organik dan anorganik. Urea, asam
urat, kreatinin, dan lainnya merupakan contoh komponen organik. Sementara itu,
komponen anorganik terdiri atas kation (Na+, K+, Ca2+, Mg2+, dan NH4+) dan anion
(Cl-, SO42-, dan HPO42-) (Murray et al. 2003). Urine normal mengandung 15-35 g
urea, 0.5-1.0 g ammonia, 0.5-2.0 g asam urat, 1.0-2.0 g kreatinin, dan 0.1 g kreatin.
Urine yang sehat memiliki berat jenis berkisar 1.003 1.030, tergantung
perbandingan larutan dengan air. Banyaknya urine yang dikeluarkan dalam 1 hari
dari 1.200 1.500 cc (40 50 oz) (Ganong 2001).
Kadar ammonia (NH3) pada urin dapat ditentukan dengan cara Nessler.
Pereaksi Nessler adalah larutan alkalis raksa iodida (HgI4-2) dalam kalium iodida
(KI) yang membentuk warna kuning hingga coklat bila bereaksi dengan amonia.
Warna kuning yang terbentuk mengindikasikan adanya amonia dan pada
konsentrasi yang lebih tinggi dapat terbentuk warna coklat. Tingkat sensitivitasnya
mencapai 0.3 g NH3 di dalam 2 L. Intensitas warna kuning yang terbentuk
berbanding lurus dengan konsentrasi amonia, sehingga konsentrasi amonia dapat
diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan akurasi antara 0.01 0.05
mg amonia (Dawn 2000).
Prinsip percobaan ini adalah penambahan pereaksi Nessler menyebabkan
terbentuknya komplek amonia yang berwarna kuning. Intensitas warna yang
dihasilkan kemudian diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 420 nm, untuk menghitung kadar ammonia yang terkandung pada
sampel urin. Reaksi yang terjadi adalah
NH4+ + 2[HgI4]-2 + 4OH- HgOHg(NH2)I + 7I + 3H2O

Hubungan antara absorbansi dan konsentrasi berbanding lurus yang berarti semakin
besar nilai absorbansi maka semakin besar pula konsentrasi dari amonia yang
terkandung dalam urin sampel (Dawn 2000).
Hasil percobaan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai absorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasi NH3 dalam urin. Konsentrasi NH3 yang
diperoleh berbeda pada masing-masing sampel. Perbedaan ini dapat disebabkan
oleh makanan yang dikonsumsi, jumlah air yang diminum, berat badan, usia, jenis
kelamin, dan lingkungan hidup. Konsentrasi NH3 terbesar pada sampel 6,
sedangkan konsentrasi terkecil pada sampel 7. Rerata konsetrasi NH3 yang
diperoleh dari ketujuh sampel adalah sebesar 0.034 mg/mL.
Tabel 1 Absorbansi sampel urine
Larutan sampel

Absorbansi (A)

Konsentrasi (mg/mL)

Blanko
Standar
Sampel 1

0.000
0.254
0.075

0.0015

Sampel
Sampel
Sampel
Sampel
Sampel
Sampel

0.161
0.273
0.133
0.132
0.423
0.003

0.0032
0.0054
0.0026
0.0026
0.0083
0.000059

2
3
4
5
6
7

Rerata

0.0034

Contoh perhitungan:
A sampel
Kadar ammonia
= A standar x [ammonia standar]x FP
0.075

= 0.254 x 104 x 50
= 0.0015 mg/mL
Rerata =

sampel 1+sampel 2+sampel 3+sampel 4+sampel 5+sampel 6+sampel7


7
0.0015+0.0032+0.0054+0.0026+0.0026+0.0083+0.000059

=
= 0.0034 mg/mL

Simpulan
Urin merupakan hasil ekskresi dari penyaringan darah yang dilakukan di
ginjal. Urin normal berwarna kekuning-kuningan atau terang dan transparan.
Komposisi urin terdiri atas komponen organik dan anorganik. Urea, asam urat,
kreatinin, dan lainnya merupakan contoh komponen organik. Sementara itu,
komponen anorganik terdiri atas kation (Na+, K+, Ca2+, Mg2+, dan NH4+) dan anion

(Cl-, SO42-, dan HPO42-). Hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai absorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasi NH3 dalam urin. Rerata konsetrasi NH3 yang
diperoleh dari ketujuh sampel adalah sebesar 0.034 mg/mL.

Daftar Pustaka
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004. Biologi Jilid ke-1 Edisi ke-5. Jakarta
(ID): Erlangga.
Dawn B. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta (ID): EGC.
Ganong WF. 2001. Fisiologi Kedokteran edisi 14. Jakarta (ID): EGC
Kusnadi. 2007. Biologi Umum. Jakarta (ID): Piranti.
Murray RK, et al. 2003. Biokimia Harper Ed.25. Jakarta (ID): EGC.

Anda mungkin juga menyukai