Draft RUU Gander
Draft RUU Gander
3.
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 28A,
Pasal 28B, Pasal 28C, Pasl 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal
28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Pasal 31, Pasal 32, Pasal
33, Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan
Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3277); (harus masuk)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3886);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG KESETARAAN GENDER.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Gender adalah nilai-nilai sosial budaya yang dianut oleh masyarakat setempat
mengenai tugas, peran, tanggung jawab, sikap dan sifat yang dianggap patut bagi
perempuan dan laki-laki, yang dapat berubah dari waktu ke waktu.
2. Kesetaraan Gender adalah kondisi dan posisi yang menggambarkan kemitraan
yang selaras, serasi, dan seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam akses,
partisipasi, kontroldalam proses pembangunan, danpenikmatan manfaat yang
sama dan adildi semua bidang kehidupan
3. Diskriminasi berbasis gender adalah segala bentuk diskriminasi yang didasarkan
atas jenis kelamin yang dapat mengakibatkan kerugian terutama bagi perempuan.
4. Diskriminasi terhadap perempuan adalah segala bentuk pembedaan, pengucilan,
atau pembatasan, dan segala bentuk kekerasanyang dibuat atas dasar jenis
kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau
menghapuskan pengakuan, penikmatan manfaat atau penggunaan hak-hak asasi
manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya, sipil atau bidang lainnya oleh perempuan, terlepas dari status perkawinan
mereka, atas dasar persamaan antara perempuan dan laki-laki.
5. Pengarusutamaan Gender adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan
perspektif gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penganggaran,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan nasional, termasuk penghapusan segala bentuk diskriminasi dan
perlindungan terhadap perempuan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
6. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
7. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/ Walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
8. Menteri adalah menteri yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penyelenggaraan kesetaraan gender diwujudkan berdasarkan asas:
a. kemanusiaan;
b. keadilan gender;
c. persamaan substantif;
d. non-diskriminasi;
e. perlindungan;
f. pemberdayaan;
g. partisipasi;
h. akuntabilitas;dan
i. kesinambungan.
Pasal 3
(1) Penyelenggaraan kesetaraan gender bertujuan untuk:
a. mewujudkan keadilan gender dalam pemenuhan hak asasi manusia di segala
bidang kehidupan;
b. menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi perempuan sebagai hak
asasi manusia;
b. menyelenggarakan tindakan-khusus-sementara untuk mempercepat tercapainya
persamaan substantif antara perempuan dan laki-laki di segala bidang
kehidupan;
d. menyelenggarakan upayaperlindungan dan pemenuhan hak perempuan atas
kesehatan reproduksi;
e. menghapus segala bentuk diskriminasiterhadap perempuan; dan
f. menghapus prasangka, kebiasaan dan segala praktik lainnya yang didasarkan
atas inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau berdasarkan
peranan stereriotipe bagi perempuan dan laki-laki.
BAB III
KEWAJIBAN NEGARA
Pasal 4
(1) Negara wajib memberikan perlindungan dan menjamin terwujudnya kesetaraan
gender termasuk tindakan-khusus-sementara,yang mencakup akses, partisipasi,
kontrol dalam proses pembangunan dan penikmatan manfaat yang sama dan adil
bagi perempuan dan laki-laki dalam pembangunan nasional.
(2) Pemberian perlindungan dan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh lembaga negara, lembaga pemerintahan, dunia usaha dan
swasta serta melibatkan partisipasi seluruh warga negara.
(3) Pemberian perlindungan dan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) meliputi :
a. peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan perempuan;
b. peningkatan keterlibatan dan partisipasi aktif perempuan dalam semua bidang
kehidupanterutama dalam proses perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan publik di semua tingkat kelembagaan mulai dari desa/kelurahan,
kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, regional dan internasional;
Pasal 5
(1) Lembaga negara dan lembaga pemerintahan wajib menentukan strategi
pelaksanaan ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)melalui
berbagai kegiatan yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. peningkatan pelaksanaan dan penguatan kelembagaan pengarusutamaan
gender dalam semua bidang pembangunan;
b. pelaksanaan tindakan-khusus-sementara untuk mewujudkan kesetaraan nyata
antara perempuan dan laki-laki;
c. pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan kesetaraan gender; dan
d. harmonisasi peraturan perundang-undangan dan perumusan kebijakan
pembangunan berperspektif gender.
(2) Bagi Dunia usaha dan swasta serta masyarakat wajib menentukan strategi
pelaksanaan melalui kegiatan sekurang-kurangnya sebagaimana (yang) dimaksud
pada ayat (1) huruf a, b, dan huruf c.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian perlindungan,penjaminan dan
penentuan strategi serta pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
(1) Setiap lembaga negara dan lembaga pemerintahan melakukan penelitian dan
pengkajian untuk memastikan perspektif gender terintegrasi dalam peraturan
perundang-undangan dan perumusan kebijakan pembangunan.
(2) Hasil penelitian dan pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajibdipublikasikan secara luas kepada masyarakat.
Pasal 7
(1) Lembaga negara,lembaga pemerintahan, dunia usaha dan swasta wajib melakukan
pemantauan dan evaluasi hasil pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 dan Pasal 6.
(2) Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan kerjasama dan koordinasi.
(3) Menteri menetapkan pedoman pemantauan dan evaluasi secara nasional.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Pasal 8
Setiap warga negara berhak :
a. memperoleh kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil untuk
mendapatkan pemenuhan hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan bidangbidang lainnya;
b. mendapatkan perlindungan dan penjaminan melalui peraturan perundangundangan yang tidakdiskriminatifgender; dan
c. mendapatkan perlindungan atas haknya sebagai korbandari segala bentuk
diskriminasi dan kekerasan berbasis gender.
Pasal 9
(1) Kesempatan yang sama dan perlakuan yang adilsebagaimana dimaksud dalam
Pasal8 huruf a meliputi tetapi tidak terbatas pada hak:
a. mempertahankan, mengganti, dan memperoleh kembali kewarganegaraannya;
b. pemenuhan hak perempuan atas perlindungan kesehatan reproduksi;
c. Hak pendidikan;
d. Hak jaminan sosial;
e. Hak ekonomi dan ketenagakerjaan;
f. Hak partisipasi di bidang politik dan hubungan internasional;
g. keterwakilan perempuan dalam proses dan lembaga perumusan kebijakan dan
pengambilan keputusan publik;
h. perkawinan dan hubungan keluarga;dan
i. proses dalam penegakan hukum.
(2) Hak-hak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku juga bagi
perempuanpedesaan dan perempuan kepala keluarga.
Pasal 10
Setiap warga negara wajib:
a. memberikan informasi yang benar dan bertanggung jawab kepada pihak yang
berwenang jika mengetahui terjadinya diskriminasi berbasis gender;
b. mencegah terjadinya diskriminasi berbasis gender;dan
c. melakukan upaya perlindungan korbandiskriminasiberbasis gender.
Pasal 11
Kewajiban warga negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10dilaksanakan
dengan cara:
a. meningkatkan pemberdayaan anggota masyarakat untuk memahami,
menghormati, dan memenuhihak perempuan sebagai hak asasi manusia ;
b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan masyarakat untuk
menghapus diskriminasi berbasis gender;
c. menumbuhkan sikap tanggap anggota masyarakat untuk melakukan
pengawasan sosial; dan
d. memberikan pendapat, dan saran-saran tindak lanjut penangananpelanggaran
hak perempuan.
BAB V
PENGARUSUTAMAAN GENDER
Pasal 12
(1) Lembaga negara, lembaga pemerintahan,masyarakat, dunia usaha dan swasta
wajib menggunakan pengarusutamaan gender dalam melaksanakan tugas,fungsi
dan kewenangannya.
(2) Pengarusutamaan gender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
perumusan kebijakan danprogram yang dimulaidari tahapanperencanaan,
penganggaran,penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi,sampai dengan
pelaporan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib diintegrasikan
ke dalam setiap pendidikan dan pelatihan bagi aparatur lembaga negara,
pemerintahan dan pemerintahan daerah, masyarakat, dunia usaha dan swasta.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengarusutamaan gender
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 13
(1) Untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan pengarusutamaan gender yang
efektif oleh lembaga negara, lembaga pemerintahan, masyarakat, dunia usaha dan
swasta, serta lembaga lain wajib dilakukan pengawasan.
(2) Pengawasan atas dilaksanakannya pengarusutamaan gender yang efektif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara berjenjang sesuai
dengan kewenangan masing-masing lembaga negara, lembaga pemerintah,
masyarakat, dunia usaha dan swasta.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi
pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
(4) Hasil pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikonsolidasi menteri
koordinator yang membidangi kesejahteraan rakyat.
(5) Hasil konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat disampaikan kepada
Menteri untuk dilakukan analisis guna penyempurnaan kebijakan dan pelaksanaan
pengarusutamaan gender.
Pasal 14
(1) Pimpinan lembaga negara, lembaga pemerintahan, masyarakat, dunia usaha dan
swasta wajib melaksanakan dan bertanggung jawab atas pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan pengarusutamaan gender sesuai dengan tugas, fungsi dan
kewenangan masing-masing.
(2) Masing-masing pimpinan bertanggung jawab atas hasil pemantauan dan evaluasi
yang dilakukan dan hasilnya dapat diumumkan kepada masyarakat.
Pasal 15
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyampaikan laporan pelaksanaan
pengarusutamaan gender kepada Menteri.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat hasil pemantauan dan
evaluasi yang sekurang-kurangnya mengenai
a. kebijakan mengenai kesetaraan gender dan implementasinya;
b. distribusi kesetaraan gender di setiap kategori atau jenis pekerjaan; dan
d. hal lain yang dianggap penting dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara
berjejaring antarlembaga.
Pasal 16
(1) Menteri melaporkan hasil analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)
dan Pasal 14secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun kepada
Presiden.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat meliputi:
a. hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender
b. hambatan yang terjadi;
c. upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi hambatan yang terjadi dan
rencana kedepan;dan
d. hal-hal lain yang dianggap penting dalam upaya mewujudkan kesetaraan
gender.
Pasal 17
(1) Dalam hal hasil analisis pengarusutamaan gender belum menunjukkan terwujudnya
kesetaraan
gender,
makalembaga
negara,
lembaga
pemerintahan,
masyarakat,dunia usaha dan swasta wajib mengambil langkah-tindak untuk
perwujudan kesetaraan gender melalui kesempatan yang sama dan adil
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9.
(2) Segala biaya untuk melaksanakan langkah-tindak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibebankan pada masing-masing lembaga.
(3)
BAB VI
PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 18
(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam upaya
mewujudkan pemberdayaan masyarakat dan mewujudkan kesetaraan gender,
sertamelakukan upaya pengarusutamaan gender.
(2) Partisipasi masyarakat dilakukan dengan jalan memantau program dan kebijakan
yang dikeluarkan oleh lembaga negara, pemerintah, dan pemerintah
daerah,masyarakat, dunia usaha, dan swastaatau lembaga lain dalam
melaksanakan pengarusutamaan gender.
(3) Mediasebagai kelompok masyarakatyang strategis untuk mempromosikan
pemahaman tentang kesetaraan gender bertanggung jawab untuk meningkatkan
pengetahuan, pemahaman dan dukungan masyarakat untuk mewujudkan
kesetaraan gender melalui pengarusutamaan gender.
(4) Dalam hal terjadi pelanggaranterhadapUndang-Undang ini atau peraturan
perundang-undanganterkait, masyarakatberhak melaporkan atau mengadukan
kepada pejabat yang berwenang atau lembaga-lembaga yang menangani keluhan/
pengaduan atas pelanggaran kesetaraan gender.
(5) Ketentuan mengenai pelaksanaan partisipasi masyarakat, tata cara pengaduan atau
pelaporan dan penanganan, pengembangan sistem informasi tentang kondisi
kesetaraan gender diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PENGHARGAAN DAN SANKSI
Pasal 19
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikanpenghargaan bagi lembaga negara,
lembaga pemerintahan, masyarakat, dunia usaha dan swastayang telah
melaksanakan pengarusutamaan genderdan memenuhi kriteria untuk mewujudkan
kesetaraan gender.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandai dengan semakin
membaiknya kondisi dan posisi perempuan di berbagai bidang pembangunan dan
efektifnya pelaksanaan peraturan perundang-undangan,kebijakan dan program
yang responsif gender.
(3) Menteri menetapkan pedoman pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 20
(1) Lembaga negara, lembaga pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan swasta, yang
diberikan tanggung jawab untuk melaksanakan pengarusutamaan gender, tetapi
tidak melaksanakan pengarusutamaan gender,dapat dikenai sanksi administratif
atau pemberian disinsentif yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran
lisan, teguran tertulis, denda administratif, dan sanksi administratif lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif atau pemberian disinsentif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
(1) Setiap orang yang melanggar atau tidak melaksanakan kesetaraan gender, dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal tindak pidana yang ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dan undang-undang lain dilakukan oleh seseorangyang dilatarbelakangi
oleh diskriminasi gender, maka pidananya dapat ditambah sepertiga dari ancaman
maksimum pidana yang diancamkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
dan undang-undang lain tersebut.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi korporasi.
(4)
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus sudah ditetapkan paling lama 1(satu)
tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini.
Pasal 23
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR........ TAHUN.......
TENTANG
KESETARAAN GENDER
I.
UMUM
Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, termasuk anak laki-laki
dan anak perempuan pada dasarnya mempunyai hak asasi yang sama dan
merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang wajib dihormati, dijunjung tinggi
dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah demi kehormatan dan perlindungan
harkat dan martabat manusia tanpa diskriminasi. Negara, utamanya lembaga
negara dan lembaga pemerintah, wajib bertanggung jawab atas penghormatan,
perlindungan, pemajuan, dan pemenuhan hak asasi manusia bagi kesejahteraan
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Indonesia sebagai negara, yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menjamin setiap
warga negara, baik laki-laki maupun perempuan, bahwa kedudukannya bersamaan
dihadapan hukum dan pemerintahan; menjamin hak setiapwarga negara untuk
mendapatkan perlindungan dan bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif.
Komitmen Indonesia tersebut ditegaskan dengan telah meratifikasi Konvensi
PBB, Convention on the Elimination of All Forms Discrimination Against Women
(CEDAW) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan
Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita
(Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3277)yangmerupakan satu-satunya instrumen hukum internasional yang paling
komprehensif ,dinamis dan progresif, yang khusus dibentuk untuk mempromosikan
dan melindungi hak perempuan secara menyeluruh dan sistematis, sekaligus
memberikan kewajiban kepada negara untuk memenuhi hak perempuan dengan
capaian hasil nyata. Hak tersebut wajib dipenuhi sejak dalam kandungan sampai
akhir hayat.
Konvensi tersebut menentukan kewajiban Negara untuk mewujudkan
kesetaraan gender dalam akses dan kesetaraan dalam menikmati manfaat dari
hasil pembangunan. Jaminan untuk penghormatan, perlindungan dan pemenuhan
hak perempuan sebagai asasi manusia sebagaimana telah dinyatakan dalam Pasal
45 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusiabahwa Hak
wanita dalam Undang-Undang ini adalah hak asasi manusia.
Pelaksanaan untuk penegakan dan pencapaian perwujudan kesetaraan
gender, bukan saja secara de jure harus ditentukan dalam peraturan perundangundangan tetapi secara de facto pun wajib diwujudkan dengan pendekatan yang
berperspektif gender, khususnya dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran,
dan kualitas hidup perempuan dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesetaraan
gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
10
Pasal 2
Huruf a
Yang
dimaksud
dengan
asas kemanusiaan
adalah
bahwa
setiapkebijakan, sikap dan langkah-tindakdalam segala bidang kehidupan
harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan terhadap hukum dan
hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara,
utamanya perempuan yang jumlah lebih dari separuh penduduk Indonesia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas keadilan gender adalah bahwa setiap
kebijakan, sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus
mencerminkan keadilan dalam akses, partisipasi, kontrol dan penikmatan
manfaat dalam pembangunan nasional bagi setiap warga negara, tanpa
kecuali.
Huruf c
Yang dimaksud dengan asas persamaan substantif adalah bahwa setiap
kebijakan, sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus
bertujuan memenuhi hak asasi manusia,merealisasi pemenuhan
kebutuhanhidup dan aspirasi yang berbeda antara perempuan dan laki-laki,
yang disebabkan karena kodrat yang berbeda.
Huruf d
Yang dimaksud dengan asas non-diskriminasi adalah bahwa setiap
kebijakan, sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus
mencerminkan pengakuan, penghormatan dan pemajuan hak asasi
manusia serta kesetaraan gender yang adil.
Huruf e
Yang dimaksud dengan asas perlindungan adalah bahwa setiap
kebijakan, sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus
mencerminkan pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia,
khususnya perlindungan hak asasi manusia bagi perempuan dan anak
perempuan.
Huruf f
Yang dimaksud dengan asas pemberdayaan adalah bahwa setiap
kebijakan, sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus
mencerminkan adanya perolehan pengetahuan, pemahaman,pengalaman,
kemampuan dan kemandirianbagi perempuan dan laki-lakidalam
memutuskan tingkat partisipasinya sebagai warganegara dalam kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
12
Huruf g
Yang dimaksud dengan asas partisipasi adalah bahwa setiap kebijakan,
sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan mencerminkan
terbukanyaakses secara luas, kesetaraan kesempatan berpartisipasi serta
kontroldalam penikmatan manfaat yang adil antara perempuan dan laki-laki.
Huruf h
Yang dimaksud dengan asas akuntabilitas adalah
bahwa setiap
kebijakan, sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan
mencerminkan tanggung jawab yang memungkinkan bagi perempuan dan
laki-laki sebagai pemilik-hak untuk menuntut haknya, dan memastikan
bahwa Negara sebagai pemangku-kewajiban memenuhi tanggung
jawabnya.
Huruf i
Yang dimaksud dengan asas kesinambungan adalah bahwa setiap
kebijakan, sikap dan langkah tindak yang dilakukan secara terus menerus
dalam perwujudan kesetaraan gender.
Pasal 3
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan tindakan-khusus-sementara adalah mendapatkan
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kesehatan reproduksi adalah kondisi sehat
manusia yang menyeluruh secara fisik, mental dan sosial pada saat
menjalankan fungsi dan proses reproduksinya, selama kehamilan,
persalinan dan pasca persalinan, selama menyusui dengan Air Susu Ibu
(ASI), termasuk pelayanan Keluarga Berencana (KB).
Huruf d
Segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dapat berbentuk
kekerasan terhadap perempuan, pelecehan seksual, eksploitasi, pelacuran,
perdagangan perempuan dan anak perempuan,
Huruf e
Terhapusnya prasangka, kebiasaan dan segala praktik lainnya dalam
ketentuan ini adalah mengubah pola
tingkah laku sosial budaya
perempuan dan laki-laki, yang dapat berakibat pada termarjinalisasinya
perempuan.
Yang dimaksud praktik lainnya, antara lain, pelarangan bagi perempuan
untuk mengkonsumsi makanan tertentu yang sebenarnya merupakan
asupan gizi,
Pasal 4
13
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 3 huruf b.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Lembaga negara dalam ketentuan ini antara lain Dewan Perwakilan Rakyat
sebagai pembentuk undang-undang atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah sebagai pembentuk peraturan daerah, Dewan Perwakilan Daerah
dalam mewakili aspirasi daerah, Mahkamah Agung, dan Mahkamah
Konstitusi sebagai lembaga negara yang berwenang melakukan judicial
review, Ombudsman Republik Indonesia sebagai Lembaga Negara yang
menangani pengaduan terkait dengan maladministrasi.
Lembaga pemerintahan dalam ketentuan ini antara lain Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia dan kementerian terkait.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Kesetaraan nyata (de-facto) dalam ketentuan ini misalnya: pemenuhan
hak dalam pelayanan kesehatan reproduksi perempuan, pemenuhan
keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% dalam lembagalembaga perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan publik.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan perspektif gender adalah diketahui dan
dipahami adanya kesenjangan kedudukan dan peranan perempuan dan
laki-laki, serta akar permasalahannya, dan berkeyakinan bahwa
kesenjangan itu harus ditanggulangi.
Ayat (2)
Masyarakat dalam ketentuan ini antara lain lembaga swadaya masyarakat
(LSM),
akademisi,
organisasi masyarakat sipil, organisasi
profesi/keahlian, organisasi keagamaan, serta media massa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
14
Ayat (1)
Kelompok kerja yang dimaksud bertugas menyusun dan mengembangkan
analisis gender yang meliputi:
a. analisis data terpilah dan statistik gender;
b. kajian tentang akar permasalahan terjadinya kesenjangan gender; dan
c. indikator gender.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang tidak
diskriminatif gender adalah peraturan perundang-undangan yang tidak
menimbulkan
akibat
baik
langsung
maupun
tidak
langsung
termarjinalisasinya perempuan. Misalnya : peraturan perundang-undangan
yang merugikan hak dan kedudukan perempuan, tidak jelas rumusannya
sehingga berpotensi tidak dipenuhinya hak asasi perempuan serta
membatasi ruang gerak perempuan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kekerasan berbasis gender, antara lain tindakantindakan yang mengakibatkan kerugian atau penderitaan fisik, mental dan
seksual atau ancaman-ancaman, paksaan dan perampasan kebebasan
lainnya berdasarkan jenis kelamin.
Dalam kekerasan berbasis gender termasuk pula kekerasan yang dilakukan
oleh pejabat publik, organisasi atau dunia usaha,
swasta dan
mediaBerdasarkan hukum internasional dan kovenan khusus hak asasi
manusia, negara bertanggung jawab atas tindakan-tindakan oleh orang
perseorangan. Jika mereka tidak bertindak secara tegas untuk ..........
pelanggaran hak, atau menyelidiki serta menghukum dan memberi ganti
rugi atas tindak kekerasan itu.
Negara bertanggung jawab atas tindakan-tindakan oleh orang
perseorangan, termasuk juga pembiaran dan kalalaian melakukan
pencegahan terjadinya
pelanggaran hak atau menyelidiki serta
menghukum dan memberikan ganti rugi atas tindakan-tindakan kekerasan
itu.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Perempuan berhak untuk mempertahankan, mengganti, atau
memperoleh kembali kewarganegaraannya. Perkawinan perempuan
warga negara Indonesia dengan laki-laki warga Negara asing, tidak
dengan sendirinya mengubah kewarganegaraannya. Anak-anak hasil
perkawinan perempuan WNI dengan laki-laki WNA, dan perempuan
15
4. Hak dan tanggung jawab yang sama antara suami dan istri bertalian
dengan pemilikan, perolehan, pengelolaan, administrasi, penikmatan
17
dan pemindahtanganan harta benda, baik harta pemilikan masingmasing maupun harta bersama yang diperoleh selama perkawinan .
- Larangan perkawinan usia dini, di bawah 18 tahun baik untuk lakilaki dan untuk perempuan.
- Penjarakan kelahiran anak.
- Kewajiban pencatatan perkawinan dan kelahiran anak.
Yang dimaksud dengan organisasi lain misalnya perguruan tinggi,
sekolah, dan perguruan lainnya, termasuk organisasi sosial dan
politik.
Bidang-bidang lain yang terkait dengan peran gender, misalnya,
pimpinan organisasi sosial, lingkungan keluarga, sekumpulan
budaya dan adat istiadat.
Huruf i
Dalam proses penegakan hukum dalam ketentuan ini diharapkan
tidak lagi terjadi diskriminasi terhadap perempuan dan laki-laki dilihat
dari sudut penanganan dan perlindungan terhadap pelaku dan
korban, termasuk implementasi yang bersifat diskriminatif
berdasarkan penafsiran yang keliru atau penerapan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan yang diskriminatif.
Ayat (2)
Hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya pada perempuan
pedesaan dan perempuan kepala keluarga dalam Undang-Undang ini
diutamakan pemenuhan kebutuhannya dan hak asasinya karena pada
umumnya kelompok ini lebih tertinggal dalam kesejahteraannya dan
masih sangat rendahnya akses pelayanan publik
a) Undang-Undang ini juga menjamin bahwa perempuan pedesaan
dan perempuan kepala keluarga mempunyai: hak untuk dipilih dan
memilih di lembaga/badan perwakilan;
b) hak untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan dan
implementasi kebijakan pemerintah;
c) hak untuk ditunjuk dalam kedudukan di lembaga publik dan
melaksanakan fungsi publik di setiap tingkat pemerintahan;
d) hak untuk berpartisipasi dalam organisasi masyarakat sipil (civil
society organization) dan asosiasi yang memberikan perhatian
pada kehidupab publik dan politik negaranya; dan
e) kesempatan yang sama untuk mewakili negaranya di tingkat
internasional dan bekerja di organisasi/badan internasional.
Termasuk juga ada jaminan untuk merekrut dan melatih caloncalon perempuan, melakukan kampanye yang ditujukan untuk
membangun
kesetaraan
gender
pada
semua
tingkat
lembaga/badan publik, dan apabila perlu menentukan kuota bagi
perempuan untuk ditunjuk dalam kedudukan di lembaga/badan
publik.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
18
Pasal 12
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan agar semua lembaga negara, pemerintah, dan
pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha dan swasta untuk
melaksanakan suatu strategi PUG mulai dari perumusan kebijakan dan
pengambilan keputusan yang menempatkan perempuan dan laki-laki
menjadi pertimbangan utama dalam setiap perumusan kebijakan dan
pelaksanaan kegiatan pembangunan. Setiap perumusan tersebut
diharapkan dapat bersinergi satu sama lain sesuai dengan semangat
kekeluargaan dan gotong royong
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Laporan pelaksanaan PUG dalam
mengetahui pencapaian berbagai
Convention on the Elimination of
Women (CEDAW),Beijing Platform
Development Goals (MDGs).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
19
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Pengembangan sistim informasi antara lain adalah akses bagi masyarakat
oleh pemerintah, termasuk informasi untuk memberdayakan masyarakat
dalam memahami hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia.
Pasal 19
Ayat (1)
Kriteria dalam ketentuan ini didasarkan pada komitmen dan kebijakan
pimpinan lembaga beserta kebijakan yang ditetapkannya. Di dalamnya juga
tersedia jajaran yang mampu menganalisis data gender dengan baik
sehingga terpenuhinya indikator kesetaraan gender, termasuk bagaimana
menyusun anggaran yang yang berbasis gender atau responsif gender.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukupjelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
20
21