MATA KULIAH
: OSEANOGRAFI PERIKANAN
Estuari atau estuaria adalah badan air setengah tertutup di wilayah pesisir, dengan satu sungai
atau lebih yang mengalir masuk ke dalamnya, serta terhubung bebas dengan laut terbuka.
Kebanyakan muara sungai ke laut membentuk estuari; namun tidak demikian jika bermuara ke
danau, waduk, atau ke sungai yang lebih besar.
Estuari merupakan suatu mintakat peralihan (zona transisi) antara lingkungan sungai dengan
lingkungan laut, dan dengan demikian, dipengaruhi baik oleh karakter sungai yang
membentuknya (misalnya banyaknya air tawar dan sedimentasi yang dibawanya), maupun oleh
karakter lautan di sisi yang lain (misalnya pasang surut, pola gelombang, kadar garam, serta arus
laut). Masuknya baik air tawar maupun air laut ke estuari merupakan faktor yang meningkatkan
kesuburan perairan, dan menjadikan estuari sebagai salah satu habitat alami yang paling
produktif di dunia.[2]
Kata estuari dipinjam dari perkataan bahasa Inggrisestuary, dari bahasa Latinaestuarium yang
berarti aliran air pasang dari laut, yang akar katanya adalah aestus, pasang surut air laut.Per
definisi, ada banyak pengertian yang dipakai orang untuk menjelaskan estuari. Salah satu definisi
yang diterima orang secara luas menyebut estuari sebagai:
badan air pesisir yang semi-tertutup, yang terhubung bebas dengan laut terbuka, yang
di dalamnya air laut nyata tercampur dan terencerkan oleh air tawar yang mengalir dari
daratan.[1]
Atau, definisi lain yang lebih melingkup, misalnya:
badan air semi-tertutup, yang terhubung ke laut sejauh batas pasang surut atau batas
intrusi garam dan menerima limpasan air tawar, namun masuknya air tawar mungkin
tidak terus menerus, hubungan ke laut mungkin tertutup untuk sebagian waktu dalam
setahun, sementara pengaruh pasang surut air laut mungkin dapat diabaikan.[3]
Estuari digolong-golongkan berdasarkan sifat geomorfologinya atau sirkulasi air di dalamnya.
Tipe laguna
Beting pasir yang terbentuk dari pasir dasar laut yang terangkat dan diendapkan oleh
gelombang laut; biasanya berupa beting memanjang sejajar dengan garis pantai.
Beting lumpur sedimen yang dibawa sungai, namun tertahan oleh gelombang dan arus
laut, dan diendapkan di sebelah muka muara.
Beting karang yang berasal dari batu atau tanah pantai yang tererosi ketika terjadi
penggenangan oleh air laut yang menaik, sehingga membentuk semacam teluk kecil;
beting batu itu adalah sisa-sisa yang tidak turut tererosi.
Beting tanah atau pasir yang berasal dari ujung (tanjung kecil) yang tererosi
pinggirannya, namun bertambah panjang karena tambahan endapan di ujungnya akibat
arus laut dan gelombang.
Tipe fjord
Estuari tipe ini terbentuk di muara sungai-sungai besar, di mana aliran air tawar dari daratan
mengatasi masuknya air laut, sementara pengaruh pasang laut tak begitu kentara.Lapisan air
tawar dari sungai mengalir di atas lapisan air laut, dengan ketebalan yang semakin menipis
dengan semakin jauh jaraknya ke tengah laut.Sebaliknya, di dasar perairan air laut bergerak ke
daratan, dengan ujung yang tipis menuju pangkal estuari; penampang dari sisi serupa dengan baji
yang menusuk ke daratan di bawah permukaan air.Tipe ini juga disebut sebagai estuari
berstratifikasi sempurna, karena adanya lapisan-lapisan yang jelas dari air tawar, air laut, dan
lapisan campuran di antara keduanya.
Estuari inversi
Estuari ini terbentuk di wilayah beriklim kering, di mana laju penguapan air (evaporasi)
mengatasi aliran masuk air tawar.Aliran air tawar dan air laut sama-sama masuk dan menguap di
tengah estuari, di mana terbentuk zona bersalinitas maksimum. Air dengan kadar garam tertinggi
itu kemudian tenggelam dan mengalir keluar ke laut di lapisan bawah.[5] Dengan demikian
terbentuk pola stratifikasi salinitas dan aliran air yang berkebalikan dengan estuari baji garam,
sehingga disebut estuari inversi atau estuari negatif.
Estuari berkala
Estuari ini berubah-ubah sifat dan tipenya secara dramatis, bergantung pada masuknya air tawar
ke dalam sistem, yang dipengaruhi oleh iklim dan musim. Estuari ini dapat berubah dari
sepenuhnya bersifat laut menjadi tipe-tipe yang lain.[6][7]
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak
terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.[1] Ekosistem bisa dikatakan juga suatu
tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
memengaruhi.[1]
Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal
balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur
biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme.[1] Matahari
sebagai sumber dari semua energi yang ada.[1]
Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan
fisik sebagai suatu sistem.[2] Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya
organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup.[2] Pengertian ini
didasarkan pada Hipotesis Gaia, yaitu: "organisme, khususnya mikroorganisme, bersama-sama
dengan lingkungan fisik menghasilkan suatu sistem kontrol yang menjaga keadaan di bumi
cocok untuk kehidupan".[2] Hal ini mengarah pada kenyataan bahwa kandungan kimia atmosfer
dan bumi sangat terkendali dan sangat berbeda dengan planetlain dalam tata surya.[2]
Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh tingkat
ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus berada dalam kisaran
yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut, inilah yang disebut dengan hukum toleransi.[3]
Misalnya: Panda memiliki toleransi yang luas terhadap suhu, namun memiliki toleransi yang
sempit terhadap makanannya, yaitu bambu.[1] Dengan demikian, panda dapat hidup di ekosistem
dengan kondisi apapun asalkan dalam ekosistem tersebut terdapat bambu sebagai sumber
makanannya.[1] Berbeda dengan makhluk hidup yang lain, manusia dapat memperlebar kisaran
toleransinya karena kemampuannya untuk berpikir, mengembangkan teknologi dan
memanipulasi alam.[2]
Komponen pembentuk
Abiotik atau komponen tak hidup adalah komponen fisik dan kimia yang merupakan medium
atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup.[4] Sebagian besar
komponen abiotik bervariasi dalam ruang dan waktunya.[2] Komponen abiotik dapat berupa
bahan organik, senyawa anorganik,
1. Suhu. Proses biologi dipengaruhi suhu. Mamalia dan unggas membutuhkan
energi untuk meregulasi temperatur dalam tubuhnya.
2. Air. Ketersediaan air memengaruhi distribusi organisme. Organisme di gurun
beradaptasi terhadap ketersediaan air di gurun.
3. Garam. Konsentrasi garam memengaruhi kesetimbangan air dalam
organisme melalui osmosis. Beberapa organisme terestrial beradaptasi
dengan lingkungan dengan kandungan garam tinggi.
4. Cahaya matahari. Intensitas dan kualitas cahaya memengaruhi proses
fotosintesis. Air dapat menyerap cahaya sehingga pada lingkungan air,
fotosintesis terjadi di sekitar permukaan yang terjangkau cahaya matahari. Di
gurun, intensitas cahaya yang besar membuat peningkatan suhu sehingga
hewan dan tumbuhan tertekan.
5. Tanah dan batu. Beberapa karakteristik tanah yang meliputi struktur fisik, pH,
dan komposisi mineral membatasi penyebaran organisme berdasarkan pada
kandungan sumber makanannya di tanah.
6. Iklim. Iklim adalah kondisi cuaca dalam jangka waktu lama dalam suatu area.
Iklim makro meliputi iklim global, regional dan lokal. Iklim mikro meliputi iklim
dalam suatu daerah yang dihuni komunitas tertentu.
Biotik
Biotik adalah istilah yang biasanya digunakan untuk menyebut sesuatu yang hidup
(organisme).Komponen biotik adalah suatu komponen yang menyusun suatu ekosistem selain
komponen abiotik (tidak bernyawa). Berdasarkan peran dan fungsinya, makhluk hidup
dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
Heterotrof / Konsumen
Komponen heterotrof terdiri dari organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik yang
disediakan oleh organisme lain sebagai makanannya .[4] Komponen heterotrof disebut juga
konsumen makro (fagotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih kecil.[4] Yang
tergolong heterotrof adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba.[4]
Pengurai / dekomposer
Pengurai atau dekomposer adalah organisme yang menguraikan bahan organik yang berasal dari
organisme mati.[4] Pengurai disebut juga konsumen makro (sapotrof) karena makanan yang
dimakan berukuran lebih besar.[1] Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian
tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh
produsen.[4] Yang tergolong pengurai adalah bakteri dan jamur.[4] Ada pula pengurai yang disebut
detritivor, yaitu hewan pengurai yang memakan sisa-sisa bahan organik, contohnya adalah kutu
kayu.[4] Tipe dekomposisi ada tiga, yaitu[2]:
1. aerobik : oksigen adalah penerima elektron / oksidan
2. anaerobik : oksigen tidak terlibat. Bahan organik sebagai penerima
elektron /oksidan
3. fermentasi : anaerobik namun bahan organik yang teroksidasi juga sebagai
penerima elektron. komponen tersebut berada pada suatu tempat dan
berinteraksi membentuk suatu kesatuan ekosistem yang teratur [4]. Misalnya,
pada suatu ekosistem akuarium, ekosistem ini terdiri dari ikan sebagai
komponen heterotrof, tumbuhan air sebagai komponen autotrof, plankton
yang terapung di air sebagai komponen pengurai, sedangkan yang termasuk
komponen abiotik adalah air, pasir, batu, mineral dan oksigen yang terlarut
dalam air.[4]
Ketergantungan
Rantai makanan
Ketergantungan pada ekosistem dapat terjadi antar komponen biotik atau antara komponen biotik
dan abiotik[2].
Antar komponen biotik
yang mampu menghasilkan zat makanan adalah tumbuhan maka tingkat trofi
pertama selalu diduduki tumbuhan hijau sebagai produsen. Tingkat
selanjutnya adalah tingkat trofi kedua, terdiri atas hewan pemakan tumbuhan
yang biasa disebut konsumen primer. Hewan pemakan konsumen primer
merupakan tingkat trofi ketiga, terdiri atas hewan-hewan karnivora. Setiap
pertukaran energi dari satu tingkat trofi ke tingkat trofi lainnya, sebagian
energi akan hilang.[2]
2. Jaring- jaring makanan, yaitu rantai-rantai makanan yang saling
berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga membentuk seperi
jaring-jaring. Jaring-jaring makanan terjadi karena setiap jenis makhluk hidup
tidak hanya memakan satu jenis makhluk hidup lainnya.
Antar komponen biotik dan abiotik
Ketergantungan antara komponen biotik dan abiotik dapat terjadi melalui siklus materi, seperti[2]:
1. siklus karbon
2. siklus air
3. siklus nitrogen
4. siklus sulfur
Siklus ini berfungsi untuk mencegah suatu bentuk materi menumpuk pada suatu tempat.[2] Ulah
manusia telah membuat suatu sistem yang awalnya siklik menjadi nonsiklik, manusia cenderung
mengganggu keseimbangan lingkungan.[2]
Tipe-tipe Ekosistem
Secara umum ada tiga tipe ekosistem, yaitu ekositem air, ekosisten darat, dan ekosistem buatan.[5]
Akuatik (air)
Ekosistem sungai
Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang,
dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca.[5] Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis
ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji.[5] Hampir semua filum hewan terdapat dalam air
tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi.[5]
Habitat laut (oseanik) ditandai oleh salinitas (kadar garam) yang tinggi dengan ion CI- mencapai
55% terutama di daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan besar.[5] Di daerah
tropik, suhu laut sekitar 25 C. Perbedaan suhu bagian atas dan bawah tinggi, sehingga terdapat
batas antara lapisan air yang panas di bagian atas dengan air yang dingin di bagian bawah yang
disebut daerah termoklin.[5]
Ekosistem estuari.
Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut.[5] Estuari sering dipagari oleh
lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam. Ekosistem estuari memiliki
produktivitas yang tinggi dan kaya akan nutrisi[1]. Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari
antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton.[5] Komunitas hewannya antara lain
berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan.[5]
Ekosistem pantai.
Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukan pasir adalah tumbuhan
Ipomoea pes caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin.[5] Tumbuhan yang
hidup di ekosistem ini menjalar dan berdaun tebal.[5]
Ekosistem sungai.
Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah.[5] Air sungai dingin dan jernih serta
mengandung sedikit sedimen dan makanan. Aliran air dan gelombang secara konstan
memberikan oksigen pada air[5]. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis lintang.[5]
Ekosistem sungai dihuni oleh hewan seperti ikan kucing, gurame, kura-kura, ular, buaya, dan
lumba-lumba.[5]
Ekosistem ini terdiri dari coral yang berada dekat pantai.[1] Efisiensi ekosistem ini sangat tinggi.[1]
Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain.[4]
Berbagai invertebrata, mikro organisme, dan ikan, hidup di antara karang dan ganggang.
[4]
Herbivora seperti siput, landak laut, ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut, dan ikan
karnivora.[4] Kehadiran terumbu karang di dekat pantai membuat pantai memiliki pasir putih.[1]
Kedalamannya lebih dari 6.000 m.[4] Biasanya terdapat lele laut dan ikan laut yang dapat
mengeluarkan cahaya.[4] Sebagai produsen terdapat bakteri yang bersimbiosis dengan karang
tertentu.[4]
Ekosistem lamun.
Lamun atau seagrass adalah satu-satunya kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga yang hidup di
lingkungan laut[6]. Tumbuh-tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal.[6] Seperti
halnya rumput di darat, mereka mempunyai tunas berdaun yang tegak dan tangkai-tangkai yang
merayap yang efektif untuk berbiak.[6] Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan laut lainnya (alga dan
rumput laut), lamun berbunga, berbuah dan menghasilkan biji. Mereka juga mempunyai akar dan
sistem internal untuk mengangkut gas dan zat-zat hara.[6] Sebagai sumber daya hayati, lamun
banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.[6]
Terestrial (darat)
Ekosistem taiga merupakan hutan pinus dengan ciri iklim musim dingin yang
panjang.
Penentuan zona dalam ekosistem terestrial ditentukan oleh temperatur dan curah hujan.[2]
Ekosistem terestrial dapat dikontrol oleh iklim dan gangguan.[2] Iklim sangat penting untuk
menentukan mengapa suatu ekosistem terestrial berada pada suatu tempat tertentu.[2] Pola
ekosistem dapat berubah akibat gangguan seperti petir, kebakaran, atau aktivitas manusia.[2]
Hutan hujan tropis terdapat di daerah tropik dan subtropik.[5] Ciri-cirinya adalah curah hujan 200225 cm per tahun.[5] Spesies pepohonan relatif banyak, jenisnya berbeda antara satu dengan yang
lainnya tergantung letak geografisnya.[5] Tinggi pohon utama antara 20-40 m, cabang-cabang
pohon tinggi dan berdaun lebat hingga membentuk tudung (kanopi).[5] Dalam hutan basah terjadi
perubahan iklim mikro, yaitu iklim yang langsung terdapat di sekitar organisme.[5]Daerah tudung
cukup mendapat sinar matahari, variasi suhu dan kelembapan tinggi, suhu sepanjang hari sekitar
25 C.[5] Dalam hutan hujan tropis sering terdapat tumbuhan khas, yaitu liana (rotan) dan anggrek
sebagai epifit.[5] Hewannya antara lain, kera, burung, badak, babi hutan, harimau, dan burung
hantu.[5]
Sabana.
Sabana dari daerah tropik terdapat di wilayah dengan curah hujan 40 60 inci per tahun, tetapi
temepratur dan kelembaban masih tergantung musim.[6] Sabana yang terluas di dunia terdapat di
Afrika; namun di Australia juga terdapat sabana yang luas.[6] Hewan yang hidup di sabana antara
lain serangga dan mamalia seperti zebra, singa, dan hyena.[1]
Padang rumput.
Padang rumput terdapat di daerah yang terbentang dari daerah tropik ke subtropik.[4] Ciri-ciri
padang rumput adalah curah hujan kurang lebih 25-30 cm per tahun, hujan turun tidak teratur,
porositas (peresapan air) tinggi, dan drainase (aliran air) cepat.[4] Tumbuhan yang ada terdiri atas
tumbuhan terna (herbs) dan rumput yang keduanya tergantung pada kelembapan.[4] Hewannya
antara lain: bison, zebra, singa, anjing liar, serigala, gajah, jerapah, kangguru, serangga, tikus dan
ular.[4]
Gurun.
Gurun terdapat di daerah tropik yang berbatasan dengan padang rumput.[6] Ciri-ciri ekosistem
gurun adalah gersang dan curah hujan rendah (25 cm/tahun).[6] Perbedaan suhu antara siang dan
malam sangat besar.[6] Tumbuhan semusim yang terdapat di gurun berukuran kecil[6]. Selain itu,
di gurun dijumpai pula tumbuhan menahun berdaun seperti duri contohnya kaktus, atau tak
berdaun dan memiliki akar panjang serta mempunyai jaringan untuk menyimpan air.[6] Hewan
yang hidup di gurun antara lain rodentia, semut, ular, kadal, katak, kalajengking, dan beberapa
hewan nokturnal lain.[6]
Hutan gugur.
Hutan gugur terdapat di daerah beriklim sedang yang memiliki empat musim, ciri-cirinya adalah
curah hujan merata sepanjang tahun.[4] Jenis pohon sedikit (10 s/d 20) dan tidak terlalu rapat.[4]
Hewan yang terdapat di hutam gugur antara lain rusa, beruang, rubah, bajing, burung pelatuk,
dan rakun (sebangsa luwak).[4]
Taiga
Taiga terdapat di belahan bumi sebelah utara dan di pegunungan daerah tropik, ciri-cirinya
adalah suhu di musim dingin rendah.[5] Biasanya taiga merupakan hutan yang tersusun atas satu
spesies seperti konifer, pinus, dan sejenisnya.[5]Semak dan tumbuhan basah sedikit sekali,
sedangkan hewannya antara lain moose, beruang hitam, ajag, dan burung-burung yang
bermigrasi ke selatan pada musim gugur.[5]
Tundra
Tundra terdapat di belahan bumi sebelah utara di dalam lingkaran kutub utara dan terdapat di
puncak-puncak gunung tinggi.[5] Pertumbuhan tanaman di daerah ini hanya 60 hari.[5] Contoh
tumbuhan yang dominan adalah sphagnum, liken, tumbuhan biji semusim, tumbuhan perdu, dan
rumput alang-alang.[5] Pada umumnya, tumbuhannya mampu beradaptasi dengan keadaan yang
dingin.[5]
Karst berawal dari nama kawasan batu gamping di wilayah Yugoslavia.[6] Kawasan karst di
Indonesia rata-rata mempunyai ciri-ciri yang hampir sama yaitu, tanahnya kurang subur untuk
pertanian, sensitif terhadap erosi, mudah longsor, bersifat rentan dengan pori-pori aerasi yang
rendah, gaya permeabilitas yang lamban dan didominasi oleh pori-pori mikro.[6] Ekosistem karst
mengalami keunikan tersendiri, dengan keragaman aspek biotis yang tidak dijumpai di ekosistem
lain.[6]
Buatan
Ekosistem buatan adalah ekosistem yang diciptakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya.[5]
Ekosistem buatan mendapatkan subsidi energi dari luar, tanaman atau hewan peliharaan
didominasi pengaruh manusia, dan memiliki keanekaragaman rendah.[1] Contoh ekosistem
buatan adalah[5]:
bendungan
sawah irigasi
perkebunan sawit
Ekosistem kota memiliki metabolisme tinggi sehingga butuh energi yang banyak.[2] Kebutuhan
materi juga tinggi dan tergantung dari luar, serta memiliki pengeluaran yang eksesif seperti
polusi dan panas.[2]
Ekosistem ruang angkasa bukan merupakan suatu sistem tertutup yang dapat memenuhi sendiri
kebutuhannya tanpa tergantung input dari luar.[1] Semua ekosistem dan kehidupan selalu
bergantung pada bumi.[1]
Arus densitas merupakan arus yang timbul akibat adanya gradien densitas dalam arah
horizontal.Gradien densitas horizontal terbentuk oleh variasi salinitas, suhu atau kandungan
sedimen. Arus densitas ini umumnya terjadi didaerah pantai dan estuari dimana terdapat fluks air
tawar ke arah laut. Fluks air tawar ini akan mengakibatkan adanya variasi atau gradien densitas
dalam arah horizontal yang bertambah besar ke arah laut.
Gradien densitas horizontal ini mengakibatkan gradien tekanan horizonal yang akhirnya
menimbulkan arus densitas. Didalam arus densitas di estuari terjadi keseimbangan antara gradien
tekanan dan gesekan internal (gesekan viskos), sementara didalam arus densitas di daerah pantai
terjadi keseimbangan antara gradien tekanan, gesekan internal, dan gaya coriolis atau hanya
keseimbangan antara gradien tekanan dan coriolis (gesekan internal diabaikan). Terdapat 5 tipe
arus densitas yang dapat dijabarkan, sebagai berikut :
1. arus densitas akibat discharge / debit sungai.
2. arus densitas akibat suplai bouyancy dari laut lepas ( open ocean).
3. arus densitas akibat input bouyancy dari sungai dan laut lepas.
4. arus densitas akibat efek akumulasi panas karena kondisi topografi perairan.
5. arus densitas akibat distribusi horizontal dari difusivitas vertikal. Penjelasan lebih lengkapnya,
sebagai berikut:
1. Arus densitas akibat debit sungai terbentuk di daerah estuari (daerah muara sungai dimana
terjadi pengenceran air laut oleh air sungai). Aliran air tawar dari hulu mengakibatkan
terbentuknya gradien horizontal dari densitas yang bertambah besar ke arah laut.Gradien
horizontal dari densitas ini mengakibatkan sirkulasi estuari di mana air tawar mengalir di lapisan
permukaan kearah muara (laut) dan air asin mengalir dilapisan bawah (dalam) ke arah hulu.
Arus kearah hulu di lapisan bawah timbul akibat muka air yang tinggi di lepas pantai
dibandingkan di muara (saat pasang).
2. Air di perairan pantai lebih berat dari pada air di lepas pantai karena suhu air di pantai lebih
rendah daripada di lepas pantai. Muka air di pantai lebih rendah daripada di lepas pantai atau
terbentuk slope muka air yang naik ke arah lepas pantai.Pada kondisi normal, akibat
keseimbangan gaya gradien tekanan karena adanya slope dan coriolis akan terbentuk arus yang
bergerak sejajar pantai.
Gambar 2. Arus Densitas Akibat Input Bouyancy Dari Sungai Dan Laut Lepas
Bila keseimbangan antara gradien tekanan dan coriolis ini terganggu maka timbul gerakan arus
yang hangat dari arah lepas pantai ke arah pantai akibat slope muka laut yang tinggi di lepas
pantai daripada di pantai. Gerakan massa air yang ringan dan hangat dari lepas pantai menuju
pantai ini adalah arus densitas. Di Jepang, arus hangat yang bergerak dari lepas pantai ke arah
pantai disebut kyucho; (kyu=kuat, cho=arus).
3. Terjadi pada musim dingin
Daerah pantai mendapat input air tawar dari sungai (input bouyancy dari sungai).
Di lepas pantai, terdapat juga input bouyancy akibat pecampuran dengan massa air yang lebih
hangat dari laut lepas. Pada musim dingin di mana terjadi pendinginan yang besar di permukaan,
air yang berada di daerah pertengahan (central) yang kurang asin menjadi sangat berat dan turun
ke lapisan dalam.
Gambar 3. Arus Densitas Akibat Input Bouyancy Dari Sungai Dan Laut Lepas
Massa air di perairan pantai tidak dapat turun (sinking) akibat pendinginan karena mendapat
suplai air tawar dari sungai. Jadi, ia tidak cukup berat untuk turun ke lapisan dalam. Air yang di
lepas pantai juga tidak cukup dingin(berat) untuk tenggelam ke lapisan dalam karena adanya
percampuran dengan air laut lepas yang hangat (input bouyancy dari laut lepas). Jadi, pada saat
terjadinya pendinginan di permukaan waktu musim dingin air di daerah central menjadi cukup
berat untuk turun ke lapisan dalam membentuk front thermohaline (Gambar 3). Di daerah
central terbentuk daerah konvergensi (pertemuan massa air perairan pantai dan massa air lepas
pantai) yang diikuti oleh sinking water ke lapisan dalam (Gambar 4)
Turunnya (sinking ) air di daerah konvergensi diperkuat oleh efek cabeling. Proses cabeling
adalah percampuran 2 massa air dengan densitas yang sama tetapi temperatur dan salinitasnya
berbeda membentuk massa air yang baru dengan densitas yang lebih berat dan kemudian turun
ke lapisan dalam. Dalam kasus ini dua massa air (pantai dan lepas pantai) dengan densitas yang
sama tetapi temperatur dan salinitasnya berbeda, bercampur di front thermohaline membentuk
massa air baru yang densitasnya lebih besar dan turun ke lapisan dalam.
Gambar 9. Sirkulasi Arus Densitas Di Perairan Pantai Yang Dangkal Pada Musim Dingin Dan Sirkulasi Di Estuari
5. Magnitudo difusifitas vertikal bergantung pada magnitudo atau kekuatan arus pasut. Kekuatan
arus pasut berperan dalam percampuran vertikal, sehingga difusifitas vertikal bergantung pada
kekuatan arus pasut.Kekuatan arus pasut bervariasi secara horizontal. Arus pasut akan kuat di
daerah yang sempit dan dangkal. Karena kekuatan arus pasut bervariasi dalam arah horizontal
maka difusivitas vertikal juga bervariasi secara horizontal. Difusivitas vertikal akan menentukan
stratifikasi kolom air. Pada musim panas stratifikasi yang kuat terjadi pada daerah dimana arus
pasutnya lemah (percampuran kecil).Sebaliknya pada daerah dimana arus pasutnya kuat seperti
di selat terjadi percampuran secara vertikal sehingga stratifikasinya lemah dan bisa menjadi
homogen (Gambar 9). Densitas lapisan permukaan di daerah yang terstratifikasi kuat akan lebih
rendah dari pada densitas lapisan permukaan didaerah dengan stratifikasi yang lemah (terjadi
percampuran vertikal).
Gambar 10. Kolom air yang terstratifikasi kuat dan terstratifikasi lemah
Karena terdapat gradien densitas horizontal diantara daerah dengan stratifikasi yang lemah dan
daerah dengan stratifikasi yang kuat, maka kondisi ini mengakibatkan terbentuknya arus densitas
yang bergerak dari daerah dengan stratifikasi kuat (muka air tinggi) ke daerah dengan stratifikasi
lemah (muka air rendah). Front pasut (tidal front) terbentuk didaerah transisi diantara daerah
yang terstratifikasi kuat dan daerah yang tercampur sempuran secara vertikal.
(Sumber referensi: Prof.Dr. Indra Budi Prasetyawan.M.Phil, Msc, Phd, DEA, Ces dan
Catatan Kuliah Prof. Dr. Safwan Hadi-Guru
http://yudopotter.wordpress.com/2009/05/11/tipe-arus-densitas-dan-mekanismepembentukannya/
Pengertian estuarin sudah jelas, pembagian berdasarkan topografi juga telah disinggung
sebelumnya.Nah sekarang saatnya untuk mengetahui tipe-tipe estuarin berdasarkan distribusi
salinitas.Hal ini berhubungan dengan adanya masukan air tawar yang bercampur dengan air laut
sehingga menghasilkan kondisi dimana distribusi salinitasnya berbeda-beda. Tipe-tipe estuarin
tersebut antara lain:
1. The highly stratifies estuary (salt wedge estuary), air laut masuk ke
sungai seperti taji (menukik ke dasar), sedangkan air tawar menuju ke laut
melalui permukaan air laut yang masuk. Ketika percampuran terjadi, maka
terbentuklah lapisan air yang mana bagian bawah adalah air laut.
Gambar-gambar di atas merupakan profil salinitas dan kecepatan arus pada masing-masing tipe
estuarin yang ada.Pada kenyataannya mungkin saja ada jenis estuarin yang mempunyai profil
arus dan salinitas berupa gabungan dari beberapa tipe tersebut.Jadi perlu mengkaji lagi berbagai
aspek yang ada di kawasan estuarin, karena kita tahu estuarin merupakan suatu zona yang sangat
dinamis.
Mari belajar bersama tentang laut.
Sumber: Supriharyono, 2007. Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati di Wilayah Pesisir
dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar.