Anda di halaman 1dari 23

A. Latar Belakang.

Ilmu ukur tanah adalah bagian dari ilmu geodesi yang mempelajari cara-cara
pengukuran di permukaan bumi dan di bawah tanah untuk menentukan posisi relatif
atau absolut titik-titik pada permukaan tanah, di atasnya atau di bawahnya, dalam
memenuhi kebutuhan seperti pemetaan dan penentuan posisi relatif suatu daerah.
Ilmu Ukur tanah dianggap sebagai disiplin ilmu, teknik dan seni yang meliputi semua
metoda untuk pengumpulan dan pemrosesan informasi tentang permukaan bumi dan
lingkungan fisik bumi yang menganggap bumi sebagai bidang datar, sehingga dapat
ditentukan posisi titik-titik di permukaan bumi. Dari titik yang telah didapatkan
tersebut dapat disajikan dalam bentuk peta. Ilmu ukur tanah untuk jurusan sipil hanya
untuk mempelajari tujuan praktisnya saja, yaitu untuk membuat peta bagi keperluankeperluan teknik sipil.
Praktikum ukur tanah ini juga dilakukan agar mahasiswa atau calom sarjana
sipil dapat mengetahui dan terlatih dalam melakukan pengukuran, selain itu
mengingat pula bahwasanya dalam teknik sipil pengukuran merupakan sebuah
komponen yang sangat penting guna menggambarkan sebuah lahan ataupun lokasi
diatas permukaan bumi yang tidak rata ini. Dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah ini
mahasiswa akan berlatih melakukan pekerjaan-pekerjaan survey, dengan tujuan agar
Ilmu Ukur Tanah yang didapat dibangku kuliah dapat diterapkan di lapangan, dengan
demikian diharapkan mahasiswa dapat memahami dengan baik aspek diatas.
Dengan praktikum ini diharapkan dapat melatih mahasiswa melakukan
pemetaan situasi teritris. Hal ini ditempuh mengingat bahwa peta situasi pada
umumnya diperlukan untuk berbagai keperluan perencanaan teknis atau keperluankeperluan lainnya yang menggunakan peta sebagai acuan.
Maka dari itu dengan maksud guna mengaplikasikan salah satu bidang dalam
teknik sipil yaitu ilmu ukur tanah maka dilakukan praktikum ukur tanah ini.

B. Teori
Pengukuran yang dilakukan pada praktikum ukur tanah ini menggunakan 2
jenis alat ukur utama yaitu waterpass dan teodolith. Waterpass digunakan dalam
pengukuran poligon terbuka sedangkan teodolith digunakan dalam pengukuran

poligon tertutup. Poligon berasal dari kata poly yang berarti banyak dan gono yang
berarti sudut. Jadi poligon merupakan suatu rangkaian sudut banyak atau deretan titik
yang menghubungkan dua titik tetap.
Pada pengukuran itu sendiri terdapat dua jenis unsur pengukuran, yaitu jarak
dan sudut. Selanjutnya unsur jarak dapat dibagi dua pula, yaitu unsur jarak mendatar
(d) dan beda tinggi (h). Sedangkan unsur sudut dibagi menjadi sudut sudut
horizontal, vertical dan sudut jurusan. Sudut ini berperan penting dalam kerangka
dasar pemetaan yang datanya diperoleh dari lapangan dengan alat yang dirancang
sedemikian rupa konstruksinya sesuai dengan ketelitian. Alat ini dikenal sebagai alat
ukur ruang (Theodolit).
Sedangkan untuk mengukur beda tinggi antara dua titik atau lebih
dipermukaan bumi digunakan alat ukur penyipat datar (waterpass). Untuk pengukuran
jarak dari suatu titik ke titik lain dapat digunakan pita ukur, waterpass dengan bantuan
rambu ukur, atau dengan metoda Tachymetri.
Pada dasarnya pengukuran yang dilakukan pada praktikum kali ini bertujuan
untuk menggambarkan bentuk permukaan bumi yang tidak datar, dengan cara
melakukan praktikum di lapangan kemudian mengolah data yang diperoleh dari hasil
pengukuran tersebut. Dari hasil pengolahan data tersebutlah maka akan dapat
digambarkan sebuah peta yang dapat menampakkan perbedaan tinggi bagian
permukaan bumi yang telah kita ukur.

C. Pengukuran Poligon Terbuka


Sebagaimana telah dipaparkan diatas bahwasanya pada praktikum kali ini
pengukuran poligon terbuka dilakukan dengan menggunakan alat ukur waterpass.
Pengukuran jarak dengan waterpass, diperlukan alat bantu yang disebut baak ukur.
Pelaksanaannya yaitu dengan jalan menempatkan baak ukur tepat dan tegak lurus
pada objek yang akan kita ukur jaraknya. Kemudian bidik kan teropong kearah baak
ukur , dan baca angka pada benang atas (ba) dan benang bawah (bb) pada diafragma
teropong.
Pengukuran beda tinggi ini dengan menggunakan waterpass ini dapat
dilakukan dengan 3 cara ;

1. Pengukuran diambil dari salah satu titik dimaksud,


2. Pengukuran diambil dari antara dua titik dimaksud,
3. Pengukuran diambil dari satu titik sembarang.
Dalam praktikum ini kita akan mencobakan pengukuran beda tinggi yang
diambil dari salah satu titik yang dimaksud.
Yang harus dipersiapkan sebelum melakukan pengukuran poligon adalah :
1.

Tabel pengukuran untuk pengambilan data Poligon dan Beda tinggi.

2.

Persiapan patok untuk penentuan titik-titik poligon.

3.

Persiapan alat-alat ukur seperti waterpass, beserta statip, baak ukur,

meteran, payung (untuk pesawat waterpass).


Setelah pesawat siap untuk dipakai kemudian dilakukanlah pengukuran dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Tentukan titik-titik yang akan diukur beda tingginya, misalkan patok P1 dan
titik detail a.
2. Pesawat ditempatkan pada patok P1.
3. letakkan baak ukur secara tegak pada posisi titik detail a.
4. Dilakukan pembidikan teropong Waterpass pada baak ukur di titik detai a .
5. Dilakukan pembacaan,yaitu pembacaan benang atas (ba), benang tengah (bt)
dan benang bawah (bb). Yang harus diingat pada waktu sebelum pembacaan
adalah pengaturan nivo.
6. Hal yang sama seperti point-point 3 - 5 dilakukan pada titik etail yang lain.
7. Kemudian lakukan point 2 pada patok-patok berikutnya.
Setelah data-data telah diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan maka
untuk dapat meliahat bentuk permukaan dari lahan yang telah kita ukur maka
dilakukan pengolahan data denga menggnakan rumus-rumus berikut.
- Rumus-rumus yang digunakan
a. Perhitungan jarak optis patok utama.
D = (Ba Bb) x 100 (mm)

Keterangan :
D

= jarak optis antara patok (mm)

Ba

= benang atas (mm)

Bb

= benang bawah (mm)

b. Pehitungan jarak optis rata-rata patok utama.


D

1
(Dpergi + Dpulang)
2

Keterangan :
D

= jarak optis rata-rata antar patok utama

Dpergi

= jarak optis antar patok pada pengukuran pergi

Dpulang = jarak optis antar patok pada pengukuran pulang


c. Perhitungan beda tinggi patok utama.

H = Btb Btm
Keterangan :

= beda tinggi antara patok utama (mm)

Btb

= pembacaan benang tengah patok belakang (mm)

Btm

= pembacaan benang tengah muka (mm)

d. Perhitungan tinggi rata-rata patok utama.


H

1
( Hpergi - Hpulang)
2

Keterangan :
H

= beda tinggi rata-rata antara patok utama (mm)

Hpergi = beda tinggi antara patok utama pengukuran pergi (mm)


Hpulang = beda tinggi antara patok utama pengukuran pulang (mm)
e. Koreksi
- Kesalahan
K = Hpergi + Hpulang
Keterangan :
K

= kesalahan (mm)

Hpergi

= jumlah beda tinggi antara patok utama pada


pengukuran pergi (mm)

Hpulang

= jumlah beda tinggi antara patok utama pada


pengukuran pulang (mm)

- Toleransi kesalahan
T = 10 D
Keterangan :
T

= toleransi kesalahan (mm)

= jarak optis rata-rata antara P0 Pn (km)

- Koreksi per patok


Koreksi total

= -(kesalahan)

Koreksi perpatok

D
D

x koreksi total

Ketarangan :
D

= jarak optis rata-rata antara patok utama (mm)

= jarak optis rata-rata antara P0 Pn

f. Perhitungan tinggi titik patok utama


Pengukuran maju

: Pn = Pn-1 + H + Kper-patok

Pengukuran mundur : Pn-1 = Pn - H Kper-patok


Keterangan :
Pn

= tinggi titik pada patok n (m)

Pn-1

= tinggi titik pada patok sebelum ke n (m)

= beda tinggi rata-rata antara patok n-1 dan patok n (m)

Kper-patok = koreksi per-patok, antara patok n-1 dan patok n (m)


g. Perhitungan persentase kemiringan profil memanjang
Q=

Pn 1 Pn
D

x 100 %

Keterangan :
Q

= persentase kemiringan profil memanjang (%)

Pn-1

= tinggi titik pada patok sebelum patok n (m)

Pn

= tinggi titik pada patok n (m)

= jarak optis rata-rata antara patok n-1 dan patok n (m)

h. Perhitungan jarak optis detail


Ddet = (Ba Bb) x 100 (mm)
Keterangan :
Ddet

= jarak optis anatara patok dengan detail

Ba

= benang atas (mm)

Bb

= benang bawah (mm)

i. Perhitungan beda tinggi detail

Hdet = Btdet-1 - Btdet


Keterangan :

Hdet

= beda tinggi detail (mm)

Btdet-1

= benang tengah detail 1 (mm)

Btdet

= benang tengah detail 2 (mm)

j. Perhitungan tinggi titik detail


Pdet = Pn Hdet
Keterangan :
Pdet

= tinggi titik detail (m)

Pn

= tinggi titik pada patok utama dari detail (m)

Hdet = beda tinggi detail (m)


k. Perhitungan persentase kemiringan profil melintang
Arah ke kanan : Qn-det =

Pdet Pn
x 100 %
Dn det

Arah ke kiri

Pdet Pn
x 100 %
Ddet n

: Qdet-n =

Keterangan :
Qn-det

= persentase kemiringan profil melintang (%)

Pdet

= tinggi titik detail pada patok ke n (m)

Pn

= tinggi patok ke n (m)

Dn-det

= jarak optis antara detail dan patok utama (m)

D. Pengukuran Poligon Tertutup

Pada pengukuran poligon tertutup ini digunakan alat penyipat ruang


(teodolith). buah titik Theodolite adalah instrument / alat yang dirancang untuk
pengukuran sudut yaitu sudut mendatar yang dinamakan dengan sudut horizontal dan
sudut tegak yang dinamakan dengan sudut vertical. Dimana sudut sudut tersebut
berperan dalam penentuan jarak mendatar dan jarak tegak diantara dua titik.

1. Bagian Bawah, terdiri dari pelat dasar dengan tiga sekrup penyetel yang
menyanggah suatu tabung sumbu dan pelat mendatar berbentuk lingkaran.
Pada tepi lingkaran ini dibuat pengunci limbus.
2. Bagian Tengah, terdiri dari suatu sumbu yang dimasukkan ke dalam tabung
dan diletakkan pada bagian bawah. Sumbu ini adalah sumbu tegak lurus
kesatu. Diatas sumbu kesatu diletakkan lagi suatu plat yang berbentuk
lingkaran yang berbentuk lingkaran yang mempunyai jari jari plat pada
bagian bawah. Pada dua tempat di tepi lingkaran dibuat alat pembaca nonius.
Di atas plat nonius ini ditempatkan 2 kaki yang menjadi penyanggah sumbu
mendatar atau sumbu kedua dan sutu nivo tabung diletakkan untuk membuat
sumbu kesatu tegak lurus. Lingkaran dibuat dari kaca dengan garis garis
pembagian skala dan angka digoreskan di permukaannya. Garis garis
tersebut sangat tipis dan lebih jelas tajam bila dibandingkan hasil goresan pada
logam. Lingkaran dibagi dalam derajat sexagesimal yaitu suatu lingkaran
penuh dibagi dalam 360 atau dalam grades senticimal yaitu satu lingkaran
penuh dibagi dalam 400 g.
3. Bagian Atas, terdiri dari sumbu kedua yang diletakkan diatas kaki
penyanggah sumbu kedua. Pada sumbu kedua diletakkan suatu teropong yang
mempunyai diafragma dan dengan demikian mempunyai garis bidik. Pada
sumbu ini pula diletakkan plat yang berbentuk lingkaran tegak sama seperti
plat lingkaran mendatar.
- SYARAT SYARAT THEODOLITE
Syarat syarat utama yang harus dipenuhi alat theodolite sehingga siap
dipergunakan untuk pengukuran yang benar adalah sbb :
1. Sumbu kesatu benar benar tegak / vertical.
2. Sumbu Kedua haarus benar benar mendatar.
3. Garis bidik harus tegak lurus sumbu kedua / mendatar.
4. Tidak adanya salah indeks pada lingkaran kesatu.

- Cara pemasangan dan penyetelan Theodolit.


Langkah langkah atau cara kerja pemasangan dan penyetelan pesawat
theodolit adalah sebagai berikut :
1.

Pasang statip diatas titik yang tentu dipermukaan tanah sedemikian rupa

sehingga kaki-kakinya membentuk piramida sama sisi, kencangkan sekrup statip,


tancapkan dengan cukup kuat kedalam tanah, dan usahakan kepala statip sedatar
mungkin, untuk memudahkan pengaturan nivo tabung dan nivo kotak dan pastikan
titik tengah kepala statip berimpit dengan titik /patok.
2.

Ambil pesawat theodolit dengan hati hati dan pasang pada kepala statip.

3.

Posisikan theodolit pada titik yang tentu (jika ada) dengan memasang unting

unting atau melihat alat duga optik.


4.

Jika posisi tidak tepat, kendurkan kunci kepala statip dan geser pada posisi yang

dikehendaki, jika terlalu jauh, statip harus dicabut kembali dan dipindahkan.
5.

Ketengahkan gelembung nivo tabung dengan 3 sekrup penyama rata, dengan

cara (gambar 3) sbb:


a.

Arahkan nivo tabung sejajar dengan garis penghubung sekrup A dan B

b.

Ketengahkan gelembung nivo tabung dengan memutar sekrup A dan B

secara bersamaan keluar sama keluar kedalam sama kedalam


c.

Setelah presisi, putar badan pesawat 90

d.

Ketengahkan kembali gelembung nivo tabung hanya dengan sekrup C

saja, (nivo kotak akan mengikut seimbang)


e.

Pastikan gelembung nivo tabung dan nivo kotak tetap ditengah-tengah

walaupun pesawat diputar ke segala arah.


f.

Bila ternyata belum seimbang, ulangi penyetelan 5a s/d 5e.

6.

Bila kedua nivo telah seimbang, tekan tombol power (switch) pada keadaan ON,

dan pesawat theodolit sudah siap digunakan(sumbu I sudah vertical dan sumbu II
sudah horizontal).
- Rumus-rumus yang digunakan
a. Perhitungan sudut horisontal ( )
- patok utama ( n )
Untuk sudut luar

: n = muka belakang

Untuk sudut dalam

: n = belakang muka

Keterangan :
n

= sudut horizontal pada patok n, antara patok n+1 dan patok n-1

muka = pembacaan sudut horizontal pada patok n+1 ()


belakang = pembacaan sudut horizontal pada patok n-1 ()

- detail ( n det )
n det = det ail belakang

Keterangan :
n det = sudut horizontal antara detail dengan patok n-1 dengan arah

putaran sama dengan arah putaran jarum jam


det ail = pembacaan sudut horizontal pada detail ()
belakang = pembacaan sudut horizontal pada patok n-1 ()

b. Perhitungan koreksi sudt horizontal


- jumlah kesalahan terkoreksi
K = - [(n 2)] x 180
Keterangan :
K

= kesalahan sudut horizontal total ()

= jumlah seluruh sudut dalam/luar patok-patok utama poligon


()

= jumlah patok

n + 2, untuk data sudut luar


n 2, untuk data sudut dalam
- koreksi perpatok

kesalahan k

n
n

Keterangan :

= koreksi sudut tiap titik

= jumlah kesalahan terkoreksi

= jumlah patok

c. perhitungan azimuth benar ( )


- patok utama ( n)

n = n-1 +

n - 180

Keterangan :

n = azimuth benar patok n ()


n-1 = azimuth benar patok n-1 ()
n

= sudut horizontal pada patok n ()

= koreksi perpatok

- detail ( det.n)

det.n = n +

det.n - n

Keterangan :

n = azimuth benar patok n ()


det.n= azimuth benar detail patok n ()
n

= sudut horizontal pada patok n ()

det.n= sudut horizontal pada patok n ()

d. perhitungan jarak untuk patok utama


- perhitungan jarak proyeksi (Dpn)
Dpn = 100.(ba-bb). Cos2 (90 - )
Keterangan :
Dpn

= jarak proyeksi antara patok n dan patok n + 1 (m)

= sudut lereng ()

ba

= pembacaan benang atas pada patok n + 1 (m)

bb

= pembacaan bnang bawah pada patok n + 1 (m)

- jarak absis (Dxn)


Dxn = Dp Sin

Keterangan :
Dxn

= jarak horisontal patok utama (m)

Dpn

= jarak proyeksi patok utama (m)

= azimuth benar untuk patok utama ()

- jarak ordinat (Dyn)

Dyn = Dp Cos
Keterangan :
Dyn

= jarak vertikal patok utama (m)

Dpn

= jarak proyeksi patok utama (m)

= azimuth benar untuk detail patok n ()

e. Perhitungan jarak untuk detail


- jarak proyeksi (Dpn-det)
Dpn-det = 100.(ba-bb). Cos2 (90 - )
Keterangan :
Dpn-det

= jarak proyeksi antara patok n dan detail (m)

= sudut lereng ()

ba

= pembacaan benang atas detail (m)

bb

= pembacaan benang bawah detail (m)

- jarak absis (Dxn-det)


Dxn-det = Dpn-det Sin n-det
Keterangan :
Dxn-det

= jarak horizontal antara patok n dan detail (m)

Dpn-det

= jarak proyeksi patok n dan detail (m)

n-det

= azimuth benar untuk detail patok n ()

- jarak ordinat (Dyn-det)


Dyn-det = Dpn-det Cos

n-det

Keterangan :
Dyn-det

= jarak vertikal antara patok n dan detail (m)

Dpn-det

= jarak proyeksi patok n dan detail (m)

n-det

= azimuth benar untuk detail patok n ()

f. Perhitungan koreksi jarak absis ( Dxn)


( Dxn) =

Dpn
Dpn

x ( Dxn)

Keterangan :
( Dxn)

= koreksi jarak horisontal (m)

Dpn

= jarak proyeksi paok utama (m)

Dpn

= julah seluruh jarak proyeksi dari patok awal hingga


patok akhir (m)

Dxn

= jumlah seluruh jarak horisontal dari patok awal


hingga patok akhir (m)

g. Perhitungan koreksi jarak ordinat ( Dyn)


( Dyn) =

Dpn
Dpn

x ( Dyn)

Keterangan :
( Dxn)

= koreksi jarak horisontal (m)

Dpn

= jarak proyeksi paok utama (m)

Dpn

= julah seluruh jarak proyeksi dari patok awal hingga


patok akhir (m)

Dyn

= jumlah seluruh jarak vertikal dari patok awal hingga


patok akhir (m)

h. Perhitungan koreksi linear ( 1)


( 1) =

(Dxn) 2 (Dyn) 2
Dpn

Keterangan :

1
Dxn

= koreksi linear
= jumlah seluruh jarak horisontal dari patok awal
hingga patok akhir (m)

Dyn

= jumlah seluruh jarak vertikal dari patok awal hingga


patok akhir (m)

Dpn

= julah seluruh jarak proyeksi dari patok awal hingga


patok akhir (m)

i. Perhitungan koordinat titik absis (sumbu X)


- patok utama
Xn = Xn-1 Dxn-1 Dxn-1

Keterangan :
Xn

= koordinat sumbu horisontal patok n (m)

Xn-1

= koordinat sumbu horisontal patok n-1 (m)

Dxn-1

= jarak horisontal patok n-1 (m)

Dxn-1

= koreksi jarak horisontal patok n-1 (m)

- detail
Xndet = Xn Dxn-det
Keterangan :
Xndet

= koordinat sumbu horisontal detail (m)

Xn

= koordinat sumbu horisontal patok-patok utama (m)

Dxn-det

= jarak horisontal antara patok utama dan detail (m)

j. Prhitungan koordinat titik ordinat (sumbu Y)


- patok utama
Yn = Yn-1 Dyn-1 Dyn-1
Keterangan :
Yn

= koordinat sumbu vertikal patok n (m)

Yn-1

= koordinat sumbu vertikal patok n-1 (m)

Dyn-1

= jarak horisontal patok n-1 (m)

Dyn-1

= koreksi jarak vertikal patok n-1 (m)

- detail
Ydet = Yn Dydet
Keterangan :
Yndet

= koordinat sumbu vertikal detail (m)

Yn

= koordinat sumbu vertikal patok utama (m)

Dyn-det

= jarak vertikal antara patok utama dan detail (m)

k. Perhitungan luas areal pengukuran (L)


L=

( X n Yn 1 X n 1Yn
2

Keterangan :
L

= Luas areal pengukuran (m2)

Xn

= koordinat sumbu horisontal patok n (m)

Yn+1

= koordinat sumbu vertikal patok n+1 (m)

Xn+1

= koordinat sumbu horisontal patok n+1 (m)

Yn

= koordinat sumbu vrtikal patok n (m)

l. Perhitungan beda tinggi patok utama ( H)

H = Tps + 50 (ba-bb) Sin 2 - bt


Keterangan :

= beda tinggi antara patok utama (m)

Tps

= tinggi pesawat pada patok n (m)

Ba

= pembacaan benang atas dengan arah patok sebelum


atau sesudah n (m)

Bb

= pembacaan benang bawah dengan arah patok sebelum


atau sesudah n (m)

= pembacaan sudut vertikal ()

Bt

= pembacaan benang tengah de ngan arah patok


sebelum atau sedudah n (m)

m. Perhitungan koreksi beda tinggi ( H)


H =

Dpn
x (- H )
Dpn

Keterangan :

H = koreksi beda tinggi antara patok utama (m)


Dpn

= jarak proyeksi patok utama (m)

Dpn= jumlah jarak proyeksi antara patok awal dan akhir (m)
H

= jumlah beda tinggi antara patok awal dan akhir (m0

n. Perhitungan beda tinggi detail ( Hdet)

Hdet = Tps + 50 (ba-bb) Sin 2 - bt


Keterangan :

Hdet

= beda tinggi detail (m)

Tps

= tinggi pesawat pada patok utama (m)

ba

= pembacaan benang atas dengan arah detail (m)

bb

= pembacaan benang bawah dengan arah detail (m)

= pembacaan sudut vertikal ()

bt

= pembacaan benang tengah dengan arah detail (m)

o. Perhitungan tinggi titik


- patok utama
Hn = Hn-1 Hn-1 Hn-1
Keterangan :
Hn

= tinggi titik patok n (m)

Hn-1

= tinggi titik patok n-1 (m)

Hn-1
Hn-1

= beda tinggi antara patok utama (m)


= koreksi beda tinggi antara patok utama (m)

- detail
Hdet = Hn Hdet
Keterangan :
Hdet

= tinggi titik detail (m)

Hn

= tinggi titik patok utama (m)

Hdet

= beda tinggi detail (m)

E. Surver
Surver merupakan salah satu aplikasi yang mempermudah dalam proses
penggambaran bentuk permukaan suatu lahan yang telah diukur. Dengan
memasukkan data-data yang telah diolah maka surver ini akan menampilkan gambar
permukaan lahan atau tanah tersebut dalam bentuk dua dimensi (peta kontur) serta
dalam bentuk tiga dimensi.
Berikut salah satu contoh penggunaan surver hingga menghasilkan gambar :

1. Jika program Surfer telah terpasang, maka Surfer dapat segera digunakan untuk
bekerja. Untuk memulai pekerjaan dengan Surfer dilakukan dengan masuk pada
program tersebut melalui langkah berikut:
Klik Start Pilih Program Pilih Golden Software Pilih Surfer 8.0
2. Buat basemap dengan langkah sebagai berikut: Klik map Base Map Pilih File
Base Map klik open, maka akan muncul tampilan seperti di bawah ini
3. Tampilkan peta dasar dengan langkah sebagai berikut: klik File Import Pilih
File Peta Open, maka akan mucul tampilan seperti di bawah ini
4. Untuk menampilkan kontur lakukan gridding terhadap data yang telah dimasukan
dari Excel dengan langkah sebagai berikut: klik Grid>Data>pilih file kontur.bln>Ok,
maka akan muncul tampilan seperti di bawah ini:
5. Tampilkan kontur 2D batimetri berdasarkan data yang telah diinput, lakukan
langkah sebagai berikut: klik Map>Countur Map>New Countur Map>pilih data
kontur yang telah di gridding> Ok. Edit kontur meliputi fill, view, scale, dan limit,
maka akan muncul tampilan sebagai berikut:
6. Tampilkan kontur 3D batimetri berdasarkan data yang telah diinput, lakukan
langkah sebagai berikut: klik menu 3D>overlay kembali dengan hasil base, post, dan
countur map, maka akan muncul tampilan seperti di bawah ini

F. Penutup
- Kesimpulan.
Pengukuran dengan waterpas bertujuan untuk mengetahui ketinggian
permukaan tanahpada suatu daerah, sedangkan pengukuran yang
dilakukan dengan alat ukur teodolith digunakan untuk mengetahui
ketinggian tanah dengan mengetahui elevasi sudutnya.
Keakuratan data yang diperoleh tergantung pada beberapa hal, antara
lain faktor cuaca, keakuratan praktikan dalam membaca bak ukur serta
kelayakan alat.
Kesalahan-kesalahan yang biasanya terjadi pada saat pengukuran
adalah kesalahan sistematis yaitu rambu ukur yang tidak stabil,
kesalahan acak karena nivo tabung yang digunakan, keadaan alam saat
pengukuran,

dan

ketidaktelitian

surveyor

dalam

melakukan

pengukuran.
Pada pengukuran yang menggunakan waterpass dilakukan disepanjang
jalan dengan 6 patok dan 17 detail titik. Sedangkan pada pengukuran
dengan menggunakan teodolith diambil 6 patok dengan 6 titik detail.
- Saran.
Penyusunan laporan sebaiknya tidak dilakukan secara manual (tulis tangan).
Sebaiknya asisten tidak meninggalkan praktikannya saat praktikum
berlangsung.
Asistensi IUT sebaiknya tidak dilakukan di luar kampus.

Anda mungkin juga menyukai