Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif.1,2 Pterigium berbentuk membran segitiga dengan puncak di daerah
kornea dan basisnya terletak pada celah kelopak (fissura palpebra) bagian nasal ataupun
temporal dari konjungtiva.1,3 Penyakit

ini

lebih

sering

ditemukan

di

daerah

ekuator/katulistiwa dan sekitarnya.4


Berdasarkan survei dari Departemen Kesehatan RI tahun 1993-1996 menunjukkan
bahwa kasus pterigium menduduki urutan kedua terbesar dari penyakit mata yang
menyebabkan morbiditas.5 Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tingginya paparan
terhadap sinar ultraviolet yaitu bagi mereka yang tinggal di daerah beriklim subtropik dan
tropik. Selain itu mereka yang sering terpapar dengan debu, angin, udara yang panas seperti
petani, pelaut, buruh pelabuhan, pekerja bangunan, atau orang yang sering bekerja di luar
ruangan dapat beresiko untuk terkena pterigium.2,3,4 Insidens pterigium paling tinggi pada
pasien berusia 20-40 tahun. Paling sering ditemukan pada pria daripada wanita (2:1).6
Etiologi dari pterigium sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Namun terdapat
berbagai teori yang telah diajukan yang didasarkan pada observasi insidensi, distribusi,
geografi, dan histopatologi. Dari berbagai teori tersebut sebagian besar sepakat bahwa
external irritating factor merupakan hal yang amat penting dalam etiologi pterigium.
Faktor iritasi eksternal yang paling mendekati sebagai bukti penyebab yaitu paparan sinar
ultraviolet atau inframerah, disamping debu, angin, asap dan udara panas. Hal ini didukung
oleh banyaknya kasus pterigium yang ditemui didaerah tropis dan subtropis dibanding daerah
lainnya.7,8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif.1,2 Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya
wing atau sayap. Pterigium berbentuk membran segitiga dengan puncak di daerah kornea dan
basisnya terletak pada celah kelopak (fissura palpebra) bagian nasal ataupun temporal dari
konjungtiva.1,3
Epidemiologi
Kasus pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi, tergantung pada
lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Faktor yang sering
mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah berdebu dan
kering.3
Insidens pterigium paling tinggi pada pasien berusia 20-40 tahun. Paling sering
ditemukan pada pria daripada wanita (2:1) dan meningkat pada kalangan yang sering terpapar
sinar ultraviolet yang tinggi.6
Gejala Klinik
Gejala klinik dari pterigium bervariasi mulai dari asimtomatik sampai timbulnya gejala
berupa mata merah, perih, gatal, panas, merasa seperti ada yang mengganjal pada bola mata,
sering keluar air mata dan dapat terjadi gangguan ketajaman penglihatan atau suatu
astigmatisma akibat pterigium yang meluas ke dalam kornea terlebih pupil.1,3,6
Pterigium terbagi atas 4 stadium, yaitu :9,10
Stadium I
Stadium II

: Puncak pada konjungtiva bulbi.


: Puncak lewat limbus tapi belum melewati setengah jarak antara limbus dan

pupil
Stadium III

: Puncak melewati setengah jarak antara limbus dan pupil tetapi belum
melewati pupil.

Stadium IV

: Puncak sudah melewati pupil.


2

Gambar 1. Pterigium stadium 1

Gambar 2.Pterigium stadium 2

Gambar 3. Pterigium stadium 3

Gambar 4. Pterigium stadium 4

Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah, gatal, mata
sering berair, ganguan penglihatan. Selain itu perlu juga ditanyakan adanya riwayat mata
merah berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar
mathari yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan riwayat trauma sebelumnya.1,2,6
Pemeriksaaan fisik
Pada inspeksi pterygium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada permukaan
konjuntiva. Pterygium dapat memberikan gambaran yang vaskular dan tebal tetapi ada juga
pterygium yang avaskuler dan flat. Perigium paling sering ditemukan pada konjungtiva nasal
dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat pula ditemukan pterygium pada daerah
temporal.6
Diagnosis Banding
Pterigium didiagnosis banding dengan pseudopterigium. Pseudopterigium merupakan
perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat akibat ulkus. Sering terjadi saat proses
penyembuhan dari ulkus kornea, dimana konjungtiva tertarik dan menutupi kornea.
Pseudopterigium dapat ditemukan dimana saja bukan hanya pada fissura palpebra seperti
halnya pada pterigium. Pada pseudopterigium juga dapat diselipkan sonde di bawahnya
sedangkan pada pterigium tidak. Pada pseudopterigium melalui anamnesa selalu didapatkan
riwayat adanya kelainan kornea sebelumnya, seperti ulkus kornea.1,3
Penanganan
Penanganan pterigium dapat berupa konservatif atau operatif. Secara konservatif dapat
3

dilakukan dengan melindungi mata dengan pterigium dari iritasi sinar matahari, debu dan
udara panas dengan kacamata pelindung. Juga dapat diberikan air mata buatan bila perlu dan
apabila meradang dapat diberikan steroid topikal. Pembedahan dilakukan apabila terjadi
gangguan penglihatan akibat astigmatisma ireguler, bersifat progresif, menyebabkan
gangguan pergerakan bola mata, mendahului suatu operasi besar dan alasan kosmetik.1,3
Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan berupa ekstirpasi, yaitu pengangkatan
seluruh membran pterigium.3 Namun dengan cara ini dapat terjadi rekurensi sekitar 50-80%. 6
Untuk mengurangi tingkat rekurensi dapat dilakukan transplantasi dengan menggunakan
konjungtiva bulbi superior sebagai donor, dimana berdasarkan penelitian di USA
rekurensinya berkurang hingga 5 %.6,11
Pencegahan terhadap pterigium dapat dilakukan dengan menggunakan kacamata
pelindung apabila beraktifitas di luar rumah terutama pada tempat-tempat yang sering
terpapar sinar matahari dan berdebu.
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosis pterigium stadium II okulus
sinistra bagian nasal pada pasien yang datang berobat ke Poliklinik Mata RSU Prof. dr. R. D.
Kandou.

BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama

: Tn. NK

Umur

: 48 tahun

Alamat

: Tumaratas

Agama

: Kr. Protestan

Pekerjaan

: PNS

Tanggal Pemeriksaan : 13 Maret 2015


Tempat Pemeriksaan : Poliklinik Mata RSU Prof.dr. R.D. Kandou Manado

Anamnesis
Keluhan Utama

: Mata kabur

Keluhan mata kiri kabur dialami penderita sejak 6 bulan terakhir. Mata kabur dialami
penderita perlahan-lahan, dan makin mengganggu. Penderita juga merasa gatal pada mata
kirinya, lama-kelamaan rasa gatal makin hebat yang membuat penderita sering mengucekngucek matanya sehingga kadang mata menjadi merah. Keluhan-keluhan ini terutama timbul
saat penderita beraktivitas di luar rumah yaitu saat mata penderita kena debu, angin atau sinar
matahari saat bekerja.

Penderita sehari-hari banyak beraktifitas diluar rumah dan jarang sekali memakai kacamata
pelindung dalam beraktivitas sehingga sering terpapar sinar matahari dan debu. Riwayat
trauma pada mata disangkal penderita. Riwayat penyakit mata lainnya disangkal penderita.
Riwayat penyakit dahulu seperti kencing manis dan hipertensi disangkal penderita. Riwayat
alergi obat tidak ada. Riwayat penggunaan kacamata tidak ada. Dalam keluarga hanya
penderita yang sakit seperti iniPemeriksaan Fisik

Status Generalis
KU : Cukup

Kesadaran: Compos Mentis


o

TD : 120/80 mmHg N: 80x/mnt RR: 20x/mnt SB: 36,3 C.


Thoraks : Cor dan Pulmo dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas : akral hangat

Status Psikiatrik
Sikap, ekspresi dan respon penderita baik (wajar) dan kooperatif.

Status Neurologik
Motorik dan sensibilitas baik.

Pemeriksaan Khusus/ Status Oftalmikus


Visus
Tekanan Intraokuler
Segmen Anterior
Palpebra
Konjungtiva

Oculi Dextra
6/12
15,9 mmHg

Oculi Sinistra
6/12
15,9 mmHg

Hiperemis (-), Edema (-)


Injeksi Konjungtiva (-),

Hiperemis (-), Edema (-)


Hiperemis (-), terdapat

Injeksi Siliar (-)

jaringan fibrovaskular dari


tepi limbus hingga tepi kornea

Kornea
COA
Iris/ Pupil

Segmen Posterior

Jernih
Dalam
Pupil: RAPD (-), bulat,

Jernih
Dalam
Pupil: RAPD (-), bulat, refleks

refleks cahaya (+)

cahaya (+)

Iris: sinekia (-)

Iris: sinekia (-)

Refleks Fundus
Retina
Papil N. II
Makula

RF (+) uniform
Perdarahan (-), eksudat (-)
Bulat, batas tegas
Refleks fovea (+) normal

RF (+) uniform
Perdarahan (-), eksudat (-)
Bulat, batas tegas
Refleks fovea (+) normal

RESUME
Seorang penderita laki-laki,48 tahun datang ke Poliklinik Mata RSU Prof. dr. R. D.
Kandou dengan keluhan utama: mata kiri kabur

Pemeriksaan Fisik
-

Status Generalis : dalam batas normal.

Status Oftalmikus :

Pemeriksaan subjektif : VOD: 6/12 dan VOS: 6/12.

Pemeriksaan objektif :

Konjungtiva bulbi OS : terdapat benjolan dikonjungtiva bulbi bagian nasal okulus


sinistra berwarna putih kelabu bentuk segitiga dengan puncak lewat limbus tapi
belum melewati setengah jarak antara limbus dan pupil. Pemeriksaan tambahan :
TIOD : 15,9 mmHg, TIOS: 15,9 mmHg

Diagnosis
OS : Pterigium Stadium II Okulus Sinistra + Presbiopia + Miopia
OD : Presbiopia + Miopia

Penanganan
-

C. Lyteers ED 4x gtt I OS

Direncanakan ekstirpasi Pterigium.

Koreksi kacamata : OD : 6/12 -0,75


Add +2.00

OS : 6/12 -0,75
add +2.00
Prognosis
Dubia ad bonam.
Preventif
Pasien dianjurkan memakai kacamata atau topi pelindung bila sedang beraktifitas di luar
rumah.

BAB IV
DISKUSI
Diagnosis pterigium pada penderita ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan oftalmologis. Pada anamnesis didapatkan keluhan mata
kabur disertai gejala mata merah, dan gatal. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyebutkan bahwa keluhan subjektif penderita pterigium bervariasi mulai dari tanpa
keluhan sampai timbulnya gejala berupa mata merah, gatal, dan menurunnya ketajaman
penglihatan. Mata merah dan gatal dapat terjadi bila terjadi iritasi pada pterigium.
Penglihatan kabur disebabkan oleh karena pterigium yang berada di kornea yang
mempengaruhi visus karena dapat menimbulkan astigmatisma ireguler.1,3,6
Penyebab pterigium yang pasti sampai saat ini belum jelas, tetapi diduga disebabkan
oleh iritasi faktor eksternal, yaitu sinar ultraviolet (UV-A dan UV-B) atau inframerah,
disamping debu, angin, dan udara panas.7,9 Hal inilah yang dapat menerangkan mengapa
pterigium lebih banyak ditemukan di daerah ekuator atau tropis, termasuk Indonesia. Mereka
yang beresiko terkena penyakit ini adalah mereka yang sering beraktifitas di luar rumah
dimana paparan terhadap sinar matahari langsung dan debu serta angin sangat
memungkinkan untuk terjadi.2,3,4 Dari anamnesa diketahui bahwa penderita sering beraktifitas
di luar rumah tanpa menggunakan kacamata pelindung sehingga matanya sering terkena debu
dan juga sering terpapar sinar matahari yang memberikan resiko timbulnya pterigium.
Pada pemeriksaan visus didapatkan visus OD: 6/12 sedangkan visus OS: 6/12.
Penurunan ketajaman penglihatan pada okulus sinistra disebabkan oleh pterigium yang telah
meluas sampai ke kornea yang menyebabkan suatu astigmatisma ireguler.1
Pada pemeriksaan objektif secara inspeksi pada konjungtiva OS tampak hiperemis,
pada bagian nasal terdapat membran berbentuk segitiga dengan puncak telah melewati limbus
tapi belum melewati setengah jarak antara limbus dan pupil. Sklera tampak hiperemis di
sekitar lipatan konjungtiva bulbi, kornea jernih, permukaan sebelah nasal tidak rata, ditutupi
oleh membran yang berbentuk segitiga. Hal inilah yang memperkuat penegakan diagnosa
pterigium.

Pada

kepustakaan

pterigium

didefinisikan

sebagai

suatu

pertumbuhan

fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif yang berbentuk suatu
membran segitiga dengan dasar pada konjungtiva bulbi dan puncak di daerah kornea. 1,2 Pada
awalnya pterigium tampak sebagai suatu jaringan dengan banyak pembuluh darah sehingga
warnanya merah, yang kemudian menjadi suatu membran tipis dan berwarna putih. Bagian
sentral yang melekat pada kornea dapat tumbuh memasuki kornea dan menggantikan epitel,

juga membran Bowman dengan jaringan elastis dan hialin. Pertumbuhan ini berlanjut dan
mendekati pupil, yang dapat memperparah gangguan penglihatan pada seorang dengan
pterigium.3 Pada pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp didapatkan pada OS : kornea
jernih, terdapat benjolan dikonjungtiva bulbi bagian nasal oculus sinistra berwarna putih
kelabu bentuk segitiga dengan puncak telah melewati limbus tapi belum melewati setengah
jarak antara limbus dan pupil, COA dalam dan lensa jernih. Berdasarkan kepustakaan,
pemeriksaan-pemeriksaan diatas yang mencakup observasi eksternal dan pemeriksaan dengan
instrumen yaitu slit lamp, sudah memenuhi syarat dalam mendiagnosis suatu pterigium.11
Pterigium terbagi atas 4 stadium, yaitu:9,10
Stadium I

: Puncak pada konjungtiva bulbi

Stadium II

: Puncak lewat limbus tapi belum melewati setengah jarak antara limbus
dan pupil

Stadium III

: Puncak melewati setengah jarak antara limbus dan pupil teteapi belum
melewati pupil

StadiumIV

: Puncak sudah melewati pupil.

Pada penderita ini didiagnosa pterigium stadium II okulus sinistra, karena pterigium
berada di bagian nasal dengan puncak lewat limbus tapi belum melewati setengah jarak
antara limbus dan pupil.
Pada pasien ini tidak didiagnosa banding dengan penyakit mata lainnya karena dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan oftalmologis sudah mendukung penegakan
diagnosis pterigium.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat pterigium meliputi: menurunnya ketajaman
penglihatan, iritasi mata yang berat, terbentuk jaringan ikat yang bersifat kronik pada
konjungtiva dan kornea dan pada keadaan lanjut motilitas mata menjadi terbatas karena
terbentuk jaringan ikat yang membungkus muskulus ekstraokuler.6 Pada pasien ini ditemukan
komplikasi berupa menurunnya ketajaman penglihatan OS (VOS: 6/ 12) dan iritasi yang
sangat mengganggu pasien.
Penanganan yang diberikan direncanakan pembedahan yaitu dengan ekstirpasi
pterigium dengan alasan pterigium sudah sangat mengganggu pasien dan juga sudah
menyebabkan gangguan penglihatan. Berdasarkan kepustakaan suatu pterigium ditangani
dengan pembedahan apabila menyebabkan gangguan visus, bersifat progresif, menyebabkan
gangguan pergerakan bola mata, mendahului suatu operasi besar dan bila ada alasan

kosmetik.3
Prognosis pada penderita ini adalah dubia ad bonam. Menurut kepustakaan umumnya
pterigium bertumbuh secara perlahan dan jarang sekali menyebabkan kerusakan yang
bermakna, karena itu prognosanya adalah baik.6
Pada penderita ini dianjurkan untuk selalu memakai kacamata pelindung atau topi
pelindung bila keluar rumah. Selain itu juga diharapkan agar penderita sedapat mungkin
menghindari faktor pencetus timbulnya pterigium seperti sinar matahari dan debu serta rajin
merawat dan menjaga kebersihan kedua mata. Hal ini sesuai kepustakaan bahwa untuk
mencegah pterigium terutama bagi mereka yang sering beraktifitas di luar rumah dapat
menggunakan kacamata atau topi pelindung untuk menghindari kontak dengan sinar
matahari, debu, udara panas dan angin.1,7

BAB V
KESIMPULAN

Pterigium merupakan salah satu dari sekian banyak kelainan pada mata dan
merupakan yang tersering nomor dua di indonesia setelah katarak, hal ini di karenakan oleh
letak geografis indonesia di sekitar garis khatulistiwa sehingga banyak terpapar oleh sinar
ultraviolet yang merupakan salah satu faktor penyebab dari piterigium. Pterigium banyak
diderita oleh laki-laki karena umumnya aktivitas laki-laki lebih banyak di luar ruangan, serta
dialami oleh pasien di atas 40 tahun karena faktor degeneratif.
Penderita dengan pterigium dapat tidak menunjukkan gejala apapun (asimptomatik),
bisa juga menunjukkan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi benda asing hingga
perubahan tajam penglihatan tergantung dari stadiumnnya.
Terapi dari pterigium umumnya tidak perlu diobati, hanya perawatan secara
konservatif seperti memberikan anti inflamasi pada pterigium yang iritatif. Pada pembedahan
akan dilakukan jika pterigium tersebut sudah sangat mengganggu bagi penderita semisal
gangguan visual, dan pembedahan ini pun hasilnya juga kurang maksimal karena angka
kekambuhan yang cukup tinggi mengingat tingginya kuantitas sinar UV di Indonesia.
Walaupun begitu penyakit ini dapat dicegah dengan menganjurkan untuk memakai kacamata
pelindung sinar matahari.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Pterigium. Dalam: Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 2010 : 116-18.
2. Mary P, Coday. Pterygium. Dalam: Digital Journal of Ophtalmology. Last update: Pebruary
2004. Available on: http://www.djo.harvard.edu.
3. BAB II Tinjauan Pustaka. Diakses dari: http://repository.usu.ac.id. pada tanggal 18 April 2011
4. Pterygium. Last update: Pebruary 18 th 2004. Available on: http://www.StLukesEye.com.
5. Hastuti E. Efek desferioxamine topikal pada Pterigium. Dalam Gondhowiardjo Tj.
Ophthalmologica Indonesiana Journal of The Indonesian Ophthalmologist Association. FKUI.
Jakarta, 2002: 125-31.
6. Fisher JP. Pterygium. Last update: March 28th 2001. pp1-9. Available on :
http://www.emedicine.com.
7. Pterygium. Dalam : Handbook of Ocular Diseases Management. pp: 1. Available on:
http://www.revoptom.com/handbook/sectzi.thm.
8. Lowenstein J, Lee S. Pterygium. Dalam: Ophthalmology; Just The Facts. Mc Graw-Hill
Company. USA, 2004: 88-9.
9. Williams W. Corneal and Refractive Surgery. Dalam: Wright K, Head MD, editor. Textbook Of
Ophthalomology. Waverly company. London, 1997: 767-8.
10. Fsoter CS. Corneal and External Diseases. Last update: 2004. pp1-4. Available on:
http://www.medscape.com.

11. Liesegang TJ, Deutsch AT, Grand GM. Pterygium. Dalam: External Diseases and Cornea.
Basic and Clinical Science Course. Section 8. The Foundation of American Academy of
Ophthalmology. USA.2001: 339-41, 394.

Anda mungkin juga menyukai