Anda di halaman 1dari 22

PENGUATAN LEMBAGA PAUD DALAM PENDIDIKAN BERBASIS KELUARGA

(PARENTING POSITIF UNTUK KELUARGA)

Disusun Oleh :
Dr. Kusnida Indrajaya, M.Si

PALANGKA RAYA
2015

A. Parenting
Parenting merupakan topik yang penting jika berbicara mengenai hubungan
antara orang tua dan anak. Pentingnya parenting akan terlihat dari pengaruh pola
pengasuhan yang diterapkan orang tua terhadap anak. Fenomena yang kerap terlihat yaitu
bahwa perbedaan pola pengasuhan yang diterapkan orang tua, baik dalam pengawasan
maupun kehangatan, akan memberikan pengaruh yang berbeda pula pada berbagai aspek
dari perkembangan anak. Penting bagi orang tua untuk dapat menerapkan pola
pengasuhan yang tepat, sebab cara orang tua mengasuh anak akan sangat berhubungan
dengan bagaimana perasaan anak tentang dirinya dan bagaimana anak berelasi dengan
orang lain (Martin&Colbert, 1997)
Istilah parenting secara umum diartikan sebagai pengasuhan, meskipun arti
dari parenting sendiri lebih luas,. Parenting adalah suatu rangkaian interaksi
berkelanjutan diantara orang tua dan anak, yaitu sebuah proses yang menyebabkan
perubahan pada kedua belah pihak. Menurut definisi, parenting melibatkan proses
melahirkan, melindungi, mengasuh dan membimbing anak-anak (martin&Colbert, 1997).
Orang tua sebagai figure memegang peran penting dalam proses pengasuhan
dituntut untuk terus mendukung dan memelihara pertumbuhan anak tidak hanya secara
fisik, namun yang terpenting juga membentuk kelekatan emosional dan ikatan psikologis
dengan anak (Brooks,19891) Parenting sendiri merupakan proses yang kompleks.
Keunikan karakteristik dari orang tua dan anak serta lingkungan akan menentukan
bagaimana mereka akan saling mempengaruhi satu sama lain selama rentang kehidupan
(Martin &Colbert, 1997)

Pada anak, salah satu faktor yang sangat penting dalam proses pengasuhan yang
efektif diterapkan bagi anak usia tertentu, mungkin tidak akan berhasil terhadap anak di
usia selanjutnya, sehingga akan berpengaruh pula pada tugas pengasuhan dan harapan
orang tua terhadap anak. Sedangkan pada orang tua, beberapa faktor penting yang dapat
berpengaruh terhadap proses pengasuhan tersebut adalah gender (ibu dianggap memiliki
hubungan yang paling dekat dengan anak), sejarah masa kecilnya dan beliefs orang tua
(Martin&Colbert, 1997)
Sejarah perkembangan orang tua (termasuk masa kecilnya) tersebut akan
mempengaruhi perilakunya dalam mengasuh anak, orang tua membawa ide-ide mereka
sendiri tentang bagaimana anak-anak berkembang, belajar dan berespon terhadap proses
parenting. Keyakinan/beliefs ini merupakan fondasi kognitif bagi proses pengasuhan.
Keyakinan tentang sifat anak-anak dan peran orang tua mulai terbentuk di masa kecil,
tetapi bentuk dan isinya dapat berkembang selama rentang hidup seseorang. Beliefs orang
tua itu penting karena akan mempengaruhi nilai-nilai dan perilaku mereka dalam
membesarkan anak (Martin&Colberrt, 1997).
Kini, upaya intervensi terhadap orang tua yang umumnya lebih di fokuskan
pada pengetahuan dan keterampilan saja tidaklah cukup. Menurut Coleman dan Karraker
(1997),untuk mengoptimalkan proses pengasuhan para ibu dan ayah perlu belajar untuk
meyakini kemampuan mereka sendiri, ketika orang tua menginteralisasikan kesadaran
akan kompetensi dalam perannya, faktor kepuasan dan kesenangan dalam pengasuhan
akan dapat dicapai bahkan dibawah kondisi lingkungan yang sulit sekalipun (Coleman &
Karraker, 1997).

Secara umum (Coleman & Karraker, 1997) menyimpulkan bawa orang tua
dengan keyakinan yang kuat dalam kemampuan parenting mereka juga terlibat dalam
perilaku parenting positif dan sebaliknya.
Parenting self-efficacy didefinisikan sebagai penilaian orang tua terhadap
kompetensi dirinya dalam peran sebagai orang tua atau persepsi oarng tua tentang
kemampuan mereka untuk secara positif mempengaruhi perilaku dan perkembangan
anak-anak mereka (Coleman&Karraker, 2000).Dengan demikian bahwa individu dengan
tingkat Parenting self-efficacyyang tinggi mampu mengarahkan anak-anaknya melewati
tahapan-tahapan perkembangan yang mereka hadapi tanpa masalah serius, sebaliknya,
individu dengan tingkat Parenting self-efficacy rendah mungkin berjuang untuk
menghadapi tuntutan keluarga serta beresiko mengalami stress dan defresi (Copmi,
2011).
Menurut Coleman dan Karraker (2000), ada 5 dimensi dari Parenting selfefficacy yakni :
1. Pencapaian anak di sekolah (Achievement)
Orang tua dapat mempengaruhi proses belajar anak dengan terlibat dalam kegiatan
sekolah anak, memotivasi mereka untuk berprestasidan memberi panutan sikap yang
baik dalam belajar. Orang tua dengan anak usia sekolah memiliki tugas untuk
memfasilitasi perkembangan kognitif anak seperti dengan memberikan kebebasan
pada anak untuk bereksplorasi, menyediakan fasilitas belajar, menunjukan
ketertarikan terhadap sekolah anak, menjadi penasehat akademik anak dan
mendorong anak untuk berkreativitas.

2. Kebutuhan rekreasi anak termasuk bersosialisasi dengan peers (Recreation).


Usia anak-anak mulai mengalami dorongan untuk membentuk dan memelihara
hubungan dengan teman sebaya, melakukan komunikasi dan interaksi social dengan
orang lain, maka dari ituperan orang tua adalah memfasilitasi kebutuhan sosialisasi
anak, namun tetap harus memperhatikan kemungkinan agresi dan bullyingyang
menjadi isu penting dalam kehidupan sosial anak. Menurut Coleman dan
Karrater(2000), secara spesifik kompetensi yang perlu dimiliki oleh orang tua antara
lain kemampuan untuk mengatur interaksi dengan teman sebaya, memfasilitasi
keikutsertaan anak dalam kegiatan rekreasi, terlibat bermain bersama anak,
menunjukan ketertarikan terhadap rekreasi anak.
3. Penepatan disiplin (Discipline)
Kompetensi yang perlu dimiliki orang tua dalam hal ini antara lain adalah
kemampuan untuk membuat aturan yang sesuai dengan usia anak, memiliki
ketertarikan dalam disiplin, bertanggung jawab terhadap disiplin anak, menegakan
aturan, menggunakan teknik yang sesuai denganusia anak dan tidak kasar dalam
memperbaiki tingkah laku anak.
4. Pengasuhan secara emosional (Nurturance)
Sering bertambahnya usia, anak akan semakin peka dengan perasaan mereka dan
orang lain. Mereka akan semakin peka dalam ekspresi dan emosi yang diterima oleh
budaya dan lingkungannya. Dalam hal ini kompetensi yang diperlukan orang tua
adalah : kepekaan terhadap kebutuhan anak, dapat memberikan kehangatan secara
emosional, kesadaran dan minat akan perasaan anak, kemampuan mengekspresikan

perasaan sendiri, kemampuan untuk mendengarkan anak dengan penuh perhatian, dan
mendorong kebebasan anak.
5. Pemeliharaan kesehatan fisik anak (Health)
Dalam hal ini orang tua perlu memiliki kemampuan untuk menyediakan nutrisi yang
tepat, perawatan kesehatan preventif dan korektif yang tepat waktu, deteksi tandatanda penyakit pada anak, mendukung pemeliharaan kebersihan, mendorong anak
untuk memiliki waktu tidur yang cukup, serta mendorong anak untuk melakukan
outdoor activity.
Menurut Jerome Kagan, psikolog perkembangan mendefinisikan pengasuhan
(parenting) sebagai serangkaian keputusan tentang sosialisasi pada anak, yang mencakup
apa yang harus dilakukan oleh ortang tua/ pengasuh agar anak mampu bertanggung jawab
dan memberikan kontribusi sebagai anggota masyarakat termasuk juga apa yang harus
dilakukan orang tua ketika anak menangis, marah, berbohong, dan tidak melakukan
kewajiban dengan baik.Selanjutnya Berns dan Brooksmendefinisikan pengasuhan
sebagai sebuah proses yang merujuk pada serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan
orang tua untuk mendukung perkembangan anak.
Dengan demikian konsep pengasuhan mencakup beberapa pengertian pokok
antaralain, pengasuhan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan
anak secara optimal baik secara fisik, mental maupun social. Pengasuhan merupakan
proses interaksi yang terus menerus antara orang tuadengan anak. Dan parenting sebagai
upayan sebuah upaya interaksi dan sosialisasi tidak bias dilepaskan dari social budaya
dimana anak dibesarkan.

B. Fungsi Parenting
Parenting mempunyai fungsi yang penting dalam tumbuh kembang anak
sehingga anak merasa bahwa orang tua selalu ada disaat anak membutuhkan. Ada empat
fungsi utama parenting, yakni : Membentuk kepribadian anak, Membentuk karakter anak,
Membentuk kemandirian anak, dan Membentuk akhlak anak.
1. Membentuk pola kepribadian anak
Pola asuh yang diberikan orang tua kepada anak akan mempengaruhi proses
pembentukan kepribadian anak. Anak yang hidup di dalam kelauraga dengan pola
asuh demokratis akan membentuk kepribadian anak yang baik, sedangkan anak yang
hidup dengan pola asuh otoriter akan terbentuk dengan kepribadian keras dan
pemberontak.
2. Membentuk karakter anak
Pembentukan karakter anak sangat dipengaruhi pola asuh yang diberikan orang tua.
Anak yang berkarakter baik tumbuh di dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan
memiliki jalinan komunikasi dua rah.
3. Membentuk kemandirian anak
Anak yang tumbuh dengan kemandirian diperoleh dari cara pengasuhan orang tua
yang mengasah kemandiriannya sejak dini. Misalnya anak diajarkan makan sendiri,
melakukan kebutuhan pribadinya sendiri dengan pengawasan dan diberikan
kesempatan untuk mengemukakan pendapat.
4. Membentuk akhlak anak
Akhlak yang baik dapat terbentuk dari cara pengasuhan orang tua yang
memperkenalkan agama, kesopanan, budi pekerti, dan tingkah laku yang baik sejak

dini. Anak cenderung memperhatikan tingkah laku orang tua serhari-hari dan
menirunya, maka dari itu keteladan orang tua sangatlah penting dalam membentuk
akhlak anak.

C. Pola asuh / parenting


Beberapa pola asuh yang sering mempengaruhi pola perkembangan anak
adalah :
1. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu
mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola sauh ini bersikap rasional,selalu
mendasari tindakan dengan rasio dan bersikap realistis terhadap kemampuan anak.
2. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti anak,
biasanya dibarengi dengan ancaman ancaman, orang tua suka menghukum dan
memaksakan kehendak kepada anak, sehingga anak merasa tertekan karena
melakukan sesuatu secara terpaksa.
3. Pola Asuh Permisif atau Pemanja
Pola asuh ini, biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar, memberikan
kesempatan pada anak untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup.
Orang tua cenderung tidak menegur dan memperingatkan apabila sedang dalam
kesalahan atau bahaya dan menyerahkan anak untuk menyelesaikan keputusan

4. Pola Asuh Tipe penelantar


Pola asuh ini, Memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya,
waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi sehingga anak cenderung
terlalu bebas dan sulit dikendalikan.

D. Komunikasi dalam parenting


Komunikasi yang terjalin antara ibu dan ayah dengan anak sering kali tidak
berjalan selaras. Padahal, ketidakselarasan komunikasi ini selanjutnya dapat berdampak
pada perilaku anak di masyarakat. Anak bisa mencari pelarian yang salah di luar rumah
(lingkungan) karena anak merasa ibu dan ayahnya tidak dapat mengerti permasalahan
yang dihadapinya. Ketidakselarasan komunikasi antara ibu-ayah dan anak biasanya
disebabkan adanya perbedaan dunia anak dengan dunia orang dewasa. Tentunya bukan
anak yang harus menyesuaikan, melainkan ibu-ayahlah yang seharusnya memahami.
Sebelumnya mari kita lihat sebuah data survei yang menggemparkan dari
KOMNAS Perlindungan Anak Indonesia terhadap anak-anak SMP dan SMU di 12 kota
besar di indonesia, tahun 2007 tentang perilaku menyimpang pada remaja. Dari 4.500
anak SMP dan SMU, 3.000 di antaranya mengaku sudah tidak perawan! Bahkan, ada
pula (21,2%) yang pernah menggugurkan kandungan!
Para pakar pendidikan menyimpulkan, sebagian besar hal ini terjadi awalnya
disebabkan oleh kurangnya komunikasi ibu-ayah dengan anak sejak usia dini, yang
kemudian terkumpul dan membesar. Pengakuan dari salah seorang anak mengungkap
bahwa mereka melakukan hal itu tanpa sepengetahuan orangtuanya, selain itu beberapa
melakukannya karena merasa kurang diperhatikan oleh orangtuanya. Kurangnya

komunikasi antara ibu-ayah dengan anaknya membuat anak merasa kurang diperhatikan
sehingga mereka mencari sumber perhatian dan kasih sayang yang lain.
Sebagai orangtua, kita merasa sudah memberikan perhatian dan kasih sayang
cukup. Sering kali kita tidak mau menyadari kesalahan kita dan cenderung lebih
menyalahkan anak atas perbuatannya tersebut. Hingga akhirnya bisa berakibat fatal dan
hal ini tentu akan sangat merugikan kita maupun anak.
Secara umum komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau pertukaran katakata/gagasan dan perasaan, di antara dua orang atau lebih. Pada anak usia dini, berbicara
adalah salah satu contoh dari bentuk komunikasi. Contoh lainnya, seorang bayi berusia 3
bulan menangis keras, ibunya datang menghampiri dan memeriksa popok bayi yang
ternyata basah. Tangisan si bayi merupakan bahasa komunikasi yang digunakannya untuk
menyampaikan pesan.
1. Karakteristik anak usia dini dalam berkomunikasi :
a. Anak berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan isyarat tubuhnya.
Kata-kata pertama merupakan cara seorang anak untuk menyampaikan pesan
kepada orang lain, biasanya dianggap sebagai proses perkembangan bahasa yang
dipengaruhi oleh kematangan kecerdasan yang ditandai dengan kemampuan anak
usia dini untuk menyusun kata dalam berbicara.
b. Kemampuan bahasa anak terus didorong untuk membantu anak dalam
mengungkapkan keinginan dan menjalin hubungan dengan orang lain.
2. Keterampilan berkomunikasi orang tua
Dengan melakukan komunikasi maka orang tua akan mampu:
a. Mengenali anak-anak dengan lebih baik lagi

10

b. Mengetahui keinginan dan minat anak;


c. Dapat menjelaskan suatu pengetahuan, nilai agama, nilai moral, nilai sosial pada
anak dengan cara yang lebih mudah;
d. Menjadi lebih percaya diri dalam berkomunikasi sehingga menjadi berhasil guna.
e. Pentingnya komunikasi bagi anak usia dini:
f. Mampu mengembangkan kecerdasan bahasa.
g. Mampu belajar tentang pengetahuan sekitarnya.
h. Mampu membangun kecerdasan sosial emosional.
i. Mampu menjalin hubungan kekeluargaan, mengembangkan kepercayaan diri dan
harga diri anak.
j. Mampu meningkatkan kecerdasan berpikir anak untuk membedakan benar salah.
k. Mengembangkan kepedulian terhadap lingkungan dan alam sekitar.
l. Mengenalkan pada Tuhan Maha Pencipta.
m. Sebagai alat untuk menyelesaikan masalah.
3. Bentuk-Bentuk Komunikasi Berdasarkan Cara Pengasuhan Orangtua
a. Bentuk Komunikasi Otoriter (Memaksakan Kehendak)
Saat anak usia dini berkomunikasi, berbincang, maupun berdebat dengan kita,
sering kali seorang anak merasa kesal, marah, dan berakhir dengan keterpaksaan
anak menerima pendapat kita. Ini disebabkan sering kali anak dianggap sebagai
orang yang tak tahu apa-apa dan harus menurut apa kata dan kehendak kita. Hal
tersebutlah yang membuat anak enggan berkomunikasi dengan kita, karena
sudah dapat diketahui hasil akhirnya: anak harus menuruti kehendak ibu dan

11

ayahnya. Inilah bentuk komunikasi otoriter yang tidak disukai anak usia dini.
Ciri-cirinya saat sedang menjalin komunikasi bisa dilihat sebagai berikut :
1) Lebih banyak bicara daripada mendengar, ini merupakan sifat kebanyakan ibu
dan ayah. Kita merasa lebih mengerti dan lebih berpengalaman daripada anak
kita. Padahal ini dapat membuat anak putus asa dan enggan menjalin
komunikasi yang lebih baik dengan kita.
2) Cenderung memberi nasihat dan arahan, tanpa memedulikan perbedaan masa
lalu kita dengan masa anak
3) Tidak mau mendengar dan memahami dahulu masalah yang dialami anak. Hal
ini biasanya lebih dikarenakan keterbatasan waktu yang kita miliki, sehingga
kita enggan berlama-lama mendengarkan masalah anak kita.
4) Tidak memberi kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pendapat.
Kita cenderung merasa paling tahu dan paling benar daripada anak.
5) Selalu menyalahkan anak. Jika anak melakukan kesalahan, kita tidak meminta
penjelasan mengapa ia melakukan hal itu dan mengapa ia tidak boleh
melakukan hal itu.
b. Bentuk Komunikasi Demokratis (Saling Menghargai)
Kita harusnya mampu menjadikan saat berkumpul dan berbincang dengan keluarga
sebagai saat yang berkesan bagi anak, meski itu hanya beberapa menit dalam sehari.
Yang perlu kita pahami adalah setiap anak memiliki keinginan untuk dihargai dan
pendapat yang mungkin berbeda.
Hal-hal yang bisa ibu dan ayah lakukan dalam menciptakan komunikasi yang
berkesan dengan anak, antara lain :

12

1) Anggap anak sebagai teman. Berikan perhatian dan kasih sayang pada saat ia
menceritakan kisahnya, berikan tanggapan selayaknya seorang teman dan
bukan sebagai orangtua yang mengatur hidup anaknya.
2) Puji keberhasilan-keberhasilan kecil yang telah dilakukan anak. Hal ini akan
membuat anak merasa dihargai dan bisa membuat bangga keluarga, juga dapat
menumbuhkan rasa percaya dirinya.
3) Hargai apa yang telah dilakukannya pada kita. Mungkin hanya sekadar
perbuatan kecil, seperti mengembalikan mainan pada tempatnya, menata
sepatu di raknya, dan sebagainya.
4) Gunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak, bila perlu kita cari
ungkapan yang paling sederhana agar ia dapat menangkap maksud tanpa salah
mengartikan perkataan kita. Selain itu, gunakan kata-kata yang menarik saat
berbicara dengannya dan sertai dengan canda-canda kecil agar ia tidak merasa
tertekan.
5) Yakinkan pada anak, kita bisa diandalkan. Tentu tidak hanya sebatas kata-kata,
melainkan harus diwujudkan dengan perbuatan. Jadilah kita sebagai ibu dan
ayah yang dapat diandalkan dan selalu ada di saat-saat ia sedang
membutuhkan bimbingan, dorongan atau hanya sekadar pujian.
6) Ungkapkan dengan perbuatan. Adakalanya komunikasi tidak terjalin melalui
kata-kata namun tidak berarti komunikasi tidak terjalin. Untuk menunjukkan
kasih sayang bisa diungkapkan melalui sentuhan, memeluk, membelai,
menatap dengan lembut ataupun mencium. Hal ini bisa membuat anak merasa
disayang dan diperhatikan.

13

c.

Bentuk Komunikasi Permisif (Membiarkan)


Kita cenderung membiarkan anak, tidak peduli, dan kurang sekali terlibat saat
berkomunikasi dengan anak. Biasanya kita kurang menggunakan hak kita untuk
membuat aturan dan cenderung menerapkan hukuman pada anak, namun tidak
membimbing dan memberikan peran anak dalam keluarga.

4. Tips Berkomunikasi dengan Anak


Berkomunikasi dengan anak usia dini berbeda dari berkomunikasi dengan remaja
maupun orang dewasa. Pemikiran anak cenderung lebih sederhana, konkret (nyata),
penuh khayal, kreatif, ekspresif, aktif, dan selalu berkembang. Untuk itu, ibu dan ayah
harus dapat menyesuaikan cara berkomunikasinya dengan anak-anak (bukan anak-anak
yang harus menyesuaikan dengan ibu dan ayahnya). Dalam bahasa lain, kita menerapkan
komunikasi demokratis atau yang saling menghargai. Untuk membuat anak usia dini
merasa nyaman saat berkomunikasi dengan orang tua, upayakanlah menerapkan hal-hal
berikut:
a. Dengarkan apa yang diceritakan anak dan pancing untuk lebih banyak bercerita. Ia
senang sekali menceritakan pengalaman-pengalaman yang baru dilaluinya dan ia
akan bersemangat bercerita, jika ibu-ayah mendengarkan dan tertarik dengan apa
yang diceritakannya.
b. Saat anak sedang menceritakan sesuatu, fokuskan perhatian pada ceritanya. Hentikan
sejenak kegiatan yang orang tua lakukan, ajak ia mendekat dan dengarkan dengan
saksama. Jika perlu, beri sedikit tanggapan.

14

c. Ulangi cerita anak untuk menyamakan pengertian, karena mungkin bahasa anak
berbeda dengan bahasa kita, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam
memahami cerita anak.
d. Bantu anak mengungkapkan perasaannya dengan bertanya. Jika ananda masih
bingung tentang apa yang dirasakannya, apa yang membuatnya sedih atau
gembira, maka dengan meminta ia bercerita akan membuatnya merasa
diperhatikan.
e. Bimbing anak untuk memutuskan sesuatu yang tepat. Jelaskan akibat apa yang
akan terjadi jika ia mengambil suatu keputusan, jelaskan sebab dan akibat dari
keputusan itu secara sederhana agar mudah dimengerti olehnya.
f. Emosi anak yang masih belum stabil membuat ia mudah marah. Tunggu sampai ia
tenang, baru dekati dan tanyakan apa yang mengesalkan hatinya. Jangan sampai
membuat ananda merasa sedang diabaikan atau tak diacuhkan.
g. Saat berkomunikasi dengan anak usia dini, ibu dan ayah tak perlu malu, misalnya
harus berperan sebagai badut di depan anak, jika dengan cara itu anak akan lebih
bisa memahami dan mengerti apa yang ibu-ayah maksudkan.
Komunikasi dengan anak yang dijalin sejak dini dapat memudahkan dalam
mendidik dan mengarahkan anak usia dini. Dalam berkomunikasi orang tua perlu
menghindari beberapa hal yakni :Memerintah, Menyalahkan, Meremehkan,
Menasehati Membandingkan, Membohongi Memberi julukan negative, Menghibur
Mengancam Mengkritik, Menyindir, Menyelidik

15

Sedangkan yang mesti dilakukan dalam berkomunikasi dengan anak adalah


sebagai berikut :
a. Membaca bahasa isyarat tubuh (perilaku anak).
b. Mendengarkan ungkapan perasaan anak.
c. Mendengarkan aktif.
d. Membangun anak dalam hubungan sosialnya dan kepercayaan dirinya..
e. Menggunakan pesan sayang.
f. Menggunakan kata motivasi
g. Membiasakan mengucapkan kata terima kasih, permisi, maaf dan minta
tolong pada anak sesuai dengan kejadiannya.
h. Mengembangkan pertanyaan terbuka.
i. Menggunakan kata-kata yang benar.
j. Memberikan contoh perbuatan dari orangtua.
Apa pun yang didengar dan dilihat oleh anak usia dini, merupakan rangsangan
yang akan diolah dan disimpan dalam ingatannya. Oleh karena itu lingkungan keluarga
yang merupakan pondasi awal tempat tumbuh kembang anak harus mampu memberikan
contoh yang nyata yang baik dan pantas untuk jadi panutan dan hindari penggunaan katakata yang tidak layak didengar maupun sikap yang tidak layak dilihat olehnya. Untuk itu,
dalam berkomunikasi dengan anak, orang tua harus memerhatikan karakter anak usia
dini, agar komunikasi menjadi berhasil guna. Komunikasi harus dibina sedini mungkin
dan dilandasi oleh pengertian dari orang tua. Tentunya, komunikasi yang dapat dilakukan
tidak hanya sebatas pada percakapan semata, tetapi juga bisa diwujudkan melalui
perbuatan, seperti sentuhan, belaian, ciuman, perhatian, dan kata-kata positif.

16

Aturan yang konsisten merupakan bentuk komunikasi tidak langsung, yang


berperan dalam proses pembiasaan anak selanjutnya. Jadi, orang tua harus menjaga
konsistensi tentang aturan yang disepakati dan pembiasaan yang dilakukan bersama
anak. Jika kesepakatan aturannya tidak boleh, maka kita pun tidak boleh
melakukannya. Ingatlah, pada dasarnya anak hanya ingin merasa diperhatikan dan
disayang oleh orangb tuanya. Komunikasi kita yang berkualitas pada anak usia dini
akan membuat mereka mampu mengenal dan membedakan benar salah, memudahkan
dalam mengetahui akar persoalan, serta memberikan kepentingan yang terbaik untuk
anak. Harapannya, di masa yang akan datang, anak tidak salah dalam memilih
pergaulan di luar rumah dan tidak mencoba-coba sesuatu yang membahayakan, baik
bagi dirinya maupun lingkungannya.
5. Parenting dalam pendidikan anak
Pola pengasuhan atau parenting yang tepat akan menjadikan anak-anak para
generasi lebih siap dalam menghadapi tantangan kehidupannya. Kegiatan parenting
bukan hanya terbatas di lakukan di rumah atau lingkungan keluarga tetapi juga dapat
dilakukan di sekolah terutama di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Dalam kegiatan pendidikannya anak tidak dilepas begitu saja, dittipkan dengan guru
dalam beberapa waktu di sekolah, tetapi sebaiknya kegiatan pendidikan di sekolah
tetap melibatkan orang tua melalui kegiatan parenting di sekolah, sehingga anak tetap
merasa dekat dan diperhatikan orang tua. Karena tidak sedikit anak yang defresi
karena sekolah dan mengikuti berbagai kegiatan di sekolah yang menyita banyak
waktu dari kesehariannya. Maka alangkah baiknya jika kegiatan sekolah dapat
melibatkan peran orang tua.

17

Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat


dan pemerintah. Keluarga sebagai lembaga pendidikan informal dilindungi dalam
undang-undangSistem Pendidikan Nasional. Menurut Ki Hadjar Dewantara, keluarga
adalah lingkungan pendidikan pertama dan utama. dengan demikian peran keluarga
dalam pendidikan tidak dapat tergantikan sekalipun anak telah dididik di lembaga
PAUD. Untuk itu, keluarga harus memiliki kemampuan dalam melaksanakan proses
peningkatan gizi dan kesehatan perawatan, pengasuhan pendidikan dan perlindungan.
Masih banyak kenyataan yang terjadi dimasyarakat, adanya orang tua yang
masih mempunyai pola pikir bahwa pendidikan itu sepenuhnya tanggung jawab
lembaga pendidikan. Seringkali orang tua menumpunyai harapan terlalu tinggi
terhadap lembaga pendidikan sehingga berani membayar dengan biaya tinggi. Dan
menuntut lembaga pendidikan harus berbuat seperti yang dikehendaki sehingga dan
kecewa jika hasil lembaga pendidikan tidak seperti harapannya.
Fenomena keliru ini harus diluruskan agar tanggung jawab tinggi muncul
dalam keluarga sehingga orang tua juga berperan sebagai pendidik di rumah, oleh
karena itu diperlukannya kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
keluarga agar mereka dapat memberikan dukungan kepada anak usia dini secara
optimal. Keselarasan pendidikan yang dilaksanakan di lembaga PAUD dan dirumah
di akui sebagai salah satu factor penentu keberhasilan pendidikan anak secara
menyeluruh. Oleh karena itu penting kiranya lembaga PAUD memfasilitasi
penyelenggaraan program PAUD berbasis keluarga sebagai upaya keselarasan dan
keberlanjutan antara pendidikan yang dilakukan lembaga dan pendidikan yang
dilakukan dirumah.

18

Memahami pentingnya kesesuaian program pengasuhan anak dirumah dan


kegiatan pembelajaran dilembaga PAUD, maka diharapkan setiap lembaga PAUD
memfasilitasi dengan penyelenggaraan program pendidikan ke orangtuaan atau
parenting atau PAUD berbasis keluarga yang merupakan pemberdayaan untuk
memperkuat peran keluarga sebagai lingkunganyang paling berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Keluarga adalah unit social terkecil di masyarakat yang terbentuk atas dasar
komitmen untuk mewujudkan fungsinya. Sementara PAUD Berbasis Keluarga adalah
upaya pendidikan yang dilaksanakn oleh keluarga dengan memanfaatkan sumbersumber yang tersedia dalam keluarga dan lingkungan sekitar yang berbentuk kegiatan
belajar secara mandiri.
Program penguatan PAUD berbasis keluarga (Parenting) adalah program
dukungan yang diujukan kepada orang tua agar anggota keluarga lain agar semakin
memiliki kemampuan dalam mengasuh, merawat dan melindungi anak.
Tujuan diadakannya kegiatan parenting.
1. Meningkatkan kesadaran orang tua sebagai pendidik utama dan pertama,
2. Meningkatkan pengetahuan, skil dan sikap orang tua dalam melakukan perawatan
dan perlindungan
3. Meningkatkan dukunganorang tua/ keluarga dalam proses PAUD di lembaga
PAUD maupun lingkungan. Meningkatkan mutu pelaksanaan PAUD Berbasis
Keluarga yang mencakup perawatan, pengasuhan, perlindungan, dan pendidikan.

Sasaran kegiatan parenting adalah orang tua/ keluarga yang anaknya


mengikuti pendidikan din lembaga PAUD, (TK, KB, TPA, pos PAUD, SPS ), orang

19

tua/ keluarga yang memiliki anak usia dini serta calon orang tua dan pihak lain yang
berminat.
Bentuk

kegiatan

parenting

kelompok

orang

tua(KPO)adalah

wadah

komunikasi bagi orang tua untuk saling berbagi info dan pengetahuan tentang
bagaimana melaksanakn pendidikan anak usia 0-6 tahun di rumah. Tujuannya
parenting adalah Peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan keinginan dan
kesiapan orang tua / keluarga dalam melaksanak PAUD. Bentuk kegiatan adalah
curah pendapat, sarasehan, simulasi, konsultasi, temu acara dan belajar keterampilan
tertentu.
Ada beberapaJenis program parenting yang dapat dilaksanakan untuk lembaga
PAUD Sbb :
1. Parents Gathering
Adalah pertemuan orang tua dengan pihak lembaga PAUD yang difasilitasi oleh
panitia program parenting guna membicarakan tentang program lembaga Paud dalam
hubungannyadengan bimbingan dan pengasuhan anak di keluarga dalam rangka
menumbuhkembangkan anak secara optimal. Materi dalam pertemuan dalam
berbagai hal tentang kebutuhan tumbuh kembang anak, misalnya: tentang gizi dan
makanan, kesehatan pendidikan karakter, penyakit pada anak dan sebagainya.

2. Foundation Class
Adalah pembelajaran bersama anak dengan orang tua di awal masuk sekolah dalam
rangka orientasi dan pengenalan kegiatan sekolah. Dilaksanakan pada mingguminggu pertama anak-anak mulai masuk sekolah di tahun ajaran baru.
3. Seminar

20

Adalah kegiatan dalam rangka program parenting, yang dapat dilaksanakan dalam
bentuk kegiatan seminar. Misalnya dengan mengundang tokoh atau praktisi PAUD
yang kompeten, pakar dongeng, phisikolog.
4. Hari konsultasi
Adalah dengan kegiatan pertemuan konsultasi untuk orang tua yang dapat disediakan
atau dibuka oleh lembaga PAUD. Jumlah hari yang disediakan sesuai dengan tinggi
rendahnya kasus atau jumlah orang tua yang melakukan konsultasi.
5. Field Trip
Adalah darmawisata, kinjungan wisata, atau kunjungan ke tempat-tempat yang
menunjang kegiatan PAUD.kegiatan kunjungan dilakukan bersama orang tua.
Misalnya kunjungan ke museum, Bandar udara, pelabuhan dan tempata lain sesuai
tema perjalanan.
6. Home Activities
Adalah aktivitas di rumah di bawa ke sekolah, yaitu membawa orang tua untuk
menginap di sekolah, bias dengan melakukan kegiatan perkemahan

dilapangan

apabila di sekolah. Kegiatan yang dilaksanakan adalah bimbingan bagaimana


kegiatan di rumah yang baik untuk mendidik anak, dan menciptakan situasi yang
kondusif untuk anak diruumah.
7. Cooking and The Spot
Adalah anak-anak belajar menyiapkan masakan, menyajikan makanan dengan
bimbingan guru atau bersama dengan orang tua.
8. Bazaar day
Adalah menyelenggarakan bazaar di lembaga PAUD, anak-anak menampilkan
karyanya yang dijual pada orang tua atau umum.
9. Mini zoo
Adalah menyelenggarakan kebun binatang mini di sekolah, yaitu anak-anak
membawa binatang kesayangannya atau binatang peliharaannya di rumah ke lembaga
PAUD.
10. Home Education Video

21

Adalah mengirimkan rekaman kegiatan pembelajran anak di lembaga PAUD pada


orang tua dalam bentuk kepingan CD/DVD, agar dapat disaksikan dan dipelajari juga
di rumah.

22

Anda mungkin juga menyukai