Anda di halaman 1dari 24

1.

Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Reaksi Enzim


1.1
Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivasi enzim amilase
Untuk memperlihatkan kecepatan reaksi enzimatik sampai suhu

tertentu sebanding dengan kenaikan suhu


Mengetahui suhu optimum untuk reaksi enzimatik

1.2

Landasan Teori

Enzim adalah protein-protein yang mengatur perubahan kimia dalam


tubuh atau disebut juga biokatalisator yang mempercepat reaksi tanpa
ikut bereaksi di dalamnya. Jadi produk yang dihasilkan dalam suatu reaksi
tidak mengandung enzim. Enzim memiliki sifat yang spesifik, artinya
enzim hanya akan bekerja pada substrat-substrat tertentu atau tidak
semua reaksi kimia yang ada dalam tubuh dipercepat oleh satu enzim
tersebut, melainkan sesuai dengan reseptor-reseptor yang dikenali oleh
enzim tersebut.
Aktivitas enzim didefinisikan sebagai

kecepatan pengurangan

substrat atau kecepatan pembentukan produk pada kondisi optimum.


Aktivitas

enzim

dipengaruhi

oleh

beberapa

faktor,

yaitu

suhu,

konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, dan pH. Enzim akan bekerja lebih
cepat pada suhu, kosentrasi dan pH optimal enzim tersebut. Semakin
tinggi suhu yang diberikan maka semakin cepat enzim bekerja sampai
pada titik optimum suhu untuk enzim tersebut. Reaksi kimia umumnya
akan berlangsung dua kali lebih cepat pada setiap kenaikan suhu 10 ,
sampai pada suhu 35

- 60 . Jika enzim dinaikkan melebihi batas

optimum suhu tersebut, maka

enzim akan mengalami denaturasi

sehingga merusak fungsi katalisatornya yang mengakibatkan enzim tidak


akan bekerja. Sedangkan pada suhu di bawah suhu optimum, enzim tidak
akan bekerja optimal karena dalam keadaan tersebut tidak terjadi
benturan antara molekul enzim dan molekul substrat yang berarti tidak
berlangsungnya suatu reaksi dan tidak terbentuknya produk.

Suhu yang sangat rendah akan menyebabkan terhentinya kerja


enzim secara reversible, karena dalam keadaan tersebut tidak terjadi
benturan antara molekul enzim [E] dan substrat. Karena benturan tidak
terjadi maka komplek E-S yang sangat penting pada reaksi enzimatik tidak
terjadi, hal ini secara otomatis menghambat terjadinya produk [P].
Kerja enzim akan semakin meningkat apabila suhu dinaikan. Hal ini
terjadi karena kenaikan suhu meningkatkan benturan antara enzim dan
substrat. Kenaikan ini terjadi sampai pada suhu tertentu, suhu ini disebut
dengan suhu optimum.
Apabila suhu lebin tinggi dari suhu optimum, maka enzim akan
terdenaturasi dan tidak akan mampu menghasilkan produk, walaupun
benturan antara enzim dan substrat semakin sering terjadi. Denaturasi
enzim dapat terjadi secara irreversible, apabila suhu kerja enzimatik jauh
melampaui suhu optimum.
Pati/amilum akan terhidrolisis menjadi maltosa, apabila diberi enzim
amilase. Untuk mengetahui keberadaan karbohidrat dalam amilum, maka
diberikan larutan iodium. Amilum akan berwarna biru seteah diberi larutan
iodium, apabila terdapat karbohidrat di dalamnya.
1.3

Alat dan Bahan


Alat
1. Spektrofotometer 680 nm
2. 8 buah tabung reaksi
3. 1 buah rak tabung reaksi
4. Pipet mikrometer
Bahan
Spektrofotometer
1. Amilase
air

liur,

pengenceran
2. Larutan pati 0,4 mg/mL
3. Pereaksi iodium
4. Aquades
1.4

Cara Kerja

50x

1. Siapkan 8 buah tabung reaksi (4 tabung Abs blanko dan 4


tabung Abs Sampel)
2. Isilah setiap tabung reaksi dengan 1 ml pati 0,4 mg/mL
3. Inkubasi 2 tabung (1 tabung Abs blanko dan 1 tabung Abs
Sampel) pada setiap suhu 0oC, 25oC, 37oC, dan 100oC selama 5
4.
5.
6.
7.
1.5

menit
Tambahkan 200 uL liur (50x) pada setiap tabung sampel
Setelah 1 menit tambahkan semua tabung dengan iodium 1 mL
Berikan 7 mL akuades pada setiap tabung
Baca serapan warna yang ditunjukkan oleh spektrofotometer
680 nm
Hasil Percobaan

Tabel hasil percobaan

Suhu

Abs Blanko

Abs Sample

V (unit/menit)

0oC

0,209 A

0, 152 A

0,057

25oC

0,191 A

0, 095 A

0,096

37oC

0, 304 A

0,202 A

0,102

100oC

0,222 A

0, 165 A

0,057

Diagram hasil percobaan dengan spertrofotometer

Pengaruh suhu terhadap kerja enzim


0.12

0.1

0.1

0.1
0.08

V (unit/menit)

0.06 0.06

0.06

0.04
0.02
0
0oC

1.6

25oC

37oC

100oC

Pembahasan

Aktivitas enzim atau kerja enzim salah


satunya dipengaruhi oleh suhu, pada suhu
terlalu rendah enzim tidak akan bekerja otimal
sedangkan pada suhu terlalu tinggi, enzim akan
terdenaturasi

yang

menyebabkan

fungsi

katalisatornya hilang. Semakin tinggi suhu yang


diberikan maka kecepatan reaksi semakin cepat
sampai pada titik optimum suhu tersebut. Pada percobaan enzim amilase
ini, suhu 0

kecepatan reaksinya adalah 0, 057 unit/ menit, sedangkan

pada suhu 25

kecepatan reaksinya semakin tinggi yaitu 0, 096 unit/

menit, kemudian pada suhu 37

kecepatan reaksi enzim amilase tetap

naik, yaitu menjadi 0, 102 unit/ menit dan pada suhu 100

kecepatan

reaksi kembali turun menjadi 0, 057 unit/ menit. Sehingga dapat diketahui
bahwa enzim amilase bekerja optimal pada suhu 37 , dan pada suhu
di bawah dan di atas 37

kecepatan reaksinya lebih rendah.

1.7

Kesimpulan

Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa suhu optimum untuk


kerja enzim amilase dalam merubah amilum menjadi maltosa adalah
37oC. Apabila suhu lebih rendah atau lebih tinggi dari suhu optimum,
maka kecepatan kerja enzim akan berkurang

2. Pengaruh Kadar Enzim terhadap Kecepatan Reaksi Enzim.


2.1
Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui pengaruh kadar enzim terhadap aktivitas enzim

amilase.
Membuktikan bahwa kecepatan reaksi enzim berbanding lurus
dengan konsentrasi enzim.

2.2

Landasan Teori

Pengaruh konsentrasi enzim pada laju aktivitas enzim-enzim yang


derajat kemurniannya tinggi, di dalam batas-batas tertentu, terdapat
hubungan linear antara jumlah enzim dan taraf aktivitas. (Pelczar, dkk.
1986). Makin tinggi konsentrasi enzim, makin besar kecepatan reaksi
enzim, sampai kecepatan maksimal. Jika kecepatan enzim sudah
maksimal, penambahan kadar enzim tidak akan menambah kecepatan
karena substratnya habis. Pati / amilum menjadi maltosa oleh enzim
amilase. Bentuk pati akan berwarna biru setelah diberi pelarut iodium.
Semakin tinggi konsentrasi enzim maka kerja waktu yang dibutuhkan
untuk suatu reaksi semakin cepat, sedangkan kecepatan reaksi dalam
keadaan konstan.
Semakin tinggi konsentrasi substrat, semakin cepat kerja enzim, tapi jika
kerja enzim telah mencapai titik maksimal, maka kerja enzim berikutnya
akan konstans.

2.3
Alat

:
tabung reaksi
rak tabung reaksi
spektrofotometer
inkubator
pipet tetes
mikropipet

Bahan

Alat dan Bahan

amilase liur
aquades
larutan pati
pereaksi iodium

2.4
Cara Kerja
menyiapkan 8 tabung reaksi, kemudian labeli tabung reaksi 4buah

untuk blanko dan 4 buah untuk sampel


menyiapkan air liur yang akan di encerkan dengan pengenceran

50X
menyiapkan pati 0,4 mg/ml
menyiapkan aquades
membuat pengenceran air liur dengan menambahkan 5ml air liur
dan 5 ml aquades sehingga pengenceran menjadi 100 x , kemudian
melakukan hal yang sama sehingga pengencerannya menjadi 200x,

dan 400 x
menambahkan larutan hasil pengenceran ke dalam tabung reaksi
masing- masing dengan tabung reaksi berlabel 50x 100x 200x dan

400x
menambahkan 1ml pati dan 7ml aquades kedalam tabung reaksi

yang berlabel blanko


memanaskan tabung reaksi dengan suhu 37 selama 1 menit
setelah memanaskan,tambahkan iodium 200 mikroliter

kemudian, baca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang


680 nm.

2.5

Hasil Percobaan

Abs
Blanko

Abs
Sampel

50 x

0.069

0.004

0.065

100 x

0.069

0.011

0.058

200 x

0.069

0.019

0.05

400 x

0.069

0.044

0.025

Kadar Enzim

V (unit/menit)

V (unit/menit)
0.07
0.07
0.06

0.06
0.05

0.05
V (unit/menit)

0.04
0.03

0.03

0.02
0.01
0
50 x

2.6

100 x

Pembahasan

200 x

400 x

Berdasarkan analisis diatas maka dapat diketahui bahwa besarnya


konsentrasi enzim berpengaruh terhadap reaksi pengubahan amilum
menjadi maltosa. Hal ini terlihat dimana konsentrasi enzim 100%
mempunyai nilai laju reaksi sebesar 0,10 M/detik. Hal ini disebabkan
karena pada saat reaksi berlangsung (dengan kadar enzim 400 x) maka
enzim akan meningkatkan proporsi molekul yang mempunyai cukup
energi untuk bereaksi sehingga laju reaksi akan berjalan lebih cepat.
Enzim akan menurunkan energi yang diperlukan reaksi dan bukan
meningkatkan jumlah energi dalam tiap molekul. Ini terjadi pada waktu
substrat diubah menjadi produk (hasil), penghalang (barrier) energi harus
diatasi. Penghalang tersebut adalah energi aktivasi. Adanya enzim akan
menurunkan energi aktivasi suatu reaksi. Jika energi aktivasi suatu reaksi
itu rendah maka akan lebih banyak molekul (substrat) yang dapat
bereaksi sehingga waktu yang diperlukan oleh enzim amilase untuk
mengubah amilum menjadi maltosa pun lebih singkat, oleh karena itu,
laju reaksi pun menjadi lebih cepat.
Laju reaksi menurun pada kadar enzim 200x yakni menjadi
0,03M/detik dalam waktu 24 menit, serta laju reaksi juga menurun pada
kadari enzim 100 x yang bernilai 0,01 M/detik dalam waktu 36 menit. Hal
ini dikarenakan pada kadar enzim tersebut mempunyai kecepatan reaksi
yang lambat karena pada waktu sebstrat diubah menjadi produk (hasil),
penghalang (barrier) yang disebut energi aktivasi tidak dapat dikurangi
(diturunkan) dalam reaksi tersebut. Karena energi aktivasi tinggi, maka
molekul (substrat) lebih sedikit yang bereaksi sehingga waktu yang
diperlukan pun lebih lama dan pada akhirnya laju reaksi pun lebih lambat.
Pada kadar enzim 50 x juga mengalami penurunan kecepatan.
Reaksi yang dihasilkan lebih lama. Ketidak aktifan enzim disebabkan
karena enzim dipanaskan. Akibat pemanasan tersebut, meka enzim yang
merupakan protein mengalami denaturasi yakni peristiwa perubahan
struktur protein dari bentuk tiga dimensi menjadi tidak beraturan
sehingga substrat tidak dapat terikat dengan enzim. Oleh karena itu
enzim kehilangan sifat katalisnya.

2.7

Kesimpulan

Berdasarkan percobaan di atas, semakin besar konsentrasi enzim


(pengenceran sedikit), maka semakin besar pula kecepatan reaksinya.
Sebaliknya, semakin kecil konsentrasi enzim (pengenceran banyak), maka
semakin kecil pula kecepatan reaksinya. Pati / amilum menjadi maltosa
oleh enzim amilase. Bentuk pati akan berwarna biru setelah diberi pelarut
iodium.

3. Pengaruh Kadar Substrat terhadap Kecepatan Reaksi Enzim.


3.1
Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui pengaruh kadar substrat terhadap aktivitas

enzim amylase.
Membuktikan bahwa kecepatan reaksi berbanding lurus dengan
kecepatan substrat.

3.2

Landasan Teori

Enzim adalah molekul protein yang bertindak sebagai katalis biologi.


Mereka meningkatkan laju reaksi tanpa mengubah proses keseluruhan.
Mereka adalah rantai panjang asam amino terikat bersama oleh ikatan
peptida.Mereka terlihat di semua sel hidup dan mengendalikan proses
metabolisme dimana mereka diubah menjadi energi dan nutrisi sel-sel
baru. Enzim juga membantu dalam pemecahan bahan makanan menjadi
bentuk yang paling sederhana.Reaktan dari enzim yang direaksikan
disebut substrat dan masing-masing enzim memiliki karakter yang
spesifik, bertindak pada substrat tertentu untuk menghasilkan produkproduk tertentu. Pendekatan utama untuk mempelajari mekanisme reaksi
enzim-katalis adalah untuk menentukan laju reaksi dan perubahan dalam
respon

dengan

konsentrasi

perubahan

enzim,

pH,

parameter

dan

seperti

temperatur.Ini

konsentrasi

dikenalsebagai

substrat,
kinetika

enzim .Salah satu parameter penting yang mempengaruhi laju reaksi


dikatalisis oleh enzim adalah konsentrasi substrat.
Pada konsentrasi substrat yang tinggi, acap kali ditemukan laju
reaksinya lebih kecil dari nilai maksimum. Hal ini dapat diterapkan bahwa
pada konsentrasi tinggi tersebut, substrat dapat menghambat laju
konversi menjadi produk. Jenis penghambatan ini akan membentuk
komplek (dead end complex) satu sisi manakala molekul substrat terikat
pada enzim, dan molekul substrat lain terikat pada sisi lain (sekunder)
enzim. Sebagai contoh, invertase dihambat oleh sukrosa pada konsentrasi
tinggi, penisilin asilase terhambat pada konsentrasi tinggi bensil penisilin
(Suryani dan Mangun widjaja, 2002).

3.3
Alat dan Bahan
Alat
- Tabung reaksi
- Gelas beker
- Pipit micrometer
- Incubator
Bahan
- Enzim amylase dalam air liur
- Larutan pati 0.4 mg/mL
- Pereaksi iodium
- Aquades
3.4

Cara kerja

1) Lakukan pengenceran 1 dengan mencampurkan 1 mL larutan pati 0.4


mg/mL dengan 9 mL larutan aquades dalam gelas beker sehingga
terbentuk larutan pati dengan konsentrasi 0.04 mg/mL.

2) Lakukan

pengenceran

dengan

mencampurkan 1 mL larutan pati 0.04


mg/mL dengan 9 mL larutan aquades
sehingga

terbentuk

larutan

0.004mg/mL.
3) Lakukan
pengenceran

pati

dengan

mencampurkan 1 mL larutan pati 0.004


mg/mL dengan 9 mL larutan aquades
sehingga terbentuk larutanpati 0.0004 mg/mL.
4) Siapkan sample berupa1 mL larutan pati 0.4 mg/ mL dalam 2 tabung
reaksi beri label uji dan blanko pada masing- masing tabung. Lakukan
juga pada pati dengan konsentrasi 0.04mg/mL, 0.004mg/mL, dan
konsentrasi 0.0004 mg/mL.
5) Masukkan seluruh tabung dalam incubator selama 5 menit.
6) Tambahkan 200 uL air liur pada tabung uji. Diamkan selama 1 menit.
Lalu beri larutan iodium
7) Berseluruh tabung dengan 7 mL aquades
8) Baca pada sprektofotometer dengan panjang gelombang 680 nm.

3.5

Hasil Percobaan

Suhu

Abs Blanko

Abs Sampel

V (unit/menit)

0,0004 mg/mL

0,257 A

0,241 A

0,016 A

0,004 mg/mL

0,130 A

0,151 A

0,021 A

0,04 mg/mL

0,150 A

0,093 A

0,057 A

0,4 mg/mL

0,140 A

0,048 A

0,097 A

kecepatan (V)
0.1
0.09

0.09
0.08
0.07
0.06

kecepatan (V)

0.06

0.05
0.04
0.03
0.02

0.02
0.01
0.02
0
0,0004 M

3.6

0,004 M

0,04 M

0,4 M

Kesimpulan

Semakin tinggi kadar substrat maka semakin cepat pula waktu yang
dibutuhkan enzim untuk bereaksi. Akan tetapi jika kecepatan sudah
maksimum,

maka

penambahan

konsentrasi

substrat

tidak

akan

berpengaruh lagi karena enzim sudah habis berikatan/bereaksi.

4. Pengaruh pH terhadap Kecepatan Reaksi Enzim


4.1
Tujuan Praktikum
Untuk Mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase.
4.2

Landasan Teori

Enzim adalah polimer biologis yang mengatalisis reaksi kimia yang


memungkinkan berlangsungnya kehidupan seperti yang kita kenal.
Keberadaan dan pemeliharaan rangkaian enzim yang lengkap dan
seimbang merupakan hal yang esensial untuk menguraingkan nutrien
menjadi energi dan chemical buildingblock (bahan dasar kimiawi);

menyusun bahan-bahan dasar tersebut menjadi protein, DNA, membran,


sel, dan jaringan; serta memanfaatkan energi untuk melakukan motilitas
sel, fungsi saraf, dan kontraksi otot.
Enzim yang mengatalis perubahan satu atau lebih senyawa
(substrat) menjadi satu atau lebih senyawa lain (produk) meningkatkan
laju reaksi setidaknya 106dibandingkan jika tidak dikatalis. Seperti semua
katalis lain, enzim tidak berubah secara permanen atau dikonsumsi
sebagai

konsekuensi

dari

keikutsertaannya

dalam

reaksi

yang

bersangkutan. Selain sangat efisien, enzim juga merupakan katalis yang


sangat selektif. Tidak seperti kebanyakan katalis yang digunakan dalam
bidang kimia sintetik, enzim bersifat spesifik baik bagi tipe reaksi yang
dikatalisis maupun substrat tau substrat-substrat yang berhubungan erat.
Aktivitas enzim dapat diamati dari sisa substrat, pH, suhu, dan
indikator. Aktivitas enzim dapat diamati dari sisa substrat atau produk
yang terbentuk. Faktor yang mempengaruhi pengukuran aktivitas enzim
antara lain konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH, dan indikator.
Amilase liur akan aktif pada pH sekitar 6. Pati/ amilum dapat
terhidrolisis menjadi maltosa oleh enzim amilase. Bentuk pati bila diberi
pelarut iodium akan berwarna biru.

4.3

Alat dan Bahan


- Sampel : - Larutan pati 1 % pada pH 1
- Larutan pati 1 % pada pH 3
- Larutan pati 1 % pada pH 5
- Larutan pati 1 % pada pH 7
- Larutan pati 1 % pada pH 11
- Amilase liur, pengenceran 100x
- Pereaksi iodium

- Aquades
- Tabung reaksi 5 buah
- Rak tabung reaksi
- Pipet tetes
- Mikropipet

Larutan Pati 1 % pH 1, 3, 5, 7, 11 dan larutan iodium

Pipet tetes

Mikropipet

4.4

Cara Kerja

1. Siapkan 5 tabung reaksi dan labeli tabung yaitu pH 1, pH 3, pH 5,


pH 7, pH 11
2. Masukkan 2 ml larutan pati sesuai dengan pH yang tertera di label
3. Masukkan 2 ml air liur ke dalam masing-masing tabung reaksi
4. Inkubasi campuran larutan pati dan air liur tersebut pada suhu 37 0
selama 15 menit
5. Setelah diinkubasi, teteskan pereaksi iodium kedalam masingmasing tabung reaksi
6. Amati perubahan warna yang terjadi
7. Tambahkan 3 ml aquades pada masing-masing tabung reaksi
8. Lakukan pengukuran kandungan protein dalam campuran tersebut
dengan spektrofotometer

4.5

Hasil Percobaan

Setelah dilakukan percobaan dan pengamatan, berikut hasil yang


didapatkan :

pH

Abs Sampel

Warna

1,345

Biru

1,234

Biru donker

0,432

Ungu muda

0,209

Bening

11

0,209

Ungu lebih muda

1.6
1.35
1.4
1.23

1.2
1 1

protein

0.8
0.6

0.43

0.4

0.21

0.3

0.2
0
1

4.6

Pembahasan

Keberadaan enzim dapat diuji dengan pereaksi biuret. Warna


biru/ungu yang dihasilkan setelah dimasuki indikator protein yaitu biuret
menunjukkan adanya kandungan protein dalam larutan tersebut. Pada
percobaan ini, campuran larutan pati dan amilum yang awalnya tidak
berwarna,

setelah

dimasuki

pereaksi

iodium

rata-rata

mengalami

perubahan warna. Larutan pati yang mengandung pH 1 mengalami


perubahan warna menjadi biru, pH 3 menjadi biru donker, pH 5 menjadi
ungu muda, ph 11 menjadi ungu namun lebih muda dari pH 5, sedangkan
larutan yang mengandung pH 7 tidak mengalami perubahan warna.

Larutan pati pH 1, 3,5,7,dan 11 dan air liur sebelum ditetesi pereaksi


iodium

Setelah ditetesi pereaksi iodium


Perubahan warna tersebut juga menunjukkan adanya aktivitas
reaksi enzim yang memiliki tingkat kecepatan sesuai dengan warna yang
dihasilkan. Semakin tua warna biru menunjukkan adanya kandungan
protein yang lebih banyak pada larutan tersebut, ini berarti protein berupa
amilum dalam larutan tersebut tidak terhidrolisis menjadi maltosa karena
enzim tidak bekerja secara maksimal.
Untuk
konsentrasi

membuktikan
protein

teori

dengan

tersebut,

dilakukan

spektrofotometer.

Hasil

pengukuran
pembacaan

spektrofotometer menunjukkan bahwa larutan yang mengandung pH 1


memiliki konsentrasi protein 1,345 , pH 3 konsentrasi proteinnya 1,234 ,

pH 5 konsentrasi proteinnya 0,432 , pH 7 konsentrasi proteinnya 0,209 ,


pH 11 konsentrasi proteinnya 0,298.

4.7

Kesimpulan

Aktivitas enzim bekerja secara maksimum pada pH 7, dan pada pH


7 merupakan pH optimum pada percobaan ini karena jumlah pati
berkurang, sehingga dapat dihidrolisis menjadi maltosa. Sedangkan pada
pH 1 dan 3 enzim tidak bekerja, kemudian pada pH 5 dan 11 enzim
bekerja namun tidak maksimal.
I. Kromatografi
I.1 Tujuan Praktikum
Memisahkan molekul (protein/hemoglobin dan Vitamin B12) dengan teknik
penyaringan molekuler berdasarkan ukuran molekul.
I.2 Dasar Teori
Dalam percobaan ini digunakan butiran mikroskopis dekstran (suatu bentuk polimer
glukosa) dengan diameter dan ukuran pori-pori tertentu sebagai fase stasioner.
Vitamin B12 (berwarna merah muda) mempunyai ukuran molekul yang lebih kecil
dari pori-pori (BM 1350 dalton), sehingga akan terperangkap masuk dalam pori-pori
butiran, keluar lagi, terperangkap dalam butiran lain, demikian seterusnya sehingga
akan lebih lambat keluar dari kolom.
Sebaliknya molekul Hemoglobin (berwarna coklat) dengan BM 65000 dalton tidak
dapat masuk ke pori-pori dan akan lewat disela-sela butiran sehingga akan keluar
lebih dahulu dari kolom pemisah.
I.3 Alat dan Bahan
Sampel: Hemoglobin dan vitamin B12

Kolom berisi gel penyaring

Dapar NaCl 0,1 M

Kertas grafik

molekuler (sephadex-G100)

1.4 Cara Kerja


Kolom kromatografi yang sudah siap tambahkan 3 tetes campuran vitamin B12

Hb.
Selanjutnya tutup kolom bawah dibuka.
Dapar NaCl 0,9% terus diberikan agar gel tetap basah dan cepat mengalir.
Hasil tetesan dari kolom ditampung pada tabung sebanyak 5 tetes, kemudian

tabung berikutnya 5 tetes dan seterusnya sampai gel jernih kembali.


Amati warna pada setiap tabung penampungan. Lalu tentukan intensitas warna
yang ada (-,+,++,+++), tambahkan setiap tabung 3ml akuades selanjutnya dibaca
pada spektrofotometer =540nm.

I.4
1.5 Hasil
I.5 Setelah melakukan tahapan langkah percobaan dengan teknik kromatogafi
sebagai mana yang telah dijelaskan dalam cara kerja diatas, kami mendapatkan data
yang dapat dijelaskan melalui tabel dan diagram dibawah ini.
I.6

Tabung
I.10 1
I.14 2
I.18 3
I.22 4
I.26 5
I.30 6
I.34 7
I.38 8
I.42 9
I.46 10
I.50 11
I.54 12
I.58 13
I.62 14
I.66 15
I.70 16
I.74 17

I.7
Warna
I.11 Bening
I.15 Bening
I.19 Bening
I.23 Merah Muda
I.27 Merah Tua
I.31 Merah Muda
I.35 Merah Muda
I.39 Merah Muda
I.43 Merah Muda
I.47 Merah Muda
I.51 Merah Muda
I.55 Merah Muda
I.59 Merah Muda
I.63 Bening
I.67 Kuning
I.71 Bening
I.75 Bening

I.8

Intensitas
I.12 I.16 I.20 I.24 +
I.28 +++
I.32 ++
I.36 ++
I.40 +
I.44 +
I.48 +
I.52 +
I.56 +
I.60 +
I.64 +
I.68 +
I.72 +
I.76 -

I.9

Serapan ()
I.13 -0,006
I.17 0,006
I.21 0,053
I.25 0,001
I.29 0,090
I.33 0,043
I.37 0,061
I.41 0,003
I.45 0,039
I.49 0,000
I.53 0,009
I.57 0,032
I.61 -0,012
I.65 -0,008
I.69 0,050
I.73 -0,014
I.77 -0,014

I.78
I.82
I.86
I.90

18
19
20

I.79
I.83
I.87

Bening
Bening
Bening

I.80
I.84
I.88

I.81
I.85
I.89

-0,002
-0,020
-0,013

I.91

0.1

0.08

0.06

0.04

0.02

-0.02

-0.04

I.92

10

11

12

13

14

15

16

17

18

1.6 Kesimpulan
I.93 teknik kromatografi bertujuan untuk memisahkan molekul protein/hemoglobin
dan vitamin B12 dengan teknik penyaringan molekul berdasarkan ukuran molekul.
Secara teori, vitamin B12 mempunyai ukuran molekul yang lebih kecil dari poripori, sehinggan akan terperangkap masuk dalam pori-pori butiran, keluar lagi,
terperangkap dalam butiran lain, demikian seterusnya sehingga akan lebih lambat
keluar dari kolom. Sebaliknya molekul hemoglobin dengan berat massa yang lebih
besar dari vitamin B12 tidak dapat masuk ke dalam pori-pori dan akan lewat di selasela butiran sehingga akan keluar lebih dahulu dari kolom pemisah.
I.94 Dari hasil percobaan yang kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa pada
tabung ke-1, ke-2, dan ke-3 campuran Vitamin B12 dan Hemoglobin belum turun,
sehingga warnanya bening. pada tabung ke-4 didaptkan warna merah muda,
sehingga dapat disimpulkan bahwa tetesan pada tabung ini mulai mengandung
Hemoglobin yang mempunyai berat molekul (BM) lebih besar dari Vitamin B12.
Pada tabung ke-5 didapatkan warna merah yang paling cerah, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tabung tersebut mengandung paling banyak hemoglobin.Setelah
itu, warna pada tetesan di tabung semakin memudar. Dan pada tabung ke-15, warna
kembali meningkat, hal ini menyatakan bahwa pada tabung ini terkandung Vitamin
B12 yang mempunya berat molekul (BM) lebih kecil dari hemoglobin, sehingga
teperangkap oleh pori-pori yang dimiliki oleh kolom, dan menyebabkan vitamin B12
tetes lebih lama daripada hemoglobin. Dan dapat disimpulkan bahwa teknik
kromatografi ini dapat memisahkan protein/hemoglobin dengan vitamin B12.
I.95 Dalam percobaan ini didapatkan perbedaan dari warna yang terlihat oleh mata
dan nilai yang terlihat oleh spekctrofotometer. Adanya perbedaan ini bisa disebabkan
karena perbedaan jumlah tetes aquades yang ditambahkan pada masing-masing
tabung sebelum dilakukan spektrofotometer. semakin banyak aquades yang
ditambahkan ke dalam tabung, maka akan semakin memudarkan warna tabung,
sehingga perbedaan jumlah tetes yang diberikan akan mengakibatkan perbedaan
nilai yang terbaca oleh spektrofotometer.
I.96
I.97

I.98

I.99
I.100
I.101
I.102
I.103
I.104
I.105
I.106

I.113

I.107
I.108
I.109
I.110
I.111
I.112
DAFTAR PUSTAKA

I.114 W.A. Newman Dorland. Kamus Kedokteran Dorland.-Ed 31-. Jakarta:


EGC; 2010.
I.115 Devi A, Endah W, Et Al. Buku Panduan Praktikum Modul Celluler &
Molecular Basis Of
I.116 Inheritance Semester I. Jakarta: PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. 2012.
I.117

K.Robbert Murray.2003. Biokimia Harper. Dublin,

Ohio : EGC
I.118

Syamsuri,Istamar,dkk.2002.

Biologi

3A

SMA Kelas XII. Sem.1. Jakarta : Erlangga


I.119 Damin S. Pengantar Kimia Buku Panduan

Kuliah

Mahasiswa

untuk

Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC;


2009
I.120 Campbell, Nell A dan Jane B.Reece..Biologi Eight.Edition Neil
A.Campbell & Jane B.Reece. Jakarta : Erlangga. 2010
I.121 I Nyoman Suarsana. Enzim dan Koenzim. (cited 18/11/12). Available
from http://staff.unud.ac.id
I.122 Elidar Naiola. Karakteristik ddan Optimasi Media Produksi Amilase
dari Aspergilus Niger Dab Aspergilus Clavatus. Des 2002 (Cited
18/11/12). Available from http://elib.pdii.lipi.go.id
I.123 Annisa Rachma. Kajian Pengaruh Suhu, pH, Waktu dan Konsentrasi
Inhibitor Akar Kawao (Milletia Sericea) pada Degradasi Sukrosa oleh
Invertase.

2006

(cited

18/11/12).

Available

from

http://repository.ipb.ac.id
I.124 ENZIM.
http://ejurnal.fikk.ung.ac.id/index.php/FSC/article/download/75/28./ht
ml.[diunduh 17/11/12].
I.125
I.126
I.127

Anda mungkin juga menyukai