Makalah Asma
Makalah Asma
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas
yang ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat
penyumbatan saluran napas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran
pernapasan kronik. Asma mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun
jumlah kasusnya cukup banyak ditemukan dalam masyarakat. Badan
kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia
menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebesar
180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma
sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama
20 tahun belakangan ini. Apabila tidak di cegah dan ditangani dengan baik,
maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi
pada masa yang akan datang serta mengganggu proses tumbuh kembang anak
dan kualitas hidup pasien (KepMenkes, 2008).
Peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma dalam tiga puluh
tahun terakhir terjadi terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi
asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga
mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih
dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju.
Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma
meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, peningkatan
biaya kesehatan, risiko \perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian.
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10
penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan
emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ambang
rangsang
(hiperreaktivitas)
bronchi
terhadap
sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai
penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma. Inflamasi
terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma
persisten.
Inflamasi
kronik
menyebabkan
peningkatan
hiperesponsif
Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi dua kelompok faktor
genetik dan faktor lingkungan.
Faktor genetik tersebut adalah:
1. Hiperreaktivitas.
2. Atopi/ Alergi bronkus.
3. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik.
4. Jenis kelamin.
5. Ras/etnik.
Faktor lingkungan, terdiri dari :
1. Alergen di dalam ruangan (Tungau, debu rumah, kucing, alternaria/ jamu,
dll).
2. Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari bunga).
3. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur).
4. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, bloker, dll).
5. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dll).
6. Ekspresi emosi berlebih.
7. Asap rokok.
8. Polusi udara di luar maupun di dalam ruangan .
2. Persisten ringan
Gejala
Siang hari 2 kali per minggu
Malam hari 2 kali per bulan
Serangan singkat
Tidak ada gejala antar serangan
Intensitas serangan bervariasi
Siang hari > 2 kali per minggu,
tetapi < 1 kali per hari
Fungsi Paru
Variabilitas APE < 20%
VEP1 >80%
nilaiprediksi
APE >80% nilai terbaik
Variabilitas APE 20-30%
VEP1 >80% nilai
3. Persisten sedang
4. Persisten berat
prediksi
APE >80% nilai terbaik
Variabilitas APE > 30%
VEP1 60-80% nilai
prediksi
APE 60-80% nilai
terbaik
Keterangan :
APE : Arus Puncak Ekspirasi; VEP1 : volume ekspirasi paksa dalam 1 hari
G. Manifestasi Klinik
1. Asma Kronik
Asma klasik ditandai dengan episode dispnea yang disertai dengan
bengek, tapi gambaran klinik asma beragam. Pasien dapat mengeluhkan
sempit dada, batuk (terutama pada malam hari), atau bunyi saat bernafas.
Hal ini sering terjadi saat latihan fisik tapi dapat terjadi secara spontan
atau berhubungan dengan alergen tertentu. Tanda-tandanya termasuk
bunyi saat ekspirasi dengan pemeriksaan auskultasi, batuk kering yang
berulang atau tanda atopi.
Asma dapat bervariasi dari gejala harian kronik sampai gejala yang
berselang. Terdapat keparahan dan remisi berulang, dan interval antar
gejala dapat mingguan, bulanan, atau tahunan. Keparahan ditentukan oleh
fungsi paru-paru dan gejala sebelum terapi disamping jumlah obat yang
diperlukan untuk mengontrol gejala. Pasien dapat menunjukkan gejala
berselang ringan yang tidak memerlukan pengobatan atau hanya
penggunaan sewaktu-waktu agonis beta inhalasi kerja cepat, pasien dapat
juga menunjukkan gejala asma kronik walau sedang menjalani
pengobatan berganda.
8
10
c.
d.
e.
f.
g.
2. Terapi Farmakologi
a. Simpatomimetik
1) Mekanisme Kerja
Kerja farmakologi dari kelompok simpatomimetik ini adalah
sebagai berikut :
a) Stimulasi reseptor adrenergik yang mengakibatkan
terjadinya vasokonstriksi, dekongestan nasal dan peningkatan
tekanan darah.
b) Stimulasi reseptor 1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan
kontraktilitas dan irama jantung.
c) Stimulasi reseptor 2 yang menyebabkan bronkodilatasi,
peningkatan klirens mukosiliari, stabilisasi sel mast dan
menstimulasi otot skelet.
d) Selektifitas relatif obat-obat simpatomimetik adalah faktor
penentu utama penggunaan secara klinik dan untuk
memprediksi
efek
samping
yang
umum.
Obat
epinefrin,
formoterol,
garamnya
yang
mudah
larut
dan
12
sakit
epigastrik,
potensi
terjadinya
aspirasi
yang
dapat
memperparah bronkospasmus.
Ginjal : proteinuria, potensiasi diuresis.
Respiratori: takhipnea, henti nafas.
4) Contoh obat
Aminofilin, teofilin, difilin, oktrifilin.
c. Antikolinergik
Ipratropium Bromida
1) Mekanisme Kerja
Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik
(parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengan
13
cara
mengantagonis
kerja
asetilkolin.
Bronkodilasi
yang
bromida
(semprot
hidung)
mempunyai
sifat
lain
bronkodilator
dalam
(terutama
beta
pengobatan
adrenergik)
sebagai
bronkospasmus
yang
menunjukkan
efek
farmakologi
dengan
cara
Bronkodilasi
yang
timbul
setelah
inhalasi
Kromolin
tidak
pengobatan
secara
reguler.
Pencegahan
dengan
sel
mast,
asma
termasuk
monosit
dan
eosinofil,
platelet.
neutrofil,
Nedokromil
15
e. Kortikosteroid
1) Mekanisme Kerja
Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik
dengan cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid.
Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel
yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik
dengan
memproduksi
AMP
siklik,
inhibisi
mekanisme
17
sisteinil
(CysLT1).
Leukotrien
adalah
produk
18
3) Efek Samping
Asma : efek samping terjadi lebih pada 3% pasien seperti
influenza. Pada anak 6-12 tahun, efek samping yang terjadi
dengan frekuensi 2 % adalah diare, laringitis, faringitis, mual,
otitis, sinusitis, infeksi virus. Pada anak 2-5 tahun, efek samping
yang terjadi dengan frekuensi 2% adalah rinorea, otitis, sakit
telinga, bronkhitis, sakit lengan, rasa haus, bersin-bersin, ruam
dan urtikaria.
Zilueton
1) Mekanisme Kerja
Zilueton
adalah
inhibitor
spesifik
5-
seperti sakit kepala, nyeri, sakit perut, rasa lelah, dispepsia, mual,
myalgia.
g. Obat-Obat Penunjang
Ketotifen Fumarat
1) Mekanisme Kerja
Ketotifen adalah suatu antihistamin yang mengantagonis secara
nonkompetitif dan relatif selektif reseptor H1, menstabilkan sel
mast dan menghambat penglepasan mediator dari sel-sel yang
berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas.
2) Indikasi
Manajemen
profilaksis
asma.
Untuk
mendapatkan
efek
pada
memecahkan
molekul,
ikatan
yang
disulfida
bekerja
antara
langsung
ikatan
untuk
molekular
mukus.
Aktivitas
mukolitik
pada
asetilsistein
tuberkulosis,
amiloidosis
paru-paru);dan
penyakit
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas.
2. Berbagai sel inflamasi berperan, terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit
T, makrofag, netrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor
20
napas
berbunyi
(mengi)
yang
terdengar
jika
pasien
DAFTAR PUSTAKA
Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-Obat Penting: Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam. Jakarta: Gramedia.
22