Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
240210110043
TIP-A
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Praktikum yang dilaksanakan pada tanggal 12 November 2012 adalah
mengenai cara pencegahan pencoklatan enzimatis dalam pengolahan sayuran dan
buah-buahan. Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mempelajari prinsip-prinsip
pencegahan pencoklatan enzimatis dan cara pelaksanaannya serta untuk memilih
cara pencegahan pencoklatan enzimatis yang tepat dan melaksanakannya dengan
baik dan benar.
Reaksi pencoklatan (browning) terdiri dari reaksi pencoklatan enzimatis dan
non-enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatis berefek baik pada produk seperti
teh, kopi, kakao, dan buah kering (kismis, plum, kurma, dan buah ara). Meskipun
begitu, pencoklatan enzimatik dianggap berefek negatif untuk buah-buahan dan
sayuran tropis maupun subtropis. Pencoklatan enzimatis ini tidak diinginkan
karena dapat memengaruhi rasa, warnda, dan nilai gizi dari makanan, serta dapat
menyebabkan kerugian ekonomi yang luar biasa (Hui, 2006).
Pencoklatan enzimatis terjadi pada buah dan sayuran disebabkan karena
jaringan memar, dipotong, dikupas, kena penyakit, atau karena kondisi yang tidak
normal. Jaringan akan cepat menjadi gelap apabila kontak dengan udara, atau
disebabkan oleh konversi senyawa fenol menjadi melanin berwarna cokelat.
Terdapat beberapa enzim yang terlibat pada reaksi pencoklatan enzimatis,
yaitu monofenol monoksigenase atau tirosinase (enzim yang mengawali reaksi
pencoklatan). Kemudian yang terlibat pada tahap akhir pencoklatan adalah difenol
oksidase atau katekol oksidase (lebih sering disebut polifenol oksidase) dan
laccase. Polifenol oksidase memerlukan keberadaan gugus protestik tembaga dan
oksigen yang berfungsi sebagai akseptor hidrogen. Polifenol oksidase mengkatalis
dua jenis reaksi, yaitu reaksi monofenol menjadi difenol disebut juga aktivitas
kresolase dan reaksi difenol menjadi quinon atau aktivitas katekolase. Pada
aktivitas kresolase monofenol-monofenol dari senyawa fenolik dihidroksilasi
menjadi o-difenol. Hanya monofenol dengan struktur para dan orto yang
merupakan substrat bagi enzim polifenol oksidase. Kemudian selanjutnya pada
aktivitas katekolase o-difenol tersebut diubah menjadi o-quinon. Pada aktivitas
katekolase, enzim polifenol oksidase hanya mengkatalis reaksi pencoklatan pada
substrat difenol dengan struktur orto. Sedangkan difenol dengan struktur para
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
dikatalis oleh enzim laccase. Jadi reaksi pencoklatan ini membutuhkan tiga agen
utama yaitu oksigen (dibantu katalis Cu2+), enzim (polifenoloksidase/PPO), serta
komponen fenolik.
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
Namun, pada praktikum kali ini, hanya akan dilakukan perlakuan-perlakuan
yang dapat mencegah terjadinya pencoklatan enzimatis berupa mengurangi kontak
dengan peralatan pengolahan besi, dengan mengurangi kontak dengan oksigen,
dan dengan menonaktifkan enzim polifenoloksidase.
4.1. Pencegahan Pencoklatan Enzimatis dengan Mengurangi Kontak dengan
Peralatan Pengolahan Besi
Pisau besi yang digunakan untuk mengiris sayuran mengandung senyawa
campuran antara Fe3+ dan Cu2+.. Senyawa polifenol oksidase atau fenolase sebagai
senyawa utama penyebab pencoklatan enzimatis mengandung Cu2+ yang turut
mempercepat reaksi ini berlangsung apabila kontak dengan oksigen.
Proses pencokelatan enzimatis dapat dikurangi denggan mengurangi kontak
sampel dengan besi. Selain itu, ada baiknya apabila sampel yang telah dipotong
tidak dimasukkan ke dalam mangkuk atau piring yang terbuat dari tembaga. Hal
ini disebabkan karena reaksi enzimatis akan dipercepat oleh kedua jenis logam
tersebut. Pemotongan sampel lebih baik dilakukan dengan menggunakan pisau
anti karat yang terbuat dari stainless steel. Pisau besi lebih mudah berkarat
daripada pisau dari stainless steel. Sebagian besar buah dan sayur mengandung
asam, diamana asam bersifat korosif bagi berbagai jenis logam. Stainless
steel termasuk logam yang tidak mudah bereaksi dengan asam sehingga tidak
mudah berkarat. Seperti yang telah disebutkan, pisau yang berkarat akan
mempercepat proses pencokelatan.
Bahan yang dipotong-potong pun lebih cepat mengalami pencoklatan karena
enzim polifenolase yang menyebabkan peristiwa pencoklatan lebih cepat bereaksi
pada buah atau sayuran yang jaringannya telah rusak. Enzim polifenolase dapat
mengoksidsasi senyawa fenol menjadi o-kuinon. Enzim ini juga melakukan
aktivitas katekolase yang melibatkan pengoksidasian dua molekul o-difenol
menjadi dua molekul o-kuinon, mengakibatkan reduksi satu molekul oksigen
menjadi dua molekul air.
Secara normal, sel memisahkan enzim dari komponen fenolik, tapi ketika
buah atau sayuran dipotong atau memar, enzim dan fenol bereaksi dengan
kehadiran oksigen membentuk produk yang kecoklatan. Hasil perbandingan
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
warna sampel setelah diiris dengan pisau yang berbeda yaitu stainless steel dan
pisau berkarat menunjukkan pada sampel yang dipotong atau diiris dengan
menggunakan pisau berkarat warnanya menjadi lebih cokelat dibandingkan yang
diiris dengan pisau stainless steel. Pencoklatan terjadi disebabkan pada pisau
berkarat terdapat senyawa logam Fe yang akan mengkatalis reaksi dengan
oksigen. Logam transisi seperti Fe atau Cu yang merupakan katalisator kuat meski
dalam jumlah kecil. Logam transisi memiliki elektron yang tidak berpasangan
sehingga sangat reaktif dalam mengkatalisis reaksi oksidasi maupun reduksi.
Hal ini juga disebabkan karena aktivitas kresolase dimana terbentuknya
kompleks protein-tembaga dengan menggabungkan satu molekul oksigen dengan
protein tempat atom kupro yang berdampingan terikat. Aktivitas kresolase
melibatkan tiga tahap yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
Protein-Cu+-O2 + monofenol Protein-Cu2+ + o-kuinon + H2O
Pisau Stainless steel dapat bertahan dari serangan karat berkat interaksi
bahan-bahan campurannya dengan alam. Stainless steel terdiri dari besi, krom,
mangan, silikon, karbon dan seringkali nikel and molibdenum dalam jumlah yang
cukup banyak. Elemen-elemen ini bereaksi dengan oksigen yang ada di air dan
udara membentuk sebuah lapisan yang sangat tipis dan stabil yang mengandung
produk dari proses karat/korosi yaitu metal oksida dan hidroksida. Krom, bereaksi
dengan oksigen, memegang peranan penting dalam pembentukan lapisan korosi
ini. Pada kenyataannya, semua stainless steel mengandung paling sedikit 10%
krom. Lapisan ini dapat mencegah terbawanya ion-ion besi dan melindungi baja
dari lingkungan yang korosif.
Besi biasa, berbeda dengan stainless steel, permukaannya tidak dilindungi
apapun sehingga mudah bereaksi dengan oksigen dan membentuk lapisan Fe 2O3
atau hidroksida yang terus menerus bertambah seiring dengan berjalannya waktu.
Lapisan korosi ini makin lama makin menebal dan dikenal sebagai karat.
Stainless steel, dapat bertahan dari karat atau tidak bernoda justru karena
dilindungi oleh lapisan karat dalam skala atomik
Pisau besi terbuat dari besi yang mengandung senyawa Fe 3+ dan Cu2+,
sedangkan stainless steel terbuat dari baja. Fe3+ dan Cu2+ cenderung lebih reaktif
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
apabila bertemu dengan oksigen dan dapat mempengaruhi senyawa fenolase.
(Tranggono, 1990)
Reaksi awal yang melibatkan konversi senyawa fenol menjadi quinon
tergantung dari keberadaan enzim fenolase, gugus Cu2+, gugus Fe3+, dan oksigen.
Fenolase kompleks dapat dibagi menjadi dua tipe reaksi yaitu fenol hidroksilase
dan polifenol oksidase. Senyawa yang sering terbentuk karena bersentuhannya
dengan besi dan tembaga adalah polifenol oksidase. (Tranggono, 1990)
Reaksi ini dapat meyebabkan warna coklat karena adanya pelepasam
hydrogen untuk membentuk senyawa dopakrom berwarna merah yang
mempunyai cincin heterosiklik yang berasal dari rantai sisi asam amino
karboksilat. Dopakrom selanjutnya mengalami polimerisasi membentuk melanin
berwarna coklat. (Tranggono, 1990)
Pada praktikum kali ini, sampel yang terdiri dari terong, kentang, salak,
pisang, dan apel dicuci sampai bersih, untuk sample salak dan pisang dikupas
kulitnya, sedangkan sampel yang lain tidak. Sampel kemudian diiris dengan pisau
besi dan pisau stainless steel dan ditunggu selama 15 menit. Berikut hasil
pengamatan pencegahan pencoklatan enzimatis dengan mengurangi kontak
dengan peralatan besi dan oksigen dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pencegahan Pencoklatan Enzimatis dengan
Mengurangi Kontak dengan Peralatan Pengolahan dari Besi
Bahan
Terong
Kentang
Salak
Pisang
Apel
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
permukaan sampel akan bereaksi lebih reaktif dengan udara sehingga produk
lebih cepat mengalami pencoklatan enzimatis.
Substrat fenolik pada pisang adalah
3,4-dihydroxyphenylethylamine
catechol,
DOPA,
p-cresol,
p-hydroxyphenyl
propionic
acid,
p-
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
flavonol. Bagian inti dan biji buah apel banyak mengandung floretin glikosida.
Bagian korteks buah apel banyak mengandung asam fenolik.
Sebagian besar komponen fenolik yang dimiliki oleh apel berbentuk senyawa
o-difenol. Senyawa o-difenol adalah senyawa organik berupa antioksidan yang
berfungsi mengurangi resiko kanker. Dalam proses pencokelatan, enzim fenolase
mengubah o-difenol pada apel menjadi o-quinone yang lebih reaktif. Senyawa oquinone akan bereaksi lebih jauh dengan komponen fenolik lainnya dan protein
pada jaringan apel dan membentuk melanin yang memberikan warna cokelat pada
apel. Enzim fenolase memerlukan oksigen agar dapat bekerja. Oksigen berperan
sebagai akseptor hidrogen dalam proses pencokelatan sedangkan komponen
fenolik (Chlorogenic acid (flesh), catechol, catechin (peel), caffeic acid, 3,4dihydroxyphenylalanine (DOPA), 3,4-dihydroxy benzoic acid, p-cresol, 4-methyl
catechol, leucocyanidin, p-coumaric acid, dan flavonol glycosides ) pada apel
merupakan substrat dari enzim fenolase.
Senyawa dopakrom terbentuk lebih cepat pada sampel yang diiris pisau besi
sehingga lebih cepat pula mengalamai polimerisasi yang membentuk melanin
berwarna cokleat. Stainless steel kurang reaktif bereaksi dengan oksigen sehingga
pembentukan senyawa dopakrom menjadi lebih lambat dan lambat pula
mengalami polimerisasi yamg membentuk melanin coklat.
4.2. Pencegahan Pencoklatan Enzimatis dengan Cara Mengurangi Kontak
dengan O2
Pencegahan pencoklatan enzimatis dapat dilakukan dengan cara mengurangi
kontak langsung dengan oksigen, karena pada buah-buahan serta sayuran
memiliki enzim polifenol oksidase, dimana enzim ini memiliki fungsi untuk
perubahan warna dalam makanan yang akan bereaksi dengan oksigen dan enzim
ini yang menyebabkan terjadinya pencoklatan enzimatis. (Thenawijaya, 1996)
Cara pencegahan pencoklatan enzimatis dengan pembebasan oksigen
diantaranya adalah direndamnya dalam air. Perendaman dalam air dimaksudkan
untuk mengatur aliran sayuran atau buah sebelum dilakukan blansing. Buah tau
sayuran akan menjadi coklat apabila kontak dengan udara karena menambah
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
jumlah oksigen yang sebenarnya secara alami sudah ada dalam jaringan tanaman.
(Tranggono, 1990)
Pengeluaran oksigen dari jaringan buah dan sayur cenderung menbuat
keadaan menjadi anaerobiosis. Keadaan ini khusunya terjadi untuk produk pangan
yang disimpan lama akan menghasilkan metabolit abnormal sehingga
memungkinkan kerusakan jaringan. (Tranggono, 1990)
Cara penghambatan fenolase juga dapat menggunakan NaCl dan larutan gula.
Campuran antara NaCl/larutan gula dan asam klorogenat serta fenolase dari
sampel akan menghambat enzim yang dihasilkan oleh sayuran atau buah-buahan.
Perlakuan ini menyebabkan pembentukan senyawa dopakrom menjadi metionin
yang berwarna coklat akan berkurang. (Tranggono, 1990)
Pada praktikum kali ini, sampel dicuci, kemudian sampel berupa salak dan
pisang dikupas, sedangkan sisanya tidak kemudian sampel dipotong menjadi dua
bagian menggunakan pisau stainless steel, setelah itu dilakukan perendaman
selama 15 menit, fungsi perendaman ini adalah untuk menghindari kontak dengan
oksigen. Cairan yang digunakan untuk merendam sampel antara lain air biasa,
larutan gula 20%, dan larutan garam 2,5%, selain diberi ketiga perlakuan ini
terdapat sampel kontrol dimana sampel tidak direndam sama sekali. Dari ketiga
cairan tersebut diamati mana yang paling efektif dalam mencegah poncoklatan
enzimatis. Berikut hasil pengamatan pencegahan pencoklatan enzimatis dengan
cara mengurangi kontak dengan oksigen dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pencegahan Pencoklatan Enzimatis dengan Cara
Mengurangi Kontak dengan O2
Bahan
Tanpa
Direndam
Direndam
dalam Air
Terong
Hijau
Kecoklatan +
Kentang
Kuning
Kecoklatan +
Putih
Kecoklatan
Hijau
Kecoklatan +
+
Kuning +++
Putih
Kekuningan +
Kuning
Kuning +++
Salak
Pisang
Direndam
dalam NaCl
2,5%
Hijau
Kecoklatan +
++
Kuning +
Direndam
dalam Gula
20%
Hijau Coklat
++++
Putih
Kekuningan +
+
Kuning ++++
Putih
Kekuningan +
++
Kuning +++
Kuning ++
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
Apel
Kecoklatan +
++
Putih
Kecoklatan +
Putih
Kecoklatan +
++
Putih
Kecoklatan +
Putih
Kecoklatan +
+
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
Pisang mengandung senyawa kimia polifenol oleh karena itu mudah
mengalami reaksi pencoklatan apabila kontak dengan udara. Berdasarkan hasil
pengamatan, pisang tanpa perendaman menunjukkan warna coklat yang paling
tinggi, sedangkan pisang yang diberi perlakuan menunjukkan warna yang sama,
kecuali pada pisang yang direndam dengan larutan garam menunjukkan warna
kuning yang lebih tinggi.
Kemudian pada sampel apel, terlihat pada hasil pengamatan bahwa warna
sampel tanpa perendaman dengan yang direndam dengan gula sama, sedangkan
ketika direndam dengan air menunjukkan warna yang lebih coklat deibandingkan
dengan direndam dengan gula, hasil pengamatan ini telah sesuai dengan literatur.
4.3. Pencegahan Pencoklatan Enzimatis dengan Cara Menonaktifkan Enzim
Polifenoloksidase (EPO)
Pengendalian pencoklatan enzimatis dengan menonaktifkan enzim fenolase
dapat dilakukan dengan penggunaan panas. Penggunaan panas pada suhu tinggi
dan waktu yang memadai akan menghambat fenolase dan enzim lain yang ada
dalam pangan. Panas digunakan dalam pengolahan seperti blansing, pasteurisasi,
penanganan buah untuk pengalengan, pengawetan pangan dengan pembekuan
atau pengeringan.
Prinsipnya pencegahan pencoklatan enzimatis didasarkan pada usaha
inaktivasi enzim polifenol-oksidase. Jaringan tanaman utuh terdapat polifenol
oksidase dan substrat fenoliknya dipisahkan oleh struktur sel sehingga
pencoklatan tidak terjadi. Pemotongan, penyikatan, dan perlakuan lain yang dapat
mengakibatkan kerusakan integritas jaringan tanaman seringkali mengakibatkan
enzim dapat kontak dengan substrat. Substrat untuk polifenol oksidase dalam
tanaman biasanya asam amino tirosin dan komponen polifenolik seperti katekin,
asam kafeat, dan asam klorogenat. (Tranggono, 1990)
Asam askorbat atau vitamin c dan asam askorbat dapat pula dijadikan sebagai
pencegahan
pencoklatan
enzimatis
dengan
menonaktifkan
enzim
polifenoloksidase. Hal ini dapat terjadi karena vitamin c dapat memberikan sifat
entiseptis dan menunda oksidasi dengan kuinon. (Tranggono, 1990)
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
Sulfit dan tirosin yang merupakan monofenol pertama kali dihidroksilasi
menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin dan kemudian dioksidasi menjadi kuinon.
Inaktivasi enzim dapat dilakukan dengan berbagai cara dan salah satunya adalah
dengan cara blansing. (Thenawijaya, 1996)
Aktivitas PPO (Polifenoloksidase) berada pada pH 5 sampai 7. Pada pH
mendekati 3, enzim akan terinaktivasi secara irreversible. Suhu optimum enzim
ini adalah 21-300C. Nilai pH akan mempengaruhi konformasi enzim, sisi aktif
yang dikenali, dan konformasi substrat. Enzim ini relatif stabil terhadap panas dan
dapat dihambat oleh asam, halida, asam fenolat, sulfit, chelating agent, reducing
agent (asam askorbat), quinon, contohnya adalah sistin. Selain itu, enzim ini juga
dipengaruhi oleh faktor ionik, aktivitas air, lokasi substrat, dan konsentrasi
substrat.
Praktikum kali ini metode penggunaan panas yang dilakukan adalah dengan
cara blansing kukus dan rebus terhadap sampel. Kemudian dilakukan perlakuan
lain yaitu sampel di rendam dalam na-bisulfit 2%, asam sitrat 2%, dan asam
askorbat 2%, sampel kontrol pun digunakan yaitu sampel yang tidak mendapat
perlakuan sama sekali. Selanjutnya diamati keefektifan dari 3 laruta tersebut dan
dibandingkan dengan sampel yang tidak direndam namun hanya mendapat
perlakuan blansing saja. Hasil pengamatan perubahan warna dan tekstur pada
sampel dapat dilihat pada tabel 3 dan 4.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Warna Sampel pada Pencegahan Pencoklatan
Enzimatis dengan Cara Menonaktifkan Enzim Polifenoloksidase (EPO)
Bahan
Terong
Kentang
Salak
Perendaman
Tanpa
Laruta Larutan
Apan NaAsam
Apa
Bisulfit
Sitrat
2%
2%
Hijau
Putih,
Hijau
Kecokala
hijau
Kecokal
tan +
cerah
atan ++
Kuning Kuning Kuning
Kecoklat
++
+++
an +
Putih
Putih
Putih
Larutan
Asam
Askorba
t 2%
Hijau
Kecokala
tan +++
Kuning +
Putih
Blansing
Air
Dikukus
Mendidih
Coklat +++
++
Coklat +++
+
Kuning
Cerah +
Kuning
Cerah ++
Putih
Putih
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
Pisang
Apel
Kecoklat
an
Pucat
Kekunin
gan
Kuning
++++
Putih
Kecoklat
an ++++
Kuning
++++
Putih +
+
Kuning
+++
Putih
Pucat
Kekuningan
Agak
Kekunin
gan
Kuning + Kuning ++
++++
Putih
Putih
Kecoklat Kecoklatan
an +++
Kekuningan
+
Kuning +
Putih
Kecoklatan
+
Lunak
Kentang
Keras
Salak
Pisang
Apel
Perendaman
Laruta Larutan
n NaAsam
Bisulfit
Sitrat
2%
2%
Lunak Lunak +
+
Keras + Keras ++
Larutan
Asam
Askorba
t 2%
Lunak +
+
Keras ++
+
Keras ++
Keras +
Keras
Blansing
Air
Dikukus
Mendidih
Na-bisulfit
Sulfit banyak digunakan sebagai inhibitor enzim fenolase karena efektif dan
harganya murah (Eskin, 1990). Penggunaannya bisa dilakukan dalam bentuk gas
(SO2) atau garam sulfit (natrium sulfit, natrium bisulfit dan natrium metabisulfit)
(Buckle, et al., 1987). Diantara kedua bentuk tersebut, penggunaan larutan sulfit
lebih mudah dilakukan (Eskin, 1990). Branen, Davidson dan Salminen (1990),
menjelaskan bahwa sifat antimikroba dari sulfit dipengaruhi oleh pH, konsentrasi,
waktu kontak, jenis mikroorganisme, dan pembentukan sulfur dioksida. Sulfit
dapat mencegah pencoklatan baik enzimatik maupun non enzimatik, melindungi
vitamin C dan mempertahankan warna alami bahan, selain itu juga sulfit murah
dan bersifat antiseptik (Eskin, 1990).
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
Batas maksimum penggunaan Na-metabisulfit yang dapat digunakan dalam
pengolahan bahan makanan menurut Departemen Kesehatan RI adalah 2 g/kg
berat bahan. FDA menyarankan maksimum penggunaan sulfit pada level
konsentrasi 2000 ppm.
Mekanisme penghambatan dengan sulfit merupakan inhibitor paling baik
untuk menghambat pencoklatan enzimatis, adalah dengan cara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung yaitu dengan mengikat logam Cu pada enzim. Secara
tidak langsung yaitu dengan cara menghambat oksidasi L-Tyrosin menjadi 3,4
dihydroksiphenylalanine, interaksi dengan quinon menjadi difenol (bentuk
semula), dan mengikat O2. Mekanisme penghambatan sulfit pada proses
pencoklatan non enzimatis adalah dengan menghambat reaksi Mailard, dimana
sulfit akan bereaksi dengan hasil urai gula amino dan mencegah senyawa ini
berkondensasi menjadi melanoidin (de Man,1997).
Dalam konsentrasi tinggi, penggunaan sulfit akan ditolak karena akan
berpengaruh kepada rasa dari bahan makanan, dimana sulfit akan bergabung
dengan komponen aldehida dan keton dari beberapa bahan pangan. Penggunaan
sulfit dalam konsentrasi tinggi akan menimbulkan bau yang tdak disukai dan akan
bersifat racun (Eskin, 1990).
Pada hasil pengamatan menunjukkan na-bisulfit yang ditambahkan pada
sampel memiliki kemampuan untuk mencegah pencoklatan.
Asam askorbat
Asam askorbat dalam percobaan ini merupakan senyawa pereduksi kuat yang
bersifat asam di alam, membentuk garam netral dengan basa, dan memiliki
kelarutan air yang tinggi. Asam askorbat dan garam-garam netral serta turunannya
merupakan antioksidan yang digunakan pada buah-buahan dan sayuran dan juga
pada jus buah untuk pencoklatan dan reaksi oksidatif lainnya. Asam askorbat
bertindak sebagai antioksidan karena oksigen akan mengoksidasi askorbat bukan
senyawa fenolik sehingga dapat menghambat atau menurunkan terjadinya reaksi
pencoklatan.
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
Hasil
pengamatan
menunjukkan
perendaman
dalam
asam
askorbat
merupakan cara efektif, namun berdasarkan hasil pengamatan masih lebih baik
Na-Bisulfit.
Asam sitrat
Asam sitrat merupakan senyawa intermediet dari asam organik yang
berbentuk kristal atau serbuk putih. Sifat-sifat asam sitrat antara lain: mudah larut
dalam air, spiritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika
dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai
menjadi arang.
Asam sitrat merupakan agen pengkelat. Asam sitrat menghambat terjadinya
pencoklatan karena dapat mengkompleks ion tembaga yang dalam hal ini
berperan sebagai katalis dalam reaksi pencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga
dapat menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH seperti halnya pada
asam asetat sehingga enzim PPO menjadi inaktif (Winarno, 1992). Pada
percobaan ini, larutan asam sitrat yang digunakan hanya satu macam konsentrasi
yaitu 2.0%.
Berdasarkan hasil pengamatan, warna sampel yang direndam dengan asam
sitrat semakin baik, namun tidak pada terong.
Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan blansing kukus maupun rebus
menunjukkan bahwa blansing rebus memperlihatkan hasil yang lebih baik
dibandingkan blansing kukus.
Berdasarkan hasil pengamatan, urutan keefektifan larutan untuk mencegah
reaksi pencoklatan enzimatis berdasarkan pratikum kali ini adalah na-bisulfit
>
asam askorbat > asam sitrat. Sedangkan untuk sampel yang diblansing, tingkat
keerktifannya blansing rebus > blansing kukus.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum cara pencegahan
pencoklatan enzimatis dalam pengolahan sayuran dan buah-buahan adalah
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
1. Reaksi pencoklatan disebabkan oleh oksidasi fenol karena adanya enzim
fenol oksidase (fenolase) yang merubah bentuk kuinol menjadi kuinon.
2. Pencegahan pencoklatan enzimatis dapat dilakukan dengan cara
mengurangi kontak dengan peralatan pengolahan besi, mengurangi kontak
dengan oksigen, dan dengan menonaktifkan enzim polifenol oksidase.
3. Pisau stainless steel lebih baik dalam pencegahan pencoklatan enzimatis
karena kurang reaktif dengan oksigen daripada pisau besi yang mudah
teroksidasi oleh oksigen hal ini karena terdapat lapisan krom yang
mencegah mencegah terbawanya ion-ion besi dan melindungi baja dari
lingkungan yang korosif.
4. Mengurangi kontak dengan oksigen dapat dilakukan dengan merendam
bahan pada larutan garam, gula, atau akuades karena dengan direndam
oksidasi senyawa fenol akan berkurang.
5. Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat keefektivan larutan untuk
mencegah pencoklatan enzimatis berbeda-beda dari tiap sampel
6. Enzim polifenol oksidase (PFO) dapat dicegah dengan cara sulfitasi
(perendaman dalam larutan Na-Bisulfit), perendaman dalam asam sitrat,
parendaman dalam asam askorbat, dan perendaman dengan aquades.
7. Berdasarkan hasil pengamatan hasil yang paling baik dalam
menonaktifkan enzim PFO adalah dengan perendaman menggunakan NaBisulfit > asam askorbat > asam sitrat > tanpa perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
Eskin, N. A.M. 1990. Biochemistry of Foods. Penerbit : Academic Press.
Hui, Y.H. 2006. Food Biochemistry and Food Processing. Blackwell Publishing:
Iowa.
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
John M deMan. 1997. Kimia Makanan. Penerjemah Kosasih Padmawinata.
Penerbit ITB. Bandung
Thenawijaya, M. 1996. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Erlangga: Jakarta
Tranggono. , Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Penerbit :
Proyek Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama Antar Universitas (Bank
Dunia VXII) PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
JAWABAN PERTANYAAN
1. Berdasarkan hasil praktikum, jelaskan mengapa dalam prakteknya pencegahan
pencoklatan enzimatis tidak pernah dilaksanakan dengan menggunakan satu
metode saja ?
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
Dalam praktikum ini dilakukan dengan menggunakan 3 metode karena
pencoklatan enzimatis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah pengaruh kontak alat-alat pengolahan besi terhadap sayur dan buah,
kontak sayur dan buah dengan oksigen, dan akibat enzim polifenol oksidase
yang terdapat didalam sayuran dan buah. Oleh karena itu, praktikum ini tidak
bisa dilakukan dengan menggunakan 1 metode saja.
2. Jelaskan mengapa untuk buah-buahan metode blansing jarang sekali
digunakan sebagai usaha mencegah pencoklatan enzimatis ?
Blansing merupakan salah satu cara pencegahan pencoklatan enzimatis,
namun cara ini tidak cocok untuk buah-buahan karena salah satu kelemahan
blansing itu sendiri adalah dapat merubah tekstur, aroma, warna dan cita rasa.
Oleh karena itu, biasanya cara yang paling tepat untuk mencegah pencoklatan
enzimatis pada buah adalah dengan merendamnya dalam larutan gula karena
selain dapat mencegah pencoklatan, rasa yang ditimbulkan pun akan semakin
diminati oleh konsumen.
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A