Anda di halaman 1dari 16

A.

Analisis Industri
1.

Estimasi Tingkat Keuntungan Industri

Dalam melakukan analisis industry, investor perlu menilai suatu industry dan
menentukan return yang diharapkan dari suatu industry yang akan dianalisis. Dengan
menilai dan menentukan return yang diharapkan dari suatu industry, investor akan dapat
menentukan peluang investasi pada industry industry yang punya prospek terbaik.
Untuk menilai suatu industry, ada dua langkah yang perlu dilakukan yaitu yang pertama,
mengestimasi Earing Per Share (EPS)yang diharapkan dari suatu industry, kedua,
mengestimasi Price Earing Ratio (P/E) yang diharapkan atau disebut juga sebagai
expected earning multiplier industry. Selanjutnya, jika hasil kedua estimasi tersebut
dikalikan, maka kita akan memperoleh nilai akhir yang diharapkan dari suatu industry
(expected ending value of industry).
Dengan mengetahui nilai akhir yang diharapkan dari suatu industry, selanjutnya akan
dapat ditentukan tingkat return yang diharapkan dari suatu industry. Caranya adalah
dengan membagi nilai akhir yang diharapkan dari suatu industry ditambah dividen yang
diharapkan dari suatu industry, dengan nilai awal industry tersebut pada periode
sebelumnya. Selanjutnya dengan membandingkan tingkat return yang diharapkan dari
industry terhadap tingkat return yang diisyaratkan oleh investor, investor akan dapat
menentukan industry mana saja yang layak dijadikan pilihan investasinya. Dalam
penentuan keputusan investasi industry tersebut, pilihan investor sebaiknya pada industry
industry yang mampu memberikan return diharapkan yang lebih besar dibandingkan
tingkat return yang diisyaratkan investor.
a. Estimasi Earning Per Share Industri
Untuk mengestimasi EPS kita perlu mengestimasi penjualan per lembar saham dari suatu
industry terlebih dahulu. Ada tiga teknik yang dapat digunakan untuk mengestimasi
tingkat penjualan suatu industry, yaitu dengan daur hidup industry (Industry Life Cycle),
analisis input output, serta hubungan antara industry dengan ekonomi secara
keseluruhan. Ketiga teknik tersebut sifatnya saling melengkapi sehingga investor dapat
mengkombinasikan ketiga teknik tersebut untuk mendapatkan gabaran lengkap mengenai
posisi dan prospek industry dalam berbagai scenario.

a. Perkiraan penjualan dan daur hidup industry. Tahap perkembangan industry


dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya penjualan dari suatu Industri. Tahap
perkembangan industry umumnya dapat dibagi jadi lima yaitu, tahap permulaan,
pertumbuhan yang cepat, tahap kedewasaan (mature), stabil, dan penurunan. Tahapan
perkembangan industry dapat dilihat dari gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1
Daur Hidup Suatu Industri

Untuk mengestimasi penjualan industry kita perlu menentukan lamanya waktu


masing-masing tahap dalam daur hidup industry, dan lamanya waktu untuk masing
masing industry akan berbeda satu dengan yang lain. Masing-masing tahap tersebut
memiliki dampak terhadap pertumbuhan penjualan dan keuntungan industry.
1. Tahap Permulaan. Tahap ini merupakan masa awal perkembangan sebuah
industry. Pada tahap ini pertumbuhan penjualan sangat kecil dan profit yang
dihasilkan kemungkinan akan menunjukan angka negative karena perusahaan
harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk menutupi biaya promosi dan
pengembangan produk di awal awal pertumbuhan industry.
2. Tahap Pertumbuhan. Pada tahap ini, penjualan tumbuh sangat cepat.
Permintaan semakin meningkat, sedangkan persaingan belum begitu ketat,
sehingga profit dalam tahap pertumbuhan akan tumbuh dengan tinggi.
Pertumbuhan industry pada tahap ini akan cenderung lebih besar dari
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

3. Tahap Kedewasaan (mature). Pada tahap ini, pertumbuhan penjualan mulai


menurun, karena banyaknya pesaing yang mulai masuk dan permintaan yang
sudah relative stabil. Oleh karena itu, profit pada tahap ini akan mengalami
pertumbuhan yang mulai menurun dan menuju tingkat keuntungan yang normal.
Pertumbuhan industry pada tahap ini sedikit lebih besar dari pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan.
4. Tahap Stabil. Tahap ini adalah tahap paling panjang dalam daur hidup industry.
Pertumbuhan industry akan cenderung sama dengan pertumbuhan ekonomi pada
keseluruhan atau segmen ekonomi di mana industry tersebut berada. Pada tahap
ini investor dapat mengestimasi pertumbuhan penjualan secara mudah karena
penjualan berkorelasi tinggi dengan kondisi ekonomi. Meskipun penjualan
terkait erat dengan kondisi ekonomi, tetapi besarnya pertumbuhan penjualan
masing-masing perusahaan berbeda-beda satu dengan yang lain, tergantung dari
kemampuan manajerial dari masing-masing perusahaan.
5. Tahap Penurunan. Pada tahap ini, tingkat penjualan dan profit industry
semakin menurun. Oleh karena itu, pada tahap ini perusahaan akan mulai keluar
dari industry dan investor mulai berpikie untuk mencari alternatif industry lain
yang lebih menguntungkan. Pertumbuhan industry pada tahap ini akan jauh
dibawah pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Dengan mengetahui tahap daur hidup suatu industry, secara umum kita dapat
mengestimasi tingkat pertumbuhan penjualan suatu industry. Untuk melengkapi
analisis terhadap tahap daur hidup industry kita juga dapat membandingkan
pertumbuhan industry tersebut dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
b. Prakiraan penjualan dan analisis input-output. Analsis input-output adalah suatu
cara alternative untuk mengetahui gambaran prospek penjualan suatu industry di
masa yang akan datang, dengan cara mengidentifikasi pemasok dan konsumen dari
suatu industry. Dengan melakukan analisis ini, kita dapat mengestimasi permintaan
konsumen dimasa yang akan datang, serta kemampuan pemasok untuk menyediakan
barang dan jasa yang diperlukan dalam suatu industry. Informasi tersebut nantinya
dapat digunakan untukmemperkirakan tingkat penjualan dan keuntungan suatu
industry di masa depan.

c. Prakiraan penjualan dan hubungan industry dan ekonomi. Teknik yang ketiga
ini dilakukan dengan cara membandingkan tingkat penjualan industry dengan
kondisi perekonomian secra keseluruhan yang berhubungan dengan barang dan jasa
yang diproduksi oleh industry tersebut. Teknik ini didasari oleh asumsi bahwa
kondisi perekonomian dimana suatu industry beroperasi akan terkait dengan
penjualan dan keuntungan suatu industry.
b. Estimasi Earning Multiplier Suatu Industri
Teknik untuk melakukan estimasi earning multiplier industry ada dua yaitu, analisis
makro dan analisis mikro. Dalam analisis makro, investor mempelajari hubungan antara
earning multiplier untuk industry dengan earning multiplier pasar. Sedangkan dalam
analisis mikro, estimasi earning multiplier industri dilakukan dengan cara mengamati
variabel-variabel yang mempengaruhi earning multiplier industri seperti, dividen payout
ratio (DPR), tingkat return yang diisyaratkan dalam industri (k), dan tingkat pertumbuhan
earning dan dividen industri yang diharapkan (g)
Analisis makro mengasumsikan adanya hubungan antara perubahan dalam k dan g untuk
industri tertentu dengan pasar keseluruhan. Asumsi ini ini sama halnya dengan hubungan
atara perubahan dalam P/E rasio industri dengan P/E pasar secara keseluruhan. Tetapi
perlu diingat bahwa hubungan antara industri dengan pasar tidaklah sama untuk setiap
industri, bahkan untuk industri tertentu hubungan tersebut tidak signifikan. Oleh karena
itu, sebelum menggunakan analsis makro untuk mengestimasi earning multiplier untuk
industri, kita perlu mengevalusi terlebih dahulu kualitas hubungan antara rasio P/E
industri yang akan dianalisis dengan P.E pasar. Disamping itu kita perlu melengkapi
analisis makro dengan analsisi mikro.
Estimasi earning multiplier industri dengan analisis mikro dilakukan dengan cara
mengestimasi tiga variabel yang menentukan earning mutiplier industri (dividen payout
ratio, tingkat return yang diisyaratkan dan tingkat pertumbuhan earning dan dividen yang
diharapkan) dan membandingkan ketiga variabel tersebut dengan P/E pasar. Dari hasil
analisis tersebut, selanjutnya dapat diketahui apakah earning multiplier industri berada
diatas, dibawah ataupun sama dengan earning multiplier pasar.
2. Persaingan Dan Return Industri yang Diharapkan
Faktor peting lain yang mempengaruhi besarnya profit yang bisa diperoleh suatu industry
adalah intensitas persaingan dalam industry tersebut. Intensitas persaingan dalam suatu

industry akan menentukan kemampuan industry untuk tetap memperoleh tingkat return
diatas rata-rata. Intensitas persaingan merupakan gambaran dari lima faktor utama
persaingan dan pengaruh masing-masing faktor tersebut untuk masing-masing industry
akan berbeda-beda. Lima kekuatan persaingan akan menentukan profitabilitas industry
karena lima faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap komponen return on
investment (ROI) dalam suatu industry. Kekuatan masing-masing faktor tersebut
merupakan fungsi dari struktur industry. Investor harus menganalisis struktur industry
untuk menilai kekuatan dari lima faktor persaingan, sehingga investor dapat menentukan
profitabilitas dari suatu industry. Struktur industry cenderung berubah, sehingga investor
perlu terus memperbaharui analisis lingkungan industry sesuai dengan perubahan yang
terjadi.
Pada gambar 2.2 berikut ini, terdapat lima faktor yang menentukan intensitas persaingan
dalam suatu industry tersebut yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

Ancaman adanya pemain baru


Daya tawar (bargaining power) pembeli
Persaingan diantara pemain yang ada
Ancaman adanya barang atau jasa subtitusi
Daya tawar (bargaining power) pemasok

Gambar 2.2
Lima Faktor Persaingan Yang Menentukan Profitabilitas Industri
a. Persaingan antara perusahaan yang ada dalam industry. Persaingan dalam suatu
industry akan semakin meningkat jika terdapat banyak perusahaan yang ukurannya
relaif sama bersaing dalam industry tersebut. Disamping itu, persaingan juga akan

dipengaruhi oleh pertumbuhan industry dan biaya tetap, serta hambatan untuk keluar
dari industry tersebut. Pertumbuhan yang lambat akan membuat perusahaan semakin
ketat bersaing memperebutkan pangsa pasar yang relative kecil. Tingginya biaya tetap
juga akan mendorong peningkatan persaingan, karena dengan tingginya biaya tetap
akan mengharuskan perusahaan untuk memproduksi dengan kapasitas penuh. Hal ini
akan membuat penawaran dipasar akan semakin meningkat yang kemudia akan
menyebabkan harga barang semakin menurun, sehingga persaingan akan semakin
ketat.
b. Ancaman Pemain Baru. Meskipun sebuah industry mempunyai jumlah pesaing yang
sedikit, investor juga perlu menidentifikasi perusahaan-perusahaan yang potensial
menjadi pemain baru dalam industry. Besarnya ancaman pemain baru ini akan
dipengaruhi oleh adanya hambatan-hambatan masuk dalam suatu industry seperti
tingginya biaya investasi, peraturan pemerintah dan harga barang yang relatif kecil
dibandingkan biaya produksi. Jika hambatan masuk suatu industry relatif tinggi maka
kemungkinan adanya pemain baru yang akan masuk dalam industry tersebut akan
semakin kecil.
c. Ancaman Adanya Produk Subtitusi. Produk subtitusi akan membatasi profit
potensial suatu industry karena barang subtitusi akan memunculkan alternative bagi
produk perusahaan. Dalam kondisi seperti ini, kemampuan perusahaan untuk
menentukan harga produk akan semakin berkurang, karena dibatasi adanya produk
subtitusi. Artinya, jika harga produk perusahaan terlalu tinggi, konsumen bisa saja
berpindah ke produk subtitusi yang ditawarkan di pasar.
d. Bargaining Power Pembeli. Daya tawar pembeli dipasar yang kuat bisa
mempengaruhi profitabilitas industry. Hal ini terjadi jika konsumen dapat menawar
harga atau meminta kualitas yang lebih tinggi dengan kemungkinan pilihan dari
produk yang diberikan oleh pesaing lain. Bila jumlah konsumen lebih banyak dari
jumlah industrinya maka bargaining power konsumen akan rendah. Sebaliknya jika
jumlah industry lebih banyak dari konsumen maka bargaining power konsumen akan
besar.
e. Bargaining Power Pemasok. Pemasok dapat mempengaruhi return industry dimasa
yang akan datang karena mereka mempunyai kekuatan untuk menentukan harga dam
kualitas produknya. Jika jumlah pemasok lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah

industrinya, maka pemasok memiliki bargaining power yang besar. Begitu juga
sebaliknya, jika pemasok lebih banyak dari industrinya makan bargaining power
pemasok akan berkurang.
Analisis lima faktor yang menentukan persaingan industry dapat digunakan untuk menilai
profit potensial dari suatu industry untuk jangka panjang. Seperti dijelaskan diatas bahwa
masing-masing industry mempunyai profil struktur industry yang berbeda, sehingga
investor perlu menganalisis lima faktor yang mempengaruhi persaingan untuk masingmasing industry. Disampng itu investor juga dapat mengamati perubahan lingkungan
yang terjadi setiap saat, karena bisa jadi struktur industry akan berubah akibat adanya
perubahan lingkungan tersebut.
B. Analisis Perusahaan
Tahapan analisis perusahaan dalam analisis fundamental bertujuan untuk mengetahui
industri yang paling berprospek dan paling menguntungkan. Prospek industri atau
perusahaan yang paling menguntungkan dapat dilihat dari laporan keuangannya seperti
harga saham yang di bawah harga nominalnya (under valued) dan diperkirakan akan
meningkat setelah dimiliki atau perusahaan yang harga pasar sahamnya lebih tinggi dari
nominalnya (over valued), sehingga akan menguntungkan untuk dijual. Untuk
mengetahui apakah saham suatu perusahaan layak dijadikan pilihan investasi dilakukan
analisis pada perusahaan yang bersangkutan. Dari analisis tersebut dapat memberikan
gambaran mengenai karakteristik internal, kualitas dan kinerja, serta prospek perusahaan
tersebut di masa yang akan datang.
Dalam analisis perusahaan komponen utama yang menjadi kerangka pikirnya sama
dengan analisis industrial yaitu Earning Per Share (EPS) dan Price Earning Ratio ((P/E).
Tiga alasan utama menggunakan komponen tersebut adalah:

Digunakan untuk mengestimasi nilai intrinsik saham. Caranya mengalikan EPS


dengan E/P dan dibandingkan dengan nilai pasar. Hasilnya menentukan keputusan
untuk membeli atau menjual saham.

Menghitung dividen dengan dasar earning.

Hubungan antara perubahan earning dengan perubahan harga saham.

Informasi EPS dan E/P terdapat dalam laporan keuangan perusahaan. Setelah dianalisis
informasi laporan keuangan tersebut akan memperlihatkan kelebihan dan kelemahannya
dalam kaitan dengan perhitungan EPS.
EPS dan Informasi Laporan Keuangan
Dengan menggunakan laporan keuangan investor akan dapat menghitung berapa
besar pertumbuhan earning yang telah dicapai perusahaan terhadap jumlah saham
perusahaan. Dengan membandingkan antara jumlah laba bersih yang siap dibagikan
(earning) dengan jumlah saham yang beredar akan diperoleh Earning Per Share (EPS).
Informasi EPS merupakan informasi yang sangat diperlukan investor untuk
menggambarkan prospek perusahaan untuk masa yang datang. EPS merupakan ukuran
berupa earning yang dapat diperoleh dari setiap saham yang dimiliki investor. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan sangat berguna bagi investor untuk
menentukan

keputusan

investasi

yang

terbaik

dan

menguntungkan.

Dengan

menggunakan laporan keuangan investor dapat mengetahui perbandingan antara nilai


intrinsik saham perusahaan dibanding harga pasar saham perusahaan bersangkutan.
Laporan keuangan terdiri atas:
1.

Neraca (Balance Sheet)


Neraca (balance sheet) merupakan laporan keuangan yang menggambarkan kondisi
finansial perusahaan pada waktu tertentu yang memberikan informasi mengenai total
aset, utang dan modal yang digunakan perusahaan. Dalam pengertian lain neraca
dapat diartikan sebagai laporan tabel atau ringkasan penyeimbang (debet dan kredit)
yang diajukan setelah penutupan buku akuntansi menurut prinsip-prinsip akuntansi.
Hanya sejauh inilah akuntan melaksanakannya, investor harus menerima tidak kurang
dan tidak lebih dari ini. Karena neraca tidak memuat nilai investasi atau nilai
ekonominya, yang lebih terkait dengan aliran keuangan dan kekuatan perusahaan
tersebut. Hal yang perlu diperhatikan investor adalah bahwa neraca biasanya disusun
untuk laporan keuangan akhir tahun (31 Desember). Posisi neraca akan berubah untuk

waktu seminggu, sebulan ataupun untuk tahun depan. Neraca harus menempatkan
total angka yang sama antara aktiva dengan kewajiban dan Ekuitas.
Informasi yang dicari analis dari neraca adalah:
a.

Sumber-sumber keuangan yang digunakan untuk mencapai


aktiva perusahaan:
1)

Dana jangka panjang, yang diinvestasikan kreditur, pemegang saham


tertentu, dan pemegang saham biasa.

2)

Dana jangka pendek yang disediakan oleh bank, dokumen-dokumen


komersial, kreditur dagang, dan sebagainya.

Berdasarkan informasi di atas, investor dapat menghitung proporsi modal


investasi yang diberikan oleh kreditur, pemegang saham prefen, dan pemegang
saham umum. Pada perhitungan ini nilai pari biasanya digunakan untuk
persediaan umum, seperti total kapitalisasi umum pada pasar (jumlah saham
dikali nilai pasar)
b.

Kekuatan modal pekerjaan perusahaan yang bersangkutan


sebagaimana ditunjukkan oleh berbagai variasi rasio pekerjaan. Rasio tersebut
menandakan bahwa prakiraan kemampuan perusahaan dicocokkan dengan
kepemilikan terakhir, yang diharapkan dibayar dengan aktiva lancar.

c.

Aktiva
pendapatan

perusahaan

perusahaan
dan

sikap

yang
modal

menandakan
yang

sumber-sumber

diinvestasikan,

seperti

menyediakan dasar untuk memperkirakan total aktiva dan bauran aktiva yang
mendukung tingkat operasi yang diharapkan.
d.

Data untuk sebuah analisis neraca digabungkan dengan analis


laporan laba rugi.

2.

Laporan Laba Rugi (Income Statement)


Laporan laba rugi (income statement) menunjukkan penghasilan dan biaya/beban
sebuah perusahaan untuk suatu periode tertentu. Laporan keuangan yang memuat
informasi ringkasan kinerja operasional yang meliputi penjualan (sales) atau
penerimaan (revenue) yang diperoleh perusahaan dan dan biaya-biaya yang
dikeluarkan selama satu periode, serta elemen-elemen pembentuk laba. Analisis harus

menentukan pendapatan yang sebenarnya berdasarkan basis pendapatan sebenarnya


dari proyeksi perkembangannya. Laporan laba rugi mencerminkan perbedaan antara
penerimaan dan biaya perusahaan selama periode tertentu sehingga menghasilkan
keuntungan (kerugian) bersih perusahaan. Keuntungan perusahaan akan didapat jika
total penerimaan perusahaan lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan, begitu juga
sebaliknya kerugian akan muncul jika total penerimaan lebih kecil dari total biaya
yang dikeluarkan perusahaan.
Unsur-unsur biaya/beban yang muncul dalam laporan laba rugi adalah:
a.

Biaya produksi (beban langsung). Merupakan biaya yang


terkait langsung dengan kegiatan produksi atau jasa yang diproduksi perusahaan,
seperti: beban upah, biaya bahan baku, bahan pembantu dan lain-lain.

b.

Biaya administrasi dan umum (beban usaha). Merupakan


biaya/beban yang tidak terkait langsung dengan produksi dan jasa, seperti biaya
overhead, beban gaji, beban pemasaran dan lain lain.

c.

Biaya depresiasi. Merupakan biaya/beban yang terkait


dengan pengalokasian harga perolehan aktiva tetap perusahaan yang digunakan
dalam operasional langsung atau tidak langsung perusahaan.seperti beban
depresiasi gedung, kendaraan, mesin dan lain-lain.

d.

Biaya bunga. Merupakan biaya/beban yang terkait dengan


beban yang harus dikeluarkan perusahaan sebagai konsekuensi penggunaan utang
perusahaan, seperti beban bunga bank.

e.

Biaya pajak penghasilan. Merupakan biaya/beban yang harus


dikeluarkan perusahaan terkait dengan kewajiban perushaan membayar sejumlah
pajak pada pemerintah.

Analisis saham mencari informasi dari laporan laba rugi untuk menjawab pertanyaan
berikut:
a.

Apa dasar pendapatan sebenarnya yang bertindak sebagai


titik permulaan untuk menggerakkan proyeksi masa depannya.

b.

Bagaimana perusahaan tersebut bertindak selama periode


yang panjang (biasanya menggunakan data 10 tahun) dan periode terakhir? Faktor
apa saja yang mempengaruhi pendapatan dan biaya/bebannya?

c.

Apakah

perkembangan

pendapatan

konsisten

ataukah

perusahaan tersebut sedang merosot? Apakah pola pendapatan dari tahun ke tahun
signifikan? Jika ya apa yang menyebabkannya?
d.

Bagaimana perkembangan pendapatan perusahaan dianalisis,


dibandingkan dengan aspek industri di nana perusahaan tersebut berkecimpung?
Bagaimana perusahaan tersebut dibandingkan dengan kompetitornya?

e.

Apakah perusahaan tersebut terlihat mempunyai kontrol


keuangan yang baik?

Titik penting dari analisis saham umum adalah pada perkembangan dan laba dari
perusahaan. Bagi investor, informasi laba yang diperoleh perusahaan dapat dijadikan
dasar untuk menilai tingkat profitabilitas perusahaan. Beberapa ukuran yang
umumnya digunakan adalah Return on Equity (ROE) yang menunjukkan seberapa
besar nilai kembalian dari modal sendiri yang ditanamkan di perusahaan, atau
Earning per Share (EPS) untuk menilai seberapa besar earning yang akan diperoleh
dari setiap saham yang dimiliki investor.
3.

Laporan Laba Ditahan (Statement of Retained Earning)


Laporan laba ditahan berisikan informasi mengenai perubahan laba ditahan
perusahaan yang menyebabkan terjadinya perubahan modal sendiri perusahaan.
Perhitungan laba ditahan adalah laba bersih dikurangi deviden yang dibagikan. Laba
ditahan diinvestasikan kembali dengan harapan peningkatan laba perusahaan pada
tahun mendatang. Laporan ini digunakan investor untuk menilai usulan kebijakan
manajemen perusahaan mengenai dividen. Pembagian dividen yang merupakan hak
pemegang saham yang diatur dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
biasanya tidak dibagikan seluruhnya, tetapi sebagian digunakan kembali untuk
berinvestasi. Sebagian yang digunakan untuk berinvestasi inilah menjadi laba ditahan
perusahaan. Semakin besar laba ditahan perusahaan akan semakin besar aset
perusahaan, dan dapat dikatakan perusahaan tersebut sehat.

4.

Laporan Aliran Kas (Statement of Cash Flows)

Laporan aliran kas merupakan laporan yang memuat aliran kas masuk (cash inflow)
dan aliran kas keluar (cash outflow) dari tiga sumber aktivitas utama perusahaan,
yaitu
a.

operasional perusahaan yaitu kemampuan perusahaan dalam


menghasilkan aliran kas dari operasional harian perusahaan untuk melunasi
utang, pembiayaan operasional perusahaan, termasuk didalamnya pembayaran
dividen untuk pemegang saham,

b.

investasi, merupakan aliran kas masuk dan keluar yang


berkaitan dengan investasi yang dilakukan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan dimasa datang,

c.

dan aktivitas finansial merupakan aliran kas masuk yang


berasal dari penerbitan saham baru ataupun penerbitan surat utang oleh
perusahaan

Perlu dipahami walaupun format laporan aliran kas dengan laporan laba rugi hampir
sama tetapi terdapat perbedaan yang mendasar yaitu:

Penyusunan laporan neraca dan laba rugi dilakukan dengan dasar


motoda akrual (accrual basis), maksudnya adalah semua penerimaan dan
pengeluaran dicatat berdasarkan transaksi yang dilakukan perusahaan baik
transaksi tunai (cash) maupun kredit. Sedangkan laporan aliran kas dicatat
berdasarkan transaksi yang benar-benar terjadi (cash basis). Sebagai contoh
penjualan dengan kredit masuk dalam catatan laba rugi, dengan menambahkan
unsur piutang di neraca, sedangkan dalam laporan aliran kas tidak termasuk,
tetapi akan dicatat pada saat pembayaran piutang tersebut, dengan asumsi bahwa
pada saat transaksi kas belum diterima perusahaan.

Pencatatan penyusutan (depresiasi, omortisasi, dan deplesi),


tercatat dalam laporan neraca dan laba rugi, karena diakui sebagai beban
pengalokasian harga perolehan untuk beberapa tahun. Penyusutan dalam laporan
laba rugi akan mengurangi keuntungan perusahaan. Dalam laporan aliran kas
penyusutan tidak diakui sebagi pengurang keuntungan, karena pada saat transaksi
tidak terdapat pengeluaran kas.

Kelemahan Pelaporan Earning dalam Laporan Keuangan


Secara ideal laporan keuangan digunakan investor untuk memprediksi
pertumbuhan perusahan di masa datang dan diperlukan untuk keputusan investasi yang
tepat dan akurat. Namun demikian akan muncul permasalahan jika dalam pembuatan
laporan keuangan tersebut terdapat konflik kepentingan antara pemegang saham atau
investor sebagai pengguna laporan keuangan dan manajemen sebagai penyaji laporan
keuangan. Dalam prakteknya seorang manajemen perusahaan menginginkan laporan
yang indah mungkin dengan trik atau perlakuan khusus untuk keperluan prestasi,
dipihak lain investor menginginkan laporan yang sesungguhnya untuk keperluan
keputusan investasi yang akan dilakukan.
Konflik kepentingan ini akan berdampak kurang baik terhadap perusahaan jika tidak
dilakukan dengan bijak. Banyak kasus telah muncul diantaranya kasus perusahaan Enron,
WorldCom di Amerika, dan Bank Summa di Indonesia.
Sebagai penyusun laporan keuangan seorang akuntan harus berada dalam posisi yang
tepat dan tidak berpihak. Untuk menatisipasinya seorang akuntan harus mengikuti
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum dan kode etik yang telah ditetapkan oleh
IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) di Indonesia).
Analisis Rasio Profitabilitas Perusahaan.
Salah satu indikator penting untuk mengetahui sejauhmana pertumbuhan
profitabilitas perusahaan yang mampu memberikan return yang sesuai dengan tingkat
yang disyaratkan oleh investor. Dua analisis rasio utama yang digunakan adalah:
1.

Return on Equity (ROE) yang menggambarkan sejauhmana

kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan yang dapat diperoleh investor


dengan rumus
ROE

Laba bersih

x 100%

Jumlah modal sendiri


Dengan ilustrasi seperti di bawah ini maka kita akan dapat menentukan berapa ROE
perusahaan PT ASA

Laporan Keuangan PT ASA


Keterangan
Laba bersih (Net Profit)

2005 (Rp.Juta)
152.650

Ekuitas
Total Aset

Nilai ROE 2005 =

2006 (Rp Juta)


205.750

745.500

860.250

2.450.600

3.050.200

152.650.000.000 x100%
745.500.000.000

=
2.

20.48%
Return on Asset (ROA) yang menggambarkan sejauhmana

kemampuan aset-aset yang dimiliki perusahaan dapat menghasilkan laba, dengan


rumus:
ROA

Laba bersih x 100%


Total aset

Dari contoh di atas kita dapat menetukan ROA perusahaan sebesar:


Nilai ROA 2005 =

152.650.000.000 x100%
2.450.600.000.000

6.23%

Silahkan anda coba untuk tahun 2006.

Earning per Share (EPS)


Selanjutnya komponen yang penting pertama yang harus diperhatikan dalam
menganalisis perusahaan adalah keuntungan yang didapat dari tiap lembar saham yang
dinvestasikan oleh para pemegang saham. Dari informasi laporan keuangan PT ASA, jika

jumlah saham yang disetor sebanyak 10.000.000 lembar, maka kita akan menggunakan
rumus sebagai berikut:
EPS

Laba bersih
Jumlah saham yang beredar

EPS

152.650.000.000
10.000.000

Rp 15.265/lembar saham

Price Earning Ratio (PER)


PER atau earning multiplier mengidentifikasikan besar rupiah yang harus
dibayarkan investor untuk mendapatkan satu rupiah earning perusahaan, dan merupakan
ukuran harga relatif dari sebuah saham perusahaan. Rumusnya adalah:
PER

D1/E1
k-g

= RF + RP

= ROE x (1 DPR)

Keterangan:
D1/E1

= tingkat dividen pay out ratio yang diharapkan

= tingkat return yang disyaratkan

= tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan

Estimasi Nilai Intrinsik Saham


Tujuan analisis saham adalah untuk menentukan perusahaan yang mampu
menawarkan keuntungan terbaik kepada investor. Kesimpulannya adalah saham mana
yang harga pasar lebih rendah dari nilai intrinsiknya (undervalued) untuk melakukan
pembelian, dan saham mana yang nilai intrinsiknya lebih tinggi dari dari harga pasar

(overvalued) untuk melakukan penjualan. Untuk menentukannya kita perlu mengestimasi


nilai intrinsik perusahaan yang akan dianalisis. Selanjutnya adalah membandingkan nilai
intrinsik saham dengan harga pasarnya sebagai dasar keputusan untuk menentukan saham
tersebut undervalued atau overvalued. Rumus untuk menentukannya adalah:
Po

= Estimasi EPS x PER


= E1 x PER,

Selanjutnya bandingkan dengan harga pasar untuk menentukan keputusan untuk membeli
atau menjual saham perusahaan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai