Anda di halaman 1dari 18

KELOMPOK 10

Tugas Makalah Teknologi Likuida Semi

PROSEDURSolida
EVALUASI FISIK
SEDIAAN SUPPOSITORIA
Dosen : Budipratiwi W., S.Farm., Apt., M.Farm.

Disusun Oleh :
122210101022
122210101042
122210101066
122210101090
1222101010114

Farichatul Izzah
Mia Riswani
Rani Firda N I A
I Kadek Arya Pradnyana
Baiq Wahyudyati Karnia Qisti

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Supositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dengan cara
memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh, di mana akan melebur, melunak
atau melarut dan memberikan efek lokal atau sistemik (Ansel, 1989). Suppositoria
adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal,
vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak, atau melarut dalam suhu tubuh.
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat atau sebagai
pembawa zat terapeutik yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang
umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran polietilen glikol, dan esterasam lemak polietilen glikol
(Depkes RI, 1995).
Bahan dasar suppositoria mempengaruhi pada pelepasan zat terapeutiknya.
Lemak coklat capat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan
tubuh, sehingga menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat yang
diobati. Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai dengan beberapa antiseptik,
namun bahan dasar ini sangat lambat larut sehingga menghambat pelepasan zat yang
dikandungnya. Bahan pembawa berminyak, seperti lemak coklat, jarang digunakan
dalam sediaan vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap. Sedangkan
gelatin jarang digunakan dalam penggunaan melalui rektal karena disolusinya lambat
(Depkes RI, 1995).
Bobot suppositoria bila tidak dinyatakan lain adalah 3 gr untuk dewasa dan 2 gr
untuk anak. Penyimpanan suppositoria sebaiknya di tempat yang sejuk dalam wadah
tertutup rapat. Bentuknya yang seperti torpedo memberikan keuntungan untuk
memudahkan proses masuknya obat dalam anus. Bila bagian yang besar telah masuk
dalam anus, maka suppositoria akan tertarik masuk dengan sendirinya (Anief, 2007).
Penggunaan bentuk sediaan supositoria yang berefek sistemik memberikan
banyak keuntungan antara lain obat yang merangsang lambung dapat diberikan tanpa

menimbulkan rasa, obat yang dirusak dalam sirkulasi fortal, dapat tidak melewati hati
setelah absorpsi pada rektum, sesuai untuk pasien dewasa dan anak-anak yang tidak
dapat menelan obat, efektif dalam perawatan pasien yang suka muntah (Ansel, 1989).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja evaluasi yang dapat digunakan untuk pengujian fisik sediaan
suppositoria?
2. Bagaimana cara kerja masing-masing alat pengujian fisik sediaan suppositoria?
3. Bagaimana rentang hasil uji fisik pada sediaan suppositoria yang dikategorikan
baik?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui evaluasi yang dapat digunakan untuk pengujian fisik
sediaan suppositoria.
2. cara kerja masing-masing alat pengujian fisik sediaan suppositoria
3. Untuk mengetahui rentang hasil uji fisik pada sediaan suppositoria yang
dikategorikan baik.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Uji Organoleptis (Appearance)
Uji organoleptis dilakukan dengan melihat suppo dengan menggunakan panca
indra. Untuk melihat warna, bau, dan bentuk dari suppositoria. Tes ini lebih ditekankan
pada distribusi zat berkhasiat di dalam basis suppo. Suppo dibelah secara longitudinal
kemudian dibuat secara visual pada bagian internal dan bagian eksternal dan harus
nampak seragam. Penampakan permukaan serta warna dapat digunakan untuk
mengevaluasi ketidakadaan meliputi :

celah
lubang
eksudasi
pengembangan lemak
migrasi senyawa aktif (Herbert A. Lieberman, 1989, hal. 552)
Bentuk suppositoria perlu diperhatikan karena jika dari bentuknya tidak seperti

sediaan suppositoria pada umunya, maka seseorang yang tidak tahu akan mengira
bahwa sediaan tersebut bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung karena
akan memberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaa tersebut adalah suppositoria.
Selain itu, suppositoria merupakan sediaan padat yang mempunyai bentuk torpedo.
2.2 Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui bahan aktif tercampur rata dengan
bahan dasar suppositoria atau tidak, jika tidak tercampur maka akan mempengaruhi
proses absorbsi dalam tubuh.
Cara kerja uji homogenitas :

Diambil tiga 3 titik bagian suppo (atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri).


Masing-masing bagian diletakkan pada kaca objek kemudian diamati dibawah

mikroskop.
Cara selanjutnya dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara titrasi.

Hasil pada uji homogenitas yang baik yaitu zat aktif harus tersebar merata
(homogen) pada sediaan suppositoria.

Gambar 1. Alat Uji Homogenitas


2.3 Uji Keseragaman Bobot
Uji keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan
sudah sama atau belum, jika belum maka perlu dicatat, karena keseragaman bobot
dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam masing-masing
suppositoria tersebut sama dan dapat memberikan efek terapi yang sama pula.
Keseragaman bobot juga akan mempengaruhi terhadap kemurnian suatu sediaan karena
dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur.

Gambar 2. Timbangan analitik untuk uji keseragaman bobot

Cara kerja uji keseragaman bobot :

Suppositoria ditimbang sebanyak 20 buah, diambil secara acak.


Lalu ditentukan bobot rata-ratanya.
Hasil dari uji keseragamn bobot tidak boleh lebih dari 2 suppositoria yang

masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang
ditetapkan kolom A (5%) dan tidak satu suppositoria pun yang bobotnya menyimpang
dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan di kolom B (10%) (Anonim,
1979). Keragaman bobot juga merupakan bagian dari uji keseragaman sediaan,
dilakukan bila sediaan mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50%
atau lebih dari bobot sediaan. Jika tidak, keseragaman sediaan ditentukan dengan
metode keseragaman kandungan (BP 2002, Appendix XII H, A.253, FI IV 1995 hal.
999).
Supositoria dapat membebani keseimbangan otomatis, memperoleh berat 10
supositoria. Jika berat ditemukan terlalu kecil, disarankan untuk memeriksa apakah
cetakan diisi dengan baik dan apakah ada rongga aksial atau gelembung udara yang
disebabkan oleh buruk disesuaikan pengadukan mekanik atau adanya surfaktan yang
tidak diinginkan. Hal ini juga penting untuk memeriksa bahwa batch supositoria
homogen. Jika berat ditemukan terlalu tinggi, periksa menggores yang telah dilakukan
dengan benar, dan juga bahwa campuran homogen. Terakhir, berat badan bisa
berkurang selama penuaan ketika supositoria mengandung zat volatil, terutama jika
kemasan tidak kedap udara.
2.4 Uji Kekerasan
Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur kerapuhan
supositoria. Supositoria dengan bentuk-bentuk yang berbeda mempunyai titik hancur
yang berbeda pula (Coben dan Lieberman, 1994).
Tes ini menentukan ketegaran suppo di bawah kondisi tertentu terhadap
pemecahan suppositoria dan ovula yang diukur dengan menggunakan sejumlah tertentu
massa atau beban untuk menghancurkannya. Tes ini didasarkan untuk suppo dan ovula

berbasis lemak. Uji ini tidak sesuai untuk sediaan yang memiliki bahan pembantu
hidrofilik, seperti campuran gelatin-gliserol.

Gambar 3. Alat Uji Kekerasan Supositoria


Cara kerja uji kekerasan :

Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berdinding

rangkap dimana suppositoria yang diuji ditempatkan.


Air pada 370C dipompa melalui dinding rangkap ruang tersebut
Suppositoria diisikan ke dalam dinding dalam yang kering, menopang lempeng

dimana suatu batang dilekatkan.


Ujung lain dari batang tersebut terdiri dari lempeng lain dimana beban

digunakan.
Uji dihubungkan dengan penempatan 600 g diatas lempeng datar.
Pada interval waktu 1 menit, 200 g bobot ditambahkan, dan bobot dimana
suppositoria rusak adalah titik hancurnya atau gaya yang menentukan

karakteristik kekerasan dan kerapuhan suppositoria tersebut.


Percobaan tersebut dilakukan untuk masing-masing suppositoria sebanyak 3
kali. Waktu dan beban yang diperlukan dicatat seehingga masing-masing
suppositoria hancur.
Titik hancur yang dikehendaki dari masing-masing bentuk suppositoria yang

beraneka ragam ditetapkan sebagai level yang menahan kekuatan (gaya) hancur yang
disebabkan oleh berbagai tipe penanganan yakni; produksi, pengemasan, pengiriman,
dan pengangkutan dalam penggunaan untuk pasien.

Pembacaan beban sebagai berikut :

Antara 0 20 detik : beban tambahan dianggap tidak ada


Antara 21 40 detik : beban tambahan dihitung setengahnya yaitu 100 gram
Antara 41 60 detik : beban tambahn dihitung penuh 200 gram
Hasil untuk uji kekerasan yang baik pada sediaan suppositoria yaitu apabila

sediaan suppositoria tahan bila ditambah beban 200 gram. Hal-hal yang perlu
diperhatikan:

Apabila sediaan hancur dalam 20 detik setelah pemberian lempeng terakhir

maka massa yang terakhir ini tidak masuk dalam perhitungan.


Apabila sediaan hancur dalam waktu antara 20 dan 40 detik setelah pemberian
lempeng terakhir maka massa yang dimasukkan ke dalam perhitungan hanya

setengah dari massa yang digunakan, misal 100 g.


Apabila sediaan belum hancur dalam waktu lebih dari 40 detik setelah
pemberian lempeng terakhir maka seluruh massa lempeng terakhir dimasukkan

ke dalam perhitungan.
Setiap pengukuran menggunakan 10 sediaan dan pastikan tidak terdapat residu
sediaan sebelum setiap pengukuran (BP2002, A334, Leon Lachman, 1990, hal.
586-587).

2.5 Kerapuhan
Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang
menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas.
Supositoria dipotong horizontal. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui
bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar,
kemudian diberi beban seberat 20 N (lebih kurang 2kg) dengan cara menggerakkan jari
atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung.
2.6 Berhubungan dengan Pelelehan Suppositoria
2.6.1 Uji Kisaran Leleh
Uji kisaran leleh juga disebut uji kisaran leleh makro. Uji kisaran meleleh makro
adalah suatu ukuran waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna bila

dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur tetap 37 0C (Coben dan Lieberman,
1994). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam
pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang biasa digunakan untuk mengukur
kisaran leleh sempurna dari suppositoria adalah suatu alat disintegrasi tablet USP.
Rentang leleh atau zona leleh biasanya lebih sering digunakan daripada titik
leleh. Beberapa basis suppositoria adalah campuran, maka tidak memiliki titik lilih yang
selalu sama. Kecepatan pelepasan suppositoria berhubungan dengan titik lelehnya,
maka uji evaluasi titik leleh yang digunakan adalah metode yang tidak destruktif. Pada
umumnya, titik leleh suppositoria adalah sama dengan 37 oC atau kurang dari suhu
tersebut.

Gambar 4. Open capillary apparatus for meting point determination

Gambar 5. U- Tube apparatus for meting point determination


Evaluasi digunakan menggunakan tube kapiler U, penggunaan metode ini
memberikan hasil yang baik untuk control bahan tambahan dan konsistensi untuk
suppositoria mengandung bahan aktif terlarut. Metode ini tidak cocok untuk
suppositoria yang mengandung banyak bahan padatan (serbuk), yang menghalangi
minyak untuk berjalan didalam tube untuk penentuan titik leleh akhir.
Titik leleh juga dapat ditentukan dengan menempatkan kabel berdiameter kecil
ke dalam catakan berisi lelehan suppositoria sebelum dipadatkan. Lelehan tadi direndam
dalam air yang terhubung dengan kabel dan temperature cairan dinaikkan perlahan (1 oC
setiap 2-3 menit) sampai suppositoria keluar dari kabel; saat itulah titik leleh dari
suppositoria.
Cara kerja uji kisaran leleh :

Suppositoria dicelupkan seluruhnya dalam penanggas air yang konstan dan


waktu yang diperlukan untuk meleleh sempura atau menyebar dalam air
sekitarnya diukur (Leon Lachman, 1990, hal. 586).

Hasil dari uji kisaran leleh yang baik adalah suppositoria dengan basis tidak
larut air (lipofilik) meleleh dalam waktu tidak lebih dari 30 menit sedangkan
suppositoria dengan basis larut dalam air tidak lebih dalam waktu 60 menit. Dalam
kedua hal tersebut bahan obat dapat tertinggal dalam bentuk tidak melarut atau tidak
melebur.
Uji Waktu Leleh Suppositoria
1. Metode Krowczynski
Metode adalah metode yang paling sering digunakan. Metode ini mengukur
waktu yang dibutuhkan suppositoria untuk meleleh dibawah tekanan, sama
seperti kondisi rectum yaitu sekitar 30 g dan air suhu 37 oC. Secara umum,
pelehan akan terjadi tidak lebih dari 30 menit.

Gambar 6. Liquefaction time apparatus


Petunjuk Penggunaan :
- Sesuaikan suhu pada sirkulasi water bath menjadi 37oC
- Tuang sekitar 5 ml air ke dalam tube sampai tube terisi sebatas bagian yang
-

sempit dibagian bawah


Setelah 5 menit, masukkan suppositoria dengan ujung menghadap kebawah
gelas tube, masukkan stem gelas sampai menyentuh suppositoria. Nayalakan
timer.

Tandai waktu yang dibutuhkan pada tanda digelas stem untuk turun dan sejajar

dengan tepi atas tube


Ulangi tahap untuk 2 supposirtoria
Apabila beda diantara 3 pengukuran menunjukkan angka >105 detik, mulai

lagi dengan 2 suppositoria (total 5 suppo)


Tentukan waktu rata-rata untuk pelelehan
2. Metode dengan Cellophane Bag
Petunjuk penggunaan :
- Tube diletakkan dimasing-masing ujung silinder dan diamankan dengan karet
- Tube ditempelkan untuk dapat mengalirkan air hangat untuk bersirkulasi
-

mempertahankan suhu
Saat temperature yang diinginkan dicapai, suppositoria diletakkan pada tube
dialysis dan waktu pelelehan diukur. (Alat ini juga dapat digunakan untuk
mengukur titik leleh suppo berbasis larut maupun tidak larut air)

Gambar 7. Liquefaction time apparatus using celophane bag


2.6.2 Uji Pencairan atau Uji Melunak dari Suppositoria Rektal
Uji ini mengukur waktu yang diperlukan suppositoria rectal untuk mencair
dalam alat yang disesuaikan dengan kondisi in vivo.
Cara kerja uji pencairan :

Suppositoria dimasukan dalam sangkar berbentuk spiral gelas, sangkar spiral


tersebut dimasukan pada pipa penguji lalu ditempatkan dalam sebuah mantel

gelas yang dialiri air bersuhu tetap 37C.


Melalaui sebuah pipa kecil gelas, yang

suppositoria dari dalam sangkar, air masuk ke dalam pipa penguji.


Pada saat suppositoria melebur, tetesan-tetesan akan berkumpul dalam bagian

yang sempit dari pipa penguji.


Proses dihitung dari suppositoria mulai dimasukan ke dalam mantel gelas yang

sekaligus mencegah jatuhnya

dialiri air bersuhu tetap sampai melebur tanpa sisa sehingga secara total telah

2.6.3

meninggalkan sangkarnya.
Perhitungan waktu manual menggunakan stop watch.
Pelelehan dan Pemadatan
Pembebasan senyawa aktif dari basisnya adalah fungsi langsung dari suhu

melelehnya. Untuk mendapatkan efek terapetik yang ideal dari sediaan ini maka
pemahaman yang baik terhadap faktor-faktor dalam pembuatan sediaan, pada saat
pelelehan (atau fusion) dan pemadatan, akan menentukan bioavailabilitas optimum dari
sediaan akhir. Metode yang umum digunakan:

tabung kapiler terbuka


tabung U
titik jatuh (Herbert A. Lieberman, 1989, h. 555).

2.7 Uji Waktu Larut


Pada melarutnya supositoria, tetesan-tetesan kecil berkumpul dalam bagian
berskala yang sempit dari pipa penguji, sehingga waktu jalannya peristiwa melarut
dapat ditentukan. Penentuan waktu larut itu dilakukan dengan mencatat waktu, dimana
supositoria larut sampai tanpa sisa dan meninggalkan tempatnya (Voigt, 1971).
2.8 Uji Displacement Value
Pengujian

displacement

value

dilakukan

dengan

penimbangan

bobot

suppositoria pada timbangan analitik Sartorius BP 10 dengan dan tanpa bahan aktif
sesuai menggunakan perbandingan bobot obat dalam suppositoria dengan bobot basis
yang tergantikan oleh bahan aktif. Perhitungan displacement value dengan metode

Moody dilakukan dengan perbandingan bobot bahan aktif dalam suppsositoria dengan
bobot basis yang tergantikan oleh bahan aktif. Untuk memperoleh hasil perlu dilakukan
pengukuran bobot rata-rata suppositoria tanpa bahan aktif, bobot rata-rata suppositoria
dengan bahan aktif, bobot basis yang tergantikan oleh bahan aktif dan besarnya 1g basis
yang tergantikan oleh bahan aktif yang menggambarkan nilai displacement value
(Alasen Sembiring, 2013).
Displacement Value=

Bobot obat dalam suppositoria


Bobot basis yang tergantikan olehbahan aktif

2.9 Uji Waktu Hancur (Disintegrasi)


Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut
dapat hancur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur dengan dimasukkan dalam air yang di
set sama dengan suhu tubuh manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG
1000 waktu hancurnya 15 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit. Jika
melebihi syarat diatas maka sediaan tersebut belum memenuhi syarat untuk digunakan
dalam tubuh. Mengapa menggunakan media air dikarenakan sebagian besar tubuh
manusia mengandung cairan.
Uji ini perlu dilakukan terhadap suppo kecuali suppo yang ditujukan untuk
pelepasan termodifikasi atau kerja lokal diperlama. Suppo yang digunakan untuk uji ini
sebanyak 3 buah. Suppo diletakkan di bagian bawah perforated disc pada alat,
kemudian dimasukkan ke silinder yang ada pada alat. Lalu diisi air sebanyak 4 liter
dengan suhu 36-37oC dan dilengkapi dengan stirer. Setiap 10 menit balikkan tiap alat
tanpa mengeluarkannya dari air. Disintegrasi tercapai ketika suppo :
a. Terlarut sempurna
b. Terpisah dari komponen-komponennya, yang mungkin terkumpul di permukaan
air (bahan lemak meleleh) atau tenggelam di dasar (serbuk tidak larut) atau
terlarut (komponen mudah larut) atau dapat terdistribusi di satu atau lebih cara ini.
c. Menjadi lunak, dibarengi perubahan bentuk, tanpa terpisah sempurna menjadi
komponennya, massa tidak lagi memiliki inti padatan yang membuatnya tahan
terhadap tekanan dari pengaduk kaca.

Suppo hancur dalam waktu tidak lebih dari 30 menit untuk suppo basis lemak
dan tidak lebih dari 60 menit untuk suppo basis larut air, kecuali dinyatakan lain
(BP2002, A237, FI IV hal 1087-1088).
2.10 Keseragaman Kandungan
Diambil tidak kurang 30 suppo lalu ditetapkan kadar 10 satuan satu per satu.
Kecuali dinyatakan lain, persyaratannya adalah kadar dalam rentang 85,0%-115,0% dari
yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%.
Jika satu satuan berada di luar rentang tersebut, tapi dalam rentang 75,0%125,0% dari yang tertera dalam etiket, atau simpangan baku relatif lebih besar dari
6,0%, atau jika kedua kondisi tidak dipenuhi, dilakukan uji 20 satuan tambahan.
Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu satuan dari 30 terletak di luar rentang
85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan terletak di luar rentang
75,0%-125,0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif dari 30 satuan
sediaan tidak lebih dari 7,8%. (FI IV hal 999-1000)
2.11 Uji Penetrasi Suppositoria
Uji ini digunakan untuk mengetahui temperature dimana suppositoria menjadi
cukup lunak untuk penetrasi.
Petunjuk penggunaan :
- Suhu disesuaikan untuk pengujian, biasanya 37oC
- Suppo diletakkan dalam alat dan batang penetrasi secara perlahan dipindahkan
-

ke tempatnya
Alat penyangga suppositoria dan batang penetrasi direndahkan sampai suhu

konstan dan stopwatch dimulai


Saat batang penetrasi jatuh melalu suppo yang melembek, waktu dicatat

Gambar 8.

Suppository
penetration apparatus

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan tentang uji evaluasi fisik suppositoria, dapat
disimpulkan bahwa pada sediaan suppositoria dapat dilakukan uji evaluasi secara fisik
yaitu meliputi :
1
2
3
4
5
6

Uji Organoleptis (Appearance)


Uji Homogenitas
Uji Keseragaman Bobot
Uji Kekerasan
Kerapuhan
Berhubungan dengan Pelelehan Suppositoria
a. Uji Kisaran Leleh
b. Uji Pencairan atau Uji Melunak dari Suppositoria Rektal
c. Pelelehan dan Pemadatan
7 Uji Waktu Larut
8 Uji Displacement Value
9 Uji Waktu Hancur (Disintegrasi)
10 Keseragaman Kandungan
11 Uji Penetrasi Suppositoria

DAFTAR PUSTAKA
Alasen Sembiring Milala, d. 2013. Karakteristik Fisik dan Displacement Value
Suppositoria Neomisin Sulfat berbasi PEG. Jurnal Farmasi Indonesia Vol 6 Nomer
3, 172 - 176.

Anief, Moh. 2007. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ansel. 1989.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI press.
British Pharmacopoeia Commission. 2002. British Pharmacopoeia. Volume I. London:
The Stationary Office. p1153-1154.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Lachman, Leon, Liebermen Hebert A., Kanig Joseph L., 1970.The theory and Practice
of Pharmacy, Philadelphia: Lea and Febriger
Libermann, Herbert A., Martin M. R., Gilber S., 1989. Pharmaceutical Dossage Form
Disperse SystemVol II. New York : Macel Dekker Inc. P.399.
Voigt, R. 1971. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soedani Noeron
edisi 5. Yogyakarta: UGM Press.

Anda mungkin juga menyukai