Pelet JJ
Pelet JJ
PENDAHULUAN
satu
dijadikan bahan baku kayu lapis, pulp dan kertas. Dengan adanya sumber daya
hasil hutan yang memadai akan mendukung pula berkembangnya industri-industri
penggergajian kayu (kusen) di Riau. Namun, hasil samping dari pengolahan
indutri tersebut dapat menimbulkan limbah berupa serbuk gergaji. Dengan
semakin meningkatnya industri sawmill yang ada di Riau akan meningkatkan
pula limbah serbuk gergaji yang dihasilkan industri tersebut. Produksi total
limbah sawmill di Riau adalah sekitar
15% dari keseluruhan total limbah tersebut adalah berupa serbuk gergaji (Tim
Pemberantasan Ilegal Logging Riau, 2006)
Selama ini, penanganan limbah industri penggergajian dilakukan
dengan cara ditumpuk, dibuang ke aliran sungai serta dibakar. Tentu saja hal ini
mempunyai dampak negatif berupa pencemaran terhadap lingkungan. Untuk
itu diperlukan adanya suatu pengolahan lanjut dengan teknologi aplikatif
sehingga menghasilkan produk yang memiliki nilai tambah, dengan
memanfaatkan serbuk gergajian menjadi wood pallet.
Masyarakat kalangan menengah ke bawah, saat ini dihadapkan pada
permasalahan kebutuhan energi khususnya kalangan masyarakat dan rumah
tangga. Selama ini, energi yang digunakan oleh masyarakat berasal dari minyak
bumi, gas, yang harganya semakin meningkat dan kadangkala susah ditemukan
(persediaan terkadang langka dengan harga yang mahal). Untuk itu perlu
dilakukan penelitian pemanfaatan serbuk gergajian (kusen) menjadi Wood Pellet
sebagai bahan alternatif energi bagi masyarakat.
Wood pellet merupakan produk yang saat ini sedang dikembangkan
sebagai sumber energi alternatif. Produk ini diperoleh dengan memadatkan serbuk
kayu menjadi batangan atau pellet. Dengan melihat manfaat wood pellet produk
ini dapat digunakan sebagai pengganti energi atau bahan bakar oleh masyarakat
yang diharapkan dapat menekan pengeluaran masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan ebergi.
gergajian kayu akasia yaitu sebesar 76,38%. Dalam satu jam dapat dihasilkan 2,67
kg pelet kayu dengan energi listrik yang terpakai sebanyak 2,55 kWh. Mesin pelet
kayu sistem pres hidrolik yang dilengkapi pemanas dari electric heater,
berdasarkan uji coba hasilnya sudah cukup baik dan dapat digunakan selama 8
jam tanpa henti (Hendra, 2012).
Variabel yang paling penting dalam produksi wood pellet adalah jenis
biomassa (spesies, kadar air, bentuk biomasa terkirim), tanaman dan harga
peralatan, biaya energi dan struktur tenaga kerja. Produksi wood pellet cukup
menguntungkan bagi produsen maupun retailer/distributor, termasuk bagi
produksi skala kecil dan menengah (Pirraglia, et. al., 2010).
Standar karakteristik sifat dasar wood pellet yang diacu oleh pasar internasional
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.1 Standar Bahan Bakar Pellet, efektif per Oktober 2010
Sifat dasar
Premium grade
Standard grade
Utility grad
38,0 46,0
0,230 0,285
5,84 7,25
>95,0
<1,0
<2,0
<1,0
<10,0
<300
38,0 46,0
0,230 0,28
5,84 7,25
>95,0
<1,0
<6,0
<1,0
<10,0
<300
pabrik penggergajian kayu dan serbuk limbah veneer dari pabrik kayu lapis atau
palet daur ulang. Prosesnya sangat sederhana, bahan baku dikeringkan sampai
kadar air maksimal 10% selanjutnya dipres dengan tekanan tinggi dan dipanaskan
pada suhu sekitar 120-1800C, untuk proses kering. Sedangkan untuk proses basah
bisa menggunakan bahan baku dengan kadar air tinggi, ditambah tepung kanji dan
air kemudian dipres dengan tekanan tinggi tanpa pemanasan. Kedua sistem ini
dilakukan secara kontinu, (Gustan.2013)
Berdasarkan data hasil penelitian pada Jurnal Sosial dan Ekonomi
Kehutanan Vol.9 No.4 Desember tahun 2012, penggunaan pelet kayu sebagai
bahan bakar dapat meningkatkan keuntungan usaha. Dalam jurnal tersebut, (Dra.
Setiasih Irawanti, M.S. dkk 2012) , menyatakan nilai tambah, keuntungan dan
margin yang dihasilkan adalah paling tinggi ketika menggunakan bahan bakar
sebetan dan pelet kayu, sebaliknya paling rendah ketika menggunakan gas.
Energi terbarukan adalah energi yang berasal dari proses alami yang terus
menerus diperbarui. Terdapat beberapa jenis energi terbarukan, yang diperoleh
baik secara langsung maupun tidak langsung dari matahari, atau dari panas yang
dibangkitkan dari dalam bumi.Energi tersebut meliputi energi yang dihasilkan dari
matahari, angin, biomassa, panas bumi, tenaga air dan sumber daya di laut,
biomassa padat, biogas dan Bahan Bakar Nabati (BBN) cair.(IEA, 2005).
sedangkan kayu gergajian mencapai 2,6 juta m per tahun. Dengan asumsi bahwa
jumlah limbah kayu yang dihasilkan mencapai 61%, maka di perkirakan limbah
kayu yang dihasilkan mencapai lebih dari 4 juta m (BPS. 2000). Apabila hanya
limbah industri penggergajian yang dihitung maka dihasilkan limbah sebanyak 1,4
juta m per tahun.
2.4.
DIN
51731
(Jerman)(a)
Diameter
Panjang
Densitas
Kadar air
Kadar abu
Mm
Mm
Kg/dm3
%
%
4-10
5x D (1)
>1,12
< 10
< 0,50
4-10
<50
1,0-1,4
<12
<1,50
Nilai kalor
Mj/kg
>18
17,5
19,5
<0,8
<0,3
,0,03
-(2)
DIN plus
(pelet
asociation
germany)(a)
5xD (1)
>1,12
<10
<0,50
>18
Sulfur
%
<0,04
<0,04
Nitrogen
%
<0,3
<0,3
Klorin
%
<0,02
<0,02
Abrasi
%
<2,3
<2,3
Bahan
%
<2
<2
tambahan
Sumber : (a) HEZO (2006); (b) PFI (2007); (c) Douard (2007)
Pelet fuel
Institute (b)
ITEBE (c)
(20012007)
6,35 7,94
<38,1
>0,64
<3
(standar)
<1
(premium)
>19,8
<0,03
-
6 -16
10- 50
>1,15
15
16
>16,9
<0,10
0,5
<0,07
2
sedikit polutan air dan udara yang dihasilkan oleh penggunaan minyak sebagai
bahan bakar.
Sistem pemanasan dengan pelet menghasilkan emisi CO2 yang rendah
karena jumlah CO2 yang dikeluarkan selama pembakaran setara dengan CO2 yang
diserap tanaman ketika tumbuh, sehingga tidak membahayakan lingkungan.
Dengan efisiensi bakar yang tinggi, jenis emisi lain seperti NOx dan bahan organik
yang mudah menguap juga dapat diturunkan. Masalah yang masih tersisa adalah
emisi debu akibat peningkatan penggunaan sistem pemanasan dengan pelets
Berdasarkan PFI (2007a), terdapat 2 jenis kualitas bahan bakar pelet yang
diproduksi yaitu premium dan standar. Perbedaan keduanya adalah pada kadar
abu. Jenis standar memiliki kadar abu maksimal 3%, sedangkan jenis premium
memiliki kadar abu tidak lebih dari 1%. Perbedaan ini merupakan hasil dari
perbedaan kandungan pelet. Pelet jenis standar dibuat dari bahan yang
menghasilkan residu abu, seperti kulit kayu dan limbah pertanian. Sedangkan
pelet jenis premium dibuat dari serbuk kayu keras dan kayu lunak yang tidak
mengandung kulit kayu. Pelet jenis standar hanya dapat dibakar di instalasi
pembakaran yang dirancang untuk pelet yang mengandung kadar abu tinggi.
2.5.
Perekat Tapioka
Terdapat dua macam perekat yang biasa digunakan dalam pembuatan
briket, yaitu perekat yang berasap (tar, molase, dan pitch), dan perekat yang tidak
berasap (pati dan dekstrin tepung beras). Untuk briket yang digunakan di rumah
tangga sebaiknya memakai bahan perekat yang tidak berasap (Abdullah, 1991).
Menurut White dan Paskett (1981) bahan perekat ditambahkan kedalam biopelet
untuk meningkatkan keteguhan tekan, diantaranya bitumen, resin dan gum.
Ramsay (1982) menambahkan bahwa penambahan perekat juga bertujuan untuk
meningkatkan ikatan antar partikel, memberikan warna yang seragam dan juga
memberikan bau yang harum.
Tapioka merupakan bahan yang sering digunakan sebagai perekat dalam
pembuatan briket karena mudah didapat dan harganya yang relatif murah.
Kelemahan penggunaan tapioka sebagai perekat yaitu akan sedikit berpengaruh
pada penurunan nilai kalor produk dibandingkan bahan bakunya, selain itu produk
yang dihasilkan kurang tahan terhadap kelembaban. Hal ini disebabkan tapioka
memiliki sifat dapat menyerap air dari udara. Kadar perekat yang tinggi juga dapat
menurunkan mutu briket akibat timbulnya asap. Penambahan optimal perekat
sebaiknya tidak lebih dari 5% (Sudrajat dan Soleh 1994). Huege dan Ingram
(2006) menambahkan bahwa jumlah perekat yang dianjurkan adalah 0,55% b/b
total campuran. Tepung tapioka merupakan hasil ekstraksi pati ubi kayu yang
telah mengalami proses pencucian secara sempurna serta dilanjutkan dengan
pengeringan. Tepung tapioka hampir seluruhnya terdiri dari pati. Ukuran granula
pati tapioka berkisar antara 5-35 mikron. (Maarif et al., 1984).
an penelitian yang digunakan adalah rancangan faktorial acak lengkap dua faktor
dengan disertai dua ulangan. Faktor-faktor yang dianalisis ada dua yaitu:
1) Faktor persentase penambahan air, ada empat taraf perlakuan air yang dicobakan
yaitu 50ml L, 100ml L, 150ml L dan 200ml L.
2) Faktor persentase penambahan perekat tapioka, ada empat taraf perlakuan pati
yang dicobakan yaitu 5%, 10%, 15% dan 20%. Dengan basis percobaan 2 kg
serbuk gergajian kayu kusen.
Model linear
Model linear dari rancangan faktorial penelitian ini adalah :
Yijk = + i + j + ()ij + ijk ; i = 1, 2, 3
j = 1 , 2, 3, 4
k = 1, 2
di mana :
Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi
perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor air dan tarak ke-j dari faktor tapioka)
= Nilai tengah populasi (rata-rata yang sesungguhnya)
i = pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor air
j = pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor tapioka
()ij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor air dan taraf ke-j faktor tapioka
ijk = pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi
perlakuan ij.
KA =
Ba
Bkt
K(g/cm) =