Anda di halaman 1dari 49

BAB I

KASUS
1. Identitas Pasien :
Nama
: Tn. D
Usia
: 61 tahunn
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Alastuwo 1/5, Kebakkramat Karanganyar
Agama
: Islam
No. RM
: 003219xx
Pekerjaan
: Guru
Tanggal Masuk
: 26 Desember 2014
Tanggal Pemeriksaan : 29 Desember2014
2. Anamnesis :
Dilakukan aloanamnesis di Mawar 1 tanggal 29 Desember 2014
a. Keluhan Utama
: Penurunan Kesadaran
b. Keluhan Tambahan
: Pusing, demam
c. Riwayat Penyakit Sekarang
1 HSMRS
Pasien setelah pulang bekerja pada saat malam hari mengeluh pusing sekali dan
membeli obat sendiri ke apotik. Pasien juga mengeluh badan terasa demam
seperti masuk angin dan pegal-pegal. Setelah minum obat tersebut pasien merasa
pusingnya terasa sedikit berkurang. Dan setelah makan pasien langsung tidur.
Trauma kepala (-). Makan/minum (+), tersendak (+), sulit menelan (-), mual (-),
muntah (-), bedebar-debar (-), sesak (-), batuk (-), pilek (-), pelo (-), perot (-),
riwayat stroke sebelumnya (-), keringat banyak (-), jimpe-jimpe (-), gangguan
penglihatan (-), gangguan pendengaran (-), bak normal, bab 2 hari sekali.

HMRS
Pasien datang ke RSUD Karanganyar dengan keadaan penurunan kesadaran.
Sekarang pasien badan masih panas, pagi hari setelah bangun tidur pasien mulai
tidak bisa bicara serta bibir merot ke kanan. Saat bersamaan kaki dan tangan
sebelah kanan susah digerakkan terasa berat, kemudian selang beberapa menit

pasien tidak sadarkan diri dan langsung dibawa ke RSUD Karanganyar. Pada
pasien ini tidak ada keluhan kejang dan muntah. Bab/Bak normal, makan/minum
normal. Pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa. Pusing(+),
lemas(+), pandangan kabur(-), sesak(-). Pasien sebelumnya belum pernah
berobat.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa
Riwayat trauma
Riwayat stroke
Riwayat DM
Riwayat Hipertensi
Riwayat Jantung
Riwayat Asma
.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit serupa
Riwayat trauma
Riwayat stroke
Riwayat DM
Riwayat Hipertensi
Riwayat Jantung
Riwayat Asma

(disangkal)
(disangkal)
(disangkal)
(disangkal)
(diakui) Sejak 5 tahun yang lalu dan rajin
minum obat apabila tekanan darahnya tinggi.
(disangkal)
(disangkal)
(disangkal)
(disangkal)
(disangkal)
(disangkal)
(diakui)
(disangkal)
(disangkal)

f. Riwayat Kebiasaan/Pola Hidup


Kebiasaan merokok
(disangkal)
Konsumsi minuman beralkohol
(disangkal)
Penggunaan obat-obatan terlarang
(disangkal)
Mengalami stress
(disangkal)
Kebiasaan olah raga
(disangkal)
f. Anamnesis Sistem

Serebrospinal : penurunan kesadaran (+), kejang (-), pusing (+), demam

(+).
Kardiovaskuler

: nyeri dada (-) berdebar-debar (-), pucat (-),

kebiruan

Respirasi
GIT

pada ujung ekstremitas (-)


: batuk (-), pilek (-) sesak (-)
: mual (-), muntah, (-) diare (-)

Musculoskeletal

: nyeri otot (-), kelemahan anggota

gerak (+)

sebelah
kiri.

Integumen
: kulit warna kecoklatan, sikatrik (-), bintik merah (-)

Urogenital
: BAK normal
f. Resume Anamnesis
Seorang laki-laki usia 61 tahun datang dengan penurunan kesadaran.
Sebelumnya, pasien malam mengeluh pusing, badan terasa panas, badan
pegal-pegal, kemudian pagi pagi hari pasien mulai tidak bisa bicara serta kaki
dan tangan sebelah kanan susah digerakkan terasa berat, kemudian selang
beberapa menit pasien tidak sadarkan diri. Mual/muntah (-),demam (+),
Bak/Bab normal, riwayat trauma (-), kelemahan anggota gerak (+) sebelah
kanan.
3.

Pemeriksaan Fisik :
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Penurunan Kesadaran
Kesadaran
: Coma, GCS E1V1 M1
Vital Sign
TD
: 160/90 mmHg
N
: 56 kali/menit
BB
: 60 kg

Suhu : 37,9C
RR
: 20 kali/menit

Pemeriksaan Kepala
Kepala
: Normosepal, simetris
Mata
: Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor 3mm/3mm, reflekcahaya(+/+).
Pemeriksaan Leher
Inspeksi

: bentuk normal, pembesaran kelenjar tiroid (-).

Palpasi

: JVP tidak meningkat

Pemeriksaan Thorax
-

Pulmo
Inspeksi

:Simetris, ketinggalan gerak (-/-), retraksi (-/-).

Palpasi : Fremitus kanan kiri sama

Perkusi
: Sonor (+/+)
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-),whe (-/-)
Cor
Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus kordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistra
Perkusi: Redup
Auskultasi
: BJ I-II reguler, bising jantung (-)

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi

: Permukaan samadengan dada, tidak terlihat massa

Auskultasi : Peristaltik (+) normal


Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani

Pemeriksaan Ekstremitas
Superior at inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-)
b. Status Psikis

Cara berpikir
Orientasi
Perasaan hati
Tingkah laku
Ingatan
Kecerdasan

: tvd
: tvd
: tvd
: tvd
: tvd
: tvd

c. Status Neurologis
1) Kepala
Bentuk
: Normal
Nyeri tekan : (-)
Simetri
: (+)
2) Leher
Sikap
: Normal
Pergerakan
: Normal
Kaku kuduk
: Tidak ada
Nyeri tekan
: Tidak ada
Bentuk vertebra
: Normal
Bising Karotis
: (-/-)
4

3) Nervi kranialis
NI (olfaktorius)

Subjektif
Dengan bahan

Kanan
TVD
TVD

Kiri
TVD
TVD

Px. Brainstem
N III, IV, VI : Doll Eye Fenomen (-)
N.III : pupil isokor, ukuran 3mm, reflek cahaya (+/+)
N.V : reflek kornea (+)
N.IX, X : reflek muntah (+)

N II (optikus)
Tajam penglihatan
Lapang penglihatan
Melihat warna
Fundus okuli

Kanan
TVD
TVD
TVD
Tak dilakukan

Kiri
TVD
TVD
TVD
Tak dilakukan

Retina

Tak dilakukan

Tak dilakukan

Papil

Tak dilakukan

Tak dilakukan

Perdarahan

Tak dilakukan

Tak dilakukan

N III (occulomotorius)
Kanan

Kiri

Strabismus

Nistagmus

Gerakan mata
(atas ke bawah)
Ptosis

TVD

TVD

N
IV

Pupil
Besar

N (3 mm)

N (3 mm)

Bentuk

Bulat,isokor

Bulat,isokor

Refleks Cahaya

Melihat kembar

TVD

TVD

(Troklearis)
Pergerakan mata (kebawahkedalam)
Strabismus konvergen
Diplopia

Kanan
TVD

Kiri
TVD

N V (Trigeminus)
Membuka mulut

TVD

Mengunyah

TVD

Menggigit

TVD

Refleks Kornea

N/N

Sensibilitas Muka

TVD

Refleks bersin

TVD

Refleks masseter

TVD

Refleks zigomatikus

TVD

Trismus

TVD

N VI (Abdusen)
Kanan

Kiri

Pergerakan mata (ke lateral)


Strabismus konvergen

Diplopia

N VII (Facialis)
Mengerutkan dahi
Menutup mata
sudut mulut

TVD
TVD
Tvd

Menggembungkan pipi

TVD

Daya kecap lidah 2/3 depan

TVD

Mengangkat alis

TVD

Bersiul

TVD

Sudut Mulut

+/-

N VIII (Vestibularis)
Kanan

Kiri

Detik arloji
Suara berbisik

TVD
TVD

TVD
TVD

Tes Schwabach

TVD

TVD

Tes Rinne

TVD

TVD

Tes Weber

TVD

TVD

N IX (Glossofaringeus)
Daya kecap lidah 1/3 belakang

TVD

Arkus faring

TVD

Reflek muntah

Tersedak

tvd

N X (Vagus)
Arkus faring
Nadi
Bersuara (fonasi)

Uvula normal
N
TVD

Gangguan menelan

tvd

N XI (Aksesorius)
Sikap bahu

Mengangkat bahu

TVD

Memalingkan kepala

TVD

N XII (Hipoglossus)
Sikap lidah
Tremor lidah

TN(sedikit serong ke kanan)


tvd

Artikulasi

tvd

Menjulurkan lidah

tvd

4) Meningeal Sign
Kaku kuduk (-)
Brudzinski 1 (-)
Brudzinski II (-)
Brudzinski III (-)
Brudzinski IV (-)
Kernig (-)
5) Badan
Trofi otot punggung

Eutrofi

Nyeri membungkukkan badan

TVD

Kolumna vertebralis

Trofi otot dada

Eutrofi

Palpasi dinding perut

Supel, distensi (-), nyeri tekan (-)

gerakan

Refleks dinding perut

6) Anggota Gerak Atas


Pergerakan

Kanan

Kiri

TVD

TVD

Kekuatan

TVD

TVD

Trofi

Eutrofi

Eutrofi

Tonus

Refleks
Biceps

Triseps

Hoffman-Tromner

Sensibilitas
Taktil

TVD

TVD

Nyeri

TVD

TVD

Termis

TVD

TVD

Diskriminasi

TVD

TVD

Kanan

Kiri

Drophand

Pitchers hand

Claw hand

Warna kulit

N (kecoklatan)

N (kecoklatan)

Kontraktur

Perluasan refleks -/ Refleks silang -/7) Anggota Gerak Bawah

10

Kanan

Kiri

Pergerakan

TVD

TVD

Kekuatan

TVD

TVD

Trofi

Eutrofi

eutrofi

Tonus

Lateralisasi

Sensibilitas
Taktil

TVD

TVD

Nyeri

TVD

TVD

Termis

TVD

TVD

Diskriminasi

TVD

TVD

Refleks

Kanan

Kiri

Patella

Achilles

Babinski

Chaddock

Schaeffer

Oppenheim

Gordon

11

Klonus

Droop foot

Kanan
-

Kiri
-

Kontraktur

Warna kulit

N (kecoklatan)

N (kecoklatan)

Palpasi

Udem (-)

Udem (-)

Tes laseugue
Tes patrick
Tes kontra patrick
Tes OConnel -/-

-/-/-/-

Koordinasi keseimbangan
Cara berjalan

: TVD

Tes Romberg

: TVD

Diadokokinesis

: TVD

Ataksia

: TVD

Rebound Phenomen

: TVD

Disemetri

: TVD

Nistagmus

: TVD

Gerakan-gerakan abnormal:
Tremor

Athetosis

Alat vegetatif:

12

Miksi

Defekasi

d. Pemeriksaan penunjang
Darah rutin
Tanggal
26 Desember
2014

Nilai

Hb

13,6

Leukosit

10.900

Eritrosit

4.290.00
0

HCT

39,7

Nilai
Normal
L = 14-18 g/%
P = 12-16 g/%
500010.000/
mm3
L = 4,5 5,5
Jt/mm3
P = 4,0 5,0
Jt/mm3
L = 40-43 Vol
%
L = 37-43 Vol
%

Hitung Jenis
Basofil
EOS
Batang
Segmen
Limfosit
Mono
Trombosit

0
0
0
83,7
3,6
2
170.000

0 -1 %
1-3 %
2-6 %
50-70 %
20-40 %
2-8 %
150.000
300.000 ribu/
mm3

MCV

87,5

82-92 mm3

MCH

25,9

27-31 Pg

MCHC

33

32-37 %

13

GDS

132

Sampai 150 mg/ 100 ml

e. Resume
Kesadaran
: Coma, GCS E1V1M 1
Vital sign
:
TD
: 160/100 mmHg
Suhu : 36,4C
N
: 53 kali/menit
RR
: 20 kali/menit
BB
: 60 kg
N. Cranialis
:
- N III, IV, VI : Doll Eye Fenomen (-)
- N.III : pupil isokor, ukuran 3mm, reflek cahaya (+/+)
- N.V : reflek kornea (+)
- N.IX, X : reflek muntah (+)
Meningeal sign : (-)
Ekstremitas
: Reflek biseps dan reflek patela

f. Diagnosis

Dx. Klinis

: Penurunan Kesadaran
Parese nervus VII dan XII dextra lesi UMN
Hemiparese dextra lesi UMN
Lateralisasi ke kanan

Dx. Topis

: lesilobus frontotemporoparietal hemisferium

cerebri sinistra sesuai vaskularisasi a. Cerebri media


Dx. Etiologi

: Stroke haemoragic

7. Diagnosis Banding
Stroke Hemorargie
No
1

Non Hemorargik

Hemorargik

Sub akut

Sangat akut

Gejala/Anamnesis
a. Onset

14

b. Waktu kejadian

Bangun pagi

Waktu aktif

c. Nyeri kepala

(-)

(+++)

d. Kejang

(+)

(++)

e. Penurunan kesadaran

(+)

(+++)

Gejala Objektif
a. Koma
b. Bradikardi

(+) kec. Trombosis


Basilaris
(+) hari ke 4

a. (++++)

c. Papil edema

Jarang positif

Jarang positif

d. Kaku kuduk

Jarang positif

(+++)

e. Perdarahan sub hialoid

(-)

(++)

f. Refleks babinski

Positif ssd edema otak

(+) bilateral

(++)

8. Terapi
Non medikamentosa
Observasi keadaan umum, vital sign dan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
Medikamentosa

O2 2lpm

Infus RL 16tpm

Inj. Citicolin 1gr/12j

Inj. Kalnex 500mg/8j

Inj. Ceftriaxon 1gr/12j

Inj Ranitidin 1amp/12j

Inf. Manitol 125cc/6j (20-30m

Antasida syr 4x c2

g. Prognosis
Death

: dubia ad malam
15

Disease
Disability
Discomfort
Dissactisfaction

: dubia ad malam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
: dubia ad malam

9. Sistem Score

Gajah Mada Score:


Penurunan kesadaran (+)
Nyeri kepala (+)
Refleks babinski (-)
Stroke Hemorargik

Skor Siriraj
(2,5 X DK) + (2 X MT) + (2 X NK) + (0,1 X TD) (3 X TA) 12
Keterangan :
DK = Derajat kesadaran(Sadar = 0,mengantuk/stupor = 1, koma = 2)
MT = Muntah (Tidak muntah = 0, muntah = 1)
NK = Nyeri kepala (Tidak nyeri kepala = 0, nyeri kepala = 1)
TD = Tekanan darah diastolic
TA = Tanda ateroma (Tidak ada tanda ateroma = 0, ada tanda ateroma
(seperti : diabetes, angina, penyakit pembuluh darah perifer = 1
Bila skor total > 1, berarti stroke perdarahan
Bila skor total < -1, berarti srtoke iskemik
(2,5 X 2) + (2 X 0) + (2 X 1) + (0,1 X 90) (3 X 1) 12 = 2
Stroke Hemorargik

10. Follow up
26-06-2014
S

29-06-2014

30-06-2014

31-06-2014

Pasien datang ke Pasien masih sama Pasien masih sama Pasien


seperti

Karanganyar

Belum bisa di ajak Belum bisa di ajak Belum bisa di ajak

keadaan komunikasi.

Dr komunikasi.

kemarin. seperti

sama

RSUD
dengan

kemarin. seperti

masih

kemarin.

Dr komunikasi. Keluhan

16

penurunan

alloanamnesis

kesadaran.

didapatakn pasien juga

Sekarang

pasien masih agak panas.

alloanamnesis pasien lain disangkal.


belum

diajak

bisa

komunikasi.

badan masih panas,

Keluhan

pagi hari setelah

disangkal

lain

bangun tidur pasien


mulai

tidak

bisa

bicara serta bibir


merot

ke

Saat
kaki

kanan.

bersamaan
dan

sebelah

tangan
kanan

susah

digerakkan

terasa

berat,

kemudian

selang

beberapa

menit

pasien

tidak

sadarkan diri dan


langsung dibawa ke
RSUD
Karanganyar. Pada
pasien ini tidak ada
keluhan kejang dan
muntah.

Bab/Bak

normal,
makan/minum
normal.

Pasien

belum

pernah

17

mengalami keluhan
yang

serupa.

Pusing(+),
lemas(+),
pandangan
kabur(-),

sesak(-).

Pasien sebelumnya
belum

pernah

berobat.
O

Status

General

: Status

dbn
TD

General

: Status

dbn
:

160

/90 TD

General

: Status General : dbn


Status neurologis :

dbn
:

160

/95 TD : 160 /90 mmHg,

Suhu : 36,2 C

mmHg, Suhu : 37,9 mmHg, Suhu : 37,7 Suhu : 36,5 C


C

N : 63 x/ menit, RR :

: 18 x/menit
Status neurologis :

Status neurologis :
Kesadaran : Coma

(E1,V1,M1)

(E1,V1,M1)
-

III,

IV, VI : Doll Eye


N.III
pupil

isokor,

: n

VII
:
: +/-

Kesadaran

: n VII

Test weber
Test rinne

Ka
T. meningeal : (-)
Sensibil tvd
ukuran
3mm,
tvd
Ka Ki itas
reflek cahaya (+/
Sensi tvd tvd
R.
+
+)
tvd tvd
+
bilitas
Fisiologi
N.V
: R.
+
+
R.
-

: n VII

Test weber

lateralisasi dekstra

:
: +/-

T. meningeal : (-)

: Coma

(E1,V1,M1)
nn. cranial

lateralisasi dekstra

lateralisasi dekstra
Test rinne

: Coma

(E1,V1,M1)
nn. cranial

nn. cranial
Test weber

Fenomen (-)
-

Kesadaran : Coma

Status neurologis :
Kesadaran

N : 66 x/ menit, RR :
20 x/menit

N : 53 x/ menit, RR N : 60 x/ menit, RR 18 x/menit


: 20 x/menit

TD : 170 /100 mmHg,

Test rinne

: +/-

T. meningeal : (-)

Ka
Sensibil tvd
Ki
tvd
itas
tvd
R.
+
tvd
+
Fisiologi
+
R.
+
Patologi
18

Ki
tvd
tvd
+
+
-

reflek kornea (+)


-

Fisiolog +

N.IX,

Ka
Sensibil tvd
tvd
itas
R.
+
+
Fisiologi
R.
Patologi
Kekuat tvd
tvd
an otot
Klonus
Tonus
N
N
Trofi
N
N
A
Dx. Klinis
:

Patologi
Kekuat

an otot
Klonus

i
R.

X : reflek muntah
(+)

Patologi
Kekua tvd
tvd
tan otot
Ki Klonu
tvd
s
tvd
Tonus N
+
N
+
Trofi
N
N
-

tvd
tvd

Tonus
Trofi

tvd
tvd

Kekuat
tvd
an otot
tvd
Klonus

N
N
N
N

N
N
N
N

Tonus
Trofi

tvd
tvd

tvd
tvd

N
N
N
N

N
N
N
N

N
N
N
N

tvd
tvd
N
N
N
N
Dx. Klinis

Penurunan

Dx. Klinis

Dx. Klinis

Penurunan

Penurunan

Penurunan Kesadaran

Kesadaran

Kesadaran

Kesadaran

Parese nervus VII dan

Penurunan

Parese nervus VII

Parese nervus VII XII dextra lesi UMN

kesadaran

dan XII dextra

dan XII dextra lesi Hemiparese

Parese nervus VII

lesi UMN

UMN

dan XII dextra lesi

Hemiparese

Hemiparese dextra Lateralisasi ke kanan

UMN

dextra lesi UMN

lesi UMN

Hemiparese dextra

Lateralisasi

Lateralisasi

lesi UMN

kanan

Lateralisasi
kanan

ke Dx. Topis
lesilobus

ke

lesi UMN
Dx. Topis

Dx. Topis
lesilobus

ke lesilobus

kanan
:

dextra

frontotemporoparietal
:

hemisferium
sinistra

cerebri
sesuai
19

Dx. Topis :

frontotemporopar

frontotemporoparie

lesilobus

ietal hemisferium

tal

frontotemporoparie

cerebri

cerebri

tal

sesuai

hemisferium

cerebri

hemisferium Cerebri media


sinistra Dx. Etiologi :

a.

a. Cerebri media

sesuai vaskularisasi

Cerebri media

Dx. Etiologi :

a. Cerebri media

Dx. Etiologi :

Stroke haemoragic

Dx. Etiologi

Stroke

Stroke

haemoragic

hemorragik

Stroke

Stroke hemorragik

O2 2lpm

Infus RL 16tpm

hemorragik
O2 2lpm

O2 2lpm

Infus RL 16tpm

Infus RL 16tpm

Inj.Citicolin 1gr/12j

Inj.Citicolin

Inj.Citicolin

Inj.

1gr/12j

Kalnex

500mg/8j
Ceftriaxon

1gr/12j
Inj

Ranitidin

1amp/12j
Inf.

Stroke hemorragik

Stroke

haemoragic

Inj.

a.

sesuai vaskularisasi Stroke haemoragic

vaskularisasi

sinistra

sinistra

vaskularisasi

125cc/6j (20-30m

Kalnex

Inj. Ceftriaxon

Inj.

1gr/12j

1gr/12j

Inj

Ranitidin

Inf.

Inj

Ceftriaxon

Ranitidin

O2 2lpm
Infus RL 16tpm
Inj.Citicolin
1gr/12j
Inj. Kalnex
500mg/8j
Inj. Ceftriaxon
1gr/12j
Inj Ranitidin
1amp/12j
Inj. Lasix 1-1-0
Antasida syr 4x c2

1amp/12j

Manitol
(20-

30m

Kalnex

500mg/8j

125cc/6j

Antasida syr 4x c2

Inj.

500mg/8j

1amp/12j

Manitol

1gr/12j

Inj.

Inj. Lasix 1-1-0

PLUS

Antasida syr 4x
c2

Antasida syr 4x
c2

20

BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan sematamata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah
stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga
terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan
otak.

21

2. Etiologi
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:

Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)


Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
Kelainan perdarahan seperti leukimia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi
hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan

hemofilia.
Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak
Septik embolisme, myotik aneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri
Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis dan acute necrotizing

haemorrhagic encephalitis.
3. Klasifikasi
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular
serebral, dapat di bagi dalam :
1. Stroke non hemoragik yang mencakup
a.
b.
c.
d.
e.

TIA (Transient Ischemic Attack)


Stroke in-evolution
Stroke trombotik
Stroke embolik
Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri
seperti tumor, abses, granuloma.

2. Berdasarkan subtipe penyebab


a.
b.
c.
d.

Stroke lakunar
Stroke trombotik pembuluh besar
Stroke embolik
Stroke kriptogenik

22

4. Faktor risiko
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang
dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokertomengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita
stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan
diabetes melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan
hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002),
dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang mengalami stroke
non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65 tahun.
2. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria
lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan
angka kematianya masih belum jelas.Penelitian yang di lakukan oleh Indah
Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran
faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita stroke menunjukan bahwa
jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4% dari penelitianya
terhadap 197 pasien stroke non hemoragik.
3. Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat

23

stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah
mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko
terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 19972001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar
29,3%.
4. Rasa atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data
sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku
Jawa (khususnya Yogyakarta).
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
1. Riwayat stroke
2. Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu
lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35%
sampai 42%.
5. Hipertensi
Hipertensimeningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam
kali ini sering di sebut the silent killer danmerupakan risiko utama terjadinya
stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut
JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah
lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan
stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding
pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau
perdarahan otak.
6. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska
oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering
menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya
pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh
darah otak.

24

7. (DM) Diabetes melitus


Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah yang berlangsung secara progresif.Menurut penelitian Siregar
F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case control,
penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali
dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.
8. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat
akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan
tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam.Satu dari seratus orang
dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur
hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan
mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3
akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.
9. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas.
Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna
klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam
plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor
dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu
kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas
rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo
protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi
kadar

trigliseridanya,

kadar

protein

tertinggi

terdapat

pada

HDL.

Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum


di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung
meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga
menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl,
LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida
>150mg/dl akan membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung

25

maupun di otak. Menurut Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien,


di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang
rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.
10. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas
merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur
adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat
badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Normal
BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2
selebihnya adalah obesitas.
11. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan
perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah
sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.Berdasarkan
penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan kebiasaan
merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali.
5. Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar
2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%
oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal
darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan otak per

26

menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840
ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang
terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian
depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah
vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai
sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior
bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus
Willisi.
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri
yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang di perdarahi oleh arteri tersebut
dikarenakan masih

terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah

tersebut.Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di
dalam pembuluh darah yang memperdarhai otak diantaranya dapat berupa :
1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada
aterosklerosis dan thrombosis.
2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok
atau hiperviskositas darah.
3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium.

27

4. Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan
terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang
tidak mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjani kelainan di
system motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf
bagian mana yang terkena.
6. Gejala klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
diotak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi
tempat gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami
penurunan, menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non
hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran,
kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan skala koma Glasgow
yaitu :
Tabel 2.1. Skala koma Glasgow.

1.

Buka mata (E)


Tidak ada respons

1.

Respon motorik (M)


Tidak ada gerakan

Respon verbal (V)

1. Tidak ada suara


2.

Ekstensi abnormal

2. Respons dengan

2. Mengerang

rangsangan nyeri

3. Buka mata dengan

3.

Bicara kacau

4.

Disorientasi tempat dan


waktu

4. Fleksi abnormal

perintah

5. Buka mata

5. Menghindari nyeri

28

spontan
5.

Orientasi baik dan sesuai

6. Melokalisir nyeri
7. Mengikuti perintah

Penilaian skor skala koma Glasgow :


a.
b.
c.

Koma (GCS = 3-8)


Konfusi, lateragi atau stupor (GCS = 9-14)
Sadar penuh, atentif dan orientatif (GCS = 15)

Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese), sensorik


(anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung serta simpang
siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi, salvias), fungsi
luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi) yang merupakan sifat khas manusia, dan
gangguan koordinasi (sidrom serebelar) :
1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat seseorang
akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri
2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan seterusnya.
Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam mewujudkan suatu
corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan lokomotorik dimana dalam
suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot baik secara volunter atau reflektorik tidak
dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis tidak biasa gerak cepat yang arahnya

29

berlawanan contohnya pronasi dan supinasi.Dismetria, terganggunya memulai dan


menghentikan gerakan.
3. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan
4. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan kedua
kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam hal ini
badan yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap yang mantap sehingga
bergoyang-goyang.
Tabel 2.2 Gangguan nervus kranial.
Nervus kranial
I: Olfaktorius

Fungsi
Penciuman

II: Optikus
III: Okulomotorius

Penglihatan
Gerak mata; kontriksi pupil;
akomodasi

IV: Troklearis
V: Trigeminus

Gerak mata
Sensasi umum wajah, kulit
kepala, dan gigi; gerak
mengunyah
Gerak mata
Pengecapan; sensasi umum
pada platum dan telinga luar;
sekresi kelenjar lakrimalis,
submandibula dan sublingual;
ekspresi wajah
Pendengaran; keseimbangan

VI: Abdusen
VII: Fasialis

VIII:
Vestibulokoklearis
IX: Glosofaringeus

X: Vagus

XI: Asesorius Spinal


XII: Hipoglosus

Pengecapan; sensasi umum


pada faring dan telinga;
mengangkat palatum; sekresi
kelenjar parotis
Pengecapan; sensasi umum
pada farings, laring dan telinga;
menelan; fonasi; parasimpatis
untuk jantung dan visera
abdomen
Fonasi; gerakan kepala; leher
dan bahu
Gerak lidah

Penemuan klinis dengan lesi


Anosmia (hilangnya daya
penghidu)
Amaurosis
Diplopia (penglihatan
kembar), ptosis; midriasis;
hilangnya akomodasi
Diplopia
mati rasa pada wajah;
kelemahan otot rahang
Diplopia
Hilangnya kemampuan
mengecap pada dua pertiga
anterior lidah; mulut kering;
hilangnya lakrimasi; paralisis
otot wajah
Tuli; tinitus(berdenging terus
menerus); vertigo;nitagmus
Hilangnya daya pengecapan
pada sepertiga posterior lidah;
anestesi pada farings; mulut
kering sebagian
Disfagia (gangguan menelan)
suara parau; paralisis palatum

Suara parau; kelemahan otot


kepala, leher dan bahu
Kelemahan dan pelayuan

30

lidah

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana Pendeita stroke
hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kanan akan mengakibatkan
terjadinya kelumpuhan pada sebalah kiri, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga
terjadi Hemiparese dupleks, pendeita stroke hemoragik yang mengalami hemiparesesi
dupleks akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus
bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan.
Penelitian yang dilakukan Sri Andriani Sinaga (2008) terhadap 281 pasien stroke di
Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan hemiparese sinistra yaitu 46,3%, diikuti oleh
hemiparese dekstra 31,7%, tidak tercatat sebanyak 14,2% dan hemiparesese dupleks
7,8%.Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak mungkin
berkaitan dengan pengelompokan gejala dan tanda berikut yang tercantum dan disebut
sindrom neurovaskular :
1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya unilateral)
a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena, akibat
insufisiensi arteri retinalis
b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi
arteria serebri media
c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau
arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan
mungkin mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi
afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara motorik Broca.
2. Arteri serebri media (tersering)
a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai lengan)
b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral

31

c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua fungsi yang
berkaitan dengan bicara dan komunikasi
d. Disfasia
3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)
a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai
b. Defisit sensorik kontralateral
c.

Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis

4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya bilateral)


a.

Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas

b. Meningkatnya reflek tendon


c.

Ataksia

d. Tanda Babinski bilateral


e.

Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo

f.

Disfagia

g. Disartria
h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i.

Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi

j.

Gangguan penglihatan dan pendengaran

5. Arteri serebri posterior


a.

Koma

b. Hemiparese kontralateral
c.

Afasia visual atau buta kata (aleksia)

d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.

32

G. Pemeriksaan fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan
beratnya defisit neurologi yang dialami,pemeriksaan neurologik terdiri dari penilaian
hal-hal berikut ini :
1. Status mental
a.

Tingkat kesadaran

b. Bicara
c.

Orientasi

d. Pengetahuan kejadian-kejadian mutakhir


e.

Pertimbangan

f.

Abstraksi

g. Kosakata
h. Respons emosional
i.

Daya ingat

j.

Berhitung

k. Pengenalan benda
l.

Praksis (integrasi aktivitas motorik).

2. Nervus kranial
33

a. Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang hidung


pasien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada lubang hidung
kemudian di suruh membedakan bau.
b. Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan
pemeriksaan oftalmoskopi.
c. Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan akomodasi.
d. Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas, bawah,
kiri, kanan, lateral, diagonal.
e. Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek kornea dengan
menempelkan benang tipis ke kornea yang normalnya pasien akan menutup
mata, Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian pipi, pemeriksaan cabang
motorik pada pipi.
f. Nervus abdusen dengan cara pasien di suruh menggerakan sisi mata ke
samping kiri dan kanan.
g. Nervus fasialisdi dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada dua pertiga
anterior lidah, mulut kering, paralisis otot wajah.
h. Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran, keseimbangan,
dan pengetahuan tentang posisi tubuh.
i. Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga posterior
lidah anestesi pada farings mulut kering sebagian.
j. Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.
k. Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus
sternokleudomastoideus, pasien di suruh memutar kepala sesuai tahanan yang
di berikan si pemeriksa.
l. Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di julurkan ke
luar jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke sisi lesi.
3. Fungsi motorik

34

Masa otot bisa dengan inspeksi.Kekuatan otot, dengan menyuruh pasien bergerak
secara aktif melawan tahanan, bandingkan dengan sisi yang lain. Sekala yang
lazim digunakan yaitu 0: tidak ada kontraksi, 1: hanya ada sedikit kontraksi, 2:
gerakan yang dibatasi oleh gravitasi, 3: gerakan melawan gravitasi, 4: gerakan
melawan gravitasi dengan sedikit tahanan, 5: gerakan melawan gravitasi dengan
tahanan penuh (normal).Tonus otot dengan membandingkan gerakan pasif pada
otot itu bandingkan dengan sisi yang lain, lesi neuron motorik atas terjadi
peningkatan tonus tetapi sebaliknya lesi pada neuron motorik bawah menyebabkan
penurunan tonus otot.
4. Reflek
Ada dua jenis reflek yang di periksa yaitu reflek renggang, atau tendo profunda,
dan reflek superfisial.

Reflek renggang diantaranya yaitu reflek biseps,

brakioradialis, triseps, patela dan achiles bisa dinilai berdasarkan sekala 0-4+
yaitu 0: tak ada respon, 1+: berkurang, 2+: normal, 3+: meningkat, 4+: hiperaktif.
Jika reflek hiperaktif merupakan ciri penyakit traktus ekstrapiramidalis, kelainan
elektrolit, hipertiroidisme dan kelainan metabolik, sedangkan jika reflek
berkurangnya reflek merupakan ciri kelainan sel kornu anterior dan miopati.
Reflek superfisial yang abnormal yaitu reflek babinski, reflek chaddock, reflek
openheim. Reflek babinski untuk menguji radiks saraf pada lumbal lima sampai
sacrum dua, dengan menggores bagian telapak kaki bagian lateral dari tumit ke
arah pangkal jari-jari kaki melengkung ke medial, maka akan terjadi dorsifleksi
ibu jari kakai dengan penyebaran jari-jari lainya. Reflek chaddock akan terjadi

35

dorsofleksi ketika sisi lateral kaki di gores. Reflek openheim dengan penekanan
tulang kering yang akan menyebabkan dorsofeksi ibu jari kaki.
5. Fungsi sensorik
a. Sentuhan ringan
b. Sensasi nyeri
c. Sensasi getar
d. Propriosepsis (sensasi posisi)
e. Lokalisasi taktil.
6. Fungsi serebelar
a. Tes jari ke hidung jika terjadi gangguan di serebelum maka akan melewati
sasaran secara terus menerus dan kadang di sertai tremor.
b. Tes tumit kelutut, pasien di suruh menggeserkan tumit suatu ekstremitas
bawah menuruni tulang kering ekstremitas bawah lainya dengan dimulai dari
lutut, dalam keadaan penyakit serebelum tumitnya bergoyang-goyang dari sisi
ke sisi.
c. Gerakan yang berganti-ganti dengan cepat.
d. Tes Romberg dengan cara menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa,
dengan kaki di rapatkan sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling
bersentuhan tes ini positif jika pasien mulai bergoyang-goyang dan harus
memindahkan kakinya untuk keseimbangan.
e. Gaya berjalan. Hemiplegi cenderung menyeret kakinya. parkinson cenderung
berjalan dengan langkah pendek, diseret, kepala membungkuk dengan
punggung membungkuk dan tergesa-gesa. Ataksia serebelum berjalan dengan
langkah kaki berdasar lebar, kedua kakinya sangat jauh terpisah ketika
berjalan. Foot drop dengan gaya berjalan seperti menampar yang khas.
Ataksia sensoris yaitu berjalan dengan langkah-langkah yang tinggi.
H. Pemeriksaan Penunjang

36

1. CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk mendeteksi
stroke hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat
memberi hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari
semua kasus stroke non hemoragik.
2. MRI (magnetic resonance imaging)
3. Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non
hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus.
Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi
perdarahan intrakranium ringan.
4. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan
gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari
kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya
bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi
pembuluh darah otak.
I.

Penatalaksanaan
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik
yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 36 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam
menentukan hasil akhir pengobatan.
1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen

37

activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil
CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di
rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.
Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang
diantaranya yaitu :
1)
Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi
2)

dengan manitol dan hindari cairan hipotonik.


Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat
mencegah trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan

tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.


b. Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor
utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini
tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada
hipertensi beri obat antihipertensi.
c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke
terapi dengan heparin.
2. Protokol penatalaksanaan stroke hemoragik akut
a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10%
diberikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika
onset dipastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak yang
luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia
miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan
digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau
amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.

38

c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas


infrakdan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila
terdapat salah satu hal berikut :
1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis
seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi
maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.
2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali
pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik
>120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana
tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual
harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis.
Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus
diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200
mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan
darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20
mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di
naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.
d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda
klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun,
gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi.
e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.

39

f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke


vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT
scan.
g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam,
20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai
masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :
1)
Kemungkinan besar stroke kardioemboli
2)
TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis
3)
Stroke dalam evolusi
4)
Diseksi arteri
5)
Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien
stroke non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium,
penyakit katup jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan
antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas
yang adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan
aman dan jaga pasien agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan
harus di nilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk minum, dan jika
terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang lambung atau
intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan
penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas
tiga kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan
trombolitika :

40

1) Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah


dan di gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah
untuk membeku. Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan
kumarin.
2) Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi
trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus
yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang
termasuk golongan ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin,
idobufen, epoprostenol, clopidogrel.
3) Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan
trombus diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat
menyebabkan perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini
adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.
Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan pengobatan
komplikasi yang muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien
stroke perlu melakukan pengontrolan perkembangn kesehatan di
rumah sakit kembali, di samping melakukan pemulihan dan
rehabilitasi sendiri di rumah dengan bantuan anggota keluarga
dan ahli terapi. Penelitian yang dilakukan Sri Andriani (2008)

terhadap 281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan


60% berobat jalan,23,8% meninggal dan sisanya pulang atas
permintaan sendiri.

41

J. Komplikasi
Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non
neurologis yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasikomplikasi tersebut yaitu :
1. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati
secara agresif dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam
biasanya adalah pneumonia aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri
antibiotik intravena sesuai hasil kultur.
2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka
dapat dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar
atau memiliki risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa
nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.
3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis
(dekstrosa 5% dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema
serebri dan harus di hindari.
4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5
hari sejak onset stoke :
a. < 50 mg/dl
: dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena
b. 50-100 mg/dl
: dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jam
c. 100-200 mg/dl
: pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat
d. 200-250 mg/dl
: insulin 4 unit intravena
e. 250-300 mg/dl
: insulin 8 unit intravena
f. 300-350 mg/dl
: insulin 12 unit intravena
g. 350-400 mg/dl
: insulin 16 unit intravena
h. > 400 mg/dl
: insulin 20 unit intravena
5. Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam
6. Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur
dilakukan latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari,

42

pemendekan tendo achiles di lakukan splin tumit untuk mempertahankan


pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi.
7. Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di
lakukan neurorestorasi dini.
8. Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau
fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari.
9. Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di
karenakan pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di
lakukan sedini mungkin bila pasien sudah sadar.

K. Pencegahan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental,
alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin,
kokain dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan.
Menggendaliakan hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular
aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.
Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti
hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat
hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral,
dislipidemia dengan diet rendah lemak dan obat antidislipidemia, berhenti merokok,
hindari kegemukan dan kurang gerak.
L. Prognosis

43

Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis
yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi
bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80%
pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat
kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode
akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen,
sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia,
diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan
sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau
berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita
kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari
serangan stroke dan kecacatan.

44

BAB III
PEMBAHASAN

Pada pasien ini didapatkan resume masalah sebagai berikut :


1. Pada saat malam hari pasien mengeluh pusing dan demam
2. Terdapat keluhan sulit bicara saat pagi harinya
3. Keluhan disertai kelemahan anggota gerak sebelah kanan.
4. Beberapa waktu kemudian diikuti penurunan kesadaran.
5. Riwayat trauma kepala disangkal, tidak ada jejas di kepala pasien.
6. Riwayat hipertensi postif sejak 5 tahun yll, pasien rutin minum obat dan control
bila terasa pusing.
7. Riwayat stroke sebelumnya disangkal.
45

Untuk diagnosis banding didapatkan :


Non
Hemoragi
k
Berat
ringan
Pelan
(jam/hari)

Gejala klinis

PIS

PSA

Defisit fokal

Berat

Ringan

Onset

Menit/ja
m

Nyeri kepala

Hebat

1-2
menit
Sangat
Hebat

Muntah pada
awalnya

Sering

Sering

Tidak, kec
lesi
di
batang otak

Hipertensi

Hampir
selalu

Biasany
a tidak

Sering kali

Ada

Ada

Tidak ada

Jarang
Sering
dari
awal

Ada
Permula
an tidak
ada

Tidak ada

Gangguan
bicara

Bisa ada

Jarang

Sering

LCS

Berdara
h

Berdara
h

Jernih

Paresis/Gang
guan N III

Tidak
ada

Bisa ada

Tidak ada

Penurunan
kesadaran
Kaku kuduk
Hemiparesis

Ringan

Sering dari
awal

Pada
kasus
Berat
Menit/jam
hebat
tidak
ada
ada
Tidak ada
ada
ada
Tidak
dilakukan
Tidak ada

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa
defisit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan gangguan peredara
darah otak non traumatik. Secara umum gangguan pembuluh darah otak/ stroke
merupakan gangguan sirkulasi serebral. Merupakan gangguan neurologic fokal
yang dapat timbul sekunder dari sutu proses patologi pada pembuluh darah serebral.
46

Stroke bukanlah penyakit tunggal, tetapi merupakan kumpulan tanda dan gejala
dari beberapa penyakit diantaranya : hipertensi, penyakit jantung, peningkatan
lemak dalam darah DM, dan penyakit vaskuler perifer.
Berdasarkan anamnesis didapatkan beberapa faktor risiko yang dapat menimbulkan
gangguan musculoskeletal pada pasien ini, antara lain adalah : usia > 50 tahun dan
hipertensi. Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabaang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan
tegak lurus menunuj parenkim otak yang dibagian distalnya berupa anyaman
kapilaer. Aterosklerosis banyak terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya
hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil
dengan diameter 1mm. Peningkatan darah yang terus menerus akan mengakibakan
pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak
yang bisa mendorong struktur otak dan merembes kesekitarnya bahkan dapat masuk
ke dalam ventrikel atau ke ruang intracranial. Perdarahan intracranial biasanya
diesebabkan oleh rupture arteri cerebri. Ekstravasasi darah terjadi didaerah otak dan
atau subarchnoid, sehingga jaringan yang ada disekitarnya tergeser da tertekan
darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan
vasospasme pada arteri disekitar pendarahan. Spasme ini dapat menyebar keseluruh
hemisfer otak dan sirkulus wilis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan
larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan
mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair
sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik
47

akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terentuk jalinan
disekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astrolgia yang
berproliferasi. Ganggauan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan.
Stroke merupkan penyakit motor neuron atas dan dapat mengakibatkan kehilangan
control volunteer terhadap gerakan motoric. Fungsi lain yang diganggu akibat
stroke adalah komunikasi dan bahasa. Gangguan komunikasi akibat stroke adalah
afasia, disatria dan apraksia tergantung likasi yang terganggu

DAFTAR PUSTAKA
1. Aliyah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2007. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak dalam kapita selekta neurology cetakan keenam
editor Harsono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal : 81-115.
2. Andries, G., 2009. Neuroterapi pada Stroke. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.
3. Lumbantobing. 2011. Neurology Klinis: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
4. Chandra, B., 1994. Neurology Klinis. Fakultas Kedokteran UNAIR : Surabaya.
5. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia : Jakarta Israr Y., 2008. Stroke. Fakultas Kedokteran Universitas Riau:
Pekanbaru.
48

6. Mardjono, M., Sidharta, P., 2003. Neurologi Klinis. Dian Rakyat : Jakarta.
7. Ringleb, PA., 2008. Guidelines for Management of Ischemic Stroke and
Transient Ischaemic Attack 2008. Departement Neurology : Germany.
8. Sjahrir, H., 2003. Stroke Iskemik. Yandira Agung : Medan.
9. Roooper AH, Brown RH. Adams and Victorss Principles of Neurology. Edisi 8.
BAB 4. Major Categories of Neurological Disease : Cerebrovaskuler Disease.
MCgraw Hill : New York, 2005.
10. Sylvia, PA. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit ed 6. EGC :

Jakarta. 2006.

49

Anda mungkin juga menyukai