Lupus - Kel 2
Lupus - Kel 2
PENYAKIT AUTOIMUN
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK II (DUA)
Andini Safitri
Dwi Hidayati
Musdalifah
Nurwahidah
Rifka
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan faktor terpenting dalam kehidupan seseorang.
Jika kesehatan telah terganggu (sakit) maka aktivitas seseorang akan
terganggu. Ternyata faktor sosial yang menyangkut taraf kesejahteraan dan
kesehatan masyarakat merupakan masalah yang jauh lebih penting untuk
diperhatikan sebab kesejahteraan hidup sangat berdampak pada tingkat
kesehatan dari masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain, bagi mereka yang
hidup dengan taraf kesejahteraan baik, pola hidup serta kesehatan mereka
cenderung lebih terjaga, sedangkan bagi mereka yang hidup dengan taraf
kesejahteraan kurang, mereka biasanya kurang peduli atau bahkan tidak
menjaga pola hidup dan kesehatan mereka. Mereka sering meremehkan
penyakit yang dideritanya, yang cukup aman diatasi sendiri tanpa harus
periksa ke dokter. Padahal gejala-gejala tersebut apabila tidak dideteksi secara
dini kemungkinan dapat terserang penyakit yang lebih serius, salah satunya
peyakit imunologi.
Penyakit imunologi terjadi karena adanya kompleks antigen-antibodi
dalam tubuh. Penyakit imunologi terjadi akibat sistim antibodi terlalu sensitif
atau kompleks antigen-antibodi menghancurkan sistim antibodi sendiri
sehingga kekebalan tubuh berkurang (Media Aesculapius, 2001: 568).
Dewasa ini, banyak penyakit yang memiliki jumlah penderita yang banyak
dan bahkan sebagai mesin pembunuh yang jitu. Salah satunya adalah lupus.
Lupus adalah penyakit autoimun yang melibatkan berbagai organ dengan
manifestasi klinis bervariasi. Lupus adalah penyakit yang tidak bisa
disembuhkan, tetapi bila dideteksi secara dini dan segera diterapi maka dapat
memperbesar survival rate penderita.
Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus) (SLE)
merupakan penyakit in lamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum
diketahui serta manifestasi klinis, perjalanan penyakit dan prognosis yang
sangat beragam. Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduksi
dengan angka kematian yang cukup tinggi. Faktor genetik, imunologik dan
hormonal serta lingkungan diduga berperan dalam pato isiologi SLE.
B. Tujuan
Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami definisi penyakit Lupus.
2. Mengetahui dan memahami etiologi penyakit Lupus.
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi penyakit Lupus.
4. Mengetahui dan memahami kategori penyakit Lupus.
5. Mengetahui dan memahami respon imunitas terhadap tubuh.
6. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang penyakit Lupus.
7. Melakukan analisis terhadap kasus yang terjadi pada pasien.
C. Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Bagi mahasiswa penyusun
Menambah pengetahuan dan pengalaman mahasiswa penyusun
makalah dalam melakukan studi pustaka tentang penyakit lupus.
2. Bagi pembaca
Menambah wawasan bagi pembaca tentang penyakit autoimun
khususnya penyakit lupus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Lupus
Nama sesungguhnya adalah systemic lupus erythematosus (SLE),
merupakan kondisi di mana sistem imun menyerang jaringan sehat tubuhnya
sendiri. Sifatnya kronik dan bisa menyerang tiap organ tubuh, seperti kulit,
sendi, dan/ atau organ-organ dalam, seperti ginjal, paru, dan lain-lain
(Srikandi dan Budhi, 2014)
Lupus eritematosus (LE) adalah suatu penyakit autoimun yang
menyerang jaringan penyangga (connective tissue disease) dimana penyakit
ini dapat mengenai berbagai sistem organ dengan manifestasi klinis dan
prognosis yang bervariasi. Kelainan kulit merupakan manifestasi klinis LE
yang paling umum setelah arthritis (Nurjanti et al.,1990; Insawang dan
Kulthanan, 2010; Kole dan Ghosh, 2009).
B. Etiologi
Penyebab atau etiologi dari SLE tidak diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit SLE, yaitu
faktor jenis kelamin, hormonal, dan faktor faktor genetik dapat menjadi
predisposisi terjadinya SLE, hal ini dibuktikan konkordansi penyakit SLE
pada kembar identik adalah sekitar 20-25% dan bahwa dalam kembar dizigot
adalah sekitar 5% (Mok & Lau, 2013).
Selain faktor diatas, faktor lingkungan yang dapat menjadi relevan
dengan kejadian SLE diantaranya faktor kimia seperti pewarna rambut, sinar
ultraviolet, rokok, obat-obatan (procainamide, hydralazine, chlorpomazine,
isoniazid, phenytoin, penicillamine), faktor makanan (L-canavanine/alfalfa
sprouts, dan intake lemak jenuh yang berlebihan, faktor agen infeksius seperti
retrovirus dan endotoksin atau bakterial DNA, faktor hormon (hormonal
replacement therapy, kontrasepsi oral, dan prenatal yang terekspose dengan
estrogen) (Mok & Lau, 2013).
C. Patofisiologi
Pada pasien SLE terjadi gangguan respon imun yang menyebabkan
aktivasi sel B, peningkatan jumlah sel yang imun (Mok dan Lau, 2003).
Aktivasi sel T dan sel B disebabkan karena adanya stimulasi antigen spesifik
baik yang berasal dari luar seperti bahan-bahan kimia, DNA bakteri, antigen
virus, fosfolipid dinding sel atau yang berasal dari dalam yaitu protein DNA
dan RNA. Antigen ini dibawa oleh antigen presenting cells (APCs) atau
berikatan dengan antibodi pada permukaan sel B. Kemudian diproses oleh sel
B dan APCs menjadi peptida dan dibawa ke sel T melalui molekul HLA yang
ada di permukaan. Sel T akan teraktivasi dan mengeluarkan sitokin yang
dapat merangsang sel B untuk membentuk autoantibodi yang patogen.
Interaksi antara sel B dan sel T serta APCs dan sel T terjadi dengan bantuan
sitokin, molekul CD 40, CTLA-4 (Joe, 2009).
D. Kategori Penyakit SLE
Penyakit SLE dapat dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam
nyawa.
1. Kriteria untuk dikatakan SLE ringan adalah:
a) Secara klinis tenang
b) Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
c) Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung,
gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.
Contoh SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit.
2. Penyakit SLE dengan tingkat keparahan sedang manakala ditemukan:
a) Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)
b) Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)
c) Serositis mayor
3. Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa apabila ditemukan keadaan
sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu:
a. Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria,
miokarditis, tamponade jantung, hipertensi maligna.
b. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis,
emboli paru, infark paru, ibrosis interstisial, shrinking lung.
c. Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
d. Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous.
e. Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh
(blister).
f. Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati
transversa, mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis,
sindroma demielinasi.
g. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1.000/mm3),
trombositopenia < 20.000/mm3 , purpura trombotik trombositopenia,
trombosis vena atau arteri.
E. Respon Imunitas Terhadap Tubuh
MHC
(Major
Histocompatibility
Complex)
mengatur
produksi
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah Rutin dan Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penyakit Lupus
Eritematosus Sistemik ( LES ) adalah pemeriksaan darah rutin dan
pemeriksaan urin. Hasil pemeriksaan darah pada penderita LES
menunjukkan adanya anemia hemolitik, trombositopenia, limfopenia, atau
leukopenia; erytrocytesedimentation rate (ESR) meningkat selama
penyakit aktif, Coombs test mungkin positif, level IgG mungkin tinggi,
ratio albumin-globulin terbalik, dan serum globulin meningkat. Selain itu,
hasil pemeriksaan urin pada penderita LES menunjukkan adanya
proteinuria, hematuria, peningkatan kreatinin, dan ditemukannya Cast,
heme granular atau sel darah merah pada urin.
2. Pemeriksaan Autoantibodi.
Proses patogenik setiap penyakit tidak terlepas kaitannya dengan
berbagai proses imunologik, baik yang non spesifik atau spesifik. Kaitan
tersebut tentunya terlihat lebih nyata pada penyakit-penyakit autoimun
termasuk di dalamnya LES, Arthritis Reumatoid, sindroma Sjogren dan
yang
mampu
menjelaskan
secara
utuh
mekanisme
(ANA)
merupakan
suatu
kelompok
metode
ditemukan
pada
sindrom
Sjogrens,
arthritis
reumatoid.
DAFTAR PUSTAKA