PENDAHULUAN
terbukti hasilnya, namun demikian beberapa varietas tahan terhadap penyakit blas
hanya mampu bertahan beberapa musim tanam. Keadaan ini terjadi karena adanya
proses adaptasi, mutasi genetik dan penyakit blas membentuk ras-ras baru yang
lebih virulen, sehingga menyebabkan varietas yang semula tahan menjadi rentan.
Makalah ini disusun dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman
mengenai pengelolaan penyakit blas, terutama pada wilayah-wilayah yang umum
diusahakan padi gogo dan di lahan-lahan padi irigasi sawah.
II. ISI
A. CIRI-CIRI
Biologi penyakit blas (Pyricularia oryzae)
Menurut Dwidjoseputro (1975) Jamur P. oryzae dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Mycota
Subdivisio
: Eumycotina
Kelas
: deuteromycetes
Ordo
: moniliales
Family
: Moniiaceae
Genus
: Pyricularia
Spesies
: Pyricularia oryzae
B. Daur Penyakit
Satu daur penyakit blas dimulai ketika spora cendawan P. oryzae Cav.
menginfeksi dan menghasilkan suatu bercak pada tanaman padi dan daur tersebut
akan berakhir ketika cendawan bersporulasi dan menyebarkan spora baru melalui
udara. Apabila kondisi lingkungan menguntungkan untuk perkembangan penyakit
blas, maka satu daur penyakit dapat terjadi dalam kurun waktu waktu sekitar 7
hari. Selanjutnya dari satu bercak dapat rnenghasilkan ratusan sampai ribuan spora
dalam satu malam dan dapat terus rnenghasilkan spora selama lebih dari 20 hari
(Scardaci, 1997 dalam Semangun, 2004).
Inang utama cendawan P. oryzae Cav. adalah tanaman padi sedangkan inang
alternatifnya adalah rumput-rumputan seperti Digitaria cilaris dan Echinochloa
colona. Cendawan P. oryzae Cav. juga dapat menginfeksi tanaman jagung untuk
mempertahankan hidupnya. Miselia cendawan P. oryzae Cav. tersebut dapat
bertahan selama satu tahun pada jerami sisa panen tanaman padi (Prayudi, 2001
dalam Prayudi, 2008).
C.
Ge
jal
a
Penyakit
Penyakit blas menginfeksi tanaman padi pada setiap fase pertumbuhan.
Gejala khas pada daun yaitu bercak berbentuk belah ketupat - lebar ditengah dan
meruncing di kedua ujungnya. Ukuran bercak kira-kira 1-1,5 x 0,3-0,5 cm
berkembang menjadi berwarna abu-abu pada bagian tengahnya. Daun-daun
varietas rentan bisa mati. Bercak penyakit blas sering sukar dibedakan dengan
gejala bercak coklat Helminthosporium. Blas dapat menginfeksi tanaman padi
pada semua stadia pertumbuhan. Infeksi bisa terjadi juga pada ruas batang dan
leher malai yang disebut blas leher (neck blast). Leher malai yang terinfeksi
berubah menjadi kehitam-hitaman dan patah, mirip gejala beluk oleh penggerek
batang. Apabila blas leher terjadi, hanya sedikit malai yang berisi atau bahkan
hampa. Pemupukan nitrogen dalam takaran tinggi dan cuaca yang lembab,
terutama musim hujan, menguntungkan bagi terjadinya infeksi (Syam dan Diah,
2003).
Serangan cendawan P. oryzae Cav. pada fase vegetative menyebabkan blas
daun (leaf blast). Ciri-ciri gejala penyakit blas pada daun adalah timbulnya bercak
berbentuk belah ketupat dengan ujung yang meruncing. Bercak yang sudah
berkembang, bagian tepinya akan berwarna coklat dan bagian tengahnya berwarna
putih keabu-abuan. Bercak tersebut akan terus meluas pada varietas tanaman padi
yang rentan. Bercak tersebut dikelilingi oleh warna kuning pucat. (halo area),
terutama pada lingkungan yang kondusif seperti keadaan yang lembab (Prayudi,
2001 dalam Prayudi, 2008). Serangan cendawan P. oryzae Cav. pada fase generatif
menyebabkan gejala berupa busuk leher malai (neck blast).
cendawan P. oryzae Cav. pada malai akan menyebabkan leher malai membusuk
dan bulir padi menjadi hampa. Blas leher lebih merugikan dari pada blas daun
karena mengakibatkan gabah menjadi hampa sehingga hasil produksi gabah akan
menurun (Semangun, 2004).
Fase penetrasi spora cendawan ini hanya membutuhkan waktu yang singkat
yaitu 6 8 jam, menginfeksi melalui stomata, dan periode laten untuk
memproduksi kembali spora juga tergolong singkat sekitar 4 hari (Hashioka,
1985). Faktor lain yang mendukung perkembangan blas adalah keadaan
kelembaban sekitar 90%, spora dapat diproduksi optimal dari setiap bercak, satu
bercak mampu menghasilkan 2000 6000 spora per hari, keadaan tersebut dapat
berlangsung selama 10 14 hari (ElRafaer, 1997). Data perkembangan karakter
biologi tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan temperatur pada kisaran 28C,
dan kelembaban sekitar 90%, ataupun inang alternatif yang banyak ditemukan di
areal pertanaman sawah yaitu rerumputan (Digitaria sp. Dan Echinocloa sp)
sebagai sumber inokolum awal. Keadaan yang banyak ditemukan pada wilayah
usaha tani padi tersebut, menyebabkan penyakit blas sebagai faktor pembatas
produksi padi adalah selalu ada dan perlu diwaspadai.
Patogen P. grisea memanfaatkan nutrisi tanaman untuk memperbanyak diri
dan mempertahankan hidup. Infeksi awal pada daun muda, menyebabkan proses
pertumbuhan tidak normal, beberapa daun menjadi kering dan mati (Chin, 1975).
Blas pada daun banyak menyebabkan kerusakan antara fase awal pertumbuhan
sampai pada fase anakan maksimum (Gill and Borman, 1988). Infeksi pada daun
setelah fase anakan maksimum biasanya tidak menyebabkan kehilangan hasil
yang terlalu besar, namun infeksi pada awal pertumbuhan sering menyebabkan
puso terutama varietas yang rentan. Selanjutnya Gill and Boman (1988)
menyarankan tindakan perlakuan fungisida lebih awal. Perlakuan tersebut dapat
berfungsi menekan tingkat intensitas serangan blas daun dan juga dapat
mengurangi infeksi pada tangkai malai (blas leher).
Faktor
pemicu
lainnya
adalah
pemupukan
nitrogen
yang
tinggi
kerusakan
serius
pada
tanaman
padi.
Hashioka
(1965)
III.
PENUTUP
Penyakit blas (Pyricularia grisea) merupakan salah satu kendala dalam
usaha meningkatkan produksi pada pertanaman padi gogo dan sekarang sudah
menjadi kendala serius pada padi sawah. Hal ini menjadi penting artinya, terutama
dengan adanya perluasan padi gogo ataupun penggunaan padi unggul yang rentan
terhadap blas.
Gejala khas pada daun yaitu bercak berbentuk belah ketupat - lebar ditengah
dan meruncing di kedua ujungnya. Ukuran bercak kira-kira 1-1,5 x 0,3-0,5 cm
berkembang menjadi berwarna abu-abu pada bagian tengahnya. Daun-daun
varietas rentan bias mati. Bercak penyakit blas sering sukar dibedakan dengan
gejala bercak coklat Helminthosporium. Blas dapat menginfeksi tanaman padi
pada semua stadia pertumbuhan. Infeksi bisa terjadi juga pada ruas batang dan
leher malai yang disebut blas leher (neck blast). Leher malai yang terinfeksi
berubah menjadi kehitam-hitaman dan patah, mirip gejala beluk oleh penggerek
batang. Apabila blas leher terjadi, hanya sedikit malai yang berisi atau bahkan
hampa.
Pengendalian yang paling umum dilakukan adalah penggunaan varietas tahan
dan fungisida. Varietas-varietas tahan telah banyak terbukti hasilnya, namun
demikian beberapa varietas tahan terhadap penyakit blas hanya mampu bertahan
beberapa musim tanam. Keadaan ini terjadi karena adanya proses adaptasi, mutasi
genetik dan penyakit blas membentuk ras-ras baru yang lebih virulen, sehingga
menyebabkan varietas yang semula tahan menjadi rentan.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, M. Dkk. 2003. Pemetaan Ras Pyricularia griea di Daerah Endemik Blas di
Sentra Produksi Padi Sawah dan Padi Gogo. Laporan Penelitian
Tanaman Padi.
Andoko, A ., 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Cetakan-I. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. (2009). Deskripsi Varietas Padi. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Barnett, I. 1990. Ilustrated Genera of Imperfect and Fungi. Department of Plant
Phatology, Bacteriology, Entomology West Virginia University. 2nd
Edition. Morgantown West Virginia: Burgess Publishing Company.
Chin, K.M. 1975 Fungisidal control of the rice blast disease. Mardi Reseacrh
Bulletin. 2(2): 82-84.
Dwidjoseputro, D., 1975. Genetika. Bahrata , Jakarta.
ElRefaei, 1977. Epidemiologi of rice blast disease in the tropic with special
reference to leaf wetnes in relation to the disease development. Tesis
Phd. Indian Agricuitual Research. New Delhi.
Gill M and Borman JM. 1988. Effect of water deficit on rice blast. Influence of
water deficit on component of resistance. Plant Protection in The
Tropict. 5:61-66.
Harahap, I.S. dan Cahyono, B. 1998. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Penebar
Swadaya. Bogor.
Hasanuddin A. 2003. Pengendalian Hama dan Penyakit Padi Upaya Tiada Henti.
Inovasi Pertanian Tanaman pangan. Puslitbangtan Bogor.
Hashioka Y. 1965. Effect of enviromental factor on development of cause fungus
infection disease development and epidemiology in rice blast. In. the
blast Disease. USA. J.H. Press 153- 161.
Ismunaji M., Parthoharjo, dan Sastiaji. 1976. Peranan Kalium dalam produksi
tanaman pangan dalam Kalium dan Tanaman Pangan. LP3 Bogor 1-16.
Peakin. S.1976. Pest Control in Rice. Centre for overseas pest research. London.
Scardaci, S.C. et al. 1997. Rice Blast: a New Disease in California. Agronomy
Fact Sheet Series 1997-2. Davis: Department of Agronomy and Range
Science, University of California
medium
by
the
fungus-Trichoderma
harzianum.