Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

INFEKSI SALURAN KEMIH

Oleh:

Muwawi Siregar
1110103000027

Pembimbing:
dr. Bobby Setiadi Dharmawan, Sp.A

MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
0

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah referat ini.
Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Bobby Setiadi
Dharmawan, SpA selaku pembimbing presentasi referat ini.
Kami menyadari makalah referat tentang Infeksi Saluran Kemih ini masih jauh
dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami
harapkan demi kesempurnaannya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah referat ini dapat bermanfaat
khususnya bagi kami dan rekan-rekan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan
kepaniteraan klinik.

Jakarta, 05 Desember 2014

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar-------------------------------------------------------------------------------------

Daftar Isi--------------------------------------------------------------------------------------------

BAB I Pendahuluan--------------------------------------------------------------------------------

BAB II Tinjauan Pustaka Diabetes Mellitus Tipe 1---------------------------------------------- 4


3.1 Definisi-----------------------------------------------------------------------------------

3.2 Epidemiologi-----------------------------------------------------------------------------

3.3 Etiologi-----------------------------------------------------------------------------------

3.4 Patofisiologi-----------------------------------------------------------------------------

3.5 Manifestasi Klinis------------------------------------------------------------------------ 6


3.6 Pemeriksaan Penunjang------------------------------------------------------------------ 7
3.7 Kriteria Diagnostik----------------------------------------------------------------------

3.8 Penatalaksanaan------------------------------------------------------------------------

3.9 Komplikasi-----------------------------------------------------------------------------

14

3.10 Prognosis-------------------------------------------------------------------------------

14

BAB III Kesimpulan------------------------------------------------------------------------------

15

Daftar Pustaka------------------------------------------------------------------------------------

16

BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) tipe 1 adalah gangguan autoimun dimana terjadi
penghancuran sel-sel beta pankreas penghasil insulin. Pasien biasanya berusia di bawah 20
tahun, tergantung pada terapi insulin dan cenderung lebih mudah mengalami ketosis. 1
Diabetes Mellitus tipe-1 termasuk salah satu penyakit metabolik yang menjadi masalah
kesehatan anak di dunia termasuk Indonesia. Pada tahun 2003, secara global diperkirakan
terdapat 65.000 kasus baru diabetes mellitus pada anak setiap tahunnya.2
DM tipe 1 merupakan penyakit autoimun kronik yang terutama menyerang anak dan
remaja. T-cell mediated berperan pada kerusakan sel beta pancreas sehingga produksi insulin
menurun bahkan dapat berhenti. 3
DM tipe 1 memerlukan insulin untuk mengendalikan glukosa darah. Hipoglikemia
adalah komplikasi tersering dari terapi insulin. Pasien DM tipe 1 diberi penyuluhan mengenai
diet, efek olahraga, terapi insulin, teknik penyuntikan, pemeriksaan urin, dan pemantauan
glukosa darah. Regimen insulin harus disesuaikan dengan gaya hidup, motivasi dan
pemahaman menyeluruh dari pasien. Pemantauan terbaik bagi

pengendalian adalah

menggunakan pengukuran glukosa darah di rumah, memeriksa HbA1c periodik di klinik.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIABETES MELLITUS TIPE 1
3.1

DEFINISI
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. 4
DM tipe-1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolism glukosa yang
ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini diakibatkan oleh kerusakan sel- pankreas
baik oleh proses autoimun maupun idioptaik sehingga produksi insulin berkurang bahkan
terhenti.2
3.2.

EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data dari rumah sakit terdapat 2 puncak insidens DM tipe-1 pada anak

yaitu pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun. Lebih dari 50 % penderita baru DM tipe-1 berusia >20
tahun. Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan dalam terjadinya DM tipe-1. Walaupun
hampir 80 % penderita DM tipe-1 baru tidak mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit
serupa, namun faktor genetik diakui berperan dalam patogenesis DM tipe-1. 2
Secara global DM tipe 1 ditemukan pada 90% dari seluruh diabetes pada anak dan
remaja. Di Indonesia insiden tercatat semakin meningkat. Jumlah penderita baru meningkat
dari 23 orang per tahun di tahun 2005 menjadi 48 orang per tahun di tahun 2009. Bentuk
klasik paling sering dijumpai di klinik. Di Indonesia sekitar 30% penderita baru DM tipe 1
didiagnosis dalam bentuk KAD sedangkan bentuk silent diabetes paling jarang dijumpai
karena skrining atau pemeiksaan khusus karena salah seorang keluarga penderita telah
menderita DM tipe 1 sebelumnya. 5
3.3

ETIOLOGI

Faktor genetik : ditentukan oleh interaksi banyak gen terutama gen HLA.3
Sistim HLA berperan sebagai suatu susceptibility gene atau faktor kerentanan.
Diperlukan suatu faktor pemicu yang berasal dari lingkungan (infeksi virus, toksin
dll) untuk menimbulkan gejala klinis DM tipe-1 pada seseorang yang rentan.2

3.4

Faktor lingkungan : virus, bahan kimia, racun lingkungan3

PATOFISOLOGI
4

DM tipe 1 biasanya disebabkan oleh proses autoimun yang akan menyebabkan


destruksi sel beta pankreas. Gejala klinis yang timbul sebagai akibat defisiensi insulin, mulai
tampak jika kerusakan sel beta pankreas mencapai >80%. Jangka waktu dari mulai timbulnya
destruksi sampai timbulnya gejala klinis bervariasi dari beberapa bulan hingga tahun. 3
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
gula dalam darah atau hiperglikemia.6 Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang
timbul karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik
absolute maupun relative.7

Hiperglikemia kronik akibat adanya gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya. Hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan metabolism karbohidrat, lemak, dan
protein. DM tipe 1 terjadi akibat kerusakan sel beta pancreas sehingga terjadi defisiensi
insulin secara absolute. Proses kerusakan sel beta pancreas dapat terjadi akibat proses auto
imun maupun penyebab lain yang tidak diketahui (idiopatik). Hal ini tidak termasuk
kerusakan beta pancreas yang disebabkan oleh keadaan khusus seperti cystic fibrosis dan
defek mitokondria.5

Perjalanan alamiah penyakit DM tipe-1 ditandai dengan adanya fase remisi


(parsial/total) yang dikenal sebagai honeymoon periode. Fase ini terjadi akibat berfungsinya
kembali jaringan residual pankreas sehingga pankreas mensekresikan kembali sisa insulin.
Fase ini akan berakhir apabila pankreas sudah menghabiskan seluruh sisa insulin. Secara
klinis ada tidaknya fase ini harus dicurigai apabila seorang penderita baru DM tipe-1 sering
mengalami serangan hipoglikemia sehingga kebutuhan insulin harus dikurangi untuk
menghindari hipoglikemia. Apabila dosis insulin yang dibutuhkan sudah mencapai < 0,25
U/kgBB/hari maka dapat dikatakan penderita berada pada fase remisi total.2

3.5

MANIFESTASI KLINIS
Biasanya gejala-gejala poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan yang cepat

menurun terjadi antara 1 sampai 2 minggu sebelum diagnosis ditegakkan. Apabila gejalagejala klinis ini disertai dengan hiperglikemia maka diagnosis DM tidak diragukan lagi.2
Bentuk klasik :
6

Polidipsi, poliuria, polifagia. Poliuria biasanya ditandai dengan anak sering mengompol,
mengganti popok terlalu sering, disertai infeksi jamur berulang di sekitar daerah tertutup

popok dan anak terlihat dehidrasi.


Penurunan berat badan yang nyata dalam waktu 2-6 minggu disertai keluhan lain yang

tidak spesifik
Mudah lelah

Pada kasus KAD (ketoasidos diabetik) :

3.6

Awitan gejala klasik yang cepat dalam waktu beberapa hari


Sering disertai nyeri perut, sesak napas, dan letargi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes Toleransi Glukosa (TTG)
Indikasi TTG pada anak yaitu ditemukan gejala-gejala klinis yang khas untuk DM,

namun pemeriksaan kadar glukosa darah tidak menyakinkan. Dosis glukosa yang digunakan
pada TTG adalah 1,75 g/kgBB (maksimum 75 g). Glukosa tersebut diberikan secara oral
(dalam 200-250 ml air) dalam jangka waktu 5 menit. Tes toleransi glukosa dilakukan setelah
anak mendapat diet tinggi karbohidrat (150-200 g per hari) selama tiga hari berturut-turut dan
anak puasa semalam menjelang TTG dilakukan. Selama tiga hari sebelum TTG dilakukan,
aktifi tas fisik anak tidak dibatasi. Anak dapat melakukan kegiatan rutin sehari-hari. Sampel
glukosa darah diambil pada menit ke 0 (sebelum diberikan glukosa oral), 60 dan 120.2
Penilaian hasil tes toleransi glukosa2
1.

Anak menderita DM apabila:


Kadar glukosa darah puasa 140 mg/dL (7,8 mmol/L) atau Kadar glukosa darah pada
jam ke 2 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

2.

Anak dikatakan menderita toleransi gula terganggu apabila:


Kadar glukosa darah puasa <140 mg/dL (7,8 mmol/L) dan Kadar glukosa darah pada
jam ke 2: 140-199 mg/dL (7,8-11 mmol/L)

3.

Anak dikatakan normal apabila :


Kadar glukosa darah puasa (plasma) <110 mg/dL (6,7 mmol/L) dan Kadar glukosa
darah pada jam ke 2: <140 mg/dL (7,8-11 mmol/L)

Parameter HbA1c
Parameter HbA1c merupakan parameter kontrol metabolik standar pada DM. Nilai
HbA1c < 7% berarti kontrol metabolik baik; HbA1c < 8% cukup dan HbA1c > 8% dianggap
7

buruk. Kriteria ini pada anak perlu disesuaikan dengan usia karena semakin rendah HbA1c
semakin tinggi risiko terjadinya hipoglikemia.2
3.7

KRITERIA DIAGNOSTIK
Glukosa darah puasa dianggap normal bila kadar glukosa darah kapiler < 126 mg/dL

(7 mmol/L). Glukosuria saja tidak spesifik untuk DM sehingga perlu dikonfirmasi dengan
pemeriksaan glukosa darah. Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu
kriteria sebagai berikut:2
1. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidpsia, polifagia, berat badan yang menurun, dan
kadar glukasa darah sewaktu >200 mg/ dL (11.1 mmol/L).2
2. Pada penderita yang asimtomatis ditemukan kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL atau
kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari normal dengan tes toleransi glukosa yang
terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan.2
3.8

PENATALAKSANAAN

Tabel 1. Sasaran dan Tujuan Tatalaksana DM tipe 1 pada Anak2

a. Insulin
Awitan, puncak kerja, dan lama kerja insulin merupakan faktor yang menentukan dalam
pengelolaan penderita DM. Respons klinis terhadap insulin tergantung pada beberapa faktor:2

Umur individu
Tebal jaringan lemak
Status pubertas
Dosis insulin
Tempat injeksi
Latihan (exercise)
Kepekatan, jenis, dan campuran insulin
Suhu ruangan dan suhu tubuh
Tabel 2. Jenis Insulin2

Dua hal yang perlu penting dikenali pada pemberian insulin adalah efek Somogyi dan
efek Subuh (Dawn effect). Kedua efek tersebut mengakibatkan hiperglikemia pada pagi hari.
Efek Somogyi terjadi sebagai kompensasi terhadap hipoglikemia yang terjadi sebelumnya
(rebound effect). Akibat pemberian insulin yang berlebihan terjadi hipoglikemia pada malam
hari (jam 02.00-03.00) yang diikuti peningkatan sekresi hormon kontra-insulin (hormon
glikogenik). Sebaliknya efek subuh terjadi akibat kerja hormon-hormon kontra insulin pada
malam hari. Efek Somogyi memerlukan penambahan makanan kecil sebelum tidur atau
pengurangan dosis insulin malam hari, sedangkan efek Subuh memerlukan penambahan dosis
insulin malam hari untuk menghindari hiperglikemia pagi hari.2
Kerja Insulin

Gambar 1. Profi l farmakokinetik insulin kerja cepat (rapid acting). Terlihat lama kerja
relatif 3-5 jam, dengan awitan kerja yang cepat 5-15 menit, dan puncak kerja 30-90
menit.2

Gambar 2. Profi l farmakokinetik insulin kerja pendek (short acting). Terlihat lama kerja
relatif 5-8 jam, dengan awitan kerja 30 60 menit, dan puncak kerja 2-4 jam.2

Gambar 3. Profi l farmakokinetik insulin kerja menengah (intermediate acting). Terlihat


lama kerja relatif 12 -24 jam, dengan awitan kerja 2-4 jam, dan puncak kerja 4-12 jam.2

Gambar 4. Profil farmakokinetik insulin kerja panjang (long acting). Terlihat lama kerja
relatif 20-30 jam, dengan awitan kerja 4-8 jam, dan puncak kerja 12-24 jam.2

Gambar 5. Profil farmakokinetik insulin kerja campuran2


10

Teknik penyuntikan
Insulin harus disuntikkan secara subkutan dalam dengan melakukan pinched
(cubitan) dan jarum suntik harus membentuk sudut 450, atau 900 bila jaringan
subkutannya tebal. Untuk penyuntikan tidak perlu menggunakan alkohol sebagai tindakan
aseptik pada kulit. Tempat penyuntikan dapat dilakukan di abdomen, paha bagian depan,
pantat, dan lengan atas. Penyuntikan ini dapat dilakukan pada daerah yang sama setiap
hari tetapi tidak dianjurkan untuk melakukan penyuntikan pada titik yang sama. Rotasi
penyuntikan sangat dianjurkan untuk mencegah timbulnya lipohipertrofi atau lipodistrofi.
Penyuntikan insulin kerja cepat lebih dianjurkan di daerah abdomen karena penyerapan
lebih cepat. Di daerah paha dan pantat penyerapan insulin kerja menengah lebih lambat.2
Regimen Insulin
a. Split-Mix Regimen
Injeksi 1 kali sehari
Dapat diberikan untuk sementara pada saat fase remisi. Regimen insulin yang dapat
digunakan adalah insulin kerja menengah atau kombinasi kerja cepat/pendek dengan
insulin kerja menengah.2

Injeksi 2 kali sehari

Digunakan campuran insulin kerja cepat/pendek dan kerja menengah yang diberikan
sebelum makan pagi dan sebelum makan malam. Regimen ini biasa digunakan pada
anak-anak yang lebih muda.2

Injeksi 3 kali sehari

Insulin campuran kerja cepat/pendek dengan kerja menengah diberikan sebelum makan
pagi, insulin kerja cepat/pendek diberikan sebelum makan siang atau snack sore, dan
insulin kerja menengah pada menjelang tidur malam hari. Regimen ini biasa digunakan
pada anak yang lebih tua dan remaja yang kebutuhan insulinnya tidak terpenuhi dengan
regimen 2 kali sehari.2
b. Basal-bolus regimen
Menggunakan insulin kerja cepat/pendek diberikan sebelum makan utama, dengan insulin
kerja menengah diberikan pada pagi dan malam hari, atau dengan insulin basal (glargine,
detemir) yang diberikan sekali sehari (pagi atau malam hari). Regimen ini biasa
digunakan pada anak remaja ataupun dewasa. Komponen basal biasanya berkisar 40-60%
11

dari kebutuhan total insulin, yang dapat diberikan menjelang tidur malam atau sebelum
makan pagi atau siang, atau diberikan dua kali yakni sebelum makan pagi dan makan
malam; sisanya sebagai komponen bolus terbagi yang disuntikkan 20-30 menit sebelum
makan bila menggunakan insulin reguler, atau segera sebelum makan atau sesudah makan
bila menggunakan analog insulin kerja cepat.2
c. Pompa Insulin
Hanya boleh menggunakan analog insulin kerja cepat yang deprogram sebagai insulin
basal sesuai kebutuhan penderita (biasanya 40-60% dari dosis total insulin harian). Untuk
koreksi hiperglikemia saat makan, diberikan dosis insulin bolus yang diaktifkan oleh
penderita. Parameter obyektif keadaan metabolisme glukosa darah yang dapat dipercaya
saat ini adalah pemeriksaan HbA1c serum, sehingga wajib dilakukan oleh penderita setiap
3 bulan.2
Dosis Insulin
Penderita baru sebaiknya dirawat 7-10 hari untuk penyesuaian dosis insulin terhadap
glukosa darah dan asupan nutrisi. Pada tahap awal biasanya memakai preparat insulin
kerja pendek dengan dosis 0,5-1 U/kgBB/hari dimulai dengan dosis rendah dan diberikan
3-4x sehari, 30 menit sebelum makan. Gula darah diperiksa setiap hari 30 menit sebelum
makan dan tengah malam atau minimal 3x sehari. Pemeriksaan urin dilakukan pada saat
diperiksa gula darah atau setiap diuresis.3
Setelah didapatkan profil gula darah hariam stabil (puasa <140 mg/dl setelah makan
<180 mg/dl) suntikan RI diganti dengan campuran short acting dan intermediate acting
insulin dengan perbandingan 1:2. Dua pertiga dosis diberikan pagi hari dan sisanya
sebelum makan malam. Setelah kadar gula stabil penderita dapat dipulangkan.3
Kebutuhan insulin meningkat bila penderita mengalami infeksi, operasi atau trauma
dan pada masa remaja mencapai 1-1,5 U/kgBB/hari sedangkan pada fase honeymoon
dosis insulin menurun antara 0,2-0,5 U/kgBB/hari.3
Penyimpanan Insulin
Insulin relatif stabil pada suhu ruangan dan tidak terpapar yang berlebihan. Insulin
sebaiknya disimpan di dalam lemari es pada suhu 4-8 derajat Celcius bukan dalam freezer.
Potensi insulin baik dalam vial atau penfill yang telah dibuka, masih bertahan 3 bulan bila
disimpan di lemari es, setelah melewati masa tersebut insulin harus dibuang.5
Edukasi Diabetes3
12

Pemberian insulin
Pengaturan makanan
Jumlah kalori = 1000 + (usia dalam tahun x 100) kilo kalori, dengan komposisi 55-60%
karbohidrat, 15% protein, dan 25 % lemak. Porsi makan diatur 3x sehari yaitu 20% makan
pagi, 20% makan siang, 30% makan malam. Diantara makan dan sebelum tidur diberi
makanan ringan atau snack masing-masing 10%.3

Olahraga
Jenis olahraga disesuaikan dengan minat anak. Pada umumnya terdiri dari pemanasan
selama 10 menit dilanjutkan 20 menit untuk latihan aerobic seperti berjalan atau
bersepeda. Olahraga harus dilakukan paling sedikit 3 kali seminggu dan sebaiknya
dilakukan pada waktu yang sama untuk memudahkan pemberian insulin dan pengaturan
makan. Lama dan intensitas olahraga disesuaikan dengan toleransi anak. Asupan cairan
perlu ditingkatkan sebelum, sesudah dan saat olahraga. Tujuan berolahraga yaitu
mempertahankan berat badan idel, meningkatkan kapasitas kerja jantung, mengurangi
terjadinya komplikasi jangka panjang, membantu kerja metabolism tubuh sehingga dapat

mengurangi kebutuhan insulin.5


Pemantauan glukosa darah
Pemeriksaan glukosa darah sebaiknya dilakukan teratur pada saat awal perjalanan
penyakit, pada setiap penggantian dosis insulin atau pada saat sakit.
Pengenalan gejala hipoglikemi/hiperglikemi
Hipoglikemia pada DM jika glukosa darah kurang atau sama dengan 60 mg/dL.3

Indikasi Rawat Inap5

Penderita baru (terutama usia <2 tahun) yang memulai terapi insulin
KAD
Dehidrasi sedang sampai berat
Penderita dalam persiapan operasi dengan anestesi umum
Hipoglikemia berat (kesalahan pemberian dosis insulin atau dalam sakit berat)
Keluarga penderita yang tidak siap melakukan rawat jalan (memerlukan edukasi
perawatan mandiri)
KOMPLIKASI 3

3.9
Akut

Hipoglikemia
KAD

Subakut
13

Lipoatrofi dan lipohipertrofi


Kelainan tulang sendi
Hambatan pertumbuhan
Terlambatnya maturitas seksual
Penurunan intelektual
Katarak

Kronik

Neuropati
Nefropati
Retinopati
kardiomiopati

3.10

PROGNOSIS
Merupakan penyakit seumur hidup. Dengan kontrol gula darah yang baik, anak dapat

tumbuh dan berkembang seperti anak normal. Komplikasi kronik akan timbul setelah 10-15
tahun.3

BAB III
KESIMPULAN
DM tipe-1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolism glukosa
yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini diakibatkan oleh kerusakan sel-
pankreas baik oleh proses autoimun maupun idioptaik sehingga produksi insulin berkurang
bahkan terhenti.2
Diagnosis diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126mg/dL dan gula darah
sewaktu >200 mg/dL. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat
setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.8
DM tipe-1 tidak dapat disembuhkan, tetapi kualitas hidup penderita dapat
dipertahankan seoptimal mungkin dengan kontrol metabolic yang baik. Yang dimaksud
kontrol metabolik yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas
normal atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia.2

14

DAFTAR PUSTAKA
1.
Rubenstein D, Wayne D, dan Bradley J. Kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta :
Erlangga; 2007.
2.

Tridjaja B. Konsensus pengelolaan nasional diabetes mellitus tipe 1. UKK


Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI - World Diabetes Foundation. Jakarta : Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.

3.

Garna H. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Jakarta :
Bagian Ilmu Kesehatan Anak UNPAD;2005.

4.

American Diabetic Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus.


Diabetes care;2005.

5.

Kaspan, MF. dkk. Pedoman diagnosis dan terapi. Surabaya : Ilmu Kesehatan Anak FK
Universitas Airlangga;1994

6.

Brunner, L dan Suddarth, D. Buku ajar medikal bedah. Edisi ke-8. Jakarta : EGC;
2002.
15

7.

Soegondo S. Diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus terkini. Jakarta : FKUI;2005.

8.

PB.Perkeni. Konsensus pengelolaan diabetes mellitus di Indonesia. Jakarta : PB


Perkeni;2006.

16

Anda mungkin juga menyukai