PENDAHULUAN
Letak lintang adalah suatu keadaaan dimana janin melintang (sumbu
panjang janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu) di dalam
uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang
lain. Bila sumbu panjang tersebut membentuk sudut lancip, hasilnya adalah letak
lintang oblik. Letak lintang oblik biasanya hanya terjadi sementara karena
kemudian akan berubah menjadi posisi longitudinal atau letak lintang saat
persalinan. Di Inggris letak lintang oblik dinyatakan sebagai letak lintang yang
tidak stabil. Kelainan letak pada janin ini termasuk dalam macam-macam bentuk
kelainan dalam persalinan (distosia).1,2
Letak lintang terjadi pada 1 dari 322 kelahiran tunggal (0,3 %) baik di
Mayo Clinic maupun di University of Iowa Hospital, USA. Di Parklannd
Hospital, dijumpai letak lintang pada 1 dari 335 janin tunggal yang lahir selama
lebih dari 4 tahun.2
Beberapa rumah sakit di Indonesia melaporkan angka kejadian letak
lintang, antara lain: RSU dr. Pirngadi Medan 0,6%; RS Hasan Sadikin Bandung
1,9%; RSUP dr. Cipto Mangunkuskumo selama 5 tahun 0,1%; sedangkan
Greenhill menyebut 0,3% dan Holland 0,5-0,6%. Insiden pada wanita dengan
paritas tinggi mempunyai kemungkinanan 10 kali lebih besar dari nullipara.1
Dengan ditemukannya letak lintang pada pemeriksaan antenatal, sebaiknya
diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Persalinan
letak lintang memberikan prognosis yang jelek baik terhadap ibu maupun
janinnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian janin pada letak lintang
disamping kemungkinan terjadinya letak lintang kasep dan ruptur uteri, juga
sering akibat adanya tali pusat menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi
untuk melahirkan janin, Berdasarkan uraian di atas maka kami perlu menguraikan
permasalahan dan penatalaksanaan pada kehamilan dengan janin letak lintang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana sumbu panjang janin
kira-kira tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu (janin melintang di
dalam uterus) dengan kepala terletak di salah satu fossa iliaka dan bokong
pada fossa iliaka yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih
tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas
panggul.1,2
Pada letak lintang bahu menjadi bagian terendah yang juga disebut
sebagai presentasi bahu atau presentasi akromnion dimana arah akromion
yang menghadap sisi tubuh ibu menentukan jenis letaknya yaitu letak
akromion kiri atau kanan.1
2.2. Epidemiologi
Letak lintang terjadi pada 1 dari 322 kelahiran tunggal (0,3 %) baik
di Mayo Clinic maupun di University of Iowa Hospital, USA. Di Parklannd
Hospital, dijumpai letak lintang pada 1 dari 335 janin tunggal yang lahir
selama lebih dari 4 tahun.2
Beberapa rumah sakit di Indonesia melaporkan angka kejadian letak
lintang, antara lain: RSU dr. Pirngadi Medan 0,6%; RS Hasan Sadikin
Bandung 1,9%; RSUP dr. Cipto Mangunkuskumo selama 5 tahun 0,1%;
sedangkan Greenhill menyebut 0,3% dan Holland 0,5-0,6%. Insiden pada
wanita dengan paritas tinggi mempunyai kemungkinanan 10 kali lebih besar
dari nullipara.1
2.3. Pembagian Letak Lintang3
A. Menurut letak kepala terbagi atas:
a. Lli I : kepala di kiri
b. Lli II : kepala di kanan
B. Menurut posisi punggung terbagi atas:
a. dorso anterior (di depan)
b. dorso posterior (di belakang)
c. dorso superior (di atas)
d. dorso inferior (di bawah)
2.4. Etiologi
Penyebab letak lintang adalah (1) dinding abdomen teregang secara
berlebihan disebabkan oleh kehamilan multiparitas pada ibu hamil dengan
paritas 4 atau lebih terjadi insiden hampir sepuluh kali lipat dibanding ibu
hamil nullipara. Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung
akibat multipara dapat menyebabkan uterus jatuh ke depan. Hal ini
mengakibatkan defleksi sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir,
sehingga terjadi posisi oblik atau melintang, (2) pada janin prematur letak
janin belum menetap, perputaran janin sehingga menyebabkan letak
memanjang, (3) dengan adanya plasenta atau tumor di jalan lahir maka
sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir, (4) cairan amnion berlebih
(hidramnion) dan kehamilan kembar, (5) bentuk panggul yang sempit
mengakibatkan bagian presentasi tidak dapat masuk ke dalam panggul
(engagement) sehingga dapat mengakibatkan sumbu panjang janin menjauhi
sumbu jalan lahir, (6) bentuk dari uterus yang tidak normal menyebabkan
janin tidak dapat engagement sehingga sumbu panjang janin menjauhi
sumbu jalan lahir.1,2
Sebab terpenting terjadinya letak lintang adalah multiparitas disertai
dinding uterus dan perut lembek. Pada kehamilan prematur, hidramnion dan
kehamilan kembar, janin sering dijumpai dalam letak lintang. Keadaankeadaan lain yang dapat menghalangi turunnya kepala ke dalam rongga
panggul seperti misalnya panggul sempit, tumor di daerah panggul dan
plasenta previa dan pula mengakibatkan terjadinya letak lintang tersebut.
Demikian pula kelainan bentuk rahim, seperti misalnya uterus arkuatus atau
uterus subseptus, juga merupakan penyebab terjadinya letak lintang.2
Penyebab dari letak lintang sering merupakan kombinasi dari berbagai
faktor, sering pula penyebabnya tetap merupakan suatu misteri. Faktor
faktor tersebut adalah :
a. Fiksasi kepala tidak ada, karena panggul sempit, hidrosefalus,
anensefalus, plasenta previa, dan tumor tumor pelvis.
c.
d.
e.
f.
g.
Inspeksi
Perut membuncit ke samping
2.
Palpasi
a. Fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan
b. Fundus uteri kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau bahu
sudah masuk ke dalam pintu atas panggul
c. Kepala (ballotement) teraba di kanan atau di kiri
3.
Auskultasi
Denyut jantung janin setinggi pusat kanan atau kiri.
4.
Pemeriksaan dalam (vaginal toucher)
a. Teraba tulang iga, skapula, dan kalau tangan menumbung teraba
tangan. Untuk menentukan tangan kanan atau kiri lakukan dengan
cara bersalaman.
b. Teraba bahu dan ketiak yang bisa menutup ke kanan atau ke kiri. Bila
kepala terletak di kiri, ketiak menutup ke kiri.
c. Letak punggung ditentukan dengan adanya skapula, letak dada dengan
klavikula.
d. Pemeriksaan dalam agak sukar dilakukan bila pembukaan kecil dan
ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat
pecah.
Pada palpasi fundus uteri kosong, balotemen kepala teraba pada salah
satu fossa iliaka dan bokong pada fossa iliaka yang lain, dan di atas simfisis
juga kosong, kecuali bila bahu sudah turun kedalam panggul. Apabila bahu
sudah masuk kedalam panggul, pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahu
dan tulang-tulang iga. Bila aksila dapat diraba, arah menutupnya
menunjukkan letak dimana kepala janin berada. Bila aksila menutup ke kiri,
kepala berada di sebelah kiri, sebaliknya bila aksila menutup ke kanan,
kepala berada di sebelah kanan. Denyut jantung janin ditemukan di sekitar
umbilikus. Pada saat yang sama, posisi punggung mudah diketahui.
Punggung dapat ditentukan dengan terabanya skapula dan ruas tulang
belakang, sedangkan dada dengan terabanya klavikula. Pada pemeriksaan
dalam, pada tahap awal persalinan, bagian dada bayi, jika dapat diraba,
dapat dikenali dengan adanyarasa bergerigi dari tulang rusuk. Bila dilatasi
bertambah, skapula dan klavikula pada sisi toraks yang lain akan dapat
dibedakan. Bila punggungnya terletak di anterior, suatu dataran yang keras
membentang di bagian depan perut ibu; bila punggungnya di posterior,
teraba nodulasi irreguler yang menggambarkan bagian-bagian kecil janin
dapat ditemukan pada tempat yang sama. Kadang-kadang dapat pula diraba
tali pusat yang menumbung.1,2
Pada tahap lanjut persalinan, bahu akan terjepit erat di rongga panggul
dan salah satu tangan atau lengan sering mengalami prolaps ke vagina dan
melewati vulva.1
2.6. Mekanisme Persalinan3,6,7
Anak normal yang cukup bulan tidak mungkin lahir secara spontan
dalam letak lintang. Janin hanya dapat lahir spontan, bila kecil (prematur),
sudah mati dan menjadi lembek atau bila panggul luas.
Beberapa cara janin lahir spontan
1. Evolutio spontanea
a. Menurut DENMAN
Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisis dan dengan fleksi kuat
di bagian bawah tulang belakang, badan bagian bawah, bokong dan
kaki turun di rongga panggul dan lahir,kemudian disusul badan bagian
atas dan kepala.
b. Menurut DOUGLAS
Pada cara Douglas bahu masuk kedalam rongga panggul, kemudian
dilewati oleh bokong dan kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki
lahir,selanjutnya disusul oleh lahirnya kepala. Dua cara tersebut
merupakan variasi suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak
lintang, akibat fleksi lateral yang maksimal dari tubuh janin.
2. Conduplicatio corpore
Kepala dan perut berlipat bersama sama lahir memasuki panggul.
Kadang kadang oleh karena his, letak lintang berubah spontan
mengambil bangun semula dari uterus menjadi letak membujur, kepala
atau bokong, namun hal ini jarang terjadi. Kalau letak lintang dibiarkan,
maka bahu akan masuk ke dalam panggul, turun makin lama makin
dalam sampai rongga panggul terisi sepenuhnya oleh badan janin. Bagian
korpus uteri mengecil sedang SBR meregang. Hal ini disebut Letak
Lintang Kasep = Neglected Transverse Lie. letak lintang kasep dapat
diketahui bila ada ruptura uteri mengancam; bila tangan dimasukkan ke
dalam kavum uteri terjepit antara janin dan panggul serta dengan narkosa
yang dalam tetap sulit merubah letak janin. Bila tidak cepat diberikan
pertolongan, akan terjadi ruptura uteri dan janin sebagian atau seluruhnya
masuk ke dalam rongga perut.
2.7. Penatalaksanaan
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang,
sebaiknya diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi
luar. Sebelum melakukan versi luar harus melakukan pemeriksaan dengan
teliti ada tidaknya panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta
previa yang dapat membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil,
janin mungkin akan memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar
kembali, ibu dianjurkan menggunakan korset, dan dilakukan pemeriksaan
antenatal ulangan untuk menilai letak janin. Ibu diharuskan masuk rumah
sakit lebih dini pada permulaan persalinan sehingga bila terjadi perubahan
letak dapat segeraditentukan diagnosis dan penanganannya. Pada permulaan
persalinan masih dapat diusahakan mengubah letak lintang menjadi
presentasi kepala bila pembukaan masih kurang dari 4 cm dan ketuban
belum pecah. Pada seorang primigravida bila versi luar tidak berhasil,
sebaiknya segera dilakukan seksio sesarea. Sikap ini berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
a. Bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga
pada seorang primigravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks
sukar menjadi lengkap.
b. Karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-uterin
pada waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum
pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya
prolapsus funikuli.
c. Pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan.
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung
kepada beberapa faktor. Apabila riwayat obstetrik wanita yang bersangkutan
baik, tidak didapatkan panggul sempit, dan janin tidak besar, dapat ditunggu
dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap untuk kemudian melakukan
versi ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap
utuh dan melarang wanita tersebut bangun atau meneran. Apabila ketuban
pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli, harus
segera dilakukan seksio sesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada
prolapsus funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu sampai
pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri
persalinan dengan seksio sesarea. Dalam hal ini persalinan dapat diawasi
untuk beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan berlangsung
dengan lancar atau tidak.Versi ekstraksi dapat dilakukan pula pada
kehamilan kembar apabila setelah bayi pertama lahir,ditemukan bayi kedua
berada dalam letak lintang. Pada letak lintang kasep, versi ekstraksi akan
mengakibatkan ruptur uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknya
dilakukan seksio sesarea dengan segera, sedangkan pada janin yang sudah
mati dilahirkan pervaginam dengan dekapitasi.2,4
Pada seksio sesarea pemilihan insisi uterus pada letak lintang
tergantung dari posisi punggung janin terhadap pintu atas panggul, insisi
pada segmen bawah rahim dilakukan bila posisi punggung janin adalah
dorso superior. Bila janin dorso inferior dan pada keadaan-keadaan lain
dimana insisi segmen bawah rahim tidak dapat dilakukan, maka insisi klasik
(korporal) dapat dilakukan.1,5
VL : Versi Luar
VE : Versi Ekstrasi
2.8. Prognosis2
Meskipun letak lintang dapat diubah menjadi presentasi kepala, tetapi
kelainan-kelainan yang menyebabkan letak lintang, seperti misalnya
panggul sempit, tumor panggul dan plasenta previa masih tetap dapat
menimbulkan
kesulitan
pada
persalinan.
Persalinan
letak
lintang
10
tindakan yang sering dilakukan,tetapi pada saat ini sudah jarang dilakukan,
karena besarnya trauma baik terhadap janin maupun ibu, seperti terjadinya
ruptur uteri dan robekan jalan lahir lainnya. Angka kematian ibu berkisar
antara 0-2% (RS Hasan Sadikin Bandung,1996), sedangkan angka kematian
janin di Rumah Sakit Umum Pusat Propinsi Medan 23,3% dan di RS Hasan
Sadikin Bandung 18,3%.
2.9. Komplikasi
a. Terhadap ibu
1) Ruptura uteri
- Spontan karena letak lintang kasep
- Traumatic : karena manipulasi versi ekstraksi yang kurang baik
2) Partus lama
3) Komplikasi dari factor-faktor penyebab letak lintang itu sendiri
(placenta previa, hidramnion dan sebagainya)
4) Kematian ibu karena rupture uteri, infeksi karena KPD dan lain-ain
b. Terhadap anak
1) Penumbungan tali pusat
2) Trauma pada tindakan versi ekstraksi
3) Kontraksi tetani
4) Kematian karena rupture uteri, infeksi karena partus lama
11
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. IDENTITAS/BIODATA PASIEN
Nama
Usia
Jenis kelamin
Suku
Agama
Pekerjaan
Alamat
: Ny. RD
: 36 tahun
: Perempuan
: Jawa
: Islam
: Ibu rumah tangga
: Jl. Gubernur haji bastari
Nama Suami
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
: Tn. AF
: 38 tahun
: Laki-laki
: Jawa
: Islam
: S1
: PNS
: Jl. Gubernur haji bastari
3.2. ANAMNESIS
Pada tanggal
: 06 Juni 2014
1. Kunjungan ke
: ke-3
2. Keluhan utama
Saat masuk RS
Pasien datang melalui poli kebidanan pukul 10.00 wib karena ingin
memeriksa kehamilan, nyeri perut/kontraksi (-), riwayat keluar lendir
3. Riwayat menstruasi
12
Haid pertama
Siklus
Banyaknya
: 12 tahun
Teratur/tidak teratur : teratur
: 28 hari
Lamanya
: 7 hari
: dalam satu hari mengahabiskan 3-4 Pembalut
1.
14 th/ 9 bulan
Normal
Bidan
Bidan
Nifas
Kon
ASI
PB ndisi
disi
2700 Baik Baik Baik
2.
Lk
6 th /
Sectio
Rumah
Dokter
/ 49
2800 Baik
secaria
Sakit
Sp.OG
/50
3.
Lk
Ini
No
Umu
Usia
Jenis
Tempat
r/ Jk
kehamilan
persalinan
persalinan
9 bulan
Komplikasi
Ibu
Bayi
Peno
long
Bayi
BB/
Ko
: 25-9-2013
: 2-7-2014
:
: Mual, muntah, letih/lesu dan tidak
nafsu makan
Baik
Trimester 2
: Tidak ada keluhan
Timester 3
: Pusing/sakit kepala
Diet/makan
Makan sehari-hari
: 3xsehari
Perubahan yang dialami
: Kurang nafsu
Pola eliminasi
BAK
: Sering
BAB
: 1xsehari
Imunisasi
Imunisasi I
: (-)
Imunisasi II
: (-)
Kontrasepsi
Kontrasespsi yang digunakan
: Suntik 3 bulan
Keluhan
: (-)
Riwayat penyakit sistemik yang pernah diderita
Jantung
: (-)
Ginjal
: (-)
Asthma/TB paru
: (-)
Hepatitis
: (-)
DM
: (-)
13
Baik
Hipertensi
Epilepsi
Riwayat penyakit keluarga
Jantung
Hipertensi
DM
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
Riwayat sosial
Status perkawinan
Umur perkawinan
Lamanya perkawinan
Kehamilan ini
: Menikah
Kawin : 1 kali
: 21 tahun
: 14 tahun
: Direncanakan
14
Palpasi
darah (-)
: Pemeriksaan leopold
Leopold I : TFU 3 jari bawah psx
Leopold II :
Teraba keras di sebelah kanan (kesan
kepala)
Teraba lunak di sebelah kiri (kesan
bokong)
Leopold III
: (-)
Leopold IV
: (-)
Gerak (+), His (-), DJJ 134x/menit
disekitar umbilikus
Pemeriksaan Dalam
VT
Effacement
Bagian terbawah
Ketuban
Turunanya bagian terdepan
: Cerviks tertutup
: 0%
: (-)
: (+)
: (-)
15
Caput
: (-)
16
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj. Metronidazole 3 x 500 mg infus kocor
Inj. tramadol 3 x 100 mg
Inj. As. Traneksamat 3 x 250mg
Cek Hb post oprasi
Diet nasi biasa
Mobilisasi bertahap 24 jam post operasi
HB
: 10,4
Normal
: 11,7-15,5 g/dL
Lekosit
: 7.700
Normal
: 4000-11000 /mm
LED
: 10
Normal
: < 15 mm/jam
Diff.count
: 0/0/1/64/25/10
Normal
: 1-2/0-1/3-5/54-62
/25-33/3-7
Golongan darah
:O
Normal
:+
Normal
: 12
Normal
: 3
Normal
: 90
Normal
: A/B/O/AB
Rhesus Faktor
: Negatif / Positif
Clooting Time
: <15 menit
Bleeding Time
: 1-6 menit
BSS
: 60-120 mg/dL
Urine Lengkap :
Warna urine
: Jernih
Kejernihan
: Jernih
Normal : jernih
18
pH urine
: 6,5
Normal : 4,6-8,0
Berat Jenis
: 1,010
Normal : 1,001-1,035
Leukosit urine
: 1-2
Eritrosit urine
: 1-2
HB
: 10,1
Normal
: 11,7-15,5 g/dL
3.8. Follow UP
Tanggal 06 Juni 2014
pukul 12.30 (sebelum
sc)
S:
O:
A:
P:
Tanggal 07 Juni
2014 pukul (post
S:
O:
sc)
A:
lintang
P : Observasi keadaan umum dan tanda vital
Observasi perdarahan
IVFD RL + 2 amp induksin gtt 20/jam
Inj. Ceftriaxone 1 gram/ 12 jam
Metronidazole drip kocor 500mg/ 8 jam
Inj. Tramadol 100mg/ 8 jam
Inj. Asam traneksamat 500mg/ 8 jam
Kateter menetap
Mobilisasi bertahap
Diet nasi bebas
Asi on demand
Cek Hb post sc
20
Tanggal 08 Juni
2014 pukul
S
O
A
P
Tanggal 09 Juni
2014 pukul
S
O
21
A
P
Tanggal 10 Juni
2014 pukul
S
O
A
P
Lokea rubra
: (+)
Luka bekas Operasi : Tenang, kering dan tidak
berdarah
BAK
: (+)
BAB
: (-)
Flatus
: (+)
ASI
: lancar
P3A0 post sc a/i riwayat seksio sesaria 1x dan letak
lintang
Observasi keadaan umum dan tanda vital
Observasi perdarahan
Ciprofloxacin 3x500mg
Asam mefenamat 3x500mg
B.com c 2x1 tab
Dulcolax supp
Infus aff
Mobilisasi bertahap
Diet nasi bebas
Asi on demand
Tidak ada keluhan
Ku
: Baik
Kesadaran
: compos mentis
TD
: 110/80 mmHg
HR
: 80 x/menit
RR
: 19 x/ menit
T
: 36 C
Status Obstetri
TFU
: 2 jari dibawah umbilikus
Kontraksi
: Baik
Perdarahan
: (-)
Nyeri tekan
: dibagian bawah perut dekat
luka operasi
Lokea rubra
:+
Luka bekas Operasi : Tenang, kering dan tidak
berdarah
BAK
: (+)
BAB
: (+)
Flatus
: (+)
ASI
: lancar
P3A0 post sc a/i riwayat seksio sesaria 1x dan letak
lintang
Cefadroxil 2x500mg
Asam mefenamat 3x500mg
22
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus dari seorang pasien usia 36 tahun yang
masuk melalui poli kebidanan RS Muhammadiyah Palembang pada tanggl 06 Juni
2014 pukul 10.00 wib karena ingin memeriksa kehamilan, nyeri perut/ kontraksi
(-), riwayat keluar lendir darah (-), riwayat keluar air-air (-)
Dari anamnesis didapatkan identitas pasien, keluhan utama, riwayat
perjalanan penyakit, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga,
dan riwayat obstetrikus. Dari identitas pasien didapatkan status penikahan dan
serta usia ibu untuk menentukan bahwa ibu tidak berada dalam usia reproduktif
yang aman dan sehat antara 20 30 tahun.
Diagnosis pasien ini G3P2A0 hamil aterm dengan riwayat seksio sesaria 1x
jth letli. Penulisan status paritas yaitu G3P2A0 sudah tepat karena telah sesuai
dengan kaidah penulisan status obstetri. Diagnosis usia kehamilan pasien ini tepat
karena berdasarkan penghitungan dengan rumus Naegele tanggal ditambah 7,
bulan dikurangi 3 dan tahun ditambah 1. Sedangkan untuk bulan yang tidak
bisa dikurangi 3, misalnya Januari, Februari, dan Maret, maka bulannya ditambah
9, tapi tahunnya tetap tidak ditambah atau dikurangi. Dimana HPHT pasien ini 25
September 2013 dan TP pasien ini 2 Juli 2014, perkiraan usia kehamilan
seharusnya 37-38 minggu. Untuk diagnosis letak lintang ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan obstetri dan usg, dimana dalam pemeriksaan obstetri ditemukan pada
Leopold I : TFU 3 jari bawah psx, Leopold II : Teraba keras di sebelah kanan
(kesan kepala) dan teraba lunak di sebelah kiri (kesan bokong), Leopold III : tidak
bisa dinilai, dan Leopold IV tidak bisa dinilai, sedangkan gerak (+), his (-), DJJ
134x/menit disekitar umbilikus.
Berdasarkan teori ada beberapa etiologi penyebab letak tintang yaitu
Penyebab letak lintang adalah (1) dinding abdomen teregang secara berlebihan
disebabkan oleh kehamilan multiparitas pada ibu hamil dengan paritas 4 atau lebih
terjadi insiden hampir sepuluh kali lipat dibanding ibu hamil nullipara. Relaksasi
24
27
BAB V
KESIMPULAN
1.
2.
3.
Tindakan seksio sesarea pada kasus ini sudah tepat, mengingat status
pasien multigravida dengan usia kehamilan aterm, janin hidup, dan letak
lintang.
4.
Prognosis sebelum operasi pada ibu dan janin adalah dubia. Prognosis
sesudah operasi pada kasus ini adalah bonam karena ibu dan bayi selamat dan
selama pengamatan di rumah sakit tidak ada komplikasi selama masa nifas.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, G., Gant, N. F., Leveno, K. J., Gilstrap III, L., Hauth, J. C., &
Wenstrom, K. D. 2006. Obstetri William (21 ed., Vol. 1). Jakarta: EGC.
2. Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-9. Jakarta: Yayasan
BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo.
3. Mochtar, D. Letak Lintang (Transverse Lie) dalam Sinopsis Obstetri: Obstetri
Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1998; Hal. 366-372.
4. Pernolls & ML. Transverse Lie In : Benson & Pernoll handbook of Obstetrics
& Ginecology, 10th ed. Mcgraw-Hill International Edition, America, 1994;
416-7.
5. Simon LR : Obstetrical Decision Making, 2nd ed. Huntsmen Offset Printing,
Singapore, 1987; 210-211.
6. Martohoesodo, S dan Hariadi, R. 1999. Distosia karena Kelainan Letak serta
Bentuk Janin dalam Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta\
7. Dasuki, D. 2000. Distokia dalam Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito
2nd eds, cetakan 1. Medika FK UGM. Yogyakarta.
29