Anda di halaman 1dari 42

METODOLOGI

6.1 STANDARD PERENCANAAN


Perencanaan bangunan atas dan bangunan bawah supaya
diperhitungkan berdasarkan muatan lalu lintas jembatan jalan raya dari
SKBI-1.3.28. 1987. Kelas Jalan yang menyangkut prosentasi muatan yang
digunakan terhadap muatan lalu lintas jembatan yang ada, akan
ditetapkan kemudian bersama-sama Dinas Pekerjaan Umum Cq Bidang
Bina Marga Kabupaten Kutai Timur. Pemilihan jenis konstruksi bangunan
atas maupun bangunan bawah yang paling sesuai diusulkan oleh
konsultan, untuk kemudian mendapat persetujuan dari Dinas Pekerjaan
Umum Cq Bidang Bina Marga kabupaten Kutai Timur. Pada keadaan
khusus Dinas Pekerjaan Umum Cq Bidang Bina Marga dapat menetapkan
sendiri jenis konstruksi atas maupun bangunan bawah yang paling tepat.

6.2 METODOLOGI PELAKSANAAN.


6.2.1 Pekerjaan Survey Pendahuluan
Survey Pendahuluan atau Reconnaissance Survey adalah survey yang
dilakukan pada awal pekerjaan di lokasi pekerjaan, yang bertujuan untuk
memperoleh data awal sebagai bagian penting bahan kajian kelayakan
teknis dan untuk bahan pekerjaaan selanjutnya.
Survey ini diharapkan mampu memberikan saran dan bahan
pertimbangan terhadap survey detail lanjutan diantaranya, survey
topografi, survey geologi dan geoteknik, survey bahan quarry, survey
hidrologi / hidrolik, jenis konstruksi serta metode pelaksanaan sehingga
diperoleh suatu perencanaan detail desain yang matang, semua kegiatan
recon survey harus dibuatkan laporan sebagai data awal perencanaan,
Survey pendahuluan merupakan lanjutan dari hasil persiapan desain yang

sudah disetujui sebagai panduan pelaksanaan survey recon dilapangan


yang meliputi kegiatan :
6.2.1.1 Studi literatur
Pada tahapan ini

Team harus mengumpulkan data pendukung

perencanaan baik data sekunder/primer maupun data laporan Studi


Kelayakan (FS)bila ada studi terkait.
6.2.1.2 Koordinasi dengan instansi terkait
Tenaga Ahli konsultan melaksanakan koordinasi dan konfirmasi
dengan instansi/unsur-unsur terkait didaerah sehubungan dengan
dilaksanakanya survey pendahuluan.
6.2.1.3 Diskusi perencanaan di lapangan
Team konsultan bersama sama melaksanakan survey dan
mendiskusikanya dan membuat usul perencanaan dilapangan bagian demi
bagian sesuai dengan bidang keahlianya masing-masing serta membuat
sketsa dilengkapi catatan-catatan dan kalau perlu membuat tanda
dilapangan berupa patok beserta dilengkapi foto-foto penting dan
identitasnya masing-masing yang akan difinalkan dikantor sebagai bahan
penyusunan laporan setelah kembali.
6.2.1.4 Recon Survey/desain Geometrik
1. Menentukan titik lokasi jembatan yang tepat dan memenuhi syarat
geometric baik dari segi posisi maupun tinggi elevasi abutmen.
2.

Mengidentifikasi
mengkelompokan

medan
kondisi

secara
:

stationing/urutan

medan

datar,

pegunungan/bukit curam dalam bentuk tabelaris.

jarak

rolling,

dengan

perbukitan,

3. Mengidentifikasi/memperkirakan secara tepat penerapan desain struktur


bangunan atas ataupun bangunan bawah berdasarkan pengalaman dan
keahlian yang harus dikuasai sepenuhnya oleh Bridge

Engineer yang

melaksanakan pekerjaan ini dengan melakukan pengukuran-pengukuran


secara sederhana dan benar (jarak , azimut, kemiringan dengan helling
meter) dan membuat sketsa desain alinemen horizontal maupun vertikal
secara khusus.
4. Didalam penarikan perkiraan desain alinemen horizontal dan vertikal harus
sudah

diperhitungkan

dengan

cermat

sesuai

dengan

kebutuhan

perencanaan untuk lokasi : galian/timbunan, bangunan pelengkap jalan,


jembatan (oprit jembatan), persimpangan yang bisa terlihat dengan
dibuatnya sketsa-sketsa serta tabelaris dilapangan.
5. Semua kegiatan ini harus sudah dikonfirmasikan sewaktu mengambil
keputusan dalam pemilihan trase jembatan dengan anggota team yang
saling terkait dalam pekerjaan ini.
6. Dilapangan harus diberi/dibuat tanda tanda berupa patok dan tanda anjir
dengan

diberi

tanda

bendera

sepanjang

daerah

rencana,

untuk

memudahkan tim pengukuran, serta pembuatan foto foto penting untuk


pelaporan dan panduan dalam melakukan survey detail selanjutnya.
7. Dari hasil survey recon ini secara kasar harus sudah bisa dihitung
perkirakan konstruksi, jenis konstruksi pekerjaan yang akan timbul serta
bisa dibuatkan perkiraan rencana biaya secara sederhana.
6.2.1.5 Recon Survey Topografi.
Kegiatan

yang

dilakukan

oleh

geodetic

engineer

pada

survey

pendahuluan adalah :
1. Menentukan awal dan akhir pengukuran serta pemasangan patok beton
Bench Mark di awal dan akhir Proyek
2. Mengamati kondisi topografi

3. Mencatat daerah - daerah yang akan dilakukan pengukuran khusus serta,


morpologi dan lokasi yang perlu dilakukan perpanjangan koridor
4. Membuat rencana kerja untuk survey detail pengukuran.
5. Menyarankan posisi patok Bench Mark pada lokasi/titik yang akan
dijadikan referensi.
6.2.1.6 Recon Bangunan Pelengkap
1. Untuk perencanaan jembatan baru perlu dicatat data lokasi/Sta, perkiraan
lokasinya apa sudah sesuai dengan geometrik dengan rencana jenis
konstruksi, dimensi yang diperlukan.
2. Untuk lokasi yang sudah ada existing perlu dibuatkan infentarisasinya
dengan lengkap antara lain Sta, jenis konstruksi, dimensi, kondisi serta
mengusulkan

penanganan

yang

diperlukan.

lihat

format

survey

inventarisasi jembatan)
3. Untuk lokasi yang ada aliran airnya perlu dicatat tinggi muka air normal,
muka air banjir dan muka air banjir tertinggi pernah terjadi serta adanya
tanda-tanda/gejala gejala erosi yang dilengkapi dengan sket lokasi,
morfologi serta karakter aliran sungai dan di lengkapi foto foto jika
diperlukan.
4. Mendiskusikan dengan team geometrik, geologi, amdal dan hidrologi
apakah

data

data

dan

usul

penempatan

lokasi

serta

usul

perencanaan/penanganan sudah sesuai secara teknis.


5. Membuat sket dan kalau perlu foto-foto beserta catatan-catatan khusus
serta

saran-saran

yang

sangat

berguna

dijadikan

panduan

dalam

pengambilan data untuk perencanaaan pada waktu melakukan survey


detail nanti dan pengaruhnya terhadap keamanan/kestabilan.
6.2.1.7 Recon Jembatan.
1. Mengidentifikasi kondisi existing jembatan, dengan pengamatan secara
visual atau menentukan jenis pengujian dengan peralatan yang sesuai.

2. Menentukan jenis dan metoda penanganan yang sesuai.


3.

Menetapkan

lokasi/posisi

jembatan

untuk

penggantian

jembatan/

pembangunan jembatan baru/duplikasi jembatan, setelah berdiskusi


dengan Highway Engineer berdasarkan pengamatan lapangan.
4. Menetapkan perkiraan elevasi, jenis dan susunan/konfigurasi bentang
jembatan serta teknik pelaksanaan atau ereksinya.
5. Menetapkan jenis soil investigation yang diperlukan
6.2.1.8 Recon Survey Lalu Lintas.
Kegiatan yang dilakukan pada survey pendahuluan lalu lintas adalah :
1. Menentukan lokasi (tempat) yang akan diambil data kendaraan, baik untuk
40 jam, 24 jam, 12 jam, 6 jam dan 3 jam.
2. Mengamati kondisi jalan serta bangunan pelengkap lainnya.
3. Melakukan pemotretan pada lokasi-lokasi yang penting
4. Memperkirakan lebar perkerasan yang akan diterapkan dalam disain
berikutnya pada kondisi tertentu yang perlu untuk diadakan pelebran
5. Membuat rencana kerja untuk tim survey.
6.2.1.9 Recon Survey Geologi dan Geoteknik.
Kegiatan yang dilakukan pada survey pendahuluan geologi dan
geoteknik adalah :
1. Mengamati secara visual kondisi lapangan yang berkaitan dengan
karakteristik dan sipat tanah dan batuan.
2. Mengamati perkiraan lokasi sumber material (quarry) sepanjang lokasi
pekerjaan
3. Memberikan rekomendasi pada Bridge engineer berkaitan dengan rencana
trase jalan dan rencana jembatan yang akan dipilih.
4. Melakukan pemotretan pada lokasi-lokasi khusus.(rawan longsor, gambut,
dll)

5. Mencatat lokasi yang akan dlakukan pengeboran / Boring maupun lokasi


untuk test pit.
6. Membuat rencana kerja untuk tim survey detail
6.2.1.10 Recon Survey Hidrologi/Hidraulik.
Kegiatan

yang

dilakukan

pada

survey

pendahuluan

hidrologi/Hidraulik adalah:
1. Mengumpulkan data curah hujan.
2. Menganalisa luas daerah tangkapan (Catchment Area).
3. Mengamati kondisi terrain pada daerah tangkapan sehubungan dengan
dengan bentuk dan kemirngan yang akan mempengaruhi pola aliran.
4. Mengamati tata guna lahan
5. Menginventarisasi bangunan drainase existing.
6. Melakukan pemotretan pada lokasi-lokasi penting.
7. Membuat rencana kerja untuk survey detail.
8. Mengamati karakter aliran sungai/morfologi yang mungkin berpengaruh
terhadap konstruksi dan saran-saran yang diperlukan untuk menjadi
pertimbangan dalam perencanaan berikut.
6.2.1.11 Recon Survey Upah dan Harga Satuan.
Mengumpulkan harga satuan dan upah, dengan cara koordinasi
dengan instansi terkait.
Seluruh kegiatan survey pendahuluan dalam proses pengambilan data
harus menggunakan format yang telah disediakan disepakati oleh pihak
direksi pekerjaan).
6.2.2 Pekerjaan Survey Topografy
Tujuan

pengukuran

topografi

dalam

pekerjaan

ini

adalah

mengumpulkan data koordinat dan ketinggian permukaan tanah sepanjang

rencana trase jalan dan jembatan didalam koridor yang ditetapkan untuk
penyiapan peta topografi dengan skala 1:1000, yang akan digunakan untuk
perencanaan geometrik jalan, serta 1:500 untuk perencanaan jembatan dan
penanggulangan longsoran.
Adapun pekerjaan yang dilaksanakan pada survy Topographi adalah
sebagai berikut :
6.2.2.1 Pemasangan patok-patok
1. Patok-patok BM harus dibuat dari beton dengan ukuran 10x10x75 cm atau
pipa pralon ukuran 4 inci yang diisi dengan adukan beton dan diatasnya
dipasang neut dari baut, ditempatkan pada tempat yang aman, mudah
terlihat. Patok BM dipasang setiap 1 (satu) km dan pada setiap lokasi
rencana jembatan dipasang minimal 3, masing-masing 1 (satu) pasang di
setiap sisi sungai/alur dan 1 (buah) disekitar sungai yang posisinya aman
dari gerusan air sungai.
2. Patok BM dipasang/ditanam dengan kuat, bagian yang tampak diatas
tanah setinggi 20 cm, dicat warna kuning, diberi lambang Prasarana
Wilayah, notasi dan nomor BM dengan warna hitam.
3. Patok BM yang sudah terpasang, kemudian di photo sebagai dokumentasi
yang dilengkapi dengan nilai koordinat serta elevasi.
4. Untuk setiap titik poligon dan sifat datar harus digunakan patok kayu yang
cukup keras, lurus, dengan diameter sekitar 5 cm, panjang sekurangkurangnya 50 cm, bagian bawahnya diruncingkan, bagian atas diratakan
diberi paku, ditanam dengan kuat,

bagian yang masih nampak diberi

nomor dan dicat warna kuning. Dalam keadaan khusus, perlu ditambahkan
patok bantu.
5. Untuk memudahkan pencarian patok, sebaiknya pada daerah sekitar patok
diberi tanda-tanda khusus.

6. Pada lokasi-lokasi khusus dimana tidak mungkin dipasang patok, misalnya


diatas permukaan jalan beraspal atau diatas permukaan batu, maka titiktitik poligon dan sipat datar ditandai dengan paku seng dilingkari cat
kuning dan diberi nomor.

6.2.2.2 Pengukuran titik kontrol horizontal


1. Pengukuran titik kontrol horizontal dilakukan dengan sistem poligon, dan
semua titik ikat (BM) harus dijadikan sebagai titik poligon.
2. Sisi poligon atau jarak antar titik poligon maksimum 100 meter, diukur
dengan meteran atau dengan alat ukur secara optis ataupun elektronis.
3. Sudut-sudut poligon diukur dengan alat ukur theodolit dengan ketelitian
baca dalam detik. Disarankan untuk menggunakan theodolit jenis T2 atau
yang setingkat.
4. Pengamatan matahari dilakukan pada titik awal dan titik akhir pengukuran
dan untuk setiap interval + 5 km di sepanjang trase yang diukur. Apabila
pengamatan matahari tidak bisa dilakukan, disarankan menggunakan alat
GPS Portable (Global Positioning System). Setiap pengamatan matahari
harus dilakukan dalam 2 seri (4 biasa dan 4 luar biasa).
6.2.2.3 Pengukuran titik kontrol Vertikal
1. Pengukuran ketinggian dilakukan dengan cara 2 kali berdiri / pembacaan
pergi- pulang.
2. Pengukuran sipat datar harus mencakup semua titik pengukuran (poligon,
sipat datar, dan potongan melintang) dan titik BM.
3. Rambu-rambu ukur yang dipakai harus dalam keadaan baik, berskala
benar, jelas dan sama.
4. Pada setiap pengukuran sipat datar harus dilakukan pembacaan ketiga
benangnya, yaitu Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT), dan Benang

Bawah (BB), dalam satuan milimiter. Pada setiap pembacaan harus


dipenuhi: 2 BT = BA + BB
5. Dalam satu seksi (satu hari pengukuran) harus dalam jumlah slag
(pengamatan) yang genap.
6.2.2.4 Pengukuran Situasi
1. Pengukuran situasi dilakukan dengan sistem tachimetri, yang mencakup
semua obyek yang dibentuk oleh alam maupun manusia yang ada
disepanjang jalur pengukuran, seperti alur, sungai, bukit, jembatan,
rumah, gedung dan sebagainya.
2. Dalam pengambilan data agar diperhatikan keseragaman penyebaran dan
kerapatan titik yang cukup sehingga dihasilkan gambar situasi yang benar.
Pada lokasi-lokasi khusus (misalnya: sungai, persimpangan dengan jalan
yang sudah ada) pengukuran harus dilakukan dengan tingkat kerapatan
yang lebih tinggi.
3. Untuk pengukuran situasi harus digunakan alat theodolit.
6.2.2.5 Pengukuran Khusus Jembatan
Pengukuran khusus diperlukan pada beberapa kondisi khusus,
misalnya: perpotongan rencana trase jalan dengan sungai, dan/atau jalan
yang sudah ada.
1. Pengukuran pada perpotongan rencana trase jalan dengan sungai

a. Koridor pengukuran ke arah hulu dan hilir masing-masing 200 m dari


perkiraan titik perpotongan atau daerah sekitar sungai yang masih
berpengaruh terhadap keamanan jembatan dengan interval pengukuran
penampang melintang sungai sebesar 25 meter.
b. Pada

daerah

posisi

jembatan

interval

pengukuran

memanjang di lakukan setiap 10 meter (maksimal 15 meter)

melintang

dan

c. Koridor pengukuran searah rencana trase jalan masing-masing 100 m dari


kedua tepi sungai dengan interval pengukuran penampang melintang
rencana trase jalan sebesar 25 meter.
2. Pengukuran pada perpotongan dengan jalan yang ada .
a. Koridor pengukuran ke setiap arah kaki perpotongan masing-masing 100 m
dari perkiraan titik perpotongan dengan interval pengukuran penampang
melintang sebesar 25 meter.
b. Pengukuran situasi lengkap menampilkan segala obyek yang dibentuk alam
maupun manusia disekitar persilangan tersebut.
6.2.2.6 Pemeriksaan dan koreksi alat ukur.
Sebelum melakukan pengukuran, setiap alat ukur yang akan
digunakan harus diperiksa dan dikoreksi ( kalibrasi ) untuk memastikan
alat tersbut layak digunakan sebagai berikut:
1. Pemeriksaaan theodolit:
a. Sumbu I vertikal, dengan koreksi nivo kotak dan nivo tabung.
b. Sumbu II tegak lurus sumbu I.
c. Garis bidik tegak lurus sumbu II
d. Kesalahan kolimasi horizontal = 0.
e. Kesalahan indeks vertikal = 0.
2. Pemeriksaan alat sipat datar:
a. Sumbu I vertikal, dengan koreksi nivo kotak dan nivo tabung.
b. Garis bidik harus sejajar dengan garis arah nivo.
Hasil

pemeriksaan

dan

koreksi

alat

ukur

harus

dicatat

dilampirkan dalam laporan.


6.2.2.7 Ketelitian dalam pengukuran
Ketelitian untuk pengukuran poligon adalah sebagai berikut :

dan

1. Kesalahan sudut yang diperbolehkan adalah 10 kali akar jumlah titik


polygon dari pengamatan matahari pertama dan kedua
2. Kesalahan azimuth pengontrol tidak lebih dari 5.
6.2.2.8 Perhitungan :
1. Pengamatan matahari.
Dasar perhitungan pengamatan matahari harus mengacu pada tabel
almanak matahari yang diterbitkan oleh Direktorat Topografi TNI-AD untuk
tahun yang sedang berjalan dan harus dilakukan di lokasi pekerjaan.
Format yang digunakan untuk pengamatan matahari dapat di lihat pada
lampiran topografi (lampiran 1 & 2).
2. Perhitungan Koordinat.
Perhitungan koordinat poligon dibuat setiap seksi, antara pengamatan
matahari yang satu dengan pengamatan berikutnya. Koreksi sudut tidak
boleh diberikan atas dasar nilai rata-rata, tapi harus diberikan berdasarkan
panjang kaki sudut (kaki sudut yang lebih pendek mendapatkan koreksi
yang lebih besar), dan harus dilakukan di lokasi pekerjaan.
3. Perhitungan sipat datar.
Perhitungan sipat datar harus dilakukan hingga 4 desimal (ketelitian 0,5
mm), dan harus dilakukan kontrol perhitungan pada setiap lembar
perhitungan dengan menjumlahkan beda tingginya.
4. Perhitungan Ketinggian detail.
Ketinggian detail dihitung berdasarkan ketinggian patok ukur yang dipakai
sebagai titik pengukuran detail dan dihitung secara tachimetris.
6.2.2.9 Penggambaran .
1. Penggambaran poligon harus dibuat dengan skala 1 : 1.000 untuk jalan
dan 1:500 untuk jembatan .

2. Garis-garis grid dibuat setiap 10 Cm


3. Koordinat grid terluar (dari gambar) harus dicantumkan harga absis (x) dan
ordinat (y)-nya.
4. Pada setiap lembar gambar dan/atau setiap 1 meter panjang gambar harus
dicantumkan petunjuk arah Utara.
5. Penggambaran titik poligon harus berdasarkan hasil perhitungan dan tidak
boleh dilakukan secara grafis.
6. Setiap titik ikat (BM) agar dicantumkan nilai X,Y,Z-nya dan diberi tanda
khusus.
Semua

hasil perhitungan titik

pengukuran

detail, situasi,

dan

penampang melintang harus digambarkan pada gambar poligon, sehingga


membentuk gambar situasi dengan interval garis ketinggian (contour) 1
meter.
6.2.3 Pekerjaan Survey Hidrology / Hydrometry
6.2.3.1 Umum
Dalam pekerjaan perencanaan pengendalian banjir kondisi hidrologi
merupakan salah satu aspek. Metode pengumpulan data pekerjaan
hidrologi meliputi :
1. Pengukuran debit, jika dapat dilakukan.
2. Survey Hidroklimatologi
3. Survey Daerah Aliran Sungai
4. Pengumpulan data pasang surut air laut.
Analisa yang sangat penting untuk pekerjaan hidrologi adalah menentukan
debit banjir rencana. Metode yang digunakan tergantung dari data yang
tersedia, luas daerah aliran sungai dan kriteria lainnya.
6.2.3.2 Pengumpulan Data
1. Pengukuran Debit

Pengukuran debit dilakukan apabila terdapat aliran air, karena ada


kemungkinan sungai yang akan distudi pada saat pelaksanaan pekerjaan
tidak

ada

aliran

airnya.

Tujuan

pengukuran

debit

adalah

untuk

mendapatkan data debit. Hasil pengukuran debit dapat dibuat kurva debit
pada penampang sungai yang diukur yaitu hubungan antara ketinggian
muka air dengan debit sungai yang dapat digunakan sebagai kalibrasi
analisa debit andalan. Ada beberapa cara pengukuran debit, dalam usulan
ini ada dua cara yang ditawarkan, yaitu cara pengukuran kecepatan aliran
(arus) dan cara pelampung. Cara pengukuran dengan pelampung dilakukan
apabila pengukur kecepatan arus (current meter) tidak dapat dilakukan.
Hubungan antara kecepatan aliran dan banyaknya putaran baling-baling
persatuan waktu, dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
V = p.N + q
Dimana :
V =

Kecepatan aliran ( m/dt )

N=

Banyaknya putaran baling-baling setiap detik

p =

koefisien diameter gerak maju baling-baling

q =

koefisien kecepatan awal.


Sedangkan apabila menggunakan alat pelampung, kecepatan aliran yang
dihitung dari jarak lintasan pelampung dibagi waktu yang diperlukan untuk
menempuh lintasan tersebut. Bahan pelampung yang digunakan adalah
yang dapat terapung dipermukaan air atau yang tenggelam sebagian
dibawah permukaan air. Cara pelaksanaan pengukuran dengan alat ukur
arus (current meter) adalah sebagai berikut :

a. Pengukuran penampang sungai dengan alat ukur waterpass atau T0 sesuai


kebutuhan.

Tujuan

pengukuran

(dimensi/bentuk) penampang sungai.

adalah

untuk

mengetahui

ukuran

b. Memasang alat duga air biasa, tujuannya adalah untuk elevasi muka air
pada saat pengukuran. Bahan yang digunakan dan cara pemasangan
mempertimbangkan ketentuan sebagai berikut :
Dibuat dari bahan yang tahan air dan awet, dilengkapi dengan skala dan
dicat

dengan warna yang jelas agar mudah dibaca.

Pemasangan dapat lurus atau miring dengan membentuk sudut kemiringan


30 0, 45 0, 60 0 terhadap bidang horisontal.
Pemasangan harus kuat dan terlindung dari benturan benda keras yang
terbawa oleh aliran air.
Kedudukan datum meteran pada kedalaman 0,5 meter dibawah muka air
terendah pada musim kemarau dan diikatkan pada titik tetap.
c. Pelaksanaan pengukuran mengikuti petunjuk alat ukur dan mencatat pada
formulir yang telah disiapkan.
Pengukuran dengan pelampung mengikuti cara sebagai berikut, yaitu :
a. Pengukuran dua penampang yang ditinjau.
b. Pemasangan duga muka air biasa.
c. Pengukuran jarak antara dua penampang.
d. Pelaksanaan pengukuran dengan mencatat waktu tempuh pelampung
melintasi dua penampang yang ditinjau dan tinggi muka air.
Lokasi

pengukuran

harus

mempertimbangkan

berikut :
a. Dipilih pada bagian alur sungai yang lurus.
b. Sesuai dengan lokasi rencana bangunan.
c. Mudah dicapai dalam segala situasi dan kondisi.
d. Mampu melewatkan banjir.
e. Geometri dan badan sungai harus stabil.
f. Adanya penampang kendali

faktor-faktor

sebagai

g. Mempunyai pola aliran yang seragam dan mendekati aliran sub kritis.
h. Tidak terkena pengaruh arus balik.
Lama dan periode pengukuran tergantung kondisi sebagai berikut :
a. Aliran rendah, dilaksanakan dua kali dalam sekali periode waktu
pengukuran (bolak-balik dipenampang yang sama).
b. Saat banjir, dilaksanakan satu kali dalam periode waktu pengukuran.
c. Musim kemarau, cukup sekali dalam satu bulan.
d. Musim hujan, paling sedikit 3 kali dalam setiap bulannya.
Lama dan periode pelaksanaan yang diusulkan dilakukan pengukuran
setiap hari sebanyak 3 kali dengan jangka waktu sesuai hasil diskusi
dengan Direksi.
2. Survey Hidroklimatologi
Data-data

yang

dikumpulkan

adalah

yang

masih

kurang

pada

pengumpulan dari pekerjaan persiapan dan studi literatur. Data yang


dikumpulkan meliputi :
a. Iklim (angin, temperatur, kelembaban, tekanan udara dan penyinaran
matahari) diperoleh dari BMG Kalimatan Timur.
b. Curah hujan
Data hujan diambil dari stasiun hujan yang terdekat dengan lokasi
pekerjaan.
c. Debit
Data debit diperoleh dari Seksi Pengairan Kabupaten dan Bagian Data
Hidrologi Pekerjaan Umum Propinsi Kalimantan Timur, jika ada.
Data hidroklimatologi sangat penting untuk analisa hidrologi. Data yang
dikumpulkan setidak-tidaknya memenuhi syarat minimal untuk analisa.
3. Survey Kondisi Daerah Aliran Sungai

Data-data kondisi daerah aliran sungai (DAS) didasarkan pada peta rupa
bumi skala 1:25.000, namun demikian masih perlu dilakukan survey
lapangan untuk memudahkan dalam menentukan besarnya parameterparameter yang akan digunakan untuk analisa serta kebenaran dari peta
rupa bumi secara visual. Kondisi daerah aliran sungai yang perlu dicatat
adalah sebagai berikut :
a. Tata guna lahan
b. Kemiringan lereng
c. Jenis tanah
d. Jumlah Anak sungai dan panjangnya.
e. Bentuk Daerah Aliran Sungai
Disamping peta rupa bumi perlu dilengkapi dengan peta jenis tanah yang
dikeluarkan oleh Bagian Reboisasi Lahan dan Konservasi Tanah Dinas
Kehutanan Provinsi atau instansi lain yang pernah mengadakan penelitian.
6.2.3.3 Analisa Curah Hujan
Analisa curah hujan rencana mengikuti bagan alir pada Gambar 5-3.
Uji konsistensi data yang bertujuan untuk mengetahui penyimpangan atau
kesalahan data yang diketahui dari ketidak konsistenan datanya, tidak
dilakukan karena data hujan yang digunakan hanya bersumber dari satu
stasiun penakar curah hujan.

Gambar 5-3 : Bagan Alir Analisa Curah Hujan

Pengisian Data Hilang

Hujan titik merupakan data-data yang yang sudah diperbaiki termasuk


data yang hilang untuk analisa selanjutnya. Pengisian data hilang
dilakukan karena adanya data yang tidak lengkap yang disebabkan karena
tidak tercatatnya data hujan oleh petugas, alat penakar rusak dan sebab
lain. Hal tersebut biasa ditandai dengan kosongnya data dalam daftar.
Salah

satu

metode

pengisian

data

hilang

adalah

metode

normal,

persamaannya adalah sebagai berikut :

dimana :
r

Rx

= Curah hujan yang diisi.


= Curah hujan rata-rata setahun ditempat pengamatan yang

datanya harus

dilengkapi.
Ri

= Curah hujan rata-rata setahun di pos hujan pembandingnya.

ri

= Curah hujan dipos hujan pembandingnya.

= Banyaknya pos hujan pembanding.


Pemeriksanaan hujan abnormal untuk mengetahui data - data yang
abnormal sehingga dalam analisa selanjutnya tidak diikutkan. Metode yang
digunakan adalah "Iwai Kadoya"
Hujan Rancangan
Hujan rancangan atau hujan rencana yang akan digunakan untuk analisa
debit banjir. Hujan rerata dalam studi ini tidak dilakukan karena hanya
akan digunakan data dari satu stasiun curah hujan.
Sebelum menentukan metode yang sesuai untuk analisa hujan rancangan
terlebih dahulu ditentukan besarnya nilai sebaran Cs dan Ck, lihat bagan
alir pada Gambar 5-3- 2.

Gambar 5-3-2 : Bagan Alir Uji Kesesuaian Distribusi

Persamaan Cs dan Ck adalah sebagai berikut :

dimana :
S

= Standar Deviasi

= Banyaknya data

Xi

= Data

= Urutan data mulai dari yang terbesar


= Hujan rata-rata

Cs

= Koefisien Skew

Ck = Koefisien kurtosis
Meskipun telah diuji Cs dan Ck, namun metode yang digunakan tergantung
dari hasil diskusi dengan Pemilik Kegiatan menghendaki analisa dengan
berbagai macam metode. Metode yang biasa digunakan adalah :
a. Metode Gumbel Tipe I
Persamaannya adalah sebagai berikut :
dimana :
XT

= Besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun.


= Besarnya curah hujan rata-rata.

= Standard deviasi

= Faktor frekwensi

b. Metode Pearson III


Persamaannya adalah sebagai berikut :

dimana :
X

= Besarnya suatu kejadian


= Nilai rata-rata hitung dari variabel X ( )
= Faktor yang nilainya tergantung dari parameter skala, bentuk dan letak.

= Faktor sifat distribusi Pearson tipe III.


c. Metode Norma
Persamaannya adalah sebagai berikut :
X =
dimana :

= Besarnya suatu kejadian


= Nilai rata-rata hitung dari variabel X ( )

Tp = Karakteristik dari distribusi probabilitas normal.


Uji Distribusi Curah Hujan
Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui suatu kebenaran hipotesa
distribusi curah hujan yang digunakan. Metode yang diusulkan adalah
Smirnov Kolmogorov.
Dalam metode Smirnov Kolmogorov dilakukan pengeplotan data pada kertas
probabilitas dan garis durasi yang sesuai, yang langkahnya adalah sebagai
berikut :
a. Data curah hujan maksimum harian rerata tiap tahun disusun dari kecil ke
besar.
b. Probabilitas dihitung dengan persamaan Weibull
P = 100m /(n + 1) %
Dimana:
P

= Probabilitas ( % )

= Nomor urut data seri yang telah disusun

= Banyaknya data
c. Plot data hujan Xi
d. Plot persamaan analisa frekwensi yang sesuai
Distribusi Hujan Jam-Jaman
Sebaran atau distribusi hujan jam-jaman yang dihitung berdasarkan curah
hujan harian pada umumnya digunakan rumus Mononobe :
dimana :

Rt

Intensitas hujan rata-rata, dalam T jam

R24 = Curah hujan efektif dalam 1 hari


t

= Waktu konsentrasi hujan

= Waktu mulai hujan


Curah hujan ke-t dihitung dengan persamaan :
Rt = t.Rt - ( t - 1 ) R(t - 1)
Disamping metode tersebut distribusi curah hujan juga dapat ditentukan
dari pola distribusi yang ada pada stasiun terdekat dengan lokasi studi
yang mempunyai data curah hujan jam-jaman.

6.2.3.4 Analisa Debit Banjir Rencana


Metode yang digunakan untuk analisa debit banjir rencana tergantung
dari jumlah data debit dan data hujan, lihat bagan alir pada Gambar 5-3.
Untuk

perencanaan

pengendalian

banjir

ini

debit

banjir

yang

diperhitungkan adalah dengan berdasarkan bagan tersebut, maka metode


yang kami usulkan untuk dipakai adalah metode empiris, metode regresi
dan metode rasional, kecuali data debit lengkap ( lebih dari 10 tahun ).

DATA DEBIT
> 20 TAHUN
DATA HUJAN PANJANG
DAN DATA DEBIT
( 1 - 3 ) TAHUN
DATA DEBIT
( 10 - 20 )
TAHUN
DATA DEBIT
( 4 - 20 )
TAHUN
DATA HUJAN DAN
DATA KARAKTERISTIK BASIN
CARA
EMPIRIS
CARA
MATEMATIS
UNIT
HIDROGRAPH
KALIBRASI
DATA
DIPERPANJANG
ANALISIS FREKUENSI PROBABILITAS
CARA BANJIR
DI ATAS AMBANG
DEBIT
ALUR
( POT )
PENUH
BANJIR RATA-RATA TAHUNAN ( Q )
ANALISIS FREKUENSI PROBABILITAS
BANJIR REGIONAL
CARA
REGRESI
- IOH
CARA
EMPIRIS
RATIONAL
- GAMA 1
HIDROGRAFSATUAN
SCS
- HASPERS
- WEDUWEN
- MELCHIOR
BANDINGKAN DENGAN CARA PERHITUNGAN LAINNYA
DEBIT BANJIR RENCANA ( QT )
GUMBEL, LOG PEARSON, LOG NORMAL

Gambar 5-3 : Bagan Alir Perhitungan Debit Banjir Rencana


1. Metode Empiris
Metode empiris yang biasa digunakan adalah metode Unit Hidrograp
Nakayasu, persamaannya adalah sebagai berikut :
dimana :

Qp = Debit puncak banjir (m3/dt)


C

= Koefisien pengaliran

= Luas daerah aliran sungai (km2)

Ro = Hujan satuan, 1 mm
Tp

= Waktu puncak ( jam )

T0,3 = Waktu yang diperlukan untuk penurunan debit, dari debit puncak menjadi
30 % dari debit puncak (jam)
Aliran

dasar

yang

digunakan

untuk

metode

empiris

dan

regresi

menggunakan parameter luas daerah aliran sungai dan kerapatan sungai.


Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
QB

= 0,4751 x A0,6444 x D0,943

dimana :
QB = Aliran dasar, m3/dt
A
D

= Luas daerah aliran sungai, km2


=

Kerapatan sungai, km/km2

2. Metode Regresi
Metode yang diusulkan adalah metode GAMA I. Parameter-parameter yang
digunakan adalah :
a. Faktor sumber (SF) adalah perbandingan antara jumlah panjang sungai
sungai tingkat 1 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat.
b. Frekwensi sumber (SN) adalah perbandingan antara jumlah sungai sungai
tingkat satu dengan jumlah sungai semua tingkat.
c. Faktor lebar (WF) adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dititik
sungai yang berjarak 0,75 L dengan lebar DAS yang diukur dititik sungai
yang berjarak 0,25 L dari tempat pengukuran.

d. Luas DAS sebelah hulu (RUA) adalah perbandingan antara luas DAS yang
diukur dihulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara lokasi
pengukuran dengan titik yang dekat dengan titik berat DAS, melewati titik
tersebut.
e. Faktor simetri (SIM) adalah (WF) x (RUA).
f. Jumlah pertemuan sungai (JN) adalah jumlah semua pertemuan sungai
didalam DAS.
g. Kerapatan jaringan sungai (D), Luas daerah aliran sungai (A).
Persamaan-persamaan yang digunakan untuk perhitungan adalah sebagai
berikut :
0,1836 x A0,5886 x JN0,2381 x TR-0,4008

Qp

TR

0,43 x ( L /(100SF))3 + 1,0665 SIM + 1,2775

TB

27,4132 x TR0,1457 x S-0,0956 x SN0,7344 x RUA0,2574

0,5617 x A0,1798 x S-0,1446 x SF-1,0897 x D0,0452

10,4903 - 3,859 x 10-6 x A2 + 1,6985 x 10-13 (A/SN)4

1,5518 x A-0,1491 x N-0,2725 x SIM-0,0259 x S-0,0733

Dimana :
Qp

Debit puncak (m3/dt)

TR

Waktu naik (jam)

TB

Waktu dasar (jam)

Koefisin tampungan

Hujan efektif (mm/jam)

Koefisien reduksi

3. Metode Rasional
Luas DAS Ciliman seluas 500 km2, untuk itu akan digunakan metode
Rasional praktis yang biasa diterapkan di Provinsi Banten dan sebagai

pembanding akan digunakan metode Der Weduwen dan metode Haspers.


Persamaan yang digunakan dalam perhitungannya adalah sebagai berikut:
a. Metode Rasional Praktis
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
dimana :
Q

= Debit banjir ( m3/dt )

= Koefisien pengaliran

= Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)

= Luas daerah aliran sungai ( km2 )


Koefisien pengaliran merupakan suatu variabel yang didasarkan atas
kondisi daerah pengaliran dan karakteristik hujan pada daereah tinjauan.
Nilai koefisien pengaliran berdasarkan Dr. Mononobe. Intensitas Curah
hujan dihitung dengan menggunakan persamaan Dr. Mononobe, yaitu
sebagai berikut :
Dimana :

= Intensitas curah hujan ( mm/jam )

R24 = Curah hujan maksimum harian ( mm )


tc

= Waktu kedatangan banjir atau waktu konsentrasi (jam)

Waktu konsentrasi didasarkan atas persamaan sebagai berikut :


dimana :
tc

= Waktu konsentrasi ( jam ).

= Panjang sungai, yaitu panjang horisontal mulai dari titik teratas dimana
lembah sungai terbentuk sampai titik tempat perkiraan kedudukan
bangunan/bendung (km)

W
H

= Kecepatan perambatan banjir ( km/jam )


= Selisih elevasi antara mulai lembah sungai terbentuk sampai ke tempat
kedudukan bendung ( km )
b. Metode Der Weduwen
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

dimana :
Q

= Debit banjir ( m3/dt )

= Koefisien limpasan air hujan

= Koefisien pengurangan/reduksi daerah

qT

= Curah hujan maksimum ( m3/dt.km2 )

= Luas daerah aliran sungai ( km2 ), maksimum 100 km2

= Waktu konsentrasi ( jam ) , antara 1/6 jam sampai 12 jam.

= Panjang sungai ( km )

= Kemiringan sungai

R24 = Curah hujan harian maksimum rencana ( mm )


Kemiringan sungai ditentukan dari 0.1 dari panjang sungai dari batas hulu
sampai hilir pada rencana titik tinjauan.
c. Metode Haspers
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

untuk tc < 2 jam


untuk, 2 jam < tc < 19 jam
untuk tc > 19 jam
dimana :
Q

= Debit banjir ( m3/dt )

= Koefisien limpasan air hujan

= Koefisien pengurangan/reduksi daerah

qT

= Curah hujan maksimum menurut Haspers (m3/dt.km2)

= Luas daerah aliran sungai ( km2 )

tc

= Waktu konsentrasi ( jam ) , antara 1/6 jam sampai 12 jam.

= Panjang sungai ( km )

= Kemiringan sungai

RT

= Curah hujan harian maksimum rencana dengan kala ulang T tahun (mm).

R24 = Curah hujan harian maksimum rencana ( mm )


Kemiringan sungai ditentukan dari 0.1 dari panjang sungai dari batas hulu
sampai hilir pada titik tinjauan.

6.2.3.5 Analisa Sedimen (Apabila Diperlukan)


Analisa sedimen yang diusulkan adalah menggunakan metode USLE
yang diidentikkan dengan besarnya erosi. Persamaan USLE adalah sebagai
berikut :

A = R x K x LS x C x P
Dimana :
A

= Kehilangan tanah ( ton/ha )

= Indeks faktor erosivitas

= Faktor erodibilitas tanah

LS

= Indeks panjang dan besarnya kemiringan lereng per unit lahan

= Indeks faktor pengelolaan tanaman

= Indeks faktor konservasi ( pengendalian )


Besarnya sedimen yang diangkut dapat dihitung dengan mengalikan
SDR (Sediment Delivery Ratio) dengan total erosi tersebut diatas. Data
mengenai kemiringan lereng dan tata guna lahan didasarkan atas peta rupa
bumi skala 1:25.000, sedangkan data mengenai curah hujan didapatkan
dari hasil analisa curah hujan.

6.2.4 Pekerjaan Survey Geology Dan Geoteknik


Tujuan penyelidikan geologi dan geoteknik dalam pekerjaan ini adalah
untuk melakukan pemetaan penyebaran tanah/batuan dasar termasuk
kisaran tebal tanah pelapukan, memberikan informasi mengenai stabilitas
tanah, menentukan jenis dan karakteristik tanah untuk keperluan bahan
jalan dan struktur, serta mengidentifikasi lokasi sumber bahan termasuk
perkiraan kuantitasnya.
6.2.4.1 Penyelidikan Geologi
Penyelidikan meliputi pemetaan geologi permukaan detail dengan peta
dasar topografi skala 1:250.000 s/d skala 1:100.000. Pencatatan kondisi
geoteknik disepanjang rencana trase jalan/jembatan untuk setiap jarak 500
1000 meter. Lokasi titik tersebut Diutamakan pada posisi abutmen.

1. Penyelidikan lapangan
Pemetaan
Jenis batuan yang ada disepanjang trase jalan dan dipetakan dan batasbatasnya ditetapkan dengan jelas sesuai dengan data pengukuran untuk
selanjutnya diplot dalam gambar rencana dengan skala 1:2000 ukuran A3.
Pemetaan mencakup jenis struktur geologi yang ada antara lain:
sesar/patahan, kekar, perlapisan batuan, dan perlipatan.
Lapukan batuan dianalisis berdasarkan pemeriksaan sifat fisik/kimia,
kemudian hasilnya diplot diatas peta geologi teknik termasuk didalamnya
pengamatan tentang,

Gerakan tanah, Tebal pelapukan tanah dasar,

Kondisi drainase alami, pola aliran air permukaan dan tinggi muka air
tanah, Tata guna lahan, Kedalaman rawa (apabila rencana trase jalan
tersebut harus melewati daerah rawa)
2. Penyelidikan Geoteknik
Kegiatan penyelidikan geoteknik meliputi :
a. Pengambilan contoh tanah dari sumuran uji
Pengambilan contoh tanah dari sumuran uji 25 - 40 kg untuk setiap contoh
tanah. Setiap contoh tanah harus diberi identitas yang jelas (nomor sumur
uji, lokasi, kedalaman).
b. Pengambilan contoh tanah tak terganggu ( UNDISTURBED )
Pengambilan contoh tanah tak terganggu dilakukan dengan cara bor tangan
menggunakan tabung contoh tanah (split tube untuk tanah keras atau
piston tube untuk tanah lunak). Setiap contoh tanah harus diberi
identitas yang jelas (nomor bor tangan, lokasi, kedalaman). Pemboran
tangan dilakukan pada setiap lokasi yang diperkirakan akan ditimbun
(untuk perhitungan penurunan) dengan ketinggian timbunan lebih dari 4
meter dan pada setiap lokasi yang diperkirakan akan digali (untuk

perhitungan stabilitas lereng) dengan kedalaman galian lebih dari 6 meter;


dengan interval sekurang-kurangnya 100 meter dan/atau setiap perubahan
jenis tanah dengan kedalaman sekurang-kurangnya 4 meter. Setiap
pemboran tangan dan contoh tanah yang diambil harus difoto. Dalam foto
harus terlihat jelas identitas nomor bor tangan, dan lokasi. Semua contoh
tanah harus diamankan baik selama penyimpanan di lapangan maupun
dalam pengangkutan ke laboratorium.
c. Pemboran Mesin
Pemboran mesin dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan berikut:
1) Pada dasarnya mengacu pada ASTM D 2113-94
2) Pendalaman dilakukan dengan menggunakan sistem putar (rotary drilling)
dengan diameter mata bor minimum 75 mm.
3) Putaran bor untuk tanah lunak dilakukan dengan kecepatan maksimum 1
putaran per detik.
4) Kecepatan penetrasi dilakukan maksimum 30 mm per detik
5) Kestabilan galian atau lubang bor pada daerah deposit yang lunak
dilakukan dengan menggunakan bentonite (drilling mud) atau

casing

dengan diameter minimum 100mm


6) Apabila drilling mud digunakan pelaksana harus menjamin bahwa tidak
terjadi tekanan yang berlebih pada tanah
7) Apabila casing digunakan, casing dipasang setelah mencapai 2 m atau
lebih. Posisi dasar casing minimal berjarak 50 cm dari posisi pengambilan
sampel berikutnya
d. Pemboran Tangan.
Pemboran tangan dilakukan dengan mengacu pada ASTM D
4719

Pengambilan Contoh Tanah Cara Coring


Pengambilan contoh tanah dengan cara coring dilakukan dengan ketentuan
berikut:
1) Digunakan single core barrel dengan cara putar
2) Contoh tanah dikeluarkan dari core kemudian dimasukkan kedalam
kantong plastik dan ditutup dengan cara diikat atau cara lainnya yang
diizinkan Pengawas.
3) Kantong plastik diberi label nomor contoh, nomor bor, kedalaman, tanggal,
proyek.
e. Pengambilan Contoh dengan Single & Double Core
Pengambilan contoh tanah dengan cara tabung terbuka dilakukan dengan
ketentuan berikut:
1) Ukuran tabung minimal berdiameter 75 mm.
2) Panjang tabung minimal 500 mm.
3) Panjang ruang contoh dalam tabung minimum 40 mm.
4) Setelah pengambilan contoh tanah, tabung ditutup pada kedua ujungnya
dan kemudian diberi label seperti pada butir C.
Pengambilan Contoh Tanah dengan Fixed Piston Sampler
1) Diameter tabung minimum 70 mm.
2) Tabung harus memenuhi syarat sebagai berikut:

Cukup kuat untuk menahan terjadinya deformasi yang berlebihan pada


waktu proses pengambilan contoh.

Area ratio maksimum 15%


Panjang tabung minimum 600 mm.
Apabila panjang tabung lebih dari 800 mm, maka inside clearance ratio
harus berkisar dari 0.5% sampai 1.0%
Sudut ujung tabung tidak boleh lebih dari 10o

3) Apabila drilling mud digunakan, pemboran dapat dilakukan sampai


kedalaman pengambilan contoh, dengan catatan dilakukan pembersihan
dasar lubang bor terlebih dahulu, apabila tidak menggunakan drilling
mud, maka pemboran dihentikan 20 cm diatas kedalaman pengambilan
contoh dan dilakukan penekanan untuk mencapai kedalaman pengambilan
contoh yang diinginkan.
4) Tabung harus ditutup sehingga kedap air dengan cara

yang disetujui

Pengawas.
5) Tanah harus disimpan dalam kotak-kotak yang mampu meredam getaran
dan memisahkan satu tabung dengan tabung lainnya.
6) Transportasi ke laboratorium dilakukan dengan menggunakan kendaraan
yang tertutup.
7) Di laboratorium tabung tanah harus disimpan dalam tempat yang lembab
dengan temperatur tidak lebih dari 25oC.
f. Sondir (Pneutrometer Static)
Sondir

dilakukan

untuk

mengetahui

kedalaman

lapisan

tanah

keras,menentukan lapisan-lapisan tanah berdasarkan tahanan ujung


konus dan daya lekat tanah setiap kedalaman yang diselidiki.
Ada dua macam alat sondir yang digunakan :
1) Sondir ringan dengan kapasitas 2,5 ton
2) Sondir berat dengan kapasitas 10 ton
Pneutrometer Static di Indonesia dikenal dengan sebutan Alat Sondir
Belanda (Dutch Pneutrometer atau Dutch Deepsounding Apparatus) atau
percobaan Penetrasi Kerucut (Cone Penetration Test )
Pembacaan dilakukan pada setiap penekanan pipa sedalam 20 cm,
pekerjaan sondir dihentikan apabila pembacaan pada manometer berturutturut menunjukan harga >150 kg/cm2, kedua alat sondir terangkat keatas,
sedangkan

pembacaan

manometer

belum

menunjukan

angka

yang

maksimum, maka alat sondir perlu diberi pemberat yang diletakan pada
baja kanal jangkar.
Keuntungan Alat Sondir :
-

Dapat dengan cepat menentukan lapisan tanah keras

Dapat memperkirakan perbadaan lapisan

Dengan rumus empiris hasilnya dapat digunakan untuk menghitung daya


dukung tiang

Cukup baik digunakan pada lapisan tanah berbutir halus.

Kekurangan Alat Sondir :


-

Jika terdapat batuan lepas bisa memberikan indikasi lapisan keras yang
salah.

Tidak dapat mengetahui jenis lapisan tanah langsung

Jika alat tidak lurus dan konus tidak bekerja dengan baik maka hasil yang
diperoleh meragukan.

Tidak boleh dilakukan pada daerah endapan alluvium yang mengandung


komponen dari kerakal dan berangkal, hasilnya memberikan indikasi
lapisan tanah keras yang salah.

Tidak boleh dilakukan pada lapisan dengan dasar batu gamping yang
berongga.
Hasil yang diperoleh adalah nilai sondir (qc) atau perlawanan penetrasi
konus dan jumlah hambatan lekat, Grafik yang dibuat adalah perlawanan
penetrasi konus (qc) pada tiap kedalaman dan jjumlah hambatan pelekat
pada tiap hambatan.

3. Lokasi Quarry

Penentuan lokasi quarry baik untuk perkerasan jalan, struktur jembatan,


maupun untuk bahan timbunan (borrow pit) diutamakan yang ada
disekitar

lokasi

pekerjaan.

Bila

tidak

dijumpai,

maka

harus

menginformasikan lokasi quarry lain yang dapat dimanfaatkan.Penjelasan


mengenai quarry meliputi jenis dan karakteristik bahan, perkiraan
kuantitas, jarak ke lokasi pekerjaan, serta kesulitan-kesulitan yang
mungkin timbul dalam proses penambangannya, dilengkapi dengan fotofoto.

6.2.4.2 Persyaratan Pengujian Lapangan


Metoda pekerjaan lapangan lainnya harus sesuai dengan persyaratan
seperti yang dijelaskan pada Tabel 1 Pengujian Lapangan pada halaman
berikut ini:

No

Pengujian

Acuan

Keterangan

1.
2.

Resistivity
ASTM G57-78
Standard
Penetration
Test
termasuk
Split
Spoon Sampling

3.

Stand Pipe

ASTM
D158694
AASHTO
84

Pada
daerah
rencana
jembatan, harus
mencapai
kedalaman
lapisan keras.

T252-

6.2.4.3 Pekerjaan Laboratorium


Spesifikasi Pengujian Tanah di Laboratorium.
NO.

PENGUJIAN

ACUAN

SIFAT INDEKS
1

Kadar air

ASTM D 2216-92

KETERANGAN

Batas susut

ASTM D 427-93

Batas plastis

ASTM D 4318-93

Fresh Condition

Batas cair

SK-SNI M-07-1989-F

oven dried 100 oC

Analisa
saringan

SNI-03-3423-1994

Berat Jenis

ASTM D 854-92

Berat isi

SNI-1742-1989

Chloride
Content

K.H. Head, Vol.1, 1984

Carbonate
Content

K.H. Head, Vol I, 1984

10

Sulphate
Content

K.H. Head, Vol. 1, 1984

Gunakan ' Wet method '

SIFAT KUAT
GESER
TANAH
11

Direct Shear

SNI 03-2813-1992

Fresh
sample
Penjenuhan

ASTM D 3080-90

Fresh
sample
Penjenuhan

dengan
tanpa

Fresh sample dioven 70 oC


selama satu hari
SIFAT
PEMAMPATAN
TANAH
12

Swelling

ASTM D 4546-90

Fresh Condition
- Dioven 40 oC dan 70 oC
selama satu hari

KEPADATAN
13

Pemadatan
SIFAT
KELULUSAN

14

Permeabilitas

KH Head Vol. 2 1984

Manual of Soil Laboratory


Testing. Gunakan metode
Falling Head

6.2.5 Perencanaan Teknis


Tujuan dari perencanan teknis ini adalah untuk merencanakan baik
geometrik, perkerasan pada opaed jembatan, jembatan, struktur bangunan
pelengkap,lansekap,

sampai

dengan

penyiapan

dokumen

pelelangan,

sehingga menghasilkan suatu perencanaan yang sempurna, ekonomis,


serta ramah terhadap lingkungan.
Ruang lingkup pekerjaan yang tercakup dalam kegiatan ini :
Merencanakan geometrik jalan dan jembatan dengan memperhatikan
kondisi alinement jalan
Merencanakan jenis serta tebal perkerasan pada opaed jembatan
Merencanakan bangunan atas dan bawah jembatan.
Merencanakan bangunan pelengkap dan pengaman jalan.
Merencanakan lansekap jalan.
Menyiapkan dokumen lelang.

1. Perencanaan Geometrik
a. Standar
Standar geometrik jalan yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah Tata
Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997 dan
Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (Bina Marga Maret 1992).
b. Perencanaan Drainase
Dalam perencanaan drainase harus mengacu pada Standar Perencanaan
Drainase Permukaan Jalan SNI No. 03 3424 1994.
c. Keselamatan Lalu-lintas

Dalam perencanaan harus dipertimbangkan aspek keselamatan pengguna


jalan, baik selama pelaksanaan pekerjaan maupun paska konstruksi.
Perencana harus menjamin bahwa semua elemen

yang direncanakan

memenuhi persyaratan desain yang ditetapkan dan sesuai dengan kondisi


lingkungan setempat.
d. Perangkat Lunak Perencanaan.
Dalam melaksanakan perencanaan bisa manual atau dengan menggunakan
perangkat lunak yang kompatibel seperti perangkat lunak MOSS atau ADCAD.
2. Stabilitas Lereng
Perhitungan stabilitas lereng dilakukan guna memberikan informasi
tentang berapa tinggi maksimum dan kemiringan lereng desain galian yang
aman dari keruntuhan. Perhitungan stabilitas lereng diperoleh dari
beberapa parameter tentang sifat fisik tanah setempat yang diperoleh dari
contoh tabung (undisturbed sample) beberapa dari test triaxial atau direct
shear. Parameter yang dihasilkan dari percobaan ini, yaitu C = kohesi
tanah, = sudut geser tanah dan w = berat isi tanah . Perhitungan angka
keamanan lereng (sudut lereng dan tinggi maksimum yang aman )
dilakukan dengan menggunakan rumus dan Grafik Taylor. Salah satu
contoh rumus yang dapat digunakan adalah :
C
Fk =

Na x w x H

Dimana :
Na = Angka Stabilitas Taylor
C

= Kohesi tanah (Ton/m2)

= Tinggi lapisan tanah (m)

= Berat isi tanah basah (Ton/m3)

Fk

= Faktor keamanan ( FK > 1,251

lereng aman )

Angka Stabilitas (Na) didapat dengan memplot nilai sudut geser dalam
tanah () dengan sudut lereng desain () kedalam grafik Taylor (terlampir).
Faktor lereng (F) digunakan asumsi :
FK > 1,251

lereng aman

FK = 1,251

lereng dalam keseimbangan

FK < 1,251

lereng tidak aman

3. Stabilitas badan jalan


Kondisi stabilitas badan jalan diidentifikasi dari gejala struktur geologi yang
ada, jenis dan karekteristik batuan, dan kondisi lereng.
Pengkajian stabilitas badan jalan harus mencakup 3 (tiga) hal, yaitu
gerakan tanah atau longsoran yang sudah ada di lapangan, perkiraan
longsoran yang mungkin terjadi

(hasil analisis) akibat jenis, arah dan

struktur

longsoran

lapisan

batuan,

dan

yang

dapat

terjadi

akibat

pembangunan jalan/jembatan. Untuk ketiga hal diatas harus diidentifikasi


jenis gerakan, faktor penyebabnya, dan usaha-usaha penanggulangannya.
4. Perencanaan Perkerasan
a. StandarRujukan yang dipakai untuk perhitungan kontruksi perkerasan
jalan dalam pekerjaan ini adalah:
1) Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metoda
Analisa Komponen (SKBI-2.3.26.1987, UDC: 625.73(02)),

2) A guide to the structural design of bitumen-surfaced roads in tropical and


sub-tropical countries, Overseas Road Note 31, Overseas Centre, TRL,
1993.
3) AASHTO Guide for Design of Pavement Structures 1993.
4) Ausroads Pavement Design 2000
5) Modulas Elastisitas
b. Analisis Lalu-lintas
Tim harus melakukan analisis data lalu-lintas

(LHR yang dikonversi

kedalam nilai ESA) untuk penetapan konstruksi yang akan dipakai.


c. Pemilihan Jenis Bahan Material
Tim harus mengutamakan penggunaan bahan material setempat sesuai
dengan masukan dari laporan geoteknik. Bila bahan setempat tidak dapat
digunakan

langsung

sebagai

bahan

konstruksi,

maka

Tim

harus

mengusulkan usaha-usaha peningkatan sifat-sifat teknis bahan sehingga


dapat dipakai sebagai bahan konstruksi .
5. Perencanaan Struktur (Jembatan)
Rujukan

yang

dipakai

untuk

perencanaan

struktur

jembatan

baik

bangunan atas dan bawah dalam pekerjaan ini adalah:


a. Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya, SKBI No. 1.2.28,
UDC: 624.042: 624.2,
b. Bridge Design Code and Manual (BMS92).

6. Perencanaan bangunan pelengkap dan pengaman jalan


Salah satu rujukan yang dipakai untuk perencanaan bangunan pelengkap
dan pengaman jalan dalam pekerjaan ini adalah :

a. Pedoman Pemasangan Rambu dan Marka Jalan Perkotaan Undang


Undang Lalulintas No.14 Tahun 1992.
b. Standar Box Culvert (Bipran 1992)
c. Gambar Standar Pekerjaan Jalan dan Jembatan (Subdit PSP 2002)
7. Penggambaran
a. Rancangan (Draft) Perencanaan Teknis
Tim harus membuat rancangan (draft) perencanaan teknis dari setiap detail
perencanaan dan mengajukannya kepada Tim Asistensi untuk diperiksa
dan disetujui.
Detail perencanaan teknis yang perlu dibuatkan konsep perencanaannya
antara lain :
1) Alinyemen Horizontal (Plan) digambar diatas peta situasi skala 1:1.000
untuk jalan dan 1: 500 untuk jembatan dengan interval garis tinggi 1.0
meter dan dilengkapi dengan data yang dibutuhkan.
2) Alinyemen Vertikal (Profile) digambar dengan skala horizontal 1:1.000 untuk
jalan dan 1:500 untuk jembatan dan skala vertikal 1:100 yang mencakup
data yang dibutuhkan.
3) Potongan Melintang (Cross Section) digambar untuk setiap titik STA
(interval 50 meter), namun pada segmen khusus harus dibuat dengan
interval lebih rapat. Gambar potongan melintang dibuat dengan skala
horizontal 1:100 dan skala vertikal 1:50. Dalam gambar potongan melintang
harus mencakup:
- Tinggi muka tanah asli dan tinggi rencana terhadap muka jalan
- Profil tanah asli dan profil/dimensi DAMIJA (ROW) rencana
- Penampang bangunan pelengkap yang diperlukan
- Data kemiringan lereng galian/timbunan (bila ada).

4) Potongan Melintang Tipikal (Typical Cross Section) harus digambar dengan


skala yang pantas dan memuat semua informasi yang diperlukan antara
lain:
- Gambar konstruksi existing yang ada.
- Penampang pada daerah galian dan daerah timbunan pada ketinggian yang
berbeda-beda.
- Penampang pada daerah perkotaan dan daerah luar kota.
- Rincian konstruksi perkerasan
- Penampang bangunan pelengkap
- Bentuk dan konstruksi bahu jalan, median
- Bentuk dan posisi saluran melintang (bila ada)
5) Gambar standar yang mencakup antara lain: gambar bangunan pelengkap,
drainase, rambu jalan, marka jalan, dan sebagainya.
6) Gambar detail bangunan bawah dan bangunan atas Jembatan
7) Keterangan mengenai mutu bahan dan kelas pembebanan.
b. Gambar Rencana Akhir (Final Design)
Pembuatan

gambar

rencana

lengkap

dilakukan

setelah

rancangan

perencanaan disetujui oleh Tim Asistensi dengan memperhatikan koreksi


dan saran yang diberikan. Gambar rencana akhir terdiri dari gambargambar rancangan yang telah diperbaiki dan dilengkapi dengan:
1) Sampul luar (cover) dan sampul dalam.
2) Daftar isi
3) Peta lokasi proyek
4) Peta lokasi Sumber Bahan Material (Quarry).
5) Daftar simbol dan singkatan.
6) Daftar bangunan pelengkap dan volume
7) Daftar rangkuman volume pekerjaan.

8. Perhitungan Kuantitas Pekerjaan


a. Penyusunan mata pembayaran pekerjaan (per item) harus sesuai dengan
spesifikasi yang dipakai,
b. Perhitungan kuantitas pekerjaan harus dilakukan secara keseluruhan.
Tabel

perhitungan

harus

mencakup

lokasi

dan

semua

jenis

mata

pembayaran (pay item)


9. Perkiraan Biaya Pelaksanaan Fisik .(Engineers Estimate)
a. Tim harus mengumpulkan harga satuan dasar upah, bahan, dan peralatan
yang akan digunakan di lokasi pekerjaan
b. Tim harus menyiapkan laporan analisa harga satuan pekerjaan untuk
semua mata pembayaran yang mengacu pada Panduan Analisa Harga
Satuan No. 028/T/BM/1995 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Bina
Marga.
c. Tim harus menyiapkan laporan perkiraan kebutuhan biaya pekerjaan
konstruksi.
10. Spesifikasi.
a. Spesifikasi harus mengacu pada spesifikasi yang berlaku di lingkungan
Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah.
b. Bila diperlukan, Tim harus menyusun spesifikasi khusus untuk mata
pembayaran yang tidak tercakup dalam spesifikasi tersebut diatas.
c. Penomoran untuk mata pembayaran yang baru harus disetujui oleh Proyek.

Anda mungkin juga menyukai