230110130036
230110130047
230110130052
230110130228
Kelas:
Perikanan C / Kelompok 1
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
laporan akhir praktikum ini tepat pada waktunya. laporan akhir praktikum ini
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB
Halaman
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
II
III
IV
vi
1
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Komet
2.2 Karakteristik Sperma
2.2.1 Sperma
2.2.2 Morfologi Sperma
2.3 Karakteristik Telur
2.3.1 Morfologi Telur
2.4 Hubungan Panjang Berat
2.5 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
2.6 Indeks Kematangan Gonad (IKG)
2.7 Fekunditas
2.8 Diameter dan Posisi Telur
2
3
3
3
4
5
6
6
8
9
11
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
3.2.2 Bahan
3.3 Prosedur Kerja
12
12
12
12
13
14
14
14
15
22
25
28
28
31
32
33
DAFTAR PUSTKA
34
LAMPIRAN
35
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
18
18
19
23
29
33
36
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1
2
3
4
5
6
7
Judul
Sperma dan Bagian-bagianya
Sel Telur dan Bagianya
Grafik Jumlah Ikan Komet Per Skala
Diagram Ratio Kelamin Ikan Komet
Grafik Presentase TKG Ikan Komet
Grafik Ratio Panjang dan Berat pada Ikan Komet
Tingkat Kematangan Gonad Ikan Komet
Halaman
2
27
28
32
36
36
36
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
57
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
57
57
57
57
57
58
58
58
58
58
58
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dilaksanakan praktikum ini adalah:
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ikan Komet
Ikan komet (Carassius auratus auratus) merupakan salah satu jenis ikan
mas hias, ciri yang membedakan dengan ikan mas hias lainnya adalah caudal fin
atau sirip ekornya lebih panjang dan percabangan di sirip ekornya sangat terlihat
jelas, tidak seperti ikan mas biasa yang percabangan di sirip ekornya tidak begitu
terlihat jelas. Selain itu, ikan komet mempunyai warna oranye yang mencolok
sehingga sangat menarik untuk menjadi ikan hias di dalam ruangan ataupun diluar
ruangan.
Ikan komet memiliki badan yang memanjang dan ramping sehingga di
dalam akuarium ataupun di kolam, ikan ini selalu aktif berenang ke segala
penjuru. Panjang tubuh ikan komet bisa mencapai sekitar 35 cm dari ujung kepala
sampai ujung ekor. Ikan komet mulai bisa memijah pada umur 4 bulan dan bisa
hidup sampai berumur 14 tahun tergantung pemeliharaan. Dari banyaknya
varietas ikan mas hias yang dihasilkan di dunia oleh Cina dan Jepang, ikan komet
ini merupakan satu-satunya hasil seleksi dari ikan common goldfish pada abad 19
di Philadelpia Amerika Serikat oleh Hugo Murket dan secara masal di terjunkan
ke pasaran (Skomal 2007).
Klasifikasi ikan komet berdasarkan ilmu taksonomi (Lingga dan Susanto
2003) adalah sebagai berikut:
Filum
: Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo
: Otariphisysoidei
Sub Ordo : Cyprinoidae
Famili
: Cyprinidae
Genus
: Carassius
Spesies
: Carassius auratus
Pada upaya pembenihan, seleksi induk merupakan hal yang penting untuk
dilakukan agar hasil pemijahan ikan menghasilkan keturunan yang berkualitas.
Adapun ciri ikan komet jantan dan ikan komet betina adalah sebagai berikut:
-
Ciri induk jantan yaitu terdapatnya bintik-bintik bulat menonjol pada sirip da
da dan jika diraba terasa kasar, pada induk yang telah matang gonad jika diurut
perlahan dari perut ke arah lubang genital akan keluar cairan berwarna putih.
Ciri induk betina yaitu terdapat bintik-bintik pada sirip dada namun terasa
halus jika diraba, jika diurut perlahan dari perut ke arah lubang genital akan
keluar cairan kuning bening, dan pada induk yang telah matang perutnya terasa
lembek juga lubang genital berwarna kemerah-merahan (Derri 2010).
2.2
Karakteristik Sperma
2.2.1
Sperma
Sperma adalah gamet jantan yang dihasilkan oleh testis dan merupakan
suatu sel kecil, kompak yang tidak bertumbuh dan tersimpan dalam cairan sperma
dalam testis. Cairan sperma adalah larutan spermatozoa yang berada dalam cairan
seminal dan dihasilkan oleh hidrasi testis. Campuran antara seminal plasma
dengan spermatozoa disebut semen. Dalam setiap testis semen terdapat jutaan
spermatozoa (Hoar 1969).
Sperma terdiri dari kepala yang membawa materi keturunan paternal dan
ekor yang berperan sebagai alat penggerak. Fungsi utama sperma pada individu
parental adalah sebagai pembawa sebagian materi genetik dalam proses
pembuahan untuk membentuk individu baru (Effendi 1997).
2.2.2
Morfologi Sperma
Struktur spermatozoa secara umum pada ikan yang sudah matang terdiri
dari kepala, leher, dan ekor flagella. Inti spermatozoa terdapat pada bagian kepala
(Lagler 1977). Middle piece merupakan penghubung atau penyambung antara
leher dan ekor yang mengandung mitokondria dan berfungsi dalam metabolisme
sperma.
Karakteristik Telur
Telur merupakan asal mula suatu makhluk hidup. Telur mengandung
materi yang sangat dibutuhkan sebagai nutrien bagi perkembangan embrio. Proses
pembentukan telur sudah dimulai pada fase differensiasi dan oogenesis, yaitu
terjadinya akumulasi vitelogenin ke dalam folikel yang lebih dikenal dengan
vitelogenesis. Telur juga dipersiapkan untuk dapat menerima spermatozoa sebagai
awal perkembangan embrio. Sehingga anatomi telur sangat berkaitan dengan
anatomi spermatozoa.
Pada telur yang belum dibuahi, bagian luarnya dilapisi oleh selaput yang
dinamakan selaput kapsul atau khorion. Di bawah khorion terdapat lagi selaput
yang kedua dinamakan selaput vitelin. Selaput yang mengelilingi plasma telur
dinamakan selaput plasma. Ketiga selaput ini semuanya menempel satu sama lain
dan tidak terdapat ruang diantaranya. Bagian telur yang terdapat sitoplasma
biasanya berkumpul di sebelah telur bagian atas dinamakan kutub anima. Bagian
bawahnya yaitu pada kutub yang berlawanan terdapat banyak kuning telur.
Kuning telur pada ikan hampir mengisi seluruh volume sel. Kuning telur
yang ada di bagian tengah keadaanya lebih padat daripada kuning telur yang ada
pada bagian pinggir karena adanya sitoplasma. Selain dari itu sitoplasma banyak
terdapat pada sekeliling inti telur.
Khorion telur yang masih baru bersifat lunak dan memiliki sebuah
mikrofil yaitu suatu lubang kecil tempat masuknya sperma ke dalam telur pada
waktu terjadi pembuahan. Ketika telur dilepaskan ke dalam air dan dibuahi,
alveoli kortek yang ada di bawah khorion pecah dan melepaskan material koloidmukoprotein ke dalam ruang perivitelin, yang terletak antara membran telur dan
khorion. Air tersedot akibat pembengkakan mucoprotein ini. Khorion mula-mula
menjadi kaku dan licin, kemudian mengeras dan mikrofil tertutup. Sitoplasma
menebal pada kutub telur yang terdapat inti, ini merupakan titik dimana embrio
berkembang. Pengerasan khorion akan mencegah terjadinya pembuahan
polisperma. Dengan adanya ruang perivitelin di bawah khorion yang mengeras,
maka telur dapat bergerak selama dalam perkembangannya.
Membran telur
Selama oogenesis pada teleostei, salah satu proses yang paling menyolok
menaksirkan daya dukung stock perikanan tangkap. Selain itu, data panjang dan
berat dapat juga menggambarkan petunjuk penting tentang perubahan iklim dan
lingkungan. Tingkat pertumbuhan ikan juga dipengaruhi oleh ketersediaan
makanan di lingkungan hidupnya (Poernomo 2002 ).
2.5
gonad pada
ikan pada
umumnya
selain dengan
pertambahan umur ikan, yaitu semakin dewasa seekor ikan maka perkembangan
gonadnya akan semakin sempurna untuk mengadakan pembentukan dan
pemasakan telur. Tiap-tiap spesies ikan pada waktu pertama kali gonadnya
menjadi masak tidak sama ukurannya. Demikian pula ikan yang sama spesiesnya.
Lebih-lebih bila ikan yang sama spesiesnya itu tersebar pada lintang yang
perbedaannya lebih dari lima derajat, maka terdapat perbedaan ukuran dan umur
ketika mencapai kematangan gonad untuk pertama kalinya.
Tingkat kematangan gonad menurut Kesteven (Bagenal dan Braum 1968)
yaitu:
1. Dara, organ seksual masih sangat kecil dan berada di bawah tulang punggung,
testes dan ovarium transparan, dari tidak berwarna sampai berwarna abu-abu.
Telur tidak bisa dilihat dengan mata biasa.
2. Dara Berkembang, testes dan ovarium jernih, abu-abu merah, panjangnya
setengah atau lebih sedikit dari panjang rongga bawah. Telur sudah dapat
dilihat dengan menggunakan kaca pembesar.
3. Perkembangan I, testes dan ovarium bentuknya bulat telur, berwarna kemerahmerahan dengan pembuluh kapiler. Gonad mengisi kira-kira setengah ruang
kebagian bawah. Telur dapat dilihat seperti serbuk putih.
4. Perkembangan II, testes berwarna putih kemerah-merahan. Tidak ada sperma
kalu perut ditekan. Ovarium berwarna orange kemerah-merahan. Telur jelas
dapat dibedakan, bentuknya bulat telur. Ovarium mengisi kira-kira 2/3 ruang
bawah.
5. Bunting, organ seksual mengisi ruang bawah. Testes berwarna putih, keluar
tetesan sperma jika ditekan perutnya. Telur berbentuk bulat, beberapa
diantaranya jernih dan masak.
6. Mijah, telur dan sperma keluar dengan sedikit tekanan ke perut. Kebanyakan
telur berwarna jernih dengan beberapa yang berbentuk bulat telur tinggal di
dalam ovarium.
7. Mijah/Salin, gonad belum kosong sama sekali. Tidak ada telur yang bulat telur.
8. Salin, testes dan ovarium kosong dan berwara merah. Beberapa telur sedang
dalam keadaan dihisap kembali.
9. Pulih Salin, testes dan ovarium berwarna jernih, abu-abu sampai merah.
Perkembangan gonad ikan secara garis besar dibagi atas dua tahap
perkembangan utama, yaitu tahap perkembangan pertumbuhan gonad hingga ikan
mencapai tingkat dewasa kelamin (sexually mature) dan tahap pematangan produk
seksual (gamet). Tahap pertama berlangsung sejak telur menetas atau lahir hingga
mencapai dewasa kelamin dan tahap kedua berlangsung setelah ikan dewasa.
Proses kedua akan terus berlangsung dan berkesinambungan selama fungsi
reproduksi berjalan normal (Kordi 2010).
kematangan gonad berdasarkan beratnya dan secara alamiah hal ini berhubungan
dengan ukuran dan berat tubuh ikan. Dengan penentuan berat gonad dibandingkan
dengan berat tubuh ikan akan didapatkan Indeks Kematangan Gonad yang
dinyatakan dalam persen. Percobaan kondisi gonad ini dapat dinyatakan sebagai
berat gonad dibagi berat tubuh ikan (termasuk gonad) dikalikan 100 % (Effendie
2002).
IG = x 100 %
Keterangan:
IKG
Bg
Bt
Ikan yang siap memijah mempunyai kisaran IKG mulai dari 19 % keatas
sudah yang sanggup mengeluarkan telurnya dan dianggap matang, kemudian
sesudah memijah indeknya turun menjadi 3 4 %.
2.7
Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat pada ovari ikan betina yang
telah matang gonad dan siap untuk dikeluarkan pada waktu memijah.
Pengetahuan tentang fekunditas dibidang budidaya perikanan sangatlah penting
artinya untuk memprediksi berapa banyak jumlah larva atau benih yang akan
dihasilkan oleh individu ikan pada waktu mijah sedangkan dibidang biologi
10
perikanan untuk memprediksikan berapa jumlah stok suatu populasi ikan dalam
lingkungan perairan (Heriyanto 2011).
Banyaknya telur yang belum dikeluarkan sesaat sebelum ikan memijah
atau biasa disebut dengan fekunditas memiliki nilai yang bervariasi sesuai dengan
spesies. Jumlah telur yang dihasilkan merupakan hasil dari pemijahan yang
tingkat kelangsungan hidupnya di alam sampai menetas dan ukuran dewasa sangat
ditentukan oleh faktor lingkungan. Dalam pendugaan stok ikan dapat diketahui
dengan tingkat fekunditasnya. Tingkat fekunditas ikan air laut biasanya relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar. Secara sederhana Fekunditas
dapat diartikan oleh jumlah telur yang dikeluarkan oleh ikan. Terdapat beberapa
jenis Fekunditas diantaranya:
1. Fekunditas individu adalah jumlah telur yang dikeluarkan dari generasi tahun
itu dan akan dikeluarkan pada tahun itu pula.
2. Fekuindita relatif adalah jumlah telur per atuan panjang dan berat.
3. Fekunditas total adalah jumlah jumlah telur yang dihasilkan ikan selama
hidupnya.
Fekunditas secara langsung dapat memberi penaksiran jumlah anak ikan
yang akan dihasilkan dan kan menentukan jumlah ikan dalam suatu kelas umur.
Fekunditas merupakan suatu subyek yang dapat menyesuaikan terhadap beberapa
macam kondisi terutama respon terhadap makanan (Effendie 1997).
Nikolsky selanjutnya menyatakan bahwa fekunditas individu adalah
jumlah telur dari generasi tahun itu yang akan dikeluarkan tahun itu pula. Dalam
ovari biasanya ada dua macam ukuran telur, yang besar dan yang kecil. Telur yang
besar akan dikeluarkan pada tahun itu dan yang kecil akan dikeluarkan pada tahun
berikutnya. Namun apabila kondisi baik, telur yang kecilpun akan dikeluarkan
menyusul telur yang besar.
Dalam analisis fekunditas metode yang digunakan adalah metode
gabungandari beberapa metode yang ada yaitu :
1. Mengitung langsung satu persatu telur ikan
2. Metode volumetrik yaitu dengan pengenceran telur X : x = V : v
Keterangan :
11
yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Semakin meningkat
tingkat kematangan gonad garis tengah telur yang ada dalam ovarium semakin
besar. Masa pemijahan setiap spesies ikan berbeda-beda, ada pemijahan yang
berlangsung singkat (total leptolepisawner), tetapi banyak pula pemijahan dalam
waktu yang panjang (partial leptolepisawner) ada pada ikan yang berlangsung
beberapa hari. Semakin meningkat tingkat kematangan, garis tengah telur yang
ada dalam ovarium semakin besar pula (Arief 2009).
Diameter telur ada hubungannya dengan fekunditas. Makin banyak telur
yang dipijahkan (fekunditas), maka ukuran diameter telurnya makin kecil,
demikian pula sebaliknya (Tang dan Affandi 2001). Ikan yang memiliki diameter
12
telur lebih kecil biasanya mempunyai fekunditas yang lebih banyak, sedangkan
yang memiliki diameter telur yang besar cenderung memiliki fekunditas rendah.
Semakin besar ukuran diameter telur akan semakin baik, karena dalam telur
tersebut tersedia makanan cadangan sehingga larva ikan akan dapat bertahan lebih
lama.
12
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1
3.2
3.2.1
Alat
13
7. Timbangan, sebagai alat untuk menghitung bobot tubuh, gonad dan hati ikan.
3.2.2
Bahan
3.3
Prosedur Kerja
14
gonad ikan di ambil dalam perut, hingga terpisah dari organ lain
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengamatan
4.1.1
Kelompok
: 1 (Satu)
: Kolam Ciparanje
Pertumbuhan
TL
SL
FL
Berat
Berat
Gonad
95 mm
65 mm
80 mm
9 gr
0,13 gr
Kelamin
0,08 gr
Jantan
Betina
IKG
Dara
Berkemba
ng
1,46 %
Feku
ndita
s
Diameter
telur
Letak
Inti
Tengah
Menuju
Kutub
Melebur
Perhitungan :
a. IKG
=
`
IKG
Wg
x 100
W
0,13gr
= 9 - 0,13 gr
= 1,46 %
x 100 %
Dorman
HSI
0,9 %
15
b. HSI
Berat Hati
= Berat Total-Berat Hati x 10 0
=
HSI
0,08 gr
x 100
9- 0,08 gr
= 0,9 %
: Kolam Ciparanje
Jumlah Ikan
: 66 ekor
Nama
Praktikan
Pertumbuhan
Panjang (mm)
SL
FL
TL
Ichfar Jaffar
Silfi Nur
Aulia
Jason Tri
70
85
65
Kelamin
Berat
Jantan
Betina
95
10
80
92
64
80
100
68
80
110
10
80
100
125
20
70
100
115
15
Annisa Nur
2
Desi Triyani
M. Rizky
Nurma W
M. Yogi A.
Rian R.
Sheila A.
Riani A.
Rambo
Safira A
Ira S.
Susetyo
Rizka Dwi
Raka
Gilang N
16
Kel
-
Nama
Praktikan
Jihan Refli
Debora H
Andi M
Yulida
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Endah
Syafarudin
Elisah F
Jamaludin
Rionaldhie
Desinta
Rian Nur.
Suci F
Cyntia K
Guntur H
Indri
Roury A
Ai Siti
Aida
Asep S
Alan A.
Setyo W
Adinda
Bella M
Rifki
Jamil
Dony
Dwiki
Tanti K
Mia
Siti S
Rahmat D
Fikri K
T Alwie
Elsa
Eifa
Eka
Hana
Ade
Tia
Pertumbuhan
Panjang (mm)
SL
FL
TL
Kelamin
Berat
Jantan
Betina
59
76
91
100
115
125
46
75
90
120
22
60
70
95
82
100
130
21
60
75
80
10
68
83
105
15
70
85
90
11
60
70
90
66
87
92
60
85
97
60
73
95
65
80
90
17
Kel
-
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
Nama
Praktikan
Yuyun Y
Rahmat
Annisa
Firhan
Leni M
Jian
Angga
Iqbal
Nielam
Abduyana
Ganisa
Dea F
Refky
Fauziah
Erik
Luthfan
Taufiq
Puty
Fevi
Zais
Zelikha
Rifki GP
Teguh
Dyah
Wahyu
Rika
Esti Mutia
Muammar
Rahman
R. Nadya
Angga
Ridwan
Sofie
Fadhil
Ina
Raka
Indah
Anggi
Nawang
Pertumbuhan
Panjang (mm)
SL
FL
TL
Kelamin
Berat
Jantan
Betina
60
75
100
80
90
120
20
65
85
90
10
67
85
107
13
95
115
135
26
75
100
115
15
85
105
120
25
65
75
90
10
70
80
90
10
65
80
95
60
80
105
75
90
105
13
60
70
100
18
Kel
-
Nama
Praktikan
Pertumbuhan
Panjang (mm)
SL
FL
TL
Kelamin
Berat
Jantan
Betina
Rocela
Sarimanah
33
Reka
Novitasari
Bastian
85
105
135
22
34
Sheillawati
Satria
Adhar
Nuraya
Demas
Detrik
Cleovanya
Gulam
Aliyah
Aldwin
Arisca
Yuliana
Candra
Nurul
Ayu T
Elisa
Agung Rio
Widi
Eki
Mediana
Nabila
Hasbi
Dehan
Santi
Riza
Fauzi
Dea Hari
Satrio
Gun Gun
Sintia
Thesar
M. Aditya
Ayu Nfs
Dzaki
70
85
95
55
75
90
65
80
87
67
85
105
10
65
85
110
12.60
70
85
100
13.70
85
108
130
22.74
85
105
125
22.82
65
84
95
10.68
70
90
110
13.08
60
78
90
9.65
110
130
140
52.56
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
19
Kel
-
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
Nama
Praktikan
Zulfikar
Melinda
Dini Maliha
Rayana
Adli M.
Rury R
Fahri . F
Risa
Mawadatu
M. Musa DZ
Dita Tania
Windi A.
Rizal Firdaus
Aisyah Dwi
Syarifudin
Fathin A.
Dhita Hapsari
Syifa Zahidah
Dicky D.
Riana Faosa
Hilman H.
Ardiansyah
Zahra Imma
Dyah Hafizha
Bagus
Rahmahwati
M. Aulia R.
M. Galdio N.
Ali Aji Adi
M. Rakhman
Ruth Maria
Hanna M
Bayu . R
M. Ryan K.
Choki S. D.
Pertumbuhan
Panjang (mm)
SL
FL
TL
Kelamin
Berat
Jantan
Betina
65
80
95
65
80
90
63
79
90
60
70
90
14
70
90
115
10
70
80
90
12
60
75
94
64
79
90
75
88
116
13
185
210
230
248
56
Ayu M
82
98
130
18
57
Deni S
Aisyah A. M.
M. Salsabil
70
85
100
12
20
Kel
-
Nama
Praktikan
Pertumbuhan
Panjang (mm)
SL
FL
TL
Kelamin
Berat
Jantan
Betina
Fachri A. M.
Resna Ajeng
58
R Rahmadi
Christoper R.
Kalysta F.
Jumaidi E
Yuki Aditya.
Dwi Muthiah
Fadhillah A.
Agung Fuadi
Kartika Irta
Rosa H.
Taufik Ikhsan
M. Fahmi I
Logica I. B.
Ruth Mawar
Gilang T.
Geugeuh G.
Dina Arifiah
Kelana Putra
Takbir S.
Silmi Fitriani
Sona Y. D.
Reyhan Alif
Eva Amalia
Shafwan H
59
60
61
62
63
64
65
66
Fahira Nur A.
Chervin
70
80
85
14
75
92
122
14
72
83
103
10,8
75
90
105
16,04
65
70
100
11,48
70
93
110
11,65
67
77
98
13,37
65
85
100
9,97
100
115
145
38,48
Batas bawah
Batas atas
frekuensi
1
2
3
4
54.5
73.5
92.5
111.5
73.5
92.5
111.5
130.5
47
14
4
0
Jantan
10
6
1
0
Betin
a
37
8
3
0
%
Jantan
15.15
9.09
1.52
0
%
Betina
56.06
12.12
4.55
0
21
5
6
7
130.5
149.5
168.5
149.5
168.5
187.5
0
0
1
66
0
0
0
17
0
0
1
49
0
0
0
25.76
0
0
1.52
74.24
Jumlah
40
35
30
25
20
15
10
5
0
37
10
Jantan
68
13
1
00
00
00
Betina
Interval SL (mm)
26%
Jantan
Betina
74%
22
No.
Tingkat Kematangan
Gonad
Dara
Dara Berkembang
No.
Jumlah
Jantan
24
Tingkat Kematangan
Gonad
12
Jumlah
Betina
% Betina
6.06%
30.30
%
4.55%
13.64
%
% Jantan
% Betina
20
3
Jantan
% Jantan
9
Betina
Perkembangan I
1.52%
9.09%
Perkembangan II
1.52%
10.61
%
Bunting
4.55%
Mijah
Jumlah
11
12.12
%
0.00%
6.06%
49
25.76
%
74.24
%
66
17
Persen
35.00%
30.00%
25.00%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
%jantan
%betina
fase
23
Kel-
SL
Bobot
1
2
3
4
5
6
7
8
9
70
65
64
68
80
70
59
100
75
10
9
9
10
20
15
8
46
22
Kel-
SL
Bobot
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
60
130
60
68
70
60
66
60
60
65
60
80
65
67
95
75
85
90
70
65
60
75
60
85
70
55
65
67
65
70
85
8
21
10
15
11
9
8
9
8
8
8
20
10
13
26
15
25
10
10
9
8
13
9
22
9
6
8
10
12,6
13,7
22,74
Log L
(X)
1,8451
1,8129
1,8062
1,8325
1,9031
1,8451
1,7709
2,0000
1,8751
Log L
(X)
1,7782
2,1139
1,7782
1,8325
1,8451
1,7782
1,8195
1,7782
1,7782
1,8129
1,7782
1,9031
1,8129
1,8261
1,9777
1,8751
1,9294
1,9542
1,8451
1,8129
1,7782
1,8751
1,7782
1,9294
1,8451
1,7404
1,8129
1,8261
1,8129
1,8451
1,9294
Log
W(Y)
1,0000
0,9542
0,9542
1,0000
1,3010
1,1761
0,9031
1,6628
1,3424
Log
W(Y)
0,9031
1,3222
1,0000
1,1761
1,0414
0,9542
0,9031
0,9542
0,9031
0,9031
0,9031
1,3010
1,0000
1,1139
1,4150
1,1761
1,3979
1,0000
1,0000
0,9542
0,9031
1,1139
0,9542
1,3424
0,9542
0,7782
0,9031
1,0000
1,1004
1,1367
1,3568
(Log L)2
Log L.Log W
3,4044
3,2867
3,2623
3,3581
3,6218
3,4044
3,1359
4,0000
3,5159
1,8451
1,7300
1,7235
1,8325
2,4760
2,1700
1,5992
3,3255
2,5171
(Log L)2
Log L.Log W
3,1618
4,4688
3,1618
3,3581
3,4044
3,1618
3,3107
3,1618
3,1618
3,2867
3,1618
3,6218
3,2867
3,3345
3,9114
3,5159
3,7227
3,8191
3,4044
3,2867
3,1618
3,5159
3,1618
3,7227
3,4044
3,0289
3,2867
3,3345
3,2867
3,4044
3,7227
1,6058
2,7951
1,7782
2,1552
1,9215
1,6968
1,6432
1,6968
1,6058
1,6372
1,6058
2,4760
1,8129
2,0341
2,7984
2,2052
2,6972
1,9542
1,8451
1,7300
1,6058
2,0887
1,6968
2,5901
1,7607
1,3543
1,6372
1,8261
1,9949
2,0974
2,6178
24
IKG
BHt
PH
t
HSI
1,21%
0,02
16
0,20%
0,11%
1,35%
1,63%
3,95%
0,09
0,01
0,06
0,04
12
1
2
10
1,01%
0,11%
0,60%
0,20%
2,04%
0,02
0,13%
0,38%
7,58%
18,92%
2,04%
0,05
0,24
0,05
0,05
10
20
15
15
0,63%
0,52%
0,23%
0,63%
25
11
12
21
10
3,46
0,00
56
0,03
19,73%
0,01%
0,02
0,02
2
22
0,10%
0,20%
15
0,12
2,2
0,81%
0,02
0,13%
11
9
8
0,28
0,26
0,15
35
2,5
49
2,61%
2,97%
1,91%
0,2
0,11
0,05
7
1
4
1,85%
1,24%
0,63%
0,1
10
1,12%
0,06
0,67%
0,15
30
1,91%
0,1
0,3
1,27%
8
8
20
0,07
0,22
2,68
15
45
49
0,88%
2,83%
15,47%
0,04
0,06
0,08
2
3
4
0,50%
0,76%
0,40%
10
0,14
1,42%
0,03
0,30%
13
0,66
30
5,35%
0,03
0,23%
24
Bunting
Dara
Dara
Berkembang
Dara
Bunting
Perkembangan I
Dara
Berkembang
Dara
Berkembang
Perkembangan II
Bunting
Bunting
Dara
Berkembang
Dara
Berkembang
Bunting
26
0,55
40
2,16%
0,22
25
Perkembangan I
15
0,94
20
6,69%
0,16
15
0,85%
1,08%
PG
d
IKG
BHt
PH
t
16
2,25%
8,70%
1,63%
1,93%
2,04%
3,59%
1,58%
2,80%
0,56%
0,84%
1,78%
3,31%
2,36%
0,07
0,1
0,13
0,01
0,04
0,08
0,02
0,05
0,1
0,01
0,07
0,03
0,04
0,28%
12 1,01%
1,32%
0,11%
5
0,50%
0,62%
7
0,22%
1,21 0,23%
10
1,12%
0,17%
10 0,88%
0,30%
10 0,32%
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Kel-
TKG
Bw
BGd
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Bunting
Dara
Perkembangan II
Dara
Dara
Perkembangan II
Dara
Bunting
Dara
Dara
Dara
Perkembangan II
Perkembangan II
Dara
Berkembang
Dara
Bunting
Dara
Berkembang
Perkembangan II
Dara
Berkembang
Mijah
25
10
10
9
8
13
9
22
9
6
8
10
12,6
0,55
0,8
0,16
0,17
0,16
0,45
0,14
0,6
0,05
0,05
0,14
0,32
0,29
13,7
0,02
35
0,15%
0,02
10
0,15%
22,7
22,8
0,4
1,01
16
60
1,79%
4,63%
0,16
0,18
13
20
0,71%
0,80%
10,6
0,8
10
8,10%
0,6
30
5,95%
13,0
0,25
20
1,95%
0,02
10
0,15%
9,65
0,17
25
1,79%
0,09
23
0,94%
52,5
7,87
50
17,61%
0,09
10
0,17%
39
40
41
42
43
44
45
12
15
25
10
20
15
HSI
26
57
58
59
60
61
62
Dara
Berkembang
Dara
Perkembangan I
Mijah
Dara
Dara
Perkembangan II
Dara
Dara
Perkembangan 2
Dara
Berkembang
Dara
Dara
Perkembangan 1
Perkembangan I
Dara
Dara
Kel-
TKG
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
63
64
65
66
Perkembangan I
Bunting
Dara
Bunting
0,13
75
1,47%
0,08
12
0,90%
9
7
14
10
12
8
8
13
248
0,1
0,07
1,65
0,18
0,21
0,16
0,02
0,35
25
20
25
0,04
0,12
0,23
0,05
0,09
0,11
0,02
0,04
0,19
10
32
15
20
15
20
22
130
1,12%
1,01%
13,36%
1,83%
1,78%
2,04%
0,25%
2,77%
11,21%
5
5
15
10
7
32
0,45%
1,74%
1,67%
0,50%
0,76%
1,39%
0,25%
0,31%
0,08%
18
0,34
20
1,93%
0,11
0,61%
12
14
14
10,8
16,0
11,4
0,2
0,47
1,09
0,14
0,25
0,27
1,69%
3,47%
8,44%
1,31%
1,58%
2,41%
0,05
0,04
0,02
0,04
0,09
0,04
BGd
IKG
BHt
11,6
13,7
9,97
38,4
0,4
1,82
0,2
6,55
3,56%
15,28%
2,05%
20,51%
0,02
0,13
0,01
5
20
10
8
10
10
PH
t
10
10
5
0,42%
0,29%
0,14%
0,37%
0,56%
0,35%
Bw
38
45
65
35
18
13
PG
d
35
24
38
HSI
0,17%
0,96%
0,10%
0,00%
Tipe TKG
Jantan
Presentase
jantan
Betina
Presentase
betina
Dara
20 %
Dara berkembang
17 %
Perkembangan I
3%
Perkembangan II
6%
9,0 %
Bunting
10
30 %
54,5 %
Mijah
17%
27,5 %
Mijah/salin
Salin
3%
Putih salin
6%
9,0 %
33
100 %
11
100 %
Jumlah
27
4.2
Pembahasan
4.2.1
jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, kualitas air,
umur dan ukuran oksigen serta kematangan gonad. Selanjutnya dikatakan pula
bahwa ikan-ikan yang berumur mudah lebih cepat pertumbuhan panjangnya dari
ikan-ikan yang berumur tua (Effendie 1997).
Pendugaan pertumbuhan ikan dapat diduga dengan menganalisis data
frekuensi panjang atau bobot, dimana pertumbuhan ikan pada setiap umur
berbeda. Ikan muda memiliki pertumbuhan yang cepat, sedangkan akan terhenti
pada saat mencapai panjang asimptotnya (Nikolsky 1963).
Ikan yang pertumbuhannya lambat dari satu kelas umur lebih tinggi, akan
bertumpuk atau mempunyai ukuran yang sama dengan ikan yang pertumbuhannya
lebih cepat pada umur yang lebih rendah (Sparre et al 1999).
(Everthart et al 1975) mengemukakan bahwa terdapat beberapa metode
yang mengestimasi komposisi umur berdasarkan frekuensi panjang. Diantaranya
adalah metode Bhattachrya, dimana dasar dari metode ini yaitu pemisahan
kelompok umur yang mempunyai distribusi normal, dan masing-masing
kelompok umur tersebut mempunyai kohor. Cara lain untuk mengetahui umur
ikan dengan menggunakan metode Petersen, yaitu dengan menggunakan frekuensi
panjang ikan.
Telah dilakukan pengamatan mengenai pertumbuhan dan rasio ikan dari
ikan komet (Carassius auratus) yang berasal dari perairan ciparanje. Ikan yang
telah diamati sebanyak 66 ikan komet yang diamati oleh 66 kelompok. Berikut
uraian hasil pengamatan yang telah dilakukan. Pengukuran laju pertumbuhan ikan
dilakukan berdasarkan pertambahan (besarnya) bobot tubuh ikan. Dari hasil
pengamatan kelompok 1 (Tabel 1) yaitu ikan yang kami amati, ikan komet
(Carassius auratus) memiliki bobot tubuh sebesar 9 gram. Dilihat dari data
28
angkatan (Tabel 3) dari 66 ikan komet yang diamati, bobot ikan terbesar yaitu 46
gram dan bobot ikan komet terkecil adalah 6 gram.
Pada dasarnya penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan
karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan
diamatinnya perbedaan ciri-ciri morfologi, tetapi hal ini hanya dapat dilakukan
pada ikan dewasa berumur lebih dari 6 bulan. Oleh sebab itu pengamatan kelamin
ikan yang dilakukan kami dengan cara histologis, yaitu dibedahnya tubuh ikan
untuk memperoleh gonad dan selanjutnya akan diidentifikasi (Secara seksual
primer). Dari hasil pengamatan kelompok, ikan yang kami amati, ikan komet
(Carassius auratus) merupakan ikan betina. Selain itu dari data hasil pengamatan
angkatan didapatkan hasil bahwa dari 66 ekor ikan komet yang diamati, ada 12
ekor ikan jantan dan 54 ekor ikan betina. Maka rasio nya adalah 1 : 4. Ikan
Komet betina lebih mendominasi pada perairan Ciparanje ini.
Pengukuran perubahan berat dan panjang dapat digunakan dengan
menggunakan dengan model allometric linear dengan menggunakan parameter a
dan b. Koreksi biar pada perubahan berat rata-rata dari unit logaritma digunakan
untuk memprediksi berat pada parameter panjang sesuai dengan persamaan
logaritma allometric berikut, (DeRobertis dan William 2008):
W = a Lb
Dimana W adalah berat dari ikan (g) dan L adalah panjang total ikan (mm)
sedangkan nilai a dan b merupakan parameter. Berat dapat dianggap sebagai suatu
fungsi dari panjang. Hubungan panjang dengan berat hampir mengikuti hukum
kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi
hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan
panjang ikan berbeda-beda.
Untuk mengatahui tipe pertumbuhan apa yang dimiliki oleh ikan-ikan
yang diamati ini, dapat dilambangkan dengan huruf (b). Mengatahui hasilnya
dapat dihitung manual dengan cara penghitungan rumus pertumbuhan (W), atau
dapat juga menggunakan Microsoft Excel dengan cara penghitungan regresi dari
29
data yang diamati terlebih dahulu. Dari hasil penghitungan menggunakan Ms.
Excel didapatkan hasil bahwa ikan-ikan yang berasal dari perairan ciparanje
memiliki pertumbuhan Allometrik. Dibuktikan dengan hasil nilai b 3 .
Pengamatan yang dilakukan pada ikan komet menghasilkan nilai b = 3.3229 dan
pengamatan pada ikan nilem yaitu nilai b = 2.8923. Itu artinya b < 3 atau
allometrik negatif, yaitu pertumbuhan berat ikan lebih besar dibandingkan
pertumbuhan panjang ikan. Oleh sebab itu, dapat dilihat di tabel 4, bahwa bobotbobot ikan tersebut lebih besar daripada total panjang (TL) ikan-ikan itu.
30
sebesar 0,08 gram sehingga nilai Hepato Somatic Index (HSI) nya sebesar 0,9%.
Setelah itu diamati gonad ikan tersebut, diidentifikasi morfologi gonadnya. Gonad
yang kami amati berwarna abu-abu agak kemerahan tetapi merahnya belum
dominan, selain itu telurnya dapat dilihat dengan menggunakan kaca pembesar.
Agar lebih jelas maka digunakan larutan acetokarmin, dan gonad dicacah terlebih
dahulu. Dari hasil pengamatan gonad didapatkan hasil bahwa ternyata ikan komet
yang kami amati berjenis kelamin betina, dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
berada pada fase dara berkembang.
Dari hasil data angkatan, dari 66 ikan komet yang diamati, ikan yang
memiliki tingkat kematangan gonad (TKG) pada fase mijah dan bunting hanya 10
ekor ikan saja. Sisanya memiliki tingkat kematangan gonad (TKG) pada fase dara,
dara berkembang, ataupun perkembangan II. Fekunditas yang paling tinggi dari
10 ikan komet tersebut sebesar 5952 dan TKG nya pada fase perkembangan II.
Adapun dari 66 ekor ikan sampel yang diamati, kelompok 66 memiliki
nilai Indeks Kematangan Gonad (IKG) yang tinggi, yaitu sebesar 20,51% berada
pada tingkat kematanga gonad (TKG) fase bunting. Dari data diatas dapat dilihat
bahwa ikan betina memiliki IKG yang relatif lebih besar dibandingkan dengan
ikan jantan. Menurut Effendi (1987) bahwa nilai indeks ini akan sejalan dengan
perkembangan gonad dan akan mencapai batas maksimum pada saat ikan
mengalami pemijahan. Ikan betina memiliki IKG lebih tinggi dibandingkan ikan
jantan sebab ikan betina memiliki gonad yang lebih besar dibandingkan dengan
gonad jantan jadi meskipun ada pada tahap dibawah jantan tapi bobot gonadnya
akan relatif lebih besar.
4.2.3 Pembahasan Regresi Pertumbuhan pada Ikan Komet
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat.
Pertumbuhan di pengaruhi faktor genetik, hormon dan lingkungan. Meskipun
secara umu, faktor lingkungan yang memegang peranan sangat penting adalah
nutrient pakan dan suhu lingkungan, namun di daerah tropis nutrient lebih penting
di bandingkan suhu lingkungan. Menurut Saputra (2008). Dari hasil grafik di atas
yaitu hubungan panjang dan berat pada ikan komet (carassius auratus)
31
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil praktikum yang dilakukan adalah:
Bobot yang dimiliki ikan dan panjang yang dimiliki ikan saling berkaitan.
Karena perubahan berat dan panjang memperlihatkan umur dan kelas
kelompok tahun ikan.
Panjang dan berat diketahui dengan cara pengukuran secara manual. Lalu
dilakukan perhitungan dengan rumus tertentu.
Pengamatan rasio kelamin ikan yang dilakukan secara primer, karena dengan
cara membedah ikan dan mengamati gonad ikan.
Ciri seksual primer ditandai dengan adanya testis pada ikan jantan dan
ovarium pada ikan betina.
33
Fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat pada ovari ikan betina yang
telah matang gonad dan siap untuk dikeluarkan pada waktu memijah.
5.2 Saran
Melalui praktikum yang telah dilaksanakan, ada beberapa saran yang akan
menunjang praktikan untuk melakukan praktikum dengan lebih baik lagi, berikut
beberapa saran yang diberikan:
Pembedahan ikan harus baik, agar organ-organ dalam pada ikan tidak
mengalami kerusakan sehingga lebih mudah untuk diidentifikasi.
Pengamatan gonad ikan harus lebih cermat menentukan rasio kelamin, dan
tingkat kematangan gonad ikan dalam di fase apa.
34
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, I. dan Liviawati, E. (1998) Beberapa Metode Budidaya Ikan. Yogyakarta
: Kanisesis (Anggota IKAPI).
Arief, F. A., 2009. Aspek Biologi Pertumbuhan, Reproduksi, Dan Kebiasaan
Makan Ikan Selar Kuning. Diakses pada http://scribd.com [5 Maret 2015]
Effendie, I.M., 1979. Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan IPB, Bogor.
Effendi. 1997. Metode Biologi Perikanan, Bagian Perikanan, Bagian I. Yayasan
Dwi Sri Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Effendi, M,I. 2002. Biologi perikanan. Edisi revisi, Yayasan Pustaka Nusantara
163 hal
Effendi, I. 2004. Biologi Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Fujaya, Y., 1999. Fisiologi ikan. Rineka Cipta; Jakarta.
Herawati, Titin. 2014. Modul Praktikum Biologi Perikanan. Universitas
Padjajaran. Bandung
Kottelat, M., Whitten, A. J., et al. (1993). "Freshwater fishes of Western Indonesia
and Sulawesi" Hong Kong: Periplus.
Kusrini, E et al .2007.Peranan Faktor Lingkungan dalam Pemuliaan
Ikan.Bogor,Pusat Riset Perikanan Budidaya vol 2:1.
Suminto, et al. 2010. Prosentase Perbedaan Pengaruh Tingkat Kematangan Gonad
Terhadap Fertilitas dan Daya Tetas Telur Dalam Pembenahan Buatan
Abalone (Haliotis asinina).
Susanto, R. D., A. L. Gordon, J. Sprintall and B. Herunadi, 2000: Intraseasonal
variability and tides in Makassar Strait. Geophysical Research
Letters, 27(10): 1499-1502.
Wahyuningsih, H dan Barus. 2006. Buku Ajar Ikhtiologi. Universitas Sumatera
Utara : Meda
35
LAMPIRAN
36
(Sumber:Dokumen Pribadi)
37