Anda di halaman 1dari 22

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS

PASIEN

Nama

: An. R

Usia

: 2 tahun 5 bulan

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Jln. Tombolotutu Palu, Sulawesi Tengah

Tanggal Masuk RS

: 12 Februari 2015

B. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis pada ibu pasien pada tanggal 12 Februari 2015 jam
12.00 WITA
Keluhan Utama:
Sesak napas sejak 2 hari SMRS
Keluhan Tambahan:
Demam, batuk berdahak, BAB mencret
Riwayat Penyakit Sekarang:
1 minggu SMRS, ibu pasien mengatakan anaknya mengalami demam yang
dirasakan naik turun tidak tentu disertai batuk. Batuk yang pasien derita dikatakan
disertai dengan dahak yang sulit untuk dikeluarkan. Dahak yang dapat dikeluarkan
dikatakan berwarna putih tapi tidak ada darah. Ibu pasien hanya memberi obat
penurun panas, panasnya menurun namun beberapa saat panasnya kembali lagi.
3 hari SMRS, ibu pasien mengatakan batuk yang diderita pasien bertambah
parah, batuk sudah mengeluarkan lendir, lendir berwarna putih. Muntah sebanyak 2
kali per hari ketika pasien batuk-batuk dan berisi ASI yang pasien minum. Os juga
mengeluh BAB mencret sebanyak 3 kali per hari, cair, warna kuning, lendir dan darah
disangkal. BAK tidak ada keluhan dengan warna kuning jernih sebanyak 3 4 kali
per hari.

2 hari SMRS, ibu pasien mengatakan pasien batuk-batuk hebat dan sulit untuk
bernapas. Kulit pasien tidak berwarna kebiruan, sesak dialami terus menerus tidak
ada faktor yang memperberat atau memperingan gejala sesak. BAB mencret masih
ada, muntah muntah masih ada, os masih merasa demam. Anak masih mau diberi
minum atau makan.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Os pernah mengalami hal yang sama pada saat os berumur 1 tahun 2 bulan, dengan
gejala sesak napas, batuk batuk dan muntah, dan os di rawat di RS Bhayangkara
Palu
Riwayat Penyakit Keluarga:
Asma, TB Paru, dan keluarga yang sedang menderita batuk-batuk disangkal oleh ibu
pasien.
Riwayat Kehamilan:
ANC os pergi ke bidan .
Sakit selama hamil (-), demam (-), kuning (-), keputihan (-), perut tegang (-), BAK
sakit (-), kencing manis (-), dan darah tinggi (-).
Riwayat Kelahiran:
Cara lahir

: spontan

Tempat lahir : rumah bersalin


Ditolong oleh : bidan
Masa gestasi : cukup bulan
Berat lahir

: 2800 gram

Panjang lahir : 51 cm
Lahir langsung menangis, sianosis (-), kejang (-)
Kelainan Bawaan:
(-)
Riwayat Keluarga:
2

Ayah
Nama
Umur
Pekerjaan
Agama
Perkawinan
Saudara kandung:

Ibu

Tn. D
28 tahun
POLRI
Islam
1

Anak ke

Ny. S
25 tahun
Ibu Rumah Tangga
Islam
1

Usia
4 tahun
2 tahun

1
2
3

Jenis kelamin
Perempuan
Perempuan
PASIEN

Keterangan
Baik
Baik

Riwayat Imunisasi:
Jenis Imunisasi
0

Hepatitis B
BCG
DPT

Polio

Campak
Hepatitis A
MMR
*) ditunda oleh dokter karena sakit

Umur waktu pemberian


Bulan
3
4
6
9
15 18

Tahun
6
12

Riwayat imunisasi lengkap


Riwayat Makanan:
ASI sejak lahir sampai umur 6 bulan
Sekarang os : minum susu formula dan nasi
Kesimpulan

: kualitas dan kuantitas cukup

Riwayat Perumahan dan Sanitasi Lingkungan


Os tinggal di rumah bersama dengan kedua orang tuanya dan dua orang kakaknya.
Disebutkan bahwa tempat tinggal os kurang mendapatkan penyinaran matahari,
pertukaran udaranya kurang baik, terdapat penerangan listrik dan air berasal dari air
tanaha.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 12 Februari 2015

Keadaan umum
o Kesan sakit

: Tampak sakit sedang

o Kesadaran

: compos mentis

o Keadaan gizi

: cukup

Antropometri

BB

= 12 kg

TB

= 84 cm

BB/U

= 12/13 X 100% = 92%

TB/U

= 84/88 X 100% = 95%

BB/TB

= 12/12 X 100% = 100%

Tanda Vital
o Tekanan darah

: tidak dilakukan

o Nadi

: 110 x / menit, reguler, isi cukup


Sama di keempat ekstremitas dibandingkan
Dengan denyut jantung

o Napas

: 48 x / menit, cepat dan dangkal

o Suhu

: 37,5 C diukur di aksila

Kepala

: bentuk bulat, normocephali,


deformitas (-)

Rambut

: hitam, merata

Mata

: konjungtiva pucat (-), sklera tidak ikterik


pupil isokor, RCL (+)/(+), RCTL (+)/(+)
4

Telinga

: bentuk normotia, serumen (-), darah (-)

Hidung

: bentuk normal, deviasi septum nasi (-)


nafas cuping hidung (+)

Tenggorok

: Tonsil : T1 T1 tenang, kripta (-). Detritus (-)

Gigi dan mulut

: sianosis (-), mukosa bucal basah (+), sianosis (-)

Leher

: KGB tidak membesar


tiroid tidak membesar

Thorax
o Paru :
Inspeksi

: - gerakan dinding dada simetris pada keadaan


statis dan dinamis
- retraksi sela iga (+), stridor (-)

Palpasi

: tidak dilakukam

Perkusi

: tidak dilakukan

Auskultasi

: suara nafas vesikuler pada paru kanan dan kiri,


Ronki basah halus (+), slump (+) di seluruh
lapangan paru, wheezing (-)

o Jantung :
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis teraba pada sela iga V garis


midclavikula kiri

Perkusi

: tidak dilakukan

Auskultasi

: bunyi jantung I-II normal, reguler,


Bising (-), gallop rythm (-)

Abdomen
Inspeksi

: abdomen tampak buncit & lemas,venektasi (-)

Palpasi

: abdomen supel, turgor cukup


hati tidak teraba membesar
limpa tidak teraba membesar

Punggung

Perkusi

: timpani di seluruh dinding abdomen

Auskultasi

: Bising usus (+) kesan meningkat

: deformitas (-)

Kulit

: ikterik (-), petechie (-)

Alat kelamin

: perempuan

Anus

: tidak dilakukan

Anggota gerak

: akral hangat, perfusi perifer cukup, edema (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi Rutin ( 12 Februari 2015 )
Hemoglobin

10,00 g/dl

(10 12,5)

Hematokrit

39 % (37 47)

Leukosit

12.500 /l

(5000-10.000)

Trombosit

220.000/l

(150.000-400.000)

Kimia Klinik ( 12 Desember 2012 )Pn


Glukosa darah sewaktu

90 mg/dl

(60 - 110)

E. Diagnosis
Suspek Pneumonia Berat + Gastroentetitis Akut tanpa dehidrasi
F. Diagnosis banding
- Tuberkulosis
- Penumonia aspirasi

G. PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam

Analisa Kasus dan Kesimpulan


Pada pasien ini diagnosa suspek pneumonia berat dan GEA tanpa dehidrasi
berdasarkan kesesuaian gejala dari anamnesis, tanda-tanda klinis dari pemeriksaan
fisik serta hasil pemeriksaan laboratorium.

Dari Anamnesis didapatkan :

Demam sejak 1 minggu SMRS

Sejak 1 minggu SMRS batuk berdahak tetapi pasien terlihat sulit untuk
mengeluarkan dahaknya, lender berwarna putih

Sejak 3 hari SMRS muntah muntah sebanyak 2 kali

BAB mencret sebanyak 3 kali, tinja berwarna kuning, cair

Sesak napas sejak 1 hari SMRS

Riwayat penyakit dahulu : pernah mengalami hal yang sama pada umur 1
tahun 2 bulan

Pada Pemeriksaan Fisik didapatkan :


Keadaan umum : sakit sedang.
S : 37,5 C RR : 48 x/menit cepat dan dangkal (napas cepat)
Hidung

: nafas cuping hidung (+)

Paru : Inspeksi

: retraksi sela iga (+)

Auskultasi

: ronki basah halus (+), slump (+) di seluruh lapangan paru

Abdomen : BU (+) kesan meningkat


Pada Pemeriksaan penunjang :
Leukosit

12.300 /l

(5000-10.000) Infeksi

Penatalaksanaan yang telah diberikan :


IVFD RL 15 tetes/menit
O2 nasal canul 2-3 liter/menit
Inhalasi combivent : NaCl 0,9 % 0,6 ml : 2 cc/ 6 jam
Inj. Ceftriaxone 600 mg/24J/IV
Ambroxol 3 x 3/4 cth
Zinc syrup 1 x 2 cth
L bio 2 x 1 sachet

TINJAUAN PUSTAKA
PNEUMONIA

II. 1 DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI


Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstitial. Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia
merupakan suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk membuat suau definisi
tunggal yang universal. Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis,
serta perjalanan penyakitnya. World Health Organization (WHO) mendefinisikan
pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan
inspeksi dan frekuensi pernapasan.1
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah diberbagai Negara
terutama di Negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada anak <
5 tahun di negara maju adalah 2 4 kasus/100 anak/tahun sedangkan di negara
berkembang 10 20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta
kematian per tahun pada anak balita di negara berkembang.1
II. 2 ETIOLOGI
Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus,
jamur, dan bakteri. S. pneumonia merupakan penyebab tersering pneumonia bacterial
pada semua kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak < 5 tahun.
Respiratory Syncytial Virus (RSV) merupakan virus penyebab tersering pada anak
kurang dari 3 tahun. Pada umur lebih muda adenovirus, parainfluaenza virus, dan
influenza virus juga ditemukan. Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia,
lebih sering ditemukan pada anak anak, dan biasanya merupakan penyebab tersering
yang ditemukan pada anak lebih dari 10 tahun. Penelitian di Bandung menunjukkan
bahwa Streptococcus pneumonia dan Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri
yang paling sering ditemukan pada apusan tenggorok pasien pneumonia umur 2 59
bulan.1

Beberapa faktor meningkatkab resiko kejadian dan derajat pneumonia, antara


lain defek anatomi bawaan, deficit imunologi, polusi, GER (gastroesophageal reflux),
aspirasi, gizi buruk, berat badan lahir rendah, tidak mendapatkan air susu ibu (ASI),
imunisasi tidak lengkap, adanya saudara serumah yang menderita batuk, dan kamar
tidaur yang terlalu padat penghuninya.1

Gambar 1. Penyebab kematian pada anak dan neonatus di dunia2

10

II.3 ETIOLOGI
Tabel 1. Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara
maju.3
Usia

Etiologi yang Sering

Etiologi yang Jarang

Lahir-20 hari

Bakteri

Bakteri

E. coli

Bakteri anaerob

Streptococcus group B

Streptococcus group D

Listeria monocytogenes

Haemophillus
influenzae
Streptococcus
pneumoniae
Ureaplasma
urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes Simpleks

Usia

Etiologi yang Sering

Etiologi yang Jarang

3 minggu-3 bulan

Bakteri

Bakteri

Chlamydia trachomatis

Bordetella pertussis

Streptococcus
pneumoniae

Haemophillus
influenzae tipe B

Virus

Moraxella catharalis

Virus Adeno

Staphylococcus aureus

Virus Influenza

Ureaplasma
urealyticum

Virus Parainflueza 1,2,3

Virus

Respiratory Syncytial
virus

Virus Sitomegalo

Usia

Etiologi yang Sering

Etiologi yang Jarang

4 bulan-5 tahun

Bakteri

Bakteri

11

Chlamydia pneumoniae

Haemophillus
influenzae tipe B

Mycoplasma
pneumoniae

Moraxella catharalis

Streptococcus
pneumoniae

Neisseria meningitidis

Virus

Staphylococcus aureus

Virus Adeno

Virus

Virus Influenza

Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial
virus

Usia

Etiologi yang Sering

Etiologi yang Jarang

5 tahun-remaja

Bakteri

Bakteri

Chlamydia pneumoniae

Haemophillus
influenzae

Mycoplasma
pneumoniae

Legionella sp

Streptococcus
pneumoniae

Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial
virus
Virus Varisela-Zoster

12

II.4

PATOGENESIS
Proses patogenesis terkait dengan 3 faktor, yaitu imunitas host, mikroorganisme

yang menyerang, dan lingkungan yang berinteraksi. Cara terjadinya penularan


berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan
Streptococcus pneumonia, melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus,
sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh Enterobacter dan P. aeruginosa.
Pada masa sekarang, terlihat perubahan pola mikrorganisme adanya perubahan
keadaan pasien seperti gangguan kekebalan, penyakit kronik, polusi lingkungan, dan
penggunaan antibiotic yang tidak tepat menimbulkan perubahan karakteristik kuman.
Dijumpai peningkatan pathogenesis kuman akibat adanya berbagai mekanisme
terutama oleh S. aureus, H. influenza dan Enterobacteriaceae serta berbagai bakteri
gram negatif.4
Patogen mikrobial dapat berasal dari flora orofaringeal termasuk S. pneumonia,
S. pyogens, M. pneumonia, H. influenza, Moraxalla catarrhalis. Kolonisasi bakteri ini
meningi merusak fibronektin, glikoprotein yang melapisi permukaan mukosa.
Fibronektin merupakan reseptor bagi flora normal gram positif orofaring. Hilangnya
fibronektin menyebabkan reseptor pada permukaan sel terpajan oleh bakteri gram
negative. Sumber basil gram negative dapat berasal dari lambung pasien sendiri atau
alat respirasi yang tercemar.4
Penyebaran hematogen ke seluruh paru biasanya dengan infeksi S. aureus dapat
terjadi pada pasien seperti pada keadaan penyalahgunaan obat melalui intravena, atau
pada pasien dengan infeksi akibat kateter intravena. Dua jalur penyebaran bakteri ke
paru lainya adalah melalui jalan inokulasi langsung sebagai akibat intubasi trakeaatau
luka tusuk dada yang berdekatan denga tempat infeksi yang berbatasan.4
Usia merupakan prediktor lain yang penting untuk meramalkan mikroorganisme
penyebab infeksi. Chlamidia trachomatis dan virus pernafasan sering terdapat pada
bayi berusia dibawah 6 bulan. H. influenza pada anak berusia antara 6 bulan sampai 5
tahun, M. pneumonia dan C. pneumonia pada orang dewasa muda dan H. influenza
serta M. catarrhalis pada pasien lanjut usia dengan penyakit paru kronis. H. influenza
juga lebih sering didapatkan pada pasien perokok. Bakteri gram negatif lebih sering

13

pada pasien lansia. Pseudomonas aeruginosa pada pasien bronkiektasis, terapi steroid,
malnutrisi dan imunisupresi disertai lekopeni.4
Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan
bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan
memudahkan Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel
pernafasan. Jika Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel
pneumatosit tipe II. Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan
multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus
pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori dari Kohn. Bakteri
yang masuk ke dalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema dari seluruh
alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.4
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :
1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah paru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari selsel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru.4
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan

gas

ini

dalam

darah

paling

berpengaruh

dan

sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.4


2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya

14

penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.4
3. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.4
4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.4
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau
penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan
akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra
abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah
steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka
mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan menimbulkan penyakit.4

II. 5 DIAGNOSIS
1. Anamnesis1,5,6
Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan

dahak purulent bahkan bisa berdarah


Sesak napas bahkan sampai sianosis
Demam tinggi terus - menerus
Kesulitan makan/minum
Tampak lemah
Serangan pertama atau berulang
Dapat disertai gejala gastrointestinal seperti muntah dan diare
15

Perhatikan tanda tanda dehidrasi


Anak lebih suka berbaring pada sisi yang terkena
2. Pemeriksaan Fisik1,5, 6,7
Suhu > 39oC, dyspnea, inspiratory effort yang ditandai dengan
takipnea, retraksi dinding dada (chest indrawing), grunting, napas

cuping hidung, dan sianosis.


Pernapasan cepat
Anak umur < 2 bulan : 60 x/m
Anak umur 2 11 bulan : 50 x/m
Anak umur 1 5 tahun : 40 x/m
Anak umur > 5 tahun : 30 x/m
Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan, nadi harus
dilakukan pada saat awal pemeriksaan, penilaian keadaan umum

meliputi kesadaran dan kemauan untuk minum


Gejala distres pernapasan seperti takipnea, retraksi subcostal, batuk,
krepitasi, penurunan suara paru, ronki basah halus nyaring di lapangan

paru yang terkena.


Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia
yang klasik. Pada anak yang demam dan sakit perut, terdapat gejala
nyeri yang diproyeksikan ke abdomen. Pada bayi muda, terdapat gejala

pernapasan tak teratur dan hypopnea.


3. Pemeriksaan Penunjang1,5
Pemeriksaan Radiologi :
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran
bronkogram (airpace disease), misalnya oleh Streptococcus
pneumonia, bronkopneumonia (segmental disease) oleh anatara lain
Staphylococcus sp, virus atau mikoplasma.; dan pneumonia interstitial
oleh virus dan mikoplasma.
Distribusi infiltrate pada segmen apical lobus bawah atau
inferior lobus atau sugestif untk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien
yang tidak sadar, lokasi bisa di mana saja. Infiltrat di lobus atas sering
ditimbulkan Klebsiella spp, tuberculosis atau amyloidosis. Pada lobus
bawah dapat terjadi infiltrate akibat Staphylococcus atau bakteriemia.
Indikasi pemeriksaan foto dada, antara lain:
Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin
pada anak dengan infeksi saluran napas bawah akut ringan
tanpa komplikasi

16

Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita


pneumonia yang dirawat inap atau bila tanda klinis yang
ditemukan membingungkan
Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila
didapatkan adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya
komplikasi, pneumonia berat, gejala yang menetap atau
memburuk, atau tidak respons terhadap antibiotic
Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen
penyebab

Gambar 2. Gambaran radiologis6

Pemeriksaan Laboratorium :1,6


Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu
dilakukan untuk membantu menentukan pemberian antibiotik.
Dapat terjadi trombositopenia, leukositosis, dengan hitung jenis
bergeser ke kiri.

17

Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan


kualitas yang baik direkomendasikan dalam tata laksana anak
dengan pneumonia berat
Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien
rawat jalan, tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap
dengan kondisi berat dan pada setiap anak yang dicurigai
menderita pneumonia bakterial.
Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk
mendeteksi antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika
fasilitas tersedia.
Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan
dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur, serta deteksi
antigen bakteri (jika fasilitas tersedia) untuk penegakan
diagnosis dan menentukan mulainya pemberian antibiotik.
Pemeriksaan LED, C-reactive protein (CRP), LED dan
pemeriksaan fase akut lain tidak dapat membedakan infeksi
viral dan bakterial dan tidak direkomendasikan sebagai
pemeriksaan rutin.
Pemeriksaan uji tuberculin selalu dipertimbangkan pada anak

dengan riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa.


Pemeriksaan lain :
Pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonpia, seharusnya
dilakukan pemeriksaan pulse oxymetry.

II. 6 KLASIFIKASI PNEUMONIA


WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan
retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang. Namun
demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak malnutrisi
dan sering overlapping dengan gejala malaria. 1
Klasifikasi pneumonia (berdasarkan WHO):1

Bayi kurang dari 2 bulan :


Pneumonia berat : napas cepat atau retraksi berat
Pneumonia sangat berat : tidak mau minum/ menetek, kejang,
letargis, demam atau hipotermia, bradipnea atau pernapasan
ireguler.

18

Anak umur 2 bulan 5 tahun :


Pneumonia ringan : napas cepat
Pneumonia berat : retraksi
Pneumonia sangat berat : tidak dapat minum/ makan, kejang,
letargis, malnutrisi.

II. 7 TATA LAKSANA


A. KRITERIA RAWAT INAP1
Bayi :
- Saturasi oksigen 92%, sianosis
- Frekuensi napas > 60 x/m
- Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
- Tidak mau minum/ menetek
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Anak :
- Saturasi oksigen 92%, sianosis
- Frekuensi napas > 50 x/menit
- Distres pernapasan
- Grunting
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
B. TATA LAKSANA UMUM1
Pasien dengan saturasi oksigen 92 % pada saat bernapas dengan udara
kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau
sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen > 92 %
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan
-

cairan intravena dan dilakukan balans cairan ketat.


Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan

untuk anak dengan pneumonia.


Antipiretik dan analgesik dapat diberikan untuk menjaga

kenyamanan pasien dan mengontrol batuk.


Nebulisasi dengan beta 2 agonis dan/ atau NaCl dapat diberikan

untuk memperbaiki mucocilliary clearance.


Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi
setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi

oksigen.
C. PEMBERIAN ANTIBIOTIK1,6,7
- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotic oral pada
anak < 5 tahun karena efektif melawan sebagian besar pathogen
yang menyebabkan pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik,

19

dan murah. Alternatifnya adalah co-amoxiclav, cefaclor,


-

eritromisin, claritromisin, dan azitromisin.


M. pneumonia lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka
antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama

secara empiris pada anak 5 tahun.


Jika bakteri penyebab pneumonia di curigai Staphylococcus aureus
maka diberikan antibiotik makrolid atau kombinasi flucloxacillin

dengan amoksisilin.
Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak
dapat menerima obat per-oral (missal karena muntah) atau

termasuk dalam pneumonia derajat berat.


Antibiotik intrvena yang dianjurkan adalah: ampisilin dan
kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan

cefotaxime.
Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat

perbaikan setelah mendapat antibiotik intravena.


Pada neonatus 2 bulan : Ampisilin (100 mg/kgBB/hari dalam 4
kali pemberian IV)+ gentamisin (7,5 mg/kgBB/hari diberikan

1x/hari IV/IM)
> 2 bulan : Lini pertama : Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada
perbaikan dapat ditambahkan kloramfenikol (75 mg/kgBB/hari
dalam 4 kali pemberian IV). Lini kedua : ceftriaxone (80 100
mg/kgBB/hari diberikan 1x/hari IV/IM).
1,6

D. NUTRISI
- Pada anak dengan distress pernapasan berat, pemberian makanan
per oral harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat
nasogastric tube atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa
pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya pada
bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang
-

dibutuhkan, sebaiknya digunakan ukuran yang terkecil.


Perlu dilakukan pemantauan balans cairan yang ketat agar tidak
mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi

peningkatan sekresi hormon antidiuretik.


E. KRITERIA PULANG1
- Gejala dan tanda pneumonia hilang
- Asupan per oral kuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana
kontrol
20

Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah

DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi A, Hegar B, Handryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E.


Pneumonia. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Jakarta: IDAI, 2010. Hal. 250
5.
2. Global Causes of Child Deaths. John Hopkins, Bloomberg School of Public
Health. Available from: URL: http://www.jhsph.edu/sebin/h/c/global-causesof-child-deaths-Black_et_al_2010.jpg.
3. Nastiti R, Bambang S, dkk. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi 1.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2010. Hal. 351 63.
4. Garna H, Heda M. Pneumonia Dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi 3.
Semarang: Bagian IKA FK UNPAD, 2010. Hal. 403 8.
5. Dahlan Z. Pneumonia. Dalam Sudoyo A,Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta Pusat:
InternaPublishing, 2009. p. 2196 206.
6. Latief A, Firmansyah A, Kurniawan A, Tumbelaka A, Usman A, Pudjiadi A,
dkk. Batuk dan atau Kesulitan Bernapas. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Jakarta: WHO, 2009. Hal. 86 93.
7. Sastroasmoro S, Kampono N, Widodo D, Umbas R, Hermani B, Elvira S, dkk.
Pneumonia. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit Anak.
Jakarta: RSUP Nasional DR. Ciptomangunkusumo, 2007. Hal. 432 4.

21

22

Anda mungkin juga menyukai