trachomatis,
Haemophilus
ducreyi,
Calymmatobacterium
Menurut Depkes RI (2006), penularan infeksi menular seksual dapat melalui beberapa
cara, yakni bisa melalui hubungan seksual, berkaitan dengan prosedur medis (iatrogenik), dan
bisa juga berasal dari infeksi endogen. Infeksi endogen adalah infeksi yang berasal dari
pertumbuhan organisme yang berlebihan secara normal hidup di vagina dan juga ditularkan
melalui hubungan seksual. Sedangkan infeksi menular seksual akibat iatrogenik disebabkan
oleh prosedur-prosedur medis seperti pemasangan IUD (Intra Uterine Device), aborsi dan
proses kelahiran bayi.
2.1.4. Gejala Klinis dan Diagnosa Infeksi Menular Seksual
Terkadang infeksi menular seksual tidak memberikan gejala, baik pria maupun wanita.
Beberapa infeksi menular seksual baru menunjukkan gejalanya berminggu-minggu, berbulanbulan, maupun bertahun-tahun setelah terinfeksi (Lestari, 2008). Mayoritas infeksi menular
seksual tidak memberikan gejala (asimtomatik) pada perempuan (60-70% dari infeksi gonore
dan klamidia). Pada perempuan, konsekuensi infeksi menular seksual sangat serius dan
kadang-kadang bersifat fatal (misalnya kanker serviks, kehamilan ektopik, dan sepsis).
Konsekuensi juga terjadi pada bayi yang dikandungnya, jika perempuan tersebut terinfeksi pada
saat hamil (bayi lahir mati, kebutaan).
Gejala infeksi menular seksual bisa berupa gatal dan adanya sekret di sekitar alat kelamin,
benjolan atau lecet disekitar alat kelamin, bengkak disekitar alat kelamin, buang air kecil yang
lebih sering dari biasanya, demam, lemah, kulit menguning dan rasa nyeri disekujur tubuh,
kehilangan berat badan, diare, keringat malam, pada wanita bisa keluar darah diluar masa
menstruasi, rasa panas seperti terbakar atau sakit saat buang air kecil, kemerahan disekitar alat
kelamin, rasa sakit pada perut bagian bawah pada wanita diluar masa menstruasi, dan adanya
bercak darah setelah berhubungan seksual.
Diagnosis infeksi menular seksual dilakukan melalui proses anamnesa, diikuti pemeriksaan
fisik, dan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium.
2.1.5. Komplikasi Infeksi Menular Seksual
Infeksi menular seksual yang tidak ditangani dapat menyebabkan kemandulan, merusak
penglihatan, otak dan hati, menyebabkan kanker leher rahim, menular pada bayi, rentan terhadap
HIV, dan beberapa infeksi menular seksual dapat menyebabkan kematian.
Menurut Depkes RI (2006), langkah terbaik untuk mencegah infeksi menular seksual
adalah menghindari kontak langsung dengan cara berikut:
a. Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensia).
b. Menghindari bergonta-ganti pasangan seksual.
c. Memakai kondom dengan benar dan konsisten.
Selain pencegahan diatas, pencegahan infeksi menular seksual juga dapat dilakukan
dengan mencegah masuknya transfusi darah yang belum diperiksa kebersihannya dari
mikroorganisme penyebab infeksi menular seksual, berhati-hati dalam menangani segala
sesuatu yang berhubungan dengan darah segar, mencegah pemakaian alat-alat yang tembus
kulit (jarum suntik, alat tindik) yang tidak steril, dan menjaga kebersihan alat reproduksi
sehingga meminimalisir penularan.
2.2. Bahaya dan Dampak Sosial Terhadap Penderita Infeksi Menular Seksual
Sepuluh tahun terakhir, IMS (terutama HIV/ AIDS) meningkat jumlahnya dan sangat
mempengaruhi kehidupan berjuta-juta orang di seluruh dunia. Pada beberapa orang dan
rumah tangga, efek dari HIV/ AIDS menjadi berlipat ganda. Selain meningkatkan
ketidaknormalan dan kematian, juga mengakibatkan kelumpuhan total yang dapat
mengancam produktivitas di sektor ekonomi keluarga maupun secara makro.
Secara garis besar, dampak sosial terhadap penderita IMS (Infeksi Menular Seksual)
terutama HIV/ AIDS terbagi beberapa kategori, yaitu: Ekonomi dan Demografi, produktivitas
pembangunan dan produksi pertanian, penekanan pada sektor kesehatan, rumah tangga dan
keluarga, anak-anak, wanita, diskriminasi HIV/AIDS serta dampak HIV/AIDS terhadap
seseorang.
Prinsip umum pengendalian IMS adalah bertujuan untuk memutus rantai penularan
infeksi IMS dan mencegah berkembangnya IMS dan komplikasinya. Tujuan tersebut dapat
dicapai bila ada penyatuan semua sumber daya dan dana untuk kegiatan pengendalian IMS,
termasuk HIV/ AIDS.
Upaya tersebut meliputi:
1. Upaya promotif
a. Pendidikan seks yang tepat untuk mengikis ketidaktahuan tentang seksualitas dan
IMS.
b. Meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama untuk tidak berhubungan
seks selain pasangannya.
c. Menjaga
keharmonisan
hubungan
suami
istri
tidak
menyeleweng
untuk